I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dan sangat menguntungkan bagi peternak. Permintaan terhadap susu meningkat, namun peningkatan permintaan susu tidak diimbangi dengan suplai sapi perah. Produksi susu yang dihasilkan oleh peternakan di Indonesia secara umum, belum mampu untuk memenuhi konsumsi susu nasional, baik untuk konsumsi masyarakat maupun untuk industri pengolahan susu akibatnya Indonesia masih mengimpor susu dari negara lain. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting. Tujuan utama pemeliharaan sapi perah adalah pemanfaatan hasil produksi susu yang melebihi kebutuhan untuk anaknya sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani tubuh manusia. Susu yang dihasilkan sapi perah kaya akan zat gizi dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun terutama pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan populasi sapi perah dari tahun ketahun rata-rata meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak setinggi pada ternak unggas. Metode yang dibutuhkan dalam membangun subsektor peternakan khususnya mengenai komoditas sapi perah. Pengembangan sapi perah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas sapi perah baik dari segi teknis maupun dari segi ekonomis. Produktivitas ternak sapi perah harus dipacu agar dapat ditingkatkan, diantaranya manajemen reproduksi dan manajemen pakan, dikarenakan besarnya produksi
1
2
susu ditentukan oleh keberhasilan program-program reproduksi dan manajemen pakan yang balance (seimbang) balance (seimbang) baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemerahan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting yang harus diperhatikan pada usaha peternakan sapi perah. Menurut (Sudono et al ., ., 2003) bahwa kelangsungan produksi susu, disamping dipengaruhi oleh pemberian pakan yang baik, pencegahan dan pemberatasan penyakit dan yang lainnya, juga dipengaruhi oleh teknik pemerahan yang benar. Pemerahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemerahan dengan tangan (manual) dan pemerahan dengan mesin. Pemerahan yang dilakukan baik secara manual maupun mesin harus dilakukan dengan baik dan benar sesuai prosedur pemerahan agar susu yang dihasilkan dapat optimal. Susu hasil pemerahan perlu dicatat, sehingga dengan pencatatan tersebut dapat diketahui data produksi susu sapi per ekor. Pencatatan produksi susu sapi per ekor berguna untuk mengevaluasi kualitas susu, tingkat produksi susu, serta berguna untuk pengelompokkan sapi berproduksi tinggi dan sapi dengan produksi rendah. Tenaga kerja keluarga yang biasanya digunakan dalam usaha peternakan rakyat terdiri dari Ayah (kepala keluarga), ibu dan anak-anak. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala keluarga memiliki curahan waktu kerja yang lebih besar dibandingkan dengan anggota keluarga lannya, disebabkan karena isteri lebih sibuk untuk mengurus rumah tangga dan mengasuh anak, sedangkan anak-anak harus bersekolah (Jomima, 2012). Tingkat curahan tenaga kerja bervariasi sesuai dengan kondisi usaha yang dijalankan (Taslim, 2011). Curahan waktu kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal (Fauziyah, et al ., ., 2014).
3
Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di sektor sapi perah yang modern. Komoditi yang dipelihara adalah ada lah sapi perah jenis Friesian Holstein Holstein (FH). Populasi Sapi FH pada bulan April 2015 sebesar 7200 ekor dan menghasilkan produksi 27 juta liter susu. Produksi susu dikemas dan diolah secara baik dan terintegrasi (Maneuveur, 2015) . B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Praktek Kerja Lapangan bertujuan, antara lain: 1. Mengetahui manajemen pemeliharaan sapi perah di PT. Greenfields Indonesia; 2. Mengetahui sistem perkandangan sapi perah di PT. Greenfields Indonesia; 3. Mengetahui jenis pakan dan pemberian pakan sapi perah di PT. Greenfields Indonesia; 4. Mengetahui sistem reproduksi dan kesehatan sapi perah di PT. Greenfields Indonesia; 5. Mengetahui penanganan limbah sapi perah di PT. Greenfields Indonesia; dan 6. Mengetahui curahan waktu kerja di PT. Greenfields Indonesia. C. Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan PKL yaitu menambah wawasan, pengalaman dan dapat mengetahui secara langsung sistem pemeliharaan, manajemen perkandangan, pemberian pakan dan air minum, reproduksi dan kesehatan, penanganan limbah dan curahan waktu tenaga kerja serta dapat membandingkannya dengan teori ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sapi F ri esian Holstein
Sapi perah yang dipelihara di Indonesia adalah jenis Friesian Holstein (FH) yang pada awalnya diimpor dari Belanda yang memiliki kondisi suhu lingkungan
dingin.
Pemeliharaan
sapi
perah
Holstein
pada
umumnya
terkonsentrasi di dataran tinggi, tetapikemudian berkembang ke daerah dataran rendah, beberapa lokasi peternakan sapi perah yangberkembang di dataran rendah seperti di DKI Jakarta dan Bogor antara lain disebabkan oleh dekatnya lokasi peternakan dengan pasar (kota besar) sehingga memperpendek jalur tataniaga, dimana peternak dapat menjual susu langsung kepada konsumen dengan harga lebih tinggi. Kondisi dataran rendah seperti temperatur udara yang lebih panas dibandingkandengan dataran tinggi menyebabkan turunnya produksi susu sapi terutama sapi Holstein (Praharani et al., 2009). Usaha ternak sapi perah di dataran rendah yang semakin berkembang memerlukan dukungan upaya peningkatan dan perbaikan di berbagai aspek termasuk pemuliaan ternak yaitu melalui pembentukan sapi perah yang cocok untuk kondisi dataran rendah. Strategi program pemuliaan dalam rangka menyediakan bibit unggul sapi perah yang cocok dengan kondisi dataran rendah dapat dilakukan melalui persilangan antara sapi perah FH dengan sapi lokal. Persilangan antara bangsa sapi yang berbeda menghasilkan efek heterosis dimana keturunan persilangan (F-1) memiliki performa lebih baik dibandingkan dengan tetuanya (Bourdon, 2000) sebagai akibat kombinasi gen dari tetuanya serta pengaruh komplementaritas.
4
Sapi FH mempunyai masa laktasi panjang dan produksi susu yang tinggi dengan puncak dan persistensi produksi susu yang baik (Dematawewa et al ., 2007). Sapi perah dengan persistensi laktasi tinggi memiliki masa produksi yang lebih panjang (Cole dan Null,2003).
B. Manajemen Pemberian Pakan
Pakan yang dibutuhkan sapi perah berbeda dengan pakan pada sapi potong. Pakan pada sapi perah cenderung lebih banyak sumber protein dan hijauan sebanyak 60% hijauan dan 40% konsentrat (Rizki et al ., 2015). Bahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan (Schwartzkopf et al ., 2013). Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang batang, ranting, dan bunga. Kelompok jenis pakan hijauan adalah rumput, legume dan tumbuh-tumbuhan lain, yang dapat diberikan dalam bentuk segar dan kering (Kusnadi,1983). Hijauan segar adalah pakan hijauan yang diberikan dalam keadaan segar, dapat berupa rumput segar, batang jagung muda, kacang-kacangan dan lain-lain yang masih segar. Pemberian pakan dalam bentuk segar diberikan secara ad libitum sesuai dengan kebutuhan yang dihitung dalam bahan kering berdasarkan bobot badan (Yusuf, 2010). Hijauan kering adalah pakan yang berasal dari hijauan yang dikeringkan misalnya jerami dan hay. Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin dan mineral. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif dan hidupnya berada dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak
5
sapi adalah vitamin A, C, D dan E, sedangkan mineral sebagai bahan pakan tambahan dibutuhkan untuk berpropuksi, terutama kalsium dan fosfor . Pakan konsentrat adalah bahan pakan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan dapat berupa dedak atau bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon atau gaplek dan lain-lain. Peternak menyajikan pakan konsentrat masih sangat sederhana, yakni hanya membuat susunan pakan atau ransum yang terdiri dari dua bahan, dan bahkan ada yang hanya satu macam bahan (Sudono, 1983). C. Perkandangan
Air yang digunakan untuk mencuci peralatan, minum dan mandi sapi berasal darimata air yang ada di lereng perbukitan dan disalurkan melalui pipa paralon ke kandang, dikandang, air ditampung pada bak penampung yang terbuat dari semen. Jumlah kandungan mikroba di dalam air yang ditampung dalam bak penampungan. Menurut SNI 01-3553-1996 jumlah mikroba aerob maksimal dalam air yang layak minum adalah 1,0x105 CFU/ml dan E. coli pathogen 0 CFU/100 ml (Handayani dan Purwanti, 2010). Prinsip manajemen perkandangan yang baik adalah sinar matahari pagi bisa masuk kedalam kandang, karena sinar matahari pagi tidak begitu panas dan banyak mengandung ultraviolet yang berfungsi sebagai disinfektan dan membantu pembentukan vitamin D. Pembuatan kandang sebaiknya jauh dari pemukiman penduduk sehingga tidak menganggu masyarakat baik dari limbah ternak maupun pencemaran udara. Perkandangan berfungsi untuk tempat perlindungan sapi dari sinar matahari, angin dan sebagai tempat istirahat untuk ternak (Yani dan Purwanto,
6
2006). Konstruksi kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi dua yaitu kandang tunggal yang terdiri satu baris dan kandang ganda yang terdiri dari dua baris yang saling berhadapan ( Head to Head ) atau berlawanan (Tail to Tail ). Tipe kandang Head to Head dirancang dengan satu gang bertujuan agar mempermudah saat memberi pakan dan efisien waktu, sedangkan tipe kandang Tail to Tail terdapat dua gang dengan tujuan untuk mempermudah saat membersihkan feses. Berdasarkan konstruksinya, kandang konvensional dibatasi atas dua tipe, yaitu tipe satu baris, sapi perah ditempatkan pada satu baris dan tipe dua baris, sapi perah ditempatkan dalam dua baris dengan saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Antara kedua baris sapi-sapi perah tersebut dibuat jalur untuk jalan. Apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sampai dengan 10 ekor, lebih baik menggunakan kandang konvensional dengan tipe satu baris . Apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sudah lebih dari 10 ekor, disarankan menggunakan tipe kandang konvensional dengan dua baris (Siregar e t al ., 1996 ). D. Manajemen Reproduksi
Manajemen perkawinan ternak yang baik juga merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan efisiensi reproduksi termasuk perbaikan keturunan. Cara untuk memperbaiki manajemen ternak adalah dengan inseminasi buatan (IB). Penerapan inseminasi buatan pada ternak bisa meningkatkan efisiensi reproduksi pada hewan donor tersebut (Wijaya, 2008). Ukuran efisiensi reproduksi dalam usaha peternakan sangatlah penting, dengan adanya beberapa ukuran efesiensi reproduksi sapi perah berdasarkan penampilan reproduksi. Periode kosong yaitu periode atau selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali dan terjadi kelahiran, kawin pertama setelah
7
beranak yaitu selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali, jumlah kawin pada setiap kelahiran yaitu berapa kali sapi dikawinkan li ma sampai terjadi kelahiran. Lama kebuntingan adalah masa di mana seekor induk memiliki anak di dalam uterusnya, masa dimulai dari fertilisasi sampai kelahiran (Adhianto et al ., 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi antara lain pakan nutrisi yang terkandung didalam ransum berpengaruh pada organ-organ reproduksi dan fungsi kelenjar-kelenjar yang memproduksi hormon. Manajemen sangat berpengaruh terhadap ternak sapi. Menurut Iskandar (2011) menyatakan bahwa penyakit dan suhu udara dan musim sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi. E. Pencegahan Penyakit
Kesehatan ternak merupakan faktor penting yang mempengaruhi produksi ternak termasuk produksi susu pada sapi perah. Sapi-sapi perah yang dipelihara harus dilakukan vaksinasi dan sanitasi kebersihan kandang untuk produksi susu yang optimal (Londa et al ., 2013). Mastitis merupakan penyakit utama pada industri peternakan sapi perah dan belum bisa terselesaikan disebabkan oleh bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci. Mastitis subklinis merupakan kejadian paling tinggi dari semua kasus mastitis karena tidak menunjukan gejala klinis yang jelas sehingga peternak sulit untuk melakukan diagnosa. Mastitis subklinis dibagi menjadi empat tingkatan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada kwartir ambing yaitu tracemastitis subklinis, pada umumnya mastitis subklinis merupakan tipe mastitis yang paling sering terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh dunia (kira -kira
8
15-40 kali lebih banyak) dibandingkan dengan mastitis klinis (Surjowardojo et al ., 2008). Penyakit yang biasa menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk fever . Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara sanitasi kandang, pengobatan, vaksinasi, menjaga kebersihan sapi, dan lingkungan. F.
Penanganan Limbah
Biogas merupakan bahan bakar yang tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas tersebut dihasilkan oleh suatu proses yang disebut proses pencernaan anaerobik, merupakan gas campuran metan (CH 4), karbon dioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfide dan hidrogen. Gas tersebut secara alami terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau dan rawa, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa (Haryati, 2006). Pengolahan kotoran sapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan, jika limbah sapi dijadikan komoditas sampingan, harus dipersiapkan tempat khusus pengolahan kompos yang disesuaikan dengan tata letak kandang, sehingga memudahkan penanganannya (Sudono, 2003). G. Pemerahan
Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Pelakasanaa
9
pemerahan terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo,1990). Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu yang maksimal dariambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurut (Putra, 2009). 1. Fase Persiapan Proses pemerahan dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan mengeringkannya, kuku tangan pemerah dipotong pendek agar tidak melukai puting sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala kotoran, tempat dan peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih (Muljana, 1985). Sapi dimandikan terlebih dahulu sebelum diperah, ekor diikat ke kakinya agar tidak mengibas-ibas ketika diperah, pemerah dalam keadaan sehat serta setiap puting dicek kesehatannya (Syarief dan Harianto, 2011). 2. Pelaksanaan Pemerahan Susu Proses pemerahan yang baik harus dalam interval yang teratur, cepat, dikerjakan dengan kelembutan, pemerahan dilakukan sampai tuntas, tengan menggunakan prosedur sanitasi, serta efisien dalam menggunaan tenaga kerja (Prihadi, 1996). Berusaha memperoleh hasil air susu sebanyak-banyaknya, merupakan tugas yang pokok dari keseluruhan pekerjaan bagi usaha ternak perah. Tugas kedua adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak. Pelaksanaan pemerahan yang kurang baik, mudah sekali menimbulkan kerusakan pada ambing dan puting karena infeksi mastitis, yang sangat merugikan
10
hasil susu. Proses menggunakan dua teknik pemerahan yaitu teknik pemerahan menggunakan mesin perah (teknologi) dan teknik pemerahan manual/ tangan. a. Menggunakan Mesin Perah Proses sapi sebelum diperah, kandang dan sapi harus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air bersih, yang lebih penting adalah bagian puting ambingnya, karena jika puting sapi yang akan diperah dalam keadaan masih kotor, maka mikroba yang menenempel dapat terbawa dan menyebabkan terjadinya kontaminasi atau pencemaran bakteri, dalam waktu yang singkat, mikroba pada susu akan tumbuh dan berkembang lebih cepat dan nilai kuwalitas susu menjadi jelek dan dianggap susu rusak. Susu yang sudah dalam keadaan rusak dan terkontaminasi bakteri, maka dampaknya pada konsumen yang meminumnya. Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pemerahan menggunakan mesin perah yaitu: 1. Sapi dan kandang dibersihkan terlebih dahulu dengan air; 2. Ambing harus diperhatikan kebersihannya; 3. Mesin perah disediakan; 4. Listrik kemudian dinyalakan; 5. Mesin penyedot (vacum cleaner ) sebelum di gunakan ditempatkan satu-persatu pada bagian putting; 6. Proses pemerahan sedang berjalan, berilah catatan (recording ) pada setiap tabung yang sudah terisi susu sesuai dengan nomor sapinya; dan 7. Proses pemerahan selesai, hendaklah alat-alat dibersihkan dan disimpan kembali pada tempat yang tersedia.
11
Mesin dinyalakan maka listrik yang terpakai juga harus besar, pelaksanan penanganan susu yang baik (Good Handling Practices) memerlukan peralatan penanganan yang baik dan benar sesuai tempat tahapan penanganan susu dilakukan. Alat yang ada dipemerahan sapi antara lain: a) Ember Susu Fungsi : Sebagai wadah penampungan susu yang diperah secara manual. Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu 2) Saringan Susu / Strainer Fungsi : Benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu pemerahan (rambut, selephithel, kotoran lain), perlu disaring agar air susu benar-benar bersih. Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu 3) Milk Can Fungsi : Menampung dan menyimpan sementara susu hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi/MCC ( Milk Collecting Center )maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan waktu tempuhnya tidak lebih dua jam dari proses pemerahan. Alat berbahan stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5, 10, 20, 30, 40, 50 liter. Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu. 4) Mesin Pemerah Susu Fungsi : Sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah kedalam penampung melalui unit perah . Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susuhasil perahan lebih bersih dan higienis (Prihadi, 1996). Jumlah sapi
12
dan kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi, pada dasarnya semua mesin pemerah susu terdiri atas: 1. Pompa Vakum; 2. Pulsator; 3. Milk claw; 4. Sedotan puting (Teat cup); dan 5. Wadah susu ( Bucket ). Dikenal 3 (tiga) macam model mesin perah susu, yaitu : a) Sistem Bangsal Pemerahan (Milking parlor system) Pemerahan berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang disiapkan untuk Pemerahan.Di bangsal ini ditempatkan beberapa mesin perah.Setiap satu mesin melayani seekor sapi. Sasu hasil pemerahan langsung ditampung di tangki pendingin (cooling unit ) sesudah melalui tabung pengukur produksi yang terdapat pada setiap mesin. Sapi yang akan diperah digiring ke bangsal pemerah melalui suatu tempat (holding area) yang luasnya terbatas dan sapi berdesakan (Prihadi, 1996). Proses holding area sapi dibersihkan dengan sprayer dari segala arah, selanjutnya sapi satu per satu masuk bangsal (milking parlor ). Sistem bangsa perah (milking parlor system) mempeunyai bentuk yang bermacam-macam,antara lain: 1. Sistem sirip ikan tunggal atau ganda ( single/double heringbone milking, parlor ) 2. Sistem sirip ikan berbentuk wajik (heringbone diamond shaped polygon milkingparlor ) 3. Sistem (rotary milking parlor ) b) Sistem Ember
13
Sistem
ember
(bucket
system) adalah
sistem
pemerahan
yang
menggunakan mesin sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain. Sistem ember cocok digunakan untuk petemak kecil. Susu hasil perahan dari sistem tersebut ditampung diember yang terdapat di setiap mesin, kemudian susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih dahulu, selanjutnya dituang di tangki pendingin. Pemerahan dengan sisitem tersebut dapat diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah yang jumlah sapi induk kurang dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya berkelompok. Pemerahan dengan sistem ember perlu dirintis di Indonesia dengan harapan dapat menekan kandungan kuman dalam susu (Prihadi, 1996). c) Sistem Pipa Sistem Pipa (Pipe line system), pemerahan langsung berada di dalam kandang dimana sapi yang akan diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi berikutnya, sedangkan susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki pendingin melalui pipa tanpa berhubungan dengan udara luar (Syarief dan Harianto, 2011). 1. Pemerahan dengan Tangan/Manual Pemerahan dengan tangan menghendaki suatu pekerjaan yang teliti dan halus, sebab kalau dilakukan dengan kasar akan buruk pengaruhnya terhadap banyaknya susu yang dihasilkan, sebelum melakukan pemerahan susu sapi, ada beberapa hal yang harus disiapkanoleh peternak, diantaranya: 1. Cuci/bersihkan ambing sapi dengan air hangat; 2. Kandang sapi sudah dibersihkan; dan 3. Peralatan yang akan digunakan berada dalam keadaan steril.
14
a. Kegunaan pembersihan ambing dengan air hangat bertujuan untuk: 1. Merangsang keluarnya air susu; 2. Mengurangi kemungkinan air susu terkontimanasi oleg bakteri; dan 3. Mengurangi munculnya mastitis (menurunkan produksi susu hingga 30%.)Suhu air yang digunakan untuk mencuci ambing sapi berada diantara 48-57 derajat celcius,dan lebih baik jika air mengandung disenfektan. 4. Teknik Pemerahan dengan Tangan
a. Whole Hand Teknik whole hand (tangan penuh) dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga dapat dipegang dan pemerahan dilakukan dengan sepenuh tangan, caranya tangan memegang puting dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan memancar ke luar, setelah air susu itu keluar, sekluruh jari dikendorkan agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali-kali, jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting, air susu tidak akan memancar keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan. Teknik tersebut dilakukan dengan cara menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya, lalu ditekan dengan keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011). b. Stripping Teknik stripping (perah jepit) dilakukan dengan puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal putting ke bawah sambil
15
memijat, air susu tertekan ke luar melalui lubang puting. Pijatan dikendorkan lagi sambil menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam sistern (rongga susu). Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi, dilakukan hanya untuk pemerahan penghabisan dan untuk puting yang kecil atau pendek yang sukar dikerjakan dengan cara lain (Syarief dan Harianto, 2011). c. Knevelen (perah pijit) Teknik knevelen (perah pijit) dilakukan dengan cara penuh tangan, tetapi dengan membengkokan ibu jari, caraini sering dilakukan jika pemerah merasa lelah. Lama-kelamaan bungkul ibu jari menebal lunak dan tidak menyakiti puting. Teknik tersebut hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting pendek (Syarief dan Harianto, 2011). 5. Pacsa Pemerahan Ambing dilap selesai diperah menggunakan kain yang telah dibasahi oleh desinfektan, kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Puting dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama empat detik, semua peralatan yang digunakan untuk memerah juga harus dibersihkan, kemudian dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat, kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Harianto, 2011). Proses pemerahan sebaiknya bagian puting dicelupkan dalam larutan desinfektan untuk menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). 6. Pengaturan Waktu Pemerahan a. Musim Sapi yang melahirkan di musim dingin atau musim gugur umumnya produksi susunya lebih tinggi dibandingkan yang melahirkan di musim panas,
16
pada cuaca yang panas produksi susu sapi umumnya menurun. Sapi yang digembalakan, umumnya produksi susunya menurun pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan, hubungannya dengan ketersediaan hijauan makanan ternak (Putra, 2009). b. Frekuensi Pemerahan Sapi yang berproduksi tinggi bila diperah tiga sampai empat kali sehari produksi susunya lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya diperah satu sampai dua kali sehari. Pemerahan tiga kali sehari akan meningkatkan produksi susu sebanyak 10-25% dibandingkan dengan pemerahan dua kali sehari. Peningkatan produksi susu tersebut karena pengaruh hormon prolaktin yang lebih banyak dihasilkan dari pada yang diperah dua kali sehari. Sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama antara pemerehan tersebut, maka sedikit sekali terjadi perubahan kualitas air susu, bila sapi diperah empat kali sehari, kadar lemak akan tinggi pada besok paginya pada pemerahan pertama (Putra, 2009). 7. Menghadapi Sapi yang Sukar diperah
Persiapan pemerahan yang perlu diperhatikan oleh para petugas antara lain adalah
menenangkan
sapi
yang
akan
diperah,
membersihkan
kandang,
membersihkan bagian tubuh bagi sapi yang akan diperah, mengikat sapi, pencucian tangan petugas dan upaya melicinkan putting (Putra, 2009). a. Menenangkan sapi Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah usaha menenangkan sapi yang akan diperah supaya proses pemerahan dapat dilakukan dengan lancar. Usaha untuk menenangkan sapi pada umumnya ditempuh dengan cara:
17
1. Memberikan makanan penguat terlebih dahulu bagi sapi-sapi yang akan diperah; 2. Petugas mengadakan pendekatan dengan cara memegang-megang bagian tubuh sapi; dan 3. Menghindarkan lingkungan kandang terjadi kegaduhan seperti adanya sekelompok tamu masuk ke dalam kandang, atau berlalu-lalang di sekitar kandang dan suara-suara asing yang mengejutkan. b. Membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi Usaha membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi berkaitan erat dengan kebersihan dan kesehatan hasil susu yang akan dipasarkan kepada para konsumen (Putra, 2009). Usaha membersihkan tempat/kandang dan bagian-bagian tubuh sapi yang dapat mengotori hasil pemerahan dapat dilakukan dengan cara: 1. Mencuci lantai kandang dengan menyemprotkan air yang bertekanan tinggi. Dengan cara demikian sisa-sisa makanan yang telah basi dan berbau tercuci bersih, sehinggasusu tidak tercemari oleh kotoran yang berada di dalam kandang; 2. Apabila menjelang pemerahan sapi belum sempat dimandikan, maka kotoran yangmelekat pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing, dan puting dicuci terlebih dahulu; 3. Mencuci ambing dan puting dengan air hangat dan desinfektan, ambing digosokdengan spon, kemudian dikeringkan dengan kain lap yang lunak kemudian ambling sedikit di masage pelan-pelan. Pencucian ambing dengan air hangat dan desinfektan untuk menjaga kebersihan air susu dan mengurangi
18
pencemaran,
sedangkan
dilakukan
masage adalah untuk merangsang
keluarnya air susu; 4. Puting dikeringkan dengan kain satu per satu, kemudian satu atau dua pancaran perahan awal (stripping ) dari setiap puting dibuang atau ditampung di tempat tertentu untuk pengamanan. Air susu hasil stripping itu kotor, maka tidak boleh dicampur dengan hasil susu perahan berikutnya yang bersih. Sehabis dilakukan pemerahan saluran susu pada puting selalu terbuka, maka harus diusahakan agar tidak kemasukan kotoran ataupun bakteri; dan 5. Hasil perahan yang terkena infeksi mastitis tidak boleh dicampur dengan air susulainnya yang sehat, sebab air susu yang kena infeksi mastitis tidak boleh dikonsumsi. c. Mengikat sapi Sapi yang akan diperah diikat dengan tali yang pendek di suatu tempat yang sudahdipersiapkan. Proses pengikatan sapi adalah agar sapi tidak berontak, sapi diikat, kaki belakang dan ekornya pun perlu diikat pula, terutama sapi-sapi yang nakal, suka berontak atau menyepak. Pengikatan ekor dimaksudkan agar sapi tidak mengibas-ngibaskan ekornya sehingga mengotori air susu dalam embe, caranya ialah ujung ekor diikat dengan salah satu kaki belakang dan apabila petugas memerah disebelah kanan, maka pengikatan ekor berada di sebelah kiri. d. Mencuci tangan Semua petugas yang akan melaksanakan pemerahan harus mencuci tangan terlebih dahulu dengan air bersih agar air susu hasil perahan sehat dan bersih, tidak tercemar oleh kotoran dari tangan pemerah. Menurut Putra (2009) pada telapak tangan manusia ada ribuan hingga puluhan ribu mikroorganisme per cm 2.
19
Pencucian tangan hendaknya menggunakan air hangat yang bersih, menggunakan sabun dan desinfektan, kemudian dikeringkan dengan kain lap dan tangan diolesi dengan minyak kelapa, agar pemerahan dapat lebih lembut, sapi tidak merasa sakit. e. Melicinkan puting Puting dari sapi yang akan diperah perlu diolesi minyak kelapa atau vaselin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasakan sakit, jika puting licin dan tangan petugas pun lembut karena diolesi minyak, maka sapi yang diperah tidakakan berontak, terutama bagi sapi yang baru pertama kali berproduksi (Putra, 2009). f. Merangsang keluarnya air susu melalui pedet dan pemerahan bertahap Sapi-sapi yang baru pertama kali berproduksi kadang-kadang masih sulit diperah, jika petugas menghadapi kasus tersebut dapat dicoba dengan cara: 1. Menyusukan pedet pada induk yang akan diperah sebagai langkah awal pemerahan, sehingga proses pemerahan selanjutnya dapat dilaksanakan secara lancer; 2. Melakukan pemerahan bertahap, yakni sapi diperah sedikit demi sedikit, dengan demikian sapi menjadi terbiasa untuk diperah. Sapi-sapi yang telah terbiasa diperah jika didekati tenang dan siap untuk diperah. g. Perlengkapan dan peralatan 1.
Sebelum
melaksanakan
pemerahan,
petugas
harus
mempersiapkan
perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antaralain: ember tempat pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan), milk-can untuk menampung air susu,
20
dan kain bersih untuk menyaringsusu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam milk-can; 2. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang dipakai menjadi steril, alat-alat ersebutharus dicucihamakan dengan cara merendam dalam larutan desinfektan, lalu dicuci dengan air, selanjutnya dibilas dengan air panas dan dijemur; 3.
Walaupun sapi dapat diperah beberapa kali sehari namun pada umumnya hanyadilaksanakan dua kali sehari, yakni pagi dan sore. Setiap proses pemerahan dilakukandengan secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efekyang kurang baik bagi sapi yang diperah; dan
4. Awal pemerahan harus dilakukan dengan hati-hati, lembut, dan pelan, kemudiandilanjutkan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang diperah tidak terkejut atau takut (Putra 2009). 8. Pemerahan Darurat Sebelum Melahirkan Dua bulan menjelang kelahirn yaitu, pada kebintingan tujuh bulan yang kebetulan sedang laktsi harus dikeringkan walaupun produksinya masih tinggi sebab waktu dua bulan itu diperlukan sapi tersebut untuk mempersiapkan laktasi yang akan datang. Pengeringan dapatdilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1) Pemerahan berselang; 2) Pemerahan taklengkap; dan 3) Penghentian pemberian konsentrat dengan tiba-tiba dibarengi dengan pemerahan bersela (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Susu yang masih banyak mengandung kolestrum sangat tidak baik diminum hanya sangat baik buat anak sapi tersebut, karena susu tersebut masih
21
banyak mengandung antibodi, yaitu zat-zat penguat bagi anak sapi supaya lebih tahan terhadap penyakit (Muljana, 1985) H. H eifer raising dan kelahiran pedet
