LAPORAN TUTORIAL
Blok 11 Kesehatan Komunitas Modul 4 Tutor drg.Hartini shah
Oleh : Kelompok 6 Ketua
: Nurul Ikhsan
Sekretaris 1
: Audia Tria Putri
Sekretaris 2
: Roni Fitarsa
Anggota
: Cytha Nilam Chairani Hilmiy Mefida Darfi Silmi Gusdayuni Annesha Metly Asti Finda Annisa Athika Khairunnisa
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ANDALAS
Skenario 4 “Transisi ??” ??” Monika menghadiri seminar di kampusnya, Drg.Demo menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara negara menyebabkan terjadinya transisi epidemiolgi. Peningkatan perubahan ekonomi mengakibatkan perubahan pola penyakit, penurunan angka kematian dan peningkatan umur harapan hidup. Terjadi pergeseran pola penyakit, dari penyakit menular ke pola penyakit degenerative. Sandra melihat data yang ada di Indonesia pada saat i ni prevalensi penyakit menular masih tinggi dan penyakit degeneratif juga terlihat meningkat.Angka kematian bayi dan angka kematian ibu juga juga tinggi. Beban pemerintah Dallam mengatasi masalah kesehatan yang ada semakin berat. Bagaimana saudara menjelaskan epidemiologi Indonesia ? 1. TERMINOLOGI
a.Transisi Epidemiologi : Tansisi : Peralihan/ Perubahan Epidemiologi : Ilmu yang mempelajari tentang penjalaran penyakit b. Epidemiologi kesehatan -Epi : tentang -Demos : Penduduk -Logika : Ilmu ilmu
tentang distribusi / penyebaran determinan faktor penentu masalah kesehatan
untuk perencanaan penanggulangan masalah kesehatan.
2. MENENTUKAN MASALAH a. Apa saja ruang lingkup epidemiologi kesehatan ? b. Apa saja fungsi dan tujuan mempelajari epidemiologi kesehatan ? c. Bagaimana konsep epidemiologi ?
Skenario 4 “Transisi ??” ??” Monika menghadiri seminar di kampusnya, Drg.Demo menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara negara menyebabkan terjadinya transisi epidemiolgi. Peningkatan perubahan ekonomi mengakibatkan perubahan pola penyakit, penurunan angka kematian dan peningkatan umur harapan hidup. Terjadi pergeseran pola penyakit, dari penyakit menular ke pola penyakit degenerative. Sandra melihat data yang ada di Indonesia pada saat i ni prevalensi penyakit menular masih tinggi dan penyakit degeneratif juga terlihat meningkat.Angka kematian bayi dan angka kematian ibu juga juga tinggi. Beban pemerintah Dallam mengatasi masalah kesehatan yang ada semakin berat. Bagaimana saudara menjelaskan epidemiologi Indonesia ? 1. TERMINOLOGI
a.Transisi Epidemiologi : Tansisi : Peralihan/ Perubahan Epidemiologi : Ilmu yang mempelajari tentang penjalaran penyakit b. Epidemiologi kesehatan -Epi : tentang -Demos : Penduduk -Logika : Ilmu ilmu
tentang distribusi / penyebaran determinan faktor penentu masalah kesehatan
untuk perencanaan penanggulangan masalah kesehatan.
2. MENENTUKAN MASALAH a. Apa saja ruang lingkup epidemiologi kesehatan ? b. Apa saja fungsi dan tujuan mempelajari epidemiologi kesehatan ? c. Bagaimana konsep epidemiologi ?
d. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi ? (trias epidemiologi) e. Apa saja tipe/ metode dalam epidemiologi kesehatn ? f. Bagaimana cara pengumpulan data epidemiologi ? g. Apa saja ukuran masalah epidemiologi kesehatan ? h. Apa saja upaya penanganan transisi epidemiologi ? i.
Bagaimana transisi epidemiologi kesehatan di Indonesia ?
j.
Bagaimana teori timbulnya suatu penyