LAPORAN STUDI KASUS ASUHAN GIZI III PAGT PADA PASIEN TB PARU dengan DIABETES MELLITUS
Dosen pengampu: Fillah Fithra Dieny, S.Gz, MSi dr. Enny Probosari, MSi.Med Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi dr. Etisa Adi Murbawani, M.Si.,Sp.GK
Disusun oleh : Magnalia Morena Ruth 22030113130091
PROGRAM STUDI ILMU GIZI DEPARTEMEN ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
Daftar Isi I.
Latar Belakang ............................................................................................................................ 3
I.
Skrinning ..................................................................................................................................... 3
II.
Assesment ................................................................................................................................... 2
III.
Diagnosis Gizi ............................................................................................................................. 4
IV.
Intervensi Gizi ............................................................................................................................. 5
V.
Perencanaan Monitoring ............................................................................................................. 8
VI.
Pembahasan. ................................................................................................................................ 8
VII.
Kesimpulan ............................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16
i
Identitas Pasien
Nama
: Tn S
Usia
: 49 tahun
Jenis Kelamin
:L
Pekerjaan
: Tukang Batu
Status Pasien
: Rawat Inap
Diagnosa Penyakit
: TB Paru dengan DM
Berat Badan
: 45 kg
Tinggi Badan
: 165 cm
Berat Badan Ideal
: 58,5 kg
IMT
: 16,5 kg/m2
ii
I.
Latar Belakang
Tn S (49 tahun) datang ke RS bersama anaknya dengan keluhan utama batuk bercampur darah sejak 1 hari yang lalu sebanyak 2x. Keadaan umum pasien tampak lemas dan kurus. Tn S sering batuk ringan selama 3 bulan terakhir dan tidak melakukan pengobatan karena batuk cepat sembuh dan kembali lagi. Batuk kadang kering kadang disertai dahak putih. Tak ada demam, ada nyeri di dada, dan ada sesak. Tn S mengalami penurunan BB 6 kg sejak batuk 3 bulan yll, tampak kurus dan mengalami sesak. Meskipun begitu, Tn S mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak, kopi dan teh manis masing – masing 2 kali sehari dengan gula 2 sdm. BB 45 kg, TB 165 cm Dalam sehari, Tn S biasa makan sampai 5x sehari karena sering lapar dengan snack seperti roti manis / gorengan 1 potong, atau mie instan 1 bungkus. Sayur hanya 1 mangkuk sehari ketika siang dengan menu favorit sop dan tumis toge. Tiap kali makan pasti ada nabati 1 potong, namun hewani sebanyak 3x sehari masing2 1 potong. Lauk seringkali digoreng. Tidak terlalu menyukai buah kecuali pisang, sebanyak 3x seminggu. Setelah di RS, asupan makanan pasien dari dalam RS hanya menghabiskan ½ porsi makanan (hewani, nabati, sayur) sedangkan nasi hanya @ 2 sdm. Dengan alasan tidak berselera, pasien makan makanan dari luar RS dan membeli nasi goreng dengan potongan ayam dan telur 1 bungkus, dan jus alpukat dengan susu kental manis 1 gelas. Tn S Memiliki riwayat penyakit liver dan DM sejak 10 th yang lalu. Akhir-akhir ini Tn S sudah tidak kontrol gula darah di layanan kesehatan. Tn S juga mengaku tidak menerapkan pola makan secara khusus untuk menstabilkan gula darah. Tn S bekerja di perusahaan sebagai tukang batu dan tiap kali bekerja terpapar debu dari barang-barang di tempat kerja. Tn S juga perokok aktif, menghabiskan 2 bungkus rokok dalam sehari. Pemeriksaan lab menyatakan Hb 13,4 g/dL, leukosit 8,1 ribu/mm3, eritrosit 4,7 juta/mm3, hematokrit 38,7%, trombosit 311 ribu/mm3, GDS 386 mg/dL. Diagnosa medis menyatakan TB paru dengan DM. Tekanan darah 120/80, nadi 88x/menit, suhu 37oC, RR 22x/menit I.
Skrinning A. Pemilihan Metode Skrinning
Skrinning gizi dilakukan dengan menggunakan formulir gizi MST (Malnutrisi Skrinning Tolls) karena pasien adalah usia dewasa. Didalam formulir skrinning gizi iii
MST ini terdapat 2 parameter untuk mengukur status gizi dengan melakukan wawancara secara langsung dengan pasien. Parameter tersebut adalah penurunan berat badan yang dialami selama 6 bulan terakhir dan penurunan asupan makan. B. Pengisian Kuesioner
Pengisian kuesioner skrinning gizi dengan dua parameter didapatkan hasil yaitu: Parameter pertama, penurunan berat badan didapatkan bahwa TnS mengalami penurunan berat badan sebanyak 6kg sejak batuk 3 bulan yang lalu, sehingga kondisi ini diberi skor 2 Parameter ke-dua, Tn S tidak mengamai penurunan nafsu makan, karena Tn. S mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Kondisi ini diberi skor 0 C. Kesimpulan Kuesioner
Berdasarkan hasil skrinning didapatkan skor 2 yang berarti Tn.S beresiko malnutrisi, sehingga pasien memerlukan asuhan gizi secara mendalam oleh ahli gizi sesuai dengan kondisi pasien saat ini dan diagnosis gizi yang telah ditetapkan. II.
Assesment
A. Pengkajian Antropometri (AD) Domain
AD – 1.1.1 Tinggi badan AD – 1.1.2 Berat badan AD – 1.1.5 Indeks massa tubuh
Data
Interpretasi
165 cm
45 kg
16,5 kg/m2
Kurus
Data
Interpretasi
B. Pengkajian Data Biokimia (BD) Domain BD – 1.5.2 Gula Darah Sewaktu BD – 1.10.1 Hemoglobin BD – 1.10.2 Hematokrit Leukosit
140 mg/dl
386 mg/dl
Tinggi
14 – 18 g/dl
13,4 g/dl
Rendah
40 – 48 %
38,7 %
Rendah 3
8,1 juta/mm
5 – 10 juta/mm3 Tinggi
2
Trombosit
3
311 juta sel/mm
200 – 400 ribu/mm3 Tinggi
C. Pengkajian Data Klinis/Fisik (PD) Domain
Data
PD – 1.1.1
Batuk, Tampak lemas dan kurus,
Penampilan keseluruhan
mengalami sesak
PD – 1.1.3
Nyeri di dada dan sesak
Interpretasi
Krdiovaskular – pulmonary PD – 1.1.5
Sering batuk ringan selama 3 bulan
Sistem digesti
terakhir
PD – 1.1.9
Suhu : 37 °C
Normal
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Tinggi
Nadi : 88×/menit
Normal
RR : 22 ×/menit
Takipnea
D. Pengkajian Riwayat Gizi/Makanan (FH) Domain
Data
FH – 1.1.1.1 Total
579,8 kkal
asupan energy FH – 1.2.2.2
‒ Makanan pokok 4,5 penukar
Jenis makanan
‒ Hewani 3 × sehari masin – masing 1
Interpretasi
34% Kurang
potong ‒ Nabati 1 potong ‒ Sayur 1 mangkuk ‒ Snack roti manis/ gorengan ‒ Hanya menyukai pisang ‒ Mie instant 1 bungkus
FH – 1.2.2.3 Kebiasaan makan
‒ Konsumsi makanan dalam jumlah
banyak ‒ Memiliki kebiasaan konsumsi kopi
dan the manis dengan 2 sdm gula pasir sehari 2 kali ‒ Biasa makan 5 × sehari ‒ Makanan favorit sayur sop dan tumis
toge 3
‒ Lauk seringkali digoreng ‒ Konsumsi pisang 3 × seminggu
FH – 1.5.1.1
77%
36,6 gr
Total asupan lemak FH – 1.5.2.1
Kurang
24%
23,7 gr
Total asupan protein
Kurang
FH – 1.5.3.1 Total asupan
12%
39,5 gr
Kurang
karbohidrat
E. Pengkajian Data Riwayat Pasien (CH) Domain
CH – 1.1.1
Data
Interpretasi
49 tahun
Usia CH – 1.1.2
Pria
Jenis Kelamin CH – 1.1.8
Perokok aktif, menghabiskan
Penggunaan rokok
2 bungkus dalam sehari
CH – 2.2.1
Tidak melakukan control
Medical treatment
gula darah secar rutin kembali
CH – 3.1.6
Tukang batu
Pekerjaan
III.
Diagnosis Gizi Domain
Diagnosis
Kalimat P – E – S
Inadekuat asupan oral berkaitan dengan asupan NI – 2.1
Inadekuat asupan oral
selama di RS sakit tidak memenuhi estimasi kebutuhan ditandai dengan asupan energy 34%, lemak 7%, karbohidrat 12% dan protein 24$
4
dari kebutuhan Peningkatan kebutuhan zat gizi berkaitan NI – 5.1
Peningkatan kebutuhan zat gizi
dengan perubahan metabolisme zat gizi ditandai dengan penurunan berat badan sebanyak 6 kg selama 3 bulan terakhir Perubahan nilai biokimia terkait gizi berkaitan
NC – 2.2
Perubahan nilai biokimia
dengan disfungsi organ lain yang menyebabkan
terkait gizi
perubahan biokimia ditandai dengan inadekua glukosa darah
IV.
Intervensi Gizi A. Tujuan Intervensi
Terapi diet bertujuan memberikan asupan secukupnya sesuai kebutuhan untuk memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktifitas normal B. Preskripsi Diet
a. Jenis diet
: Diet TKTP, Diet DM
b. Bentuk makanan
: Lunak
c. Jadwal pemberian
: 3 kali makan utama dan 2 kali selingan
d. Rute Pemberian
: Oral
e. Rekomendasi modifikasi diit :
Rekomendasi asupan energy diberikan sebanyak 1701 kkal
Rekomendasi asupan protein diberikan sebanyak 100 gram
Rekomendasi asupan lemak diberikan sebanyak 47,3 gram
Rekomendasi asupan protein diberikan sebanyak 319 gram
f. Modifikasi kebutuhan zat gizi mikro dan mineral : ‒ Vitamin A
: 1200 μg
‒ Vitamin C
:180 mg
‒ Vitamin E
:134 mg
‒ Zat besi
: 13 mg
‒ Seng
: 13 mg
‒ Fosfor
: 700 mg
‒ Magnesium : 350 mg ‒ Kalium
: 4700 mg 5
‒ Natrium
: 1500 mg
g. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jika jumlahnya kecil dan digunakan sebagai bumbu. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula asal tidak melebihi batas konsumsi aman harian (Accepted Daily Intake). C. Implementasi 1. Pemberian Makanan/ Terapi Diet
Terapi diet yang diberikan kepada pasien berupa diet TKTP dan diet DM. Tujuan mepberian diet ini adalah memberikan asupan secukupnya sesuai kebutuhan untuk memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktifitas normal, dan mempertimbangkan pembatasan zat gizi tertentu terkait penyakit yang diderita pasien yaitu gula atau pemanis. Asupan energy diberikan sebanyak 1701 kkal/hari, protein sebanyak 110 gram/hari, lemak sebanyak 47,3 gram/ hari dan karbohidrat sebanyak 319 gram/hari. Sumber karbohidrat didapatkan dari karbohidrat kompleks atau berasal dari makanan pokok seperti: beras, jagung, ubi, singkong, kentang. Jenis lemak yang direkomendasikan berupa lemak jenuh dan tak jenuh sepert: minyak sayur, margarin dan untuk sumber protein didapatkan dari bahan makanan yang merupakan sumber protein hewani dan protein seperti: daging, ayam, tahu, tempe, telur. Asupan zat gizi mikro diantaranya kalsium sebesar 1000 mg, zat besi sebesar 13 mg, Vitamin A sebesar 600 μg, Vitamin E sebesar 15 mg, Vitamin C sebesar 90 mg. Bahan makanan seperti buah – buahan dan sayuran merupakan sumber utama memperoleh zat gizi mikro tersebut. Asupan diberikan secara oral dan dalam bentuk lunak. Frekuensi pemberian makanan sebanyak 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan. 2. Edukasi Gizi Edukasi gizi mengenai Diabetes Mellitus, tanda dan gejala, cara pengobatan, kebutuhan zat gizi dan jenis diet yang dapat diaplikasikan ketika dirumah secara mandiri a. Sasaran : Pasien dan Keluarga b. Tempat : Ruang rawat inap c. Waktu
: 10 – 15 menit
Isi materi: 6
1) Kebutuhan zat gizi pasien 2) Pentingnya pengaturan makanan terutama penggunakan gula murni dan pemanis 3) Rekomendasi bahan makanan yang dianjurkan dan dihindari 4) Penalaksanaan diet DM yang mudah diaplikasikan dirumah Tujuan : 1) Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit dan diabetes mellitus 2) Mengetahui pembatasan pengguanaan gula murni dan pemanis yang diberikan kepada pasien 3) Mengetahui bahan makanan yang direkomendasikan dan yang dihindari untuk mendukung kesembuhan pasien 4) Mengetahui dan memahami mengenai diet DM agar pasien dan keluarga dapat mengaplikasikan diet secara mandiri ketika dirumah 5) Memotivasii pasien dan keluarga untuk menjalankan diet DM dan pasien mampu menerapkan diet DM yang diberikan untuk mencukupi kebutuhan asupan makanan 3. Konseling Gizi Konseling gizi dilakukan untuk membantu kelaurga pasien dalam mengenali dan memecahkan masalah terkait gizi pasien melalui pengaturan makan dan minum pasien. Konselor membantu pasien dan memberikan motivasi kepada pasien agar pasien bersedia untuk menjalani terapi gizi 4. Koordinasi dengan Tim Kesehatan Lain Koordinasi dilakukan bersama dengan tim ahli kesehatan lain seperti dokter, perawat, dan ahli gizi rumah sakit untuk mendiskusikan penanganan yang terbaik bagi pasien. 1)
Pertemuan Ahli gizi melakukan pertemuan dengan tenaga kesehatan lain untuk mengetahui kondisi terkini pasien dan penanganan apa saja yang telah dilakukan.
2)
Koordinasi dengan tenaga kesehatan lain
a. Dokter Berkolaborasi dengan dokter untuk mengetahui diagnosis medis terbaru, perkembangan medis terbaru dan penanganan medis yang dilakukan pada pasien b. Perawat
7
Berkolaborasi dengan perawat untuk mengetahui pemantauan pada pasien secara aktif yang selanjutnya dikoordinasikan dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan intervensi yang tepat. c. Ahli gizi Berkoordinasi dengan ahli gizi yang lebih senior mengenai penanganan diet yang tepat pada pasien serta mengetahui karakteristik setiap pasien yang dirawat V.
Perencanaan Monitoring Tujuan Monitoring
Monitoring
Evaluasi
Monitoring asupan
Memantau asupan makan
Asupan Makan sudah
makanan
pasien selama di RS baik
membaik, dan pasien tidak
dari dalam maupun luar RS
makan dari luar RS
Memantau status gizi
Status gizi pasien
Monitoring status gizi
pasien dengan memantau
berangsur membaik,
perkembangan berat
dengan adanya
baddan yang dilakukan
perkembangan berat badan
secara rutin
selama di RS
Monitoring Kadar Gula
Memantau Kadar glukosa
Kadar glukosa darah sudah
Darah
darah dengan melakukan
terkontrol, dengan adanya
pengecekan laboratorium
penurunan kadar gula darah
yang dilakukan secara rutin
mendekati normal
Monitoring perkembangan
Memantau tanda vital
Kondisi fisik dan klinis
fisik dan klinis
pasien secara ruitn setiap
sudah membaik dengan
hari
keluhan sesak nafas yang sduah berkurang, tekanan darah, nadi, suhu tubuh dan respiratory Rate normal
VI.
Pembahasan
A. TB Paru dan DM a. Definisi TB paru dan DM
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan defek sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1,2
8
b. Patogenesis
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang berkaitan dengan gangguan fungsi imunitas tubuh, sehingga penderita lebih rentan terserang infeksi, termasuk TB paru. Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan tubuh, termasuk gangguan fungsi dari epitel pernapasan serta motilitas silia. Paru pada penderita DM akan mengalami perubahan patologis, seperti penebalan epitel alveolar dan lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat sekunder dari komplikasi mikroangiopati sama seperti yang terjadi pada retinopati dan nefropati. Gangguan neuropati saraf autonom berupa hipoventilasi sentral dan sleep apneu. Perubahan lain yang juga terjadi yaitu penurunan elastisitas rekoil paru, penurunan kapasitas difusi karbonmonoksida, dan peningkatan endogen produksi karbondioksida Sel-sel efektor yang sering berkontribusi terhadap infeksi M. tuberculosis adalah fagosit, yaitu makrofag alveolar, perkursor monosit, dan limfosit sel-T. Makrofag alveolar, berkolaborasi dengan limfosit sel-T, berperan penting dalam mengeliminasi infeksi tuberkulosis. Pada penderita diabetes melitus, diketahui terjadi gangguan kemotaksis, fagositosis, dan antigen presenting oleh fagosit terhadap bakteri M. tuberculosis; kemotaksis monosit tidak terjadi pada penderita DM. Defek ini tidak dapat diatasi dengan terapi insulin. Beberapa penelitian menunjukkan makrofag alveolar pada penderita TB paru dengan komplikasi DM menjadi kurang teraktivasi. Penurunan kadar respons Th-1, produksi TNF-α, IFN-γ, serta produksi IL-1 β dan IL-6 juga ditemukan pada penderita TB paru disertai DM dibandingkan pada penderita TB tanpa DM. Penurunan produksi IFN-γ lebih signifi kan pada pasien TB paru dengan DM tidak terkontrol dibandingkan pada pasien TB paru dengan DM terkontrol. Produksi IFN-γ ini akan kembali normal dalam 6 bulan, baik pada pasien TB paru saja maupun pasien TB paru dengan DM terkontrol, tetapi akan terus menurun pada pasien TB paru dengan DM tidak terkontrol. Selain itu, terjadi perubahan vaskuler pulmonal dan tekanan oksigen alveolar yang memperberat kondisi pasien.1 c. Manifestasi Klinis
Telah banyak dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan manifestasi klinis penderita TB paru dengan DM dan penderita TB paru saja. Pada tahun 1934 telah dilakukan penelitian terhadap 234 kasus TB paru pada penderita DM di Boston, hasilnya menunjukkan bahwa tanda dan gejala tidak berbeda pada penderita TB paru 9
saja dan tidak ada gejala tersembunyi yang membahayakan. Wang, dkk. di Taiwan (2009) menyatakan bahwa pasien TB dengan DM menunjukkan frekuensi lebih tinggi dalam hal gejala demam dan hemoptisis, sputum basil tahan asam (BTA) positif, lesi konsolidasi, kavitas, dan keterlibatan lapangan paru bawah. Penelitian Alisjahbana, dkk. (2007) di Indonesia menemukan beberapa perbedaan manifestasi klinis. Gejala klinis ditemukan lebih banyak pada pasien TB paru yang juga menderita DM dan berdasarkan indeks Karnofsky, keadaan umumnya juga lebih buruk. Dikatakan hasilnya tidak terlalu signifi kan karena perbedaannya kecil. Penelitian lain di Malaysia, Saudi Arabia, dan Turki, tidak menemukan perbedaan signifikan dalam hal gejala, akan tetapi sebuah studi besar di Mexico melaporkan gambaran klinis yang lebih buruk pada pasien TB yang menderita DM, yaitu dalam hal demam, hemoptisis, dan keadaan umumnya. Tuberkulosis yang aktif juga dapat memperburuk kadar gula darah dan meningkatkan risiko sepsis pada penderita diabetes. Demam, kuman TB paru aktif, dan malnutrisi menstimulasi hormon stres seperti epinefrin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan, yang secara sinergis bekerja meningkatkan kadar gula dalam darah hingga lebih dari 200 mg/dL. Kadar IL-1 dan TNF plasma juga meningkat dan menstimulasi hormon anti-insulin, sehingga memperburuk keadaan infeksinya2 B. Skrinning