Heifer atau sapi dara adalah sapi perah betina yang sudah dewasa kelamin sampai beranak pertama kali. Kedewasaan tubuh pada sapi dewasa dicapai pada umur 15-18 bulan, sehingga pada umur tersebut sapi sudah bisa dikawinkan pertama kali. Sapi dara akan tumbuh terus dengan baik sampai umur empat sampai lima tahun, apabila pakan yang diberikan cukup dan baik, pakan sapi dara perlu diperhatikan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, apabila sapi dara tidak diberi pakan yang baik ditinjau dari kualitas maupun kuantitas, maka akan berakibat pada waktu beranak pertama kali, yaitu besar badannya tidak mencapai ukuran normal, untuk beranak pertama kali terlambat, dan produksi susu (Utami et al .,2004). Menurut (Utami et al ., 2004), sapi dara akan dikawinkan pertama kali setelah umur 15-18 bulan dengan berat badan 300 kg supaya pada umur 24-30 bulan dapat beranak pertama kali. Penanganan heifer banyak aspek yang perlu diperhatikan karena mengingat heifer yaitu salah satu ternak dimana dipersiapkan untuk calon indukan dalam pengembangbiakan selanjutnya. Sapi dikatakan heifer pada saat 3-4 bulan dan mengalami penyapihan dari induknya. Heifer atau sapi dara biasanya mulai bunting di umur ke-24 bulan atau sekitar dua tahun, yang mana berat badan pada fase sub optimal (United States Departements of Agriculture, 2007). Kelahiran
adalah
proses
fisiologik
dimana
uterus
yang
bunting
mengeluarkan anakdan plasenta, melalui saluran kelahiran. Proses kelahiran
22
ditunjang oleh perejanan kuat dari urat daging uterus, perut dan diafragma, sebelum kelahiran itu terjadi telah dikenal bebera patanda-tanda akan datangnya kelahiran. Menurut Madjid (2007), menyatakan bahwa melahiran merupakan proses membuka dan menipisnya serviks, dan di mana janin dan ketuban turun ke dalam jalan lahir dan didorong keluar melalui jalan lahir, secara umum kelahiran adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran anak yang cukupbulan, lahir spontan, tanpa komplikasi baik pada induk maupun janin, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh induk. Menurut Riyanto (2006) tanda-tanda kelahiran pada sapi diantaranya adalah: 1. Vulva membengkak lunak dan elatis; 2. Kelenjar susu membengkak dan kolostrum sudah mulai mencair dan akan keluar bila putting susu dipijat; dan 3. Cervix membuka dan lendir yang keluar menjadi lebih encer seperti madu dan keluar dalam jumlah yang banyak. Proses kelahiran sapi berjalan lancar serta anak dan induknya yang dilahirkan selamat dan sehat, Menurut Hariyanto (2011) ada beberapa persiapan yang harus dilakukan menjelang kelahiran: a. Induk yang akan melahirkan sebaiknya berada dalam kandang yang higienis dan bersih serta kondisi lingkungan nyaman dan tenang sehingga kelahiran dapat berjalan lancar. Kadang yang bersih dan higienis dapat menghindarkan induk dan anakan yang dilahirkan terkena infeksi. b. Hindari suara atau aktivitas yang dapat mengejutkan indukan. c. Ukuran kandang sebaiknya mencukupi agar induk dapat bergerak dengan bebas saat, pada sapi perah sering terjadi distokia saat melahirkan. Distokia
23
dibedakan menjadi dua yakni, penyebab dasar dan penyebab langsung. Menurut Jackson (2007) penyebab distokia terbagi menjadi dua yakni : 1) Penyebab maternal Aspek maternal yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. 2) Penyebab fetus Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedang kaninduk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Distokia adalah suatu gangguan dari suatu proses kelahiran atau partus, yang manadalam stadium pertama dan stadium kedua dari partus itu keluarnya fetus menjadi lebih lamadan sulit, sehingga menjadi tidak mungkin kembali bagi induk untuk mengeluarkan fetus kecuali dengan pertolongan manusia, umumnya kejadian distokia lebih sering terjadi padasapi perah dibanding sapi potong (Sunarko, 2009). Riyanto (2006) menyatakan bahwa apabila terjadi kesulitan melahirkan untuk menyelamatkan induk biasanya dilakukan fetotomi. Fetotomi (sering diistilahkan
“embriotomi”)
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
24
metode pemotongan fetus, yang tidak bisa dikeluarkan. Fetotomi dilakukan pada fetus yang diketahui sudah mati, selain fetotomi, dapat juga dilakukan beberapa cara untuk menyelamatkan fetus yang masih hidup, diantaranya adalah: 1. Melakukan pengikatan menggunakan tali pada bagian pergelangan kaki depan atau kaki belakang; 2. Selain pada kaki pengikatan dapat juga dilakukan pada bagian rahang bawah ataupun lekuk mata; dan 3. Setelah dilakukan pengikatan dapat dilakukan penarikan fetus dengan sangat hati-hati. I. Curahan Waktu Kerja
Alokasi waktu kerja adalah besaran jumlah jam kerja per hari yang dicurahkan oleh anggota rumah tangga dalam usaha ternak. Curahan waktu kerja merupakan jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh setiap pekerja untuk kegiatan mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha ternak maupun kegiatan non usaha ternak. Satuan curahan waktu kerja adalah HKSP (Hari Kerja Setara Pria). Satu HKSP setara dengan bekerja selama 7-8 jam/hari untuk pria, sedangkan untuk wanita adalah 0,8 kali HKSP dan untuk anak 0,5 kali (Handayani et al., 2006). Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam pemeliharaan ternak karena keterampilan pekerja diperlukan dalam keberhasilan pemeliharaan ternak sapi perah. Tenaga kerja berperan penting apabila peralatan yang digunakan dalam manajemen
pemeliharaan
manual.
Penempatan
tenaga
berdasarkan kemampuan tenaga kerja (Susilorini et al ., 2009).
kerja
disesuaikan
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktik kerja lapang (PKL) dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai pada tanggal 26 Februari 2018 hingga 26 Maret 2018, di PT. Greenfields Indonesia yang terletak di Dusun Maduarjo, Desa Babadan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur. B. Materi
Materi yang digunakan dalam pelaksanaan PKL adalah mahasiswa ikut serta dalam kegiatan atau rutinitas perusahaan sesuai dengan jadwal kerja perusahaan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat informasi yang diperoleh melalui diskusi dengan pembimbing lapangan, penanggung jawab departemen, staf perusahaan serta seluruh karyawan kandang tanpa menggangu aktivitas kerja karyawan tersebut. C. Metode
Partisipasi aktif merupakan kegiatan sumbangan ide, pendapat atau buah pikirankonstruktif, untuk bekerja dalam instruksi maupun untuk memperlancar pelaksanaan
program
dan
untuk
mewujudkannya
dengan
memberikan
pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum
1. Lokasi dan Tata Letak PT. Greenfields Indonesia Perusahaan peternakan sapi perah PT. Greenfields Indonesia terletak di Desa Babadan, Dusun Maduarjo, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur. PT. Greenfields Indonesia berada di lereng Gunung Kawi pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, dengan suhu udara rata-rata 16-20 0C. Curah hujan di lokasi perusahaan cukup tinggi, yaitu sekitar 2.997 mm/tahun dengan kelembaban sebesar 45 %. Letak perusahaan dari pemukiman penduduk sekitar 2 km. Wilayah perusahaan ditutupi dengan pagar tembok setinggi 2,5 m dan diberi kawat duri pada ujung pagar. Pintu masuk utama perusahaan terbuat dari pagar besi dengan ketinggian 2 m dan pintu masuk ke wilayah pemeliharaan ditutupi pagar besi otomatis dengan ketinggian 1,5 meter. Batas wilayah perusahaan tersebut pada bagian Utara adalah Gunung Kawi, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jambuwer, sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Gendogo dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Precet sedangkan jarak tempuh dari kota Malang ke perusahaan ±40 km. 2. Sejarah dan Perkembangan PT. Greenfields Indonesia Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia didirikan pada tanggal 14 Maret 1997. Awalnya perusahaan tersebut didirikan dengan nama PT. Prima Japfa Jaya dengan saham yang berasal dari koperasi Bina Mitra Sentosa sebanyak 52% dan PT. Santosa Agrondo 48%. PT. Prima Japfa Jaya pertama kali berdiri satu grup dengan Japfa, kemudian terlepas dari Japfa dan bergabung dengan Austasia.
27
28
Perseroan Terbatas Prima Japfa Jaya, pada tahun 2000 berubah nama menjadi PT. Greenfields Indonesia. Perusahaan terbagi menjadi dua unit yaitu unit peternakan dan unit industri pengolahan susu dengan manajemen yang terpisah. Unit peternakan dibagi tiga departemen yaitu departemen Heifer Raising ( Breeding ), departemen Livestock dan departemen Milking. Industri pengolahan susu dikelola dengan manajemen terpisah dengan nama Milk Processing Unit. Perusahaan membangun tempat pemerahan pada Tahun 1998
dengan
sistem Milking Parlour (Boumatic-USA) tipe Expressway Herringbone Stall dengan kapasitas sekali pemerahan 40 ekor. Perusahaan tersebut memiliki dua Milking Parlour dengan kapasitas masing-masing Milking Parlour 40 ekor, sehingga tempat pemerahan berkapasitas 80 ekor dalam sekali pemerahan. Susu hasil pemerahan yang dialirkan langsung ke bagian processing unit melalui jalur pipa susu (milk pipe line) sehingga kualitas susu terjamin dan higienitas susu sangat tinggi. Susu yang diproduksi oleh satu ekor sapi dicatat lengkap secara otomatis melalui komputer yang berhubungan langsung dengan mesin pemerahan. 3. Visi Misi dan Mutu PT. Greenfields Indonesia A. Visi: Menjadi Dairy Farm terbesar, termodern dan terbaik di Asia Tenggara dengan menghasilkan susu segar dan alami berkualitas internasional. B. Misi: 1. Menyediakan susu segar dan alami yang berkualitas dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup yang berkesinambungan;
29
2. Mengembangkan dan meningkatkan ginetik sapi perah melalui proses seleksi yang dilakukan secara terus menerus dengan memperhatikan kenyamanan dan kesejahteraan ternak; dan 3. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan sumber daya manusia secara berkesinambungan. C. Kebijakan Mutu Manajemen puncak menetapakan mengimplementasikan dan memelihara kebijakan mutu di PT. Greenfields Indonesia Unit Dairy Farm sesuai dengan tujuan organisasi dan meninjau keefektifan sesuai dengan kebutuhan rencana strategis PT. Greenfields Indonesia Unit Dairy Farm. Manajemen puncak mengkomunikasikan kepada setiap pegawai di PT. Greenfields Indonesia Unit Dairy Farm agar Kebijakan Mutu dapat dipahami, diterapakan serta tersedia bagi stekholders baik internal maupun eksternal. 4. Struktur Organisasi PT. Greenfields Indonesia Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia merupakan perusahaan yang tergabung dalam Austasia dan berkantor pusat di Jln. MT. Haryono kav. 16 Jakarta 12810 Indonesia dan Unit Gunung Kawi di Desa Babadan, Kecamatan Ngajum Malang Jawa Timur yang memiliki dua unit usaha yaitu unit peternakan ( Dairy Farm) dan unit Pengolahan Susu (Milk Processing), dalam menjalankan tugas sehari-harinya, perusahaan dipimpin oleh seorang kepala bagian divisi sebagai General Manager (GM ). General Manager merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di PT. Greenfields Indonesia dan bertanggung jawab pada pimpinan pusat terhadap jalannya operasional perusahaan.
30
General Manager dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa Manager, diantaranya Manager HR dan GA langsung di bawahi oleh General Manager. Bagian Personalia Herd Information System ( HIS ) yang bertugas menyimpan data-data perusahaan juga dibawahi oleh General Manager. Kegiatan di unit farm juga dipimpin oleh Manager Production, Manager Heifer Raising , Manager Veteriner Service, Manager Co-Operation dan Manager Procurement . Struktur Organisasi PT. Greenfields Indonesia pada Gambar 1.
Divisional Head Dairy
Nutrionist Head of Dairy Farm
HR & GA Dept. Head
HIS Section Head
QA/QC Dept. Head
F & A Dept. Head
Management/ Cost Acct.
Heifer Raising Dept. Head
Heifer Sect Head K
Heifer Sect Head PRB
Vet. Service I Dept. Head
Repro Sec Head
Sales Dept. Head
Vet. Service II Dept. Head
AHDF Sec Head
Laborators Sec Head
Production Dept. Head
Ass Prod Dept Head I
Ass Prod Dept Head II
CO. Operation Dept. Head
Livestock. Sec Head
Commodity Sec Head
Procurement Dept. Head
AH Coop Sec Head
Ass. PRC Dept Head
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Greenfields Indonesia (Sumber: Data Primer, 2018)
31
5. Tenaga Kerja Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia memiliki karyawan tetap sebanyak 525 orang dengan rata-rata pendidikan tenaga kerja mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sarjana. Tenaga kerja yang direkrut sebagian besar dari penduduk sekitar perusahaan. Waktu kerja karyawan dibagi menjadi tiga shift yaitu shift pagi pukul 06.00-14.00 WIB, shift siang pukul 14.00-22.00 WIB dan shift malam pukul 22.00-06.00 WIB. Karyawan tetap atau staf memiliki waktu kerja tersendiri dengan waktu non-shift yaitu mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Fasilitas yang diberikan kepada karyawan diantaranya bus karyawan, Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), Asuransi kesehatan tenaga kerja (Astek), koperasi dan kantin. PT. Greenfields Indonesia sering melakukan pelatihan khusus bagi karyawan untuk meningkatkan keterampilan dan wawasan serta prestasi kerja karyawan. Pembayaran gaji karyawan di PT. Greenfields Indonesia disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) kota Malang, tingkat pendidikan serta jabatan dalam perusahaan.
32
33
6.
Sarana Produksi
a. Luas Lahan dan Penggunaanya Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia memiliki luas lahan sekitar 540.000 m 2. Lahan tersebut digunakan untuk menjalankan kegiatan atau proses produksi perusahaan yaitu kandang, kantor, unit pemerahan, unit pengolahan, tempat pakan, gudang pakan, rumah sakit hewan, tempat tinggal karyawan maupun staf (mess), kantin, pos satpam, kebun rumput, tendon air dan tempat parker. Luas dan penggunaan lahan lebih lengkapnya bisa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas dan Penggunaan Lahan di PT. Greenfields Indonesia No. Bangunan Unit Luas (m ) 1 Kandang 16 40.406,17 2 Hospital Pen 1 297 3 Unit Pengolahan Susu 1 2106 4 Kantor 1 131 5 Milking Parlour a. Tempat perah lama 1 149,20 b. Tempat perah baru 1 1.980 c. Jalan masuk sapi 1 1.500 d. Gudang persediaan bahan pakan 1 1.109 e. Ruang data 1 130 f. Workshop 1 162 6 Bunker dan Pabrik Pakan 1 10.528 7 Rumah Genset 2 162 8 Tempat Parker 2 144 9 Pos Satpam 2 18 10 Lantai Jemur Pasir 750 11 Penampungan Air Kotor 1 80 12 Penampungan Air Bersih 2 123 Mess 13 a. Mess lama 180 1 b. Aula 144 1 c. Perumahan karyawan 203 1 d. Barak 156 1 14 Tanah babadan 1 40.000 15 Saluran limbah cair 1 4.276 16 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 1 5.000 17 Kebun rumput 1 234.927 18 Lain-lain 195.339 Jumlah 37 540.000 Sumber : Departemen Unit Human Resource Development PT. Greenfields Indonesia (Data Primer, 2018).
34
b. Jumlah dan Komposisi Sapi Jumlah dan komposisi sapi perah di PT. Greenfields Indonesia selalu berubah-ubah setiap harinya, dikarenakan adanya kelahiran, sapi afkir dan kematian. Bangsa sapi yang dipelihara sebagian besar adalah bangsa Friesian Holstein (FH) , bangsa lain yang dipelihara adalah bangsa Jersey dan persilangan antara Jersey dan FH. Jumlah sapi yang ada di PT. Greenfields Indonesia sampai tanggal 7 Maret 2018, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Komposisi Ternak di PT. Greenfields Indonesia No Sapi Jumlah (ekor) Satuan Ternak (ST) 1
% ST
Pedet
1611
403
11,18
2
Dara
925
466
12,84
3
Laktasi
2070
2070
57,51
4
Kering (Dry)
667
667
18,52
5273
3602
100
Jumlah
Sumber : Breeding and Livestock Departement (Data Primer, 2018).
c. Peralatan Produksi Peralatan merupakan faktor yang mendukung proses produksi, untuk itu harus selalu disediakan peralatan yang memadai. Peralatan yang digunakan oleh perusahaan disesuaikan dengan kebutuhan setiap departemen yang meliputi departemen Heifer Raising, Livestock dan Milking. Peralatan produksi di PT. Greenfields Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5.
35
Tabel 3. Peralatan Produksi Heifer Raising Departement No Nama Alat 1 Tempat minum 2 Tempat pakan 3 Tempat pakan Konsentrat 4 Tempat Pencelupan Kaki/ desinfektan 5 Tracktor 6 Gerobak 7 Mesin Semprot desinfektan 8 Milk Bar kapasitas 30 liter @ 12 ekor 9 Milk Can 10 Selang Air 11 Drum kapasitas 160 liter 12 Drum kapasitas 120 liter 13 Dehorner 14 Dot susu kapasitas 3 liter 15 Ember
Jumlah (buah) 162 162 17 9 1 2 1 3 6 4 162 162 17 9 1
Sumber : Breeding Departement, PT. Greenfields Indonesia (Data Primer, 2018).
Peralatan yang digunakan oleh perusahaan disesuaikan dengan kebutuhan setiap departemen yang meliputi departemen Livestock dapat dilihat pada table 4. Tabel 4. Peralatan Produksi Livestock Departement No Nama Alat 1 Bak Pakan Ekstra 2 Dump Tank
Jumlah (buah) 5 132
3 Hand Tracktor
4
4 Mobil
1
5 Cangkul
1
6 Tong sampah
18
7 Sikat
2
8 Sapu lidi
10
9 Sorok Pakan
14
10 Sorok Pasir
15
Sumber: Livestock Departement , PT. Greenfields Indonesia (Data Primer, 2018).
36
Tabel 5. Peralatan Produksi Milking Departement No Nama Alat
Jumlah (buah)
1 Milking Parlour Kapasitas 40 ekor/unit
2
2 Milking Parlour kapasitas 12 ekor/unit
1
3 Deteacher
80
4 Ember Biodest
10
5 Thermometer
1
6 Tempat Tissue
80
7 Tempat Pencelupan Kaki/Desinfektan
2
8 Tempat Sampah
16
9 Cup Liners
42
10 Drum Air Iodine
12
Sumber: Milking Departement , PT. Greenfields Indonesia (Data Primer, 2018).
B. Uraian Kegiatan Praktek Kerja Lapangan 1. Pemeliharaan Pedet
Sapi yang akan beranak di PT. Greenfields Indonesia ditempatkan di kandang maternity yang terletak di kandang 2B. Kandang tersebut dilengkapi dengan obat-obatan, pertolongan kelahiran, rubber math dan lain-lain. Kandang ini dibuat senyaman mungkin dan higienis, agar pedet yang dilahirkan nanti merasa nyaman dan tidak terkontaminasi penyakit. Beberapa proses yang harus dilakukan saat pedet baru dilahirkan yaitu: 1. Membersihkan selaput lendir (mucus) yang ada disekitar hidung dan mulut pedet untuk melancarkan pernapasan dan sirkulasi darah keseluruh tubuh; 2. Pemeriksaan jenis kelamin pedet; 3. Melakukan penjepitan tali pusar dengan Umbilical Cord Clamps;
37
4. Pemasangan ear tag mengetahui identitas dan jenis kelamin pada pedet berdasarkan nomor ear tag dan warna ear tag ; 5. Penimbangan pedet untuk mengetahui bobot awal pedet; 6. Pindahkan pedet ke kandang SH 2 (kandang kelompok); dan 7. Pemberian kolostrum pertama yaitu 45 menit setelah pedet lahir, selanjutnya diberikan 6 jam setelah pemberian kolostrum pertama. Kolostrum diberikan hanya satu hari, pemberian kolostrum sebanyak 2 L menggunakan dot susu, kolostrum diberikan tiga kali dengan selang waktu 6 jam. Pedet yang baru lahir merupakan tanggung jawab Departemen Veteriner Service sampai satu jam setelah kelahiran. Kemudian yang bertanggung jawab terhadap pedet adalah Departemen Heifer Raising hingga dara bunting. Serah terima pedet dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan, disertai dengan surat bukti pengiriman pedet. Surat tersebut berisi nomor induk dari pedet, jam kelahiran, bobot badan, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan pedet. Surat persetujuan tersebut diserahkan kebagian Herd Information System (HIS), untuk kemudian disimpan sebagai arsip. Pemeriksaan kondisi pedet pasca dilahirkan antara lain pedet yang berumur enam jam atau lebih harus sudah mendapat kolostrum. Hasil monitoring pada pedet adalah dengan memberikan status pedet tersebut. Kondisi umum yang diamati adalah sebagai berikut: (1) Lemah (LM); (2) Membran Tali Pusar Putus Total (TPPT); (3) Pendarahan Tali Pusar (PTP); (4) Abnormalitas (ABT); (5) Cacat Permanen (CP); dan (6) Gangguan Lain (GL). Pedet berumur 1 hari sampai dengan 1 minggu diberikan susu sebanyak 3 L/ekor/hari. Pedet umur 1 minggu sampai dengan 2 minggu diberikan susu
38
sebanyak 5 L/ekor/hari, sedangkan untuk pedet umur di atas 2 minggu sampai dengan lepas sapih (2 bulan) diberikan susu sebanyak 6 L/ekor/ hari. Selain diberikan susu pedet juga diberikan pellet mulai umur 3 hari sampai dengan umur 6 bulan dengan pemberian 3,5 kg/ekor/harinya. Pedet juga diberikan hijauan berupa alfafa dengan jumlah pemberian per harinya 10 % dari pemberian pellet. Proses pemberian susu untuk pedet dengan menggunakan ember dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pemberian Susu Menggunakan Ember (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018).
a. Proses Penyapihan Pedet Program penyapihan merupakan program menghentikan pemberian susu pada pedet. Departemen Heifer Raising di PT. Greenfields Indonesia melakukan penyapihan dimulai umur 10 hari sebelum tanggal sapih dengan cara pengurangan 1,5 L/hari. Pedet umur 6 bulan sampai dengan umur 11 bulan diberikan pakan calf 3 dengan jumlah pemberian 14 kg/ekor/hari. Proses penyapihan pedet harus melewati proses pemotongan tanduk (dehorning ). Pemotongan tanduk dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya yang dapat timbul dari ternak serta untuk efisiensi lahan dan penanganan dari ternak tersebut. Pemotongan tanduk perlu dilakukan sebagai tindakan penanganan pada umur 3-10 hari agar lebih mudah
39
dikerjakan (Puslitbang, 2009). Dehorning dapat dilakukan pada pedet dua minggu sampai
sebulan
dengan
melakukan
pembiusan
terlebih
dahulu
dengan
menggunakan injeksi Lidocain HCL secara sub cutan dekat tanduk dengan dosis masing-masing tanduk 4 cc di tunas sebelah kiri dan kanan. Alat yang digunakan adalah besi yang telah dipanaskan di atas kompor gas (dehorner). b. Pemeliharaan Pedet Setelah Lepas Sapih Pedet yang telah dilakukan proses penyapihan akan dipindah ke kandang yang telah ditentukan. Pedet umur 3 bulan ditempatkan di kandang SH0, sedangkan pedet umur 6 bulan akan ditempatkan di kandang SH4, untuk pedet umur 9 bulan sampai dengan heifer akan ditempatkan di SH3. c. Penanganan dan Pencegahan Penyakit Pedet yang baru lahir sangat rentan terserang penyakit. Pedet tersebut pada saat dilahirkan tidak mempunyai antibodi yang dapat menyeimbangkan kekebalan tubuh. Pedet akan mudah terserang penyakit yang dapat berakibat kematian dan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Kesehatan pedet sampai dengan umur 4 bulan harus benar-benar dijaga dan diawasi, sebab sekitar 25-33% akan mengalami kematian dari lahir sampai umur 4 bulan (Puslitbang, 2009). Upaya penanganan dan pencegahan penyakit pada pedet di tangani oleh dokter hewan khusus yyang berada di bawah naungan departemen heifer raising . Pedet yang terdeteksi sakit dipindahkan ke kandang isolasi yang selanjutnya mendapat perawatan khusus dari dokter hewan. Penanganan serta pengobatan dilakukan berdasarkan jenis penyakit hasil pemeriksaan oleh dokter hewan.
40
2. Pemeliharaan Sapi Dara
Sapi dara dipelihara secara berkelompok berdasarkan umur dan bobot badan untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan mempermudah dalam mendeteksi birahi. Sapi dara umur 11 bulan sampai 12 bulan ditempatkan di kandang SH3, nantinya sapi dara akan ditempatkan di kandang SH6, apabila penggunaan kandang SH6 tidak mencukupi, maka heifer akan ditempatkan di kandang 12 dan SH7. Sapi dara dikawinkan ketika mencapai umur 14 bulan dengan bobot badan 350 kg. Sapi dara yang birahi langsung dikawinkan dengan cara inseminasi buatan (IB). Service per conception (S/C) yang terjadi di PT Greenfields Indonesia adalah 2, 3 dengan angka kebuntingan atau conception rate > 43%. Sapi dara dengan umur kebuntingan 259 hari (DCC/ Days Carry Calf ) akan dipindahkan ke kandang atau pen transisi. Sapi yang berada pada periode disebut sapi bunting transisi. Pemeliharaan lebih lanjut hingga melahirkan dilakukan oleh departemen Livestock . 3. Pemeliharaan Sapi Dewasa
Pemeliharaan sapi dewasa di PT. Greenfields Indonesia meliputi pemeliharaan sapi laktasi dan sapi kering. Pemeliharaan sapi dewasa tersebut meliputi
pemberian
pakan,
pemberian
air
minum,
sanitasi
kandang,
pengelompokkan sapi, perpindahan sapi, pemerahan dan pengontrolan kesehatan sapi. Pengelompokan sapi dewasa di PT. Greenfields Indonesia berdasarkan Day In Milk (DIM), Body Condition Score (BCS), produksi susu, penyakit, dan berdasarkan sapi yang dikeringkan sebelum melahirkan (dry pregnant ). Pengelompokan
sapi
tersebut
untuk
mempermudah
pemberian
pakan,
41
pengontrolan penyakit, pemerahan dan perkawinan. Proses pengelompokkan sapi di PT. Greenfields Indonesia antara lain : 1. Days In Milk (DIM) a) Early Lactation adalah sapi dengan status starter (DIM 0-30) dan peak productin (DIM 31-120). b) Medium Lactation adalah sapi berstatus normal production (DIM 121-210) dan medium production (DIM 211-300) c) Late Lactation adalah sapi dengan Late production (DIM > 300). 2. Produksi Susu a) Early Lactation yaitu sapi-sapi yang memiliki produksi susu yang tinggi yaitu 30-40 liter susu per hari. b) Medium Lactation yaitu sapi-sapi yang memiliki produksi susu sedang yaitu 25-30 liter per hari. c) Late Lactationyaitu sapi-sapi yang memilki produksi susu rendah yaitu 6-24 liter per hari. 3. Body Condition Score (BCS) a) Early Lactation yaitu kelompok sapi yang memiliki BCS 2,5-3 b) Medium Lactation yaitu kelompok sapi yang memiliki BCS 3-3,5 c) Late Lactation yaitu kelompok sapi yang memiliki BCS < 3,5. 4. Dry (Sapi kering) a) Dry Pregnant yaitu sapi-sapi bunting yang telah masuk masa kering. Program tersebut dilakukan karena produksi susu sapi rendah di bawah 5 liter per ekor per hari dan DCC lebih dari 220 hari. Dry Transisi yang mempunyai DCC lebih dari 250 hari.
42
b) Dry Open adalah pengelompokan sapi yang sudah dikeringkan tetapi belum bunting. Sapi-sapi dry open merupakan sapi yang dikeringkan karena produksi susunya < 5 L/hari. 5. Penyakit Pengelompokan sapi berdasarkan penyakit dilakukan untuk mempermudah pengobatan sapi tersebut. Pengelompokannya menjadi dua yaitu sapi pincang dan sapi mastitis. Sapi mastitis dikelompokkan menjadi sapi mastitis klinis dan subklinis. Sapi mastitis ditempatkan dikandang 3 pen 10, sedangkan sapi pincang ditempatkan pada pen 7 di kandang yang sama dengan sapi mastitis.Sapi mastitis diperah di tempat yang berbeda dengan sapi sehat untuk mempermudah pegawai dalam proses pengobatan serta tidak terjadi penularan penyakit terhadap sapi yang sehat. Sapi yang mengalami sakit yang sudah parah akan ditempatkan perawatan khusus yaitu di hospital. Sapi sakit diperah pada tempat pemerahan khusus yang berkapasitas 15 ekor. Sapi yang sakit diperah dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Susu hasil pemerahan sapi sakit tidak dikonsumsi manusia, tetapi hanya diberikan ke pedet dengan sarat tidak mengandung antibiotik. 4.
Manajemen Perkandangan
Kandang memiliki fungsi utama melindungi ternak dari dampak buruk lingkungan seperti cuaca dan iklim yang senantiasa berubah dan berbagai gangguan lainnya. Kandang yang nyaman dan memenuhi syarat-syarat perkandangan akan memberikan dampak yang baik bagi sapi, sapi tidak mudah stress dan dapat memproduksi susu secara optimal. Konstruksi kandang yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap
43
lingkungan di sekitarnya (Puslitbang, 2009). Bentuk atap yang digunakan perusahaan adalah tipe monitor dengan bahan atap yang digunakan terbuat dari seng. Sistem perkandangan untuk sapi dewasa yang dimiliki PT. Greenfields Indonesia menggunakan sistem Free Stall Barn, sistem ini mengutamakan kebebasan ternak dan tanpa diikat, didalamnya terdapat bedding (alas tidur) yang berupa pasir dengan bahan kering (dry matter ) pasir tersebut minimal 87%. Setiap kandang terdiri dari dua kandang yaitu kandang A dan kandang B yang di dalamnya terdiri dari beberapa pen sesuai dengan status sapi. Setiap kandang juga terdapat kipas angin tujuannya agar sapi tetap nyaman walaupun cuaca panas, terutama pada siang hari. Kandang milik PT. Greenfields Indonesia termasuk sistem kandang terbuka (Open House) sehingga ventilasi sempurna. Lantai kandang terbuat dari semen. Lantai kandang rata, tidak licin dan tidak tajam sehingga sapi dapat berdiri tegak, berbaring secara bebas dan nyaman. Struktur dan bagian-bagian kandang 3 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kandang Sapi Dewasa di PT. Greenfields Indonesia (Sumber: Dokumtasi Pribadi, 2018).
44
a) Sanitasi Kandang Pembersihan lantai kandang sapi dewasa di PT. Greenfields Indonesia menggunakan sistem flushing dan manual. Flushing merupakan pembersihan kandang menggunakan air bertekanan besar, air flushing berasal dari sisa limbah lagoon yang sebelumnya telah di recycle dan mengalami pengendapan. Pembersihan lantai kandang dilakukan tiga kali sehari dengan satu pembersihan kandang membutuhkan air sebanyak 80 m 3. Pembersihan secara manual dilakukan dengan menggunakan air bersih untuk kandang 9, 10, 11 dan 12. Pembersihan manual dilakukan karena pipa air dikandang tersebut belum berfungsi dengan baik. Kandang sapi dewasa dilengkapi dengan bedded pack area, devider, headlock dan bedding. Bedding yang digunakan adalah pasir, penggunaan pasir dibedakan berdasarkan DIM sapi yaitu pasir baru untuk status starter, peak, dan dry pregnant transisi. Pasir recycle digunakan untuk status normal, medium, late dan dry pregnant . Pemeliharaan bedding dilakukan dengan cara meratakan bedding setiap hari setiap sapi diperah, penggemburan pasir dan pengecekan dry matter. Sumber Air dan Penggunaannya. 5.
Pemberian Pakan dan Air Minum
a)
Penyediaan Pakan
1.
Hijauan Hijauan pakan diperoleh dari kebun rumput milik perusahaan dan lahan
pertanian disekitar perusahaan dengan pola kemitraan. Hijauan yang diberikan sebagai bahan pakan sapi perah adalah king grass, silase jagung, tebon tebu dan alfalfa. Alfalfa dipanen pada umur 25-26 hari dengan interval pemanenan 30-40
45
hari sekali. Alfalfa diberikan menurut status sapi, antara lain: 4 kg/ekor/hari untuk starter , 3 kg/ekor/hari untuk transisi dan 4 kg/ekor/hari untuk peak. Sebagai upaya dalam pengadaan hijauan sepanjang tahun, PT. Greenfields Indonesia menyediakan pakan dalam bentuk silase. Silase yang digunakan yaitu berasal dari tanaman jagung yang diproses dengan beberapa tahapan yaitu: 1. Pengumpulan tanaman jagung yang akan dijadikan silase kemudian disimpan selama tiga minggu untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam jagung; 2. Tanaman jagug dicacah dengan potongan 2-5 cm dengan menggunakan chopper, potongan tersebut disimpan ke dalam plastic versa bag dengan kapasitas 280 ton secara anaerob untuk menghindari fermentasi yang dapat merusak silase; dan 2. Silase disimpan dan dapat digunakan setelah dry matter mencapai 30%
dengan pH normal. Proses pembuatan silase dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 2. Proses Pembuatan silase di PT Greenfiel ds Indonesia (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018).
46
2. Konsentrat Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia akan memperhatikan aspek kandungan nutrisi dan ketersediaan bahan baku pakan konsentrat. Kadar nutrisi yang terdapat pada konsentrat cukup, maka susu yang dihasilkan akan berkualitas (Sudono et al., 2003). Bahan baku pakan sebelum digunakan maka terlebih dahulu dilakukan penimbangan dan pemeriksaan di kantor Quality Control (QC ). Pemeriksaan yang dilakukan antara lain presampling dan unloading . Presampling meliputi aroma, warna, tekstur dan kelembapan bahan pakan dilakukan pada saat bahan baku datang di pos timbang. Setelah bahan baku dinyatakan dapat digunakan, bahan baku pakan dikirim ke gudang pakan. Pemakaian bahan baku menggunakan metode First in First Out , bahan baku yang lebih awal datang yang lebih dulu digunakan untuk menjaga agar tidak terjadi penurunan kualitas pakan. Proses bahan baku saat diturunkan, maka dilakukan pemeriksaan unloading dengan kriteria yang sama pada saat presampling . Konsentrat dibuat di Feed Processing Department. Pencampuran bahan baku pakan dilakukan di rotomix yang dilengkapi dengan mixer . Mixer berfungsi untuk mencampur pakan sehingga campuran pakan merata. b) Frekuensi Pemberian Pakan Pemberian pakan dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan malam hari. Rasio pemberian pakan yaitu pagi sekitar 50 %, siang 40 % dan malam 10 %. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan status sapi tersebut. Pakan sudah harus tersedia sebelum sapi datang setelah sapi diperah di milking parlor , hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan kondisi lubang putting setelah sapi diperah. Pakan dibuat sendiri oleh PT. Greenfields Indonesia, pemberian pakan
47
dilakukan dengan menggunakan kendaraan khusus yaitu Rotomix. Pakan yang diberikan berdasarkan status sapi yaitu pakan starter, peak, normal, medium dan late. Jumlah pemberian pakan setiap status sapi diberikan sesuai target intake atau jumlah konsumsi sapi/harinya. Jumlah pemberian pakan starter yaitu 27 kg/ekor/hari, pakan peak > 40 kg/ekor/hari, pakan normal 40 kg/ekor/hari, pakan medium 34 kg/ekor/hari dan pakan late 30 kg/ekor/hari. Hijauan alfafa diberikan untuk sapi dengan status starter,peak , drytransisi dan sapi sakit dengan jumlah pemberiannya 3-4 kg/ekor/harinya. Sapi dengan status
late diberikan pakan tambahan berupa
topping (jerami)
dengan
pemberiannya 2 kg/ekor/hari. c) Air Minum Sumber air yang terdapat di PT. Greenfields Indonesia adalah sumber dari mata yang terdapat di wilayah Precet dan air bawah tanah yang menggunakan sumur bor dan air PAM. Air di PT. Greenfields Indonesia digunakan untuk pembersihan kandang, kebutuhan karyawan, sanitasi peralatan, untuk air minum sapi dan lain-lain. Air minum diberikan secara ad libitum menggunakan dump tank . Dump Tank dilengkapi dengan saluran air dan pelampung. Pelampung berfungsi untuk mengontrol jumlah air di dalam dump tank sehingga air selalu penuh. Satu buah dump tank dapat menampung air minum untuk 20-25 ekor sapi. Volume air yang dapat ditampung dalam satu dump tank 300 L. Jumlah dump tank pada setiapkandang berbeda-beda tergantung populasi sapi. Dump tank dibersihkan satu kali sehari yaitu pada pagi hari saat sapi dibawa ketempat pemerahan, sehingga ketika sapi dikembalikan kekandang telah tersedia air minum.
48
6. Reproduksi dan Kesehatan
a) Perkawinan dan Pencatatan Reproduksi Perkawinan sapi-sapi dewasa di PT. Greenfields Indonesia dilakukan dengan sistem Inseminasi Buatan (IB). Deteksi birahi dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melihat tanda-tanda fisik seperti adanya kebengkakan, berwarna merah dan keluar cairan bening pada bagian vulva. IB dilakukan pada sapi dengan DIM 50 hari yang biasanya sudah terjadi birahi, apabila DIM di atas 60 hari tidak terjadi birahi maka akan dilakukan program ovsynch. Program tersebut merupakan metode untuk mengkontraksi uterus supaya sapi birahi dengan cara menyuntikkan hormon prostaglandin (PG) tujuannya untuk menyerempakkan birahi. Semen yang digunakan oleh PT. Greenfields Indonesia untuk proses IB yaitu dalam bentuk mini straw berasal dari America Bull Sire WWS dengan harga/straw sekitar Rp. 400.000-Rp. 600.000. Semen dari awalnya telah di sexing , sehingga dapat menghasilkan pedet betina dengan persentase mencapai 99%. Untuk mengetahui kebuntingan departemen vet service I (reproduksi) akan melakukan pregnant check. Apabila sapi tidak bunting, akan dilakukan sinkronisasi dengan menyuntikkan hormon PGF2a dan dilakukan IB kembali. Pencatatan reproduksi yang dilakukan meliputi pencatatan birahi, perkawinan atau IB, pemeriksaan kebuntingan, nomor sapi, nomor induk, tanggal beranak dan semen yang digunakan. b) Kesehatan Ternak dan Pengobatan Pengontrolan kesehatan dilakukan oleh dokter hewan dan paramedis PT Greenfields
Indonesia
dan
dilakukan
setiap
hari
yang
meliputi
pemeriksaankesehatan, pengontrolan reproduksi dan treatment atau penanganan
49
pada sapi-sapi sakit. Pencegahan penyakit yang dilakukan diantaranya vaksinasi, potong kuku, pemberian vitamin dan pemberian obat penambah kalsium. Pemberian vitamin dikhususkan bagi sapi bunting dan sebelum sapi melahirkan diberikan pakan suplemen yang mengandung vitamin A, D 3, dan E. Penyakit yang sering terjadi di PT Greenfields Indonesia adalah mastitis dan lame (pincang). Penyakit yang mempunyai persentasi sedikit adalah metritis, Retensio Fetal Membrane(RFM), milk fever , endometritis dan Left Displacement Abomasum (LDA), abses, under wound , acidosis, dan kembung. Sapi yang sakit diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
Sapi yang
pincang akan dilakukan pemotongan kuku dikandang jepit. Pemotongan kuku rutin dilakukan setiap enam bulan sekali. Penyakit yang sangat penting diamati pada sapi dewasa yaitu penyakit mastitis(radang ambing). Penyebab mastitis adalah bakteri yang dapat menular dari seekor hewan ke hewan yang lainkarena keadaan sanitasi yang kurang baik (Blakely dan Bade, 1994). Pencegahan dan pengobatan sapi yang terkena mastitis di PT. Greenfields Indonesia yaitu dengan cara memisahkan sapi yang terkena mastitis dengan sapi yang sehat, menjaga kebersihan kandang dan peralatan yang digunakan dalam pemeliharaan sapidan pemerahan. Pengobatan penyakit ini yaitu dengan pemberian antibiotik dan pemberian Sulfamethazine via oral. 7. Penanganan Limbah
a) Penanganan Limbah Penanganan limbah di PT Greenfields Indonesia dilakukan dengan menggunakan kolam penampungan limbah (lagoon). PT. Greenfields Indonesia memiliki 3 lagoon dengan kapasitas yang berbeda. Lagoon satu memiliki
50
kapasitas 7600 m 3, lagoon dua memiliki kapasitas 5200 m 3 sementara untuk lagoon tiga memiliki kapasitas 22000 m 3. Limbah hasil peternakan ditangani secara konvesional yaitu dengan cara menampung di lagoon. lagoon. Limbah padat hasil dari pengendapan belum diolah secara optimal hanya dijadikan pupuk untuk lahan petani, sementara untuk limbah cair yang terpisah dari hasil endapan akan digunakan kembali untuk proses cleaning kandang secara flushing . Proses limbah mengalir ke tempat penampungan untuk pengendapannya juga harus melewati sand trap satu dengan kapasitas 30 m 3 dan sand trap dua kapasitasnya 27 m 3 setelah limbah tersebut mengalir ke penampungan limbah. b) Sanitasi dan Biosekuriti Sistem sanitasi yang dilakukan oleh PT. Greenfields Indonesia dilakukan pada seluruh karyawan dan kendaraan yang masuk ke dalam area perusahaan. Pada pintu masuk perusahaan telah disediakan kolam yang akan dilewati oleh kendaraan karyawan maupun kendaraan pemasok pakan dari luar. Penerapan biosekuriti pada kendaraan yaitu dengan cara pencelupan seluruh sel uruh roda kendaraan pada kolam celup roda yang telah dicampur dengan larutan formalin. Karyawan atau tamu yang akan menuju dairy farm juga farm juga akan melewati tempat penyemprotan seluruh badan secara otomatis dengan menggunakan larutan chlorine chlorine 2%. Memasuki kandang khusus pedet dan tempat pemerahan, karyawan juga harus melalui larutan celup kaki yang sudah dicampur dengan larutan vircon. vircon. 8.
Curahan Waktu Tenaga Kerja
Curahan waktu kerja merupakan jumlah jam kerja yang dilakukan oleh pekerja pada peternakan PT. Greenfields Indonesia. Tenaga kerja memegang peranan yang sangat penting terhadap proses produksi dan dengan didukung
51
adanya faktor sumber daya manusia, karena kegiatan produksi dipengaruhi oleh kemampuan tenaga tenaga kerja untuk menghasilkan sebuah produksi. Curahan waktu kerja berfungsi sebagai ukuran ukuran pemberdayaan
individu dalam menjalankan
tugasnya pada suatu usaha peternakan. Menurut Simanjutak (1985), dengan meningkatnya upah yang diterima oleh pekerja tersebut akan menimbulkan dua kondisi yaitu semakin tinggi tingkat upah yang diterima oleh individu, individu akan cenderung untuk menambah jumlah jam atau waktu yang disediakan untuk bekerja (subtitutions effect).
Bertambahnya tingkat upah yang diterima oleh oleh
individu, cenderung mengurangi jumlah jam kerjanya (income effect). Perseroan Terbatas Greenfields Indonesia memiliki pekerja tetap dengan curahan waktu kerja sebesar 8-9 jam/hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja sudah melewati satu satuan HKSP (Hari Kerja Setara Pria). Satu HKSP setara dengan 7-8 jam kerja/hari.
PT. Greendfields Indonesia melakukan melakukan dua dua
sistem pembayaran upah/gaji, yaitu pekerja yang dibayar bulanan sebanyak Rp. 2.800.000/bulan orang anak kandang. Seorang kepala kandang, diberikan upah sebesar Rp. 5.500.000/bulan dan untuk koordinator diberi upah sebesar Rp. 3.500.000/bulan upah tersebut sudah melebihi UMR (Upah Minimum Regional) Kota Malang yaitu sebesar Rp. 2.800.000.