Langkah awal yang dilakukan dalam menangani kasus terkait gizi adalah melakukan skrinning gizi dengan menggunakan formulir skrinning gizi untuk menentukan derajat resiko malnutrisi dan menentukan penanganan selanjutnya. Skrinning gizi bertujua untuk mengidentifikasi status gizi pasien beresiko malnutrisi atau tidak, menentukan penanganan lanjutan berupa pengkajian lebih mendalam dari ahli gizi atau tidak, dan sebagai tindakan preventif untuk menghindari komplikasi kondisi pasien yang lebih buruk. Pada kasus ini, skrinning gizi dilakukan dengan metode MST (Malnutrition Screening Tools). Skrinning dilakukan dengan mengikuti formulir skrinning gizi MST dan juga mempertimbangkan kesesuaian data yang digunakan dengan kondisi penyakit pasien. Skrinning MST merupakan metode skrinning yang sederhana dan relative mudah diterapkan. Skrinning MST terdiri dari 2 parameter penentuan status gizi yaitu penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir dan penurunan nafsu makan / kesulitan menelan terkait penyakit yang diderita. Setiap parameter tersebut memiliki skor yang 10
berbeda pada setiap poinnya dan penilaian bergantung dengan standar penilaian yang telah ditetapkan, kemuda dari penilaian tersebut dijumlahkan dan dapat ditentukan status gizinya. Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis/kondisi khusus makan
ditentukan beresko mengalami malnutrisi dan perlu diberikan proses asuhan gizi terstandar oleh tim ahli gizi. Skrinning gizi yang dilakukan pada kasus ini didapatkanhasil skor
2 yang
menunjukkan bahwa pasien beresiko malnutrisi dan membutuhkan proses asuhan gizi terstandar oleh tim ahli gizi C. Assesment
Pengkajian gizi atau assessment gizi merupakan kegiatan mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang terkait dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek perilaku, lingkugan serta penyebabnya. Data penkajian gizi yang digunakan dalam kasus ini meliputi: 1) Client History/ Riwayat Pasien Pasien diketahui berusia 49 tahun datang ke RS bersama anaknya dengan keluhan utama batuk bercampur darah sejak 1 hari yang lalu sebanyak 2x. Keadaan umum pasien tampak lemas dan kurus. Pasien sering batuk ringan selama 3 bulan terakhir dan tidak melakukan pengobatan karena batuk cepat sembuh dan kembali lagi. Batuk kadang kering kadang disertai dahak putih. Tak ada demam, ada nyeri di dada, dan ada sesak. Pasien mengalami penurunan BB 6 kg sejak batuk 3 bulan yll, tampak kurus dan mengalami sesak. Pasien sebelumnya memiliki riwayat penyakit liver dan DM sejak 10 th yang lalu. Akhir-akhir ini pasien sudah tidak kontrol gula darah di layanan kesehatan. Pasien juga mengaku tidak menerapkan pola makan secara khusus untuk menstabilkan gula darah. Pasien bekerja di perusahaan sebagai tukang batu dan tiap kali bekerja terpapar debu dari barang-barang di tempat kerja. Tn S juga perokok aktif, menghabiskan 2 bungkus rokok dalam sehari. 2) Riwayat Makan Dalam sehari, pasien biasa makan sampai 5x sehari karena sering lapar dengan snack seperti roti manis / gorengan 1 potong, atau mie instan 1 bungkus. Sayur hanya 1 mangkuk sehari ketika siang dengan menu favorit sop dan tumis toge. Tiap kali makan pasti ada nabati 1 potong, namun hewani sebanyak 3x sehari masing2 1 potong. Lauk seringkali digoreng. Tidak terlalu menyukai buah kecuali 11
pisang, sebanyak 3x seminggu. Setelah di RS, asupan makanan pasien dari dalam RS hanya menghabiskan ½ porsi makanan (hewani, nabati, sayur) sedangkan nasi hanya 2 sdm. Dengan alasan tidak berselera, pasien makan makanan dari luar RS dan membeli nasi goreng dengan potongan ayam dan telur 1 bungkus, dan jus alpukat dengan susu kental manis 1 gelas. 3) Tanda Fisik Pasein datang ke RS dengan keluhan utama batuk bercampur darah sejak sehari yang lalu sebanyak 2 kali. Keadaan umum pasien lemas dan kurus dengan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 88 ×/menit, suhu tubuh 37° C, dan Respiratory Rate 22 ×/menit. 4) Antropometri Pasien memiliki berat badan 4 kg, dengan tinggi badan 165 cm, IMT 16,5 kg/m2 dimana dengan IMT tersebut pasien termasuk kategori kurus, berdasarkan hasil pengamatan secara fisik pasien terlihat kurus dan pasien mengaku bahwa selama 3 bulan terkahir mengalami penurunan berat badan sebanyak 6 kg karena batuk yang dideritanya.
5) Data Biokimia Hasil Pemeriksaan laboratorium menyatakan Hb 13,4 g/dL, leukosit 8,1 ribu/mm3, eritrosit 4,7 juta/mm3,
hematokrit 38,7%, trombosit 311 ribu/mm3, GDS 386
mg/dL. D. Diagnosis
Pada kasus ini ditentukan 3 diagnosis gizi yaitu: 1. Inadekuat asupan oral (NI – 2.1) berkaitan dengan asupan selama di RS sakit tidak memenuhi estimasi kebutuhan ditandai dengan asupan energy 34%, lemak 7%, karbohidrat 12% dan protein 24% dari kebutuhan 2. Peningkatan kebutuhan zat gizi (NI – 5.1) berkaitan dengan perubahan metabolisme zat gizi ditandai dengan penurunan berat badan sebanyak 6 kg selama 3 bulan terakhir 3. Perubahan nilai biokimia terkait gizi (NC – 2.2) berkaitan dengan disfungsi organ lain yang menyebabkan perubahan biokimia ditandai dengan inadekua glukosa darah. Diagnosis NI – 2.1 dijadikan diagnosis utama karena intervensi yang diberikan secara langsung dan dapat mencakup tujuan dari diagnosis yang lain. 12
E. Intervensi
Intervensi adalah langkah ke 3 yang dilakukan dalam proses asuhan gizi. Terapi diet bertujuan memberikan asupan secukupnya sesuai kebutuhan untuk memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktifitas normal. Tujuan tersebut diberikan untuk memonitoring perkembangan kondisi pasien. Implemnetasi yang diberikan adalah pemberian diit pasien, edukasi, konseling dan kerjasama dengan tenaga medis/kesehatan lainnya. Pemberian menu diet disesuaikan dengan kebutuhan energy dan kondisi pasien terkini. Salah satu modifikasi diit yang dilakukan dalam pemberian diit pasien adalah makanan lunak dengan frekuensi pemberian sebanyak 3 kali makan utama dan 2 kali selingan yang diberikan secara oral.3 Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan normal. yaitu sebanyak 1701 kkal/hari, Protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin serum yang rendah yaitu sebanyak 100 gram, asupan lemak diberikan cukup yaitu 25% dari total energy sebanyak 47,3 gram/hari, karbohidrat diberikan cukup yaitu 75% dari total energy sebanyak 319 gram/hari. Vitamin dan mineral diberikan sesuai kebutuhan total AKG, diantaranya Vitamin A sebanyak 1200 μg , Vitamin Csebanyak 180 mg, Vitamin E sebanyak 134 mg, Zat besi
sebanyak 13 mg, Seng sebanyak 13 mg, Fosfor sebanyak 700 mg, Magnesium sebanyak 350 mg, Kalium sebanyak 4700 mg dan Natrium sebanyak 1500 mg. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jika jumlahnya kecil dan digunakan sebagai bumbu. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula asal tidak melebihi batas konsumsi aman harian (Accepted Daily Intake). F. Monitoring Evaluasi
Monitoring pada kasus ini terdiri dari 4 pemantauan diantaranya yaitu pemantauan asupan makan, perkembangan status gizi, pemantauan kadar glukosa darah perkembangan fisik/ klinis. 4 1. Pemantauan asupan makan pasien dilakukan dengan memantau sisa makan pasien, wawancara dengan pasien terkait makanan yang disajikan, selain itu juga memantau apakah pasien makan makanan yang berasal dari luar RS. Apabila pasien makan makanan yang dari luar RS maka dilakukan perhitungan persentase antara makanan dari RS dengan yang dari luar RS. Kemudian pasien diberikan pengertian bahawa 13
makanan yang disajikan dari RS sudah sesuai dengan kebutuhan pasien, yang dapat meningkatkan status gizi pasien menjadi lebih baik. Evaluasi yang diberikan berupa pasien sudah mau mengasup makanan dari RS dengan ditandai tidak adanya sisa makan pasien pada piring saji. 2. Pemantauan perkembangan status gizi pasien dilakukan dengan penimbangan berat badan secara rutin yaitu setiap pagi sebelum makan. Evaluasi yang dierikan berupa peningkatan status gizi pasien yaitu dengan adanya perkembangan berat badan yang signifikan setiap harinya 3. Pemantauan kadar glukosa darah pasien yang dlakukan dengan pemerksaan laboratorium secara rutin setiap harinya, untuk mengetahui perkembangan kadar glukosa darah. Evaluasi yang diberikan berupa kadar glukosa darah secara signifikan mengalami penurunan hingga batas normal kadar glukosa darah. 4. Pemantauan tanda fisik/klinis pasien berupa pemantauan terhadap tekanan darah, nadi, suhu tubuh, RR dan sesak yang dilakukan secara rutin untuk mengetahui perkembangan tanda fisik/klinis pasien. Evaluasi yang diberikan berupa pasien sudah bisa bernafas dengan ormal, tidak adanya sesak dan nyeri di dada, tekanan darah, suhu tubuh, nadi dan RR sudah normal. VII.