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Manajemen pemeliharaan sapi perah yang dilakukan oleh PT. Greenfields Indonesia sudah baik, mulai dari manajemen pemberian pakan, aspek perkandangan, reproduksi, penanganan kesehatan, penanganan limbah yang menggunakan sistem lagoon lagoon dan biosekuriti yang ketat serta pemasaran produk sampai ke luar negeri. Sistem pemerahan PT. Greenfields Indonesia dilakukan dengan cara modern dengan menggunakan alat dan mesin perah otomatis sehingga susu tidak tersentuh tangan manusia. Prosedur pemerahan telah dilakukan dengan baik dan benar serta mampu menghasilkan susu yang berkualitas. Pencatatan produksi susu sendiri dilakukan secara otomatis oleh komputer yang sudah terhubung dengan alat pemerahan. Proses pencatatan tersebut, tingkat produksi susu per ekor dan jumlah produksi susu setiap hari dapat diketahui. B. Saran
Berdasarkan dari hasil praktek kerja lapangan di PT. Greenfields Indonesia, antara lain: 1. Kandang pedet harusnya terdapat kuncian utuk kaleng pakan dan minum agar tidak sering jatuh.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adhianto, K., Ngadiyono, N., Kustantinah dan Budisatria, I. G. S. 2012. Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tanggamus. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 12(2): 131-136. Bourdon, R. M. 2000. Understanding animal breeding. Prentice Hall. NY. BPS. 2010. Keadaan Ketenagakerjaan Penduduk Indonesia. Blakely, J & David, H. B. 1994. Ilmu Peternakan. Penerjemah: Bambang Srigandono. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Cole, J.B., dan D. J. Null. 2003. Genetic evalutions of lactation persistency for five breeds ofdairy cattle. J. Dairy Sci. 92: 2248-2258. Dematawewa, C. M. B., Pearson, R.E., and VanRaden, P.M. 2007. Modeling extended lactations of holstein. J. Dairy Sci. 90: 3924-3936. Diastari I.G.A.F dan Kadek, K.A. 2013. Uji organoleptik dan tingkat keasaman susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional kota denpasar. Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(4) : 453 - 460. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Tingkat konsumsi susu untuk kecerdasan bangsa. www.pertanian.go.id. Diakses 14 Maret 2018. Edict of government. 2012. Federal democratic republic of etiophia. etiophia: Published by Ethiopian Standards Agency. Diakses 5 Maret 2018. Effendi, M.H., S. Hartini, dan A. M Lusiastuti, 2009. Peningkatan kualitas yoghurt dari susu kambing dengan penambahan bubuk susu skim dan pengaturan suhu pemeramanin creasing yoghurt quality from goats milk by adding skim milk powder and managing incubation temperature . J. Penelit. Med. Eksakta. 8(3). FAO. 2013. Milk and dairy products in human nutrit ion. Rome. Fauziyah, E., Diniyati, D., dan Widyaningsih, T.S. 2014. Curahan Waktu Kerja Sebagai Indikator Keberhasilan Pengelolaan Hutan Rakyat ”Wanafarm” di Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 11(1): 53-63.
54
Handayani, K.S dan Purwanti, M. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan dipeternakan sapi perah desa pasir buncir Kecamatan Caringin . Jurnal Penyuluhan Pertanian. 5 (1). 47-54. Hariyanto, B. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia Pustaka.Jakarta. Haryati, T. 2006. Biogas: limbah peternakan yang menjadi sumber energy alternative. WARTAZOA. 16 (3) : 160-169. Iskandar. 2011. Performan Reproduksi Sapi PO pada Dataran Rendah dan Dataran Tinggi diProvinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 14(1): 5161.23 Jackson, P, G. 2007. Handbook Obstetrik Veteriner . Diterjemahkan oleh Aris Junaidi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kementerian Pertanian. 2015. Kebutuhan susu di Indonesia. www.pertanian.go.id. Diakses 10 Maret 2018. Kusnadi, U. 1983. Efisiensi Usaha Peternakan sapi perah yang tergabung dalam koperasi didaerah istimewa yogyakarta. proceeding pertemuan ilmiah ruminansia besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Londa, P.K., Waleleng, P. O. V., R. A. J. Legrans-A dan Femi H. Elly. 2013. Analisis breakeven point (BEP) usaha ternak sapi perah“tarekat msc” di kelurahan pinaras KotaTomohon. Jurnal Zootek (“Zootek”Journal). 32 (1): 158 – 171. Madjid O.A, Soekir S, Wiknjosastro G. H. 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. Jakarta Maneuver. 2015. Greenfields boyong 8.000 sapi holstein ke malang. marketeers.com/article/greenfields-boyong-8000-sapi-holstein-kemalang.html. Diakses 10 Maret 2018. Muljana, W. 1985. Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang. M. Tatipikalawan, Jomina. 2012. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Keluarga pada Usaha Peternbakan Kerbau di Pulau Moa Kabupaten Maluku Barat Daya. Jurusan peternakan fakultas pertanian Universitas Pattimura. Ambon. Diakses pada tanggal 25 November 2017.
55
Praharani. L., Hastono, D.A. Kusumaningrum dan P. Situmorang. 2009. Studi awal performa sapi perah FH x Ongole dara di dataran rendah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009. 136-144. Prihadi.1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang). 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi perah (StudiKasus Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang. Riyanto, J. 2006. Diktat Reproduksi Ternak . Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Rizki, Y., Cholis, N dan Setyowati, E. 2015. The effect of addition feed fermentation with thecultura of bacteria Azotobachter to milk production and feed efficiency dairy cattle PFH. FAPET UB. Malang. Schwartzkopf G, K. A. Beauchemin, D. J. Gibb, D. H. Crews, Jr., D Hickman, M. Streeter andT. A. McAllister K. S. 2013. Effect of bunk management on feeding behavior, ruminalacidosis and performance. J anim sci81:E149E158. Siregar, S.B. 1990. Sapi Perah. Jenis Teknik Pemilihan dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudono, A. R.F, Rosdiana dan B.S, Setiawan 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia. Jakarta. Susilorini Tri, E. M.E, Sawitri dan Muhaerlin. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudono, A. 1983. Perkembangan ternak ruminansia besar ditinjau dari ilmu pemuliaan ternakperah di indonesia. Proceeding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. PUSLITBANGNAK: Bogor. Sudono, A. 2003. Beternak sapi perah secara intensif. Agromedia Pustaka: Jakarta. Sunarko. 2009. Petunjuk Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. BBPTU Sapi Perah Baturaden. Baturaden.
56
Surjowardojo, P., Suyadi, Hakim, L dan Aulani’am. 2008. ekspresi produksi susu pada sapiperah mastitis. J. Ternak Tropika. 9(2). 1-11. Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta. Syarif, E dan Harianto, B. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. AgromediaPustaka, Jakarta. Siregar, S.B ., M. Rangkuti, Yanto T. Rahardja, dan H. Budiman. 1996. lnformasi Teknologi Budidaya, Pascapanen, dan Analisis Usaha Ternak Sapi Perah . Kerja sama antara Studi Informasi Teknologi Pedesaan, Proyek Pengembangan Sistem lnformasi, Kebijakan IPTEK dan Teknologi Industri . Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Taslim. 2011. Pengaruh faktor produksi susu usaha ternak sapi perah melalui pendekatan analisis jalur di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak, 10(1): 52-56. United States Departements of Agriculture. 2007. Dairy Heifer Calf Health and Management Practice on U.S Dairy Operations. Utami, S., Siswandi dan Yahya, A. 2004. Lecture Note Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Unversitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Wijaya, I. 2008. Ilmu reproduksi ternak mata kuliah peternakan. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali. Yani, A. dan Purwanto, B.P., 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respon Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (Ulasan). Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,Fakultas Peternakan IPB. Media Peternakan. 29 (1):35-46. Yusuf, R. 2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat pemberian pakanyang mengandung tepung katu (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang berbeda. JurnalTeknologi Pertanian. 6(1):1-6.
57
LAMPIRAN
58
59
Lampiran 2. Daftar Kuisioner
1. KEADAAN UMUM DAN KONDISI LOKASI a. Latar Belakang
:
- Nama peternakan
:
- Tahun pendirian
:
- Bentuk kepemilikan
:
- Keadaan iklim
:
b. Struktur Organisasi
:
- Pimpinan peternakan
:
- Jumlah karyawan
:
- Struktur organisasi
:
- Deskripsi pembagian kerja : c. Pemilikan lahan
:
- Luas lahan seluruhnya
:
- Luas lahan untuk kandang
:
- Tujuan produksi
:
- Luas lahan untuk pakan
:
2. DATA TERNAK - Kapan mulai beternak
:
-Jumlah populasi ternak
:
- Bangsa ternak
:
3. POLA PEMBERIAN PAKAN a. Komposisi pakan
:
- Pakan hijauan berupa
:
- Pakan konsentrat berupa
:
- Imbangan hijauan konsentrat : b. Pola pemberian pakan : c. Waktu pemberian
:
60
d. Bentuk penyajian
:
e. Pemberian air minum
:
f. Perlakuan konsentrat
:
- Kering
:
- Basah
:
g. Perlakuan hijauan
:
- Utuh
:
- Dipotong
:
- Diawetkan
:
h. Frekuensi pemberian
:
- Hijauan
:
- Konsentrat
:
i. Jumlah pakan
:
j. Sisa pakan
:
4. TATA LAKSANA PEMELIHARAAN a. Sistem pemeliharaan
:
b. Kondisi kandang
:
5. LETAK DAN KONDISI GEOGRAFIS a. Letak
:
b. Batas wilayah
:
61
62
Lampiran 4. Kegiatan Lapangan
Pencelupan kaki sebelum masuk perusahaan (biosecurity)
Sanitasi kandang pedet (nursery)
Pemberian kolosterum pada pedet yang baru lahir
Pemberian air minum dan pakan pellet pada pedet
Proses pemberian alas jemari yang baru
Sapi yang sedang di karangtina ( pink eye)
Penampungan sementara limbah feses dan urine
Proses sterilisasi dot yang digunakan memberi susu ke pedet
63
Proses moving pedet yang sudah lepas sapih
Proses pembukusan kolosterum
Mesin untuk pasturisasi kolosterum
Proses thawing
Alat pengukur suhu kolosterum
Proses cleaning
64
Proses pertolongan sapi saat melahirkan
Bahan untuk treatment sapi laktasi 3
Pengukuran kandang pedet
Proses pemberian pakan pellet
Tempat penyimpanan jerami
Proses sapi melahirkan ( Maternity)
Kendaraan pengangkut susu
Pengambilan sisa pakan