Kesimpulan
Peningkatan prevalensi DM diikuti dengan peningkatan prevalensi TB paru. Penderita DM mempunyai risiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi untuk mengidap penyakit TB paru dibandingkan penderita tanpa DM dan banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Diabetes melitus mempengaruhi kemotaksis, fagositosis, dan antigen presenting oleh fagosit. Kurang teraktivasinya makrofag alveolar penderita TB paru dengan DM mengurangi interaksi antara imfosit sel-T dengan makrofag, sehingga terjadi defek eliminasi M.Tb. Defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu menyebabkan penderita DM lebih rentan terserang infeksi termasuk TB paru. Tidak ada perbedaan manifestasi klinis yang signifikan pada penderita TB paru dengan DM dan tanpa DM; frekuensi demam dan hemoptisis lebih sering ditemukan pada penderita TB paru dengan DM. Penderita TB baru dengan DM sering menunjukkan hasil kultur M.TB positif dengan jumlah basil lebih tinggi. Hingga saat ini belum ada rekomendasi khusus pengobatan TB paru pada penderita DM. Regimen yang sama sesuai standar pengobatan TB paru tetap digunakan pada penderita TB paru disertai DM, tetapi akan lebih sulit dan bisa lebih lama hingga 14
12 bulan karena interaksi antara OAT (rifampisin) dan obat antidiabetes (sulfonilurea dan TZD), efek samping obat, dan jumlah bakteri lebih banyak. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol kadar gula darah karena tidak terdapat interaksi dengan OAT. Hal terpenting dan utama dalam keberhasilan pengobatan TB paru pada penderita DM adalah kontrol gula darah yang baik dan keteraturan minum OAT.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Indra Wijaya. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Universitas Pelita Harapan, RS Siloam Karawaci. Tangerang: 2015. Vol 42. 6 2. Vyna Budi Handayani. Gambaran Asupan Zat Gizi Makro dan Status Gizi pada Penderita Tuberkolosis Paru Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta:2009 3. Almatser, S. Penuntun Diit. PT. Gramedia Pustaka Utara. Jakarta. 2004 4. Depkes RI. Pedoman Nasional Penenggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke- 8. Jakarta : Dirjen Depkes RI. 2002
16
LAMPIRAN
BB
= 45kg
TB
= 165 cm
IMT
= 16,5 kg/m2 Kurus
BB ideal
= (TB – 100) – 10% (TB – 100) = (165 – 100) – 10%(165 – 100) = 65 – 6,5 = 58,5 kg
PERHITUNGAN KEBUTUHAN ZAT GIZI
Perhitungan kebutuhan energy menggunakan Harris Benedict TEE
= 66,5 + 13,8(BB) + 5 (TB) – 6,76 (U)\ = 66,5 + 13,8 (45) + 5 (165) – 6,76 (49) = 66,5 + 621 + 825 – 331,24 = 1181,3 kalori
Aktivitas Fisik = Baring total = 1,2 Injury Factor
= surgery = 1,2
Kebutuhan energy = TEE × AF × IF = 1181,3 × 1,2 × 1,2 = 1701 kkal Kebutuhan protein diberikan cukup untuk meningkatkan kdar albumin serum yang rendah Kebutuhan protein diberikan sebanyak 100 gr Kebutuhan lemak diberikan cukup yaitu 15 – 25% dari total energy Kebutuhan lemak = 25% total energy = 25% × 1701 = 425,3kkal = 47,3 gr Kebutuhan karbohidrat diberikan cukup yaitu 75 – 85% dari total kebutuhan energy \ Kebutuhan KH
= 75% total energy = 75% × 1701 = 1275, 8 kkal = 319 gr
Vitamin dan mineral diberikan sesuai kebutuhan total AKG
17
Leaflet TB
18
Formulir Skrinning Gizi MST
PARAMETER 1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak direncanakan / tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir ? ‒ Tidak ‒ Tidak Yakin (ada tanda-tanda baju menjadi lebih longgar) ‒ Ya, Ada penurunan BB sebanyak : a. 1 – 5 kg b. 6 – 10 kg c. 11 – 15 kg d. > 15 kg 2. Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan nafsu makan / kesulitan menerima makanan ?
Total Skor
SKOR
2
0 2 beresiko malnutrisi
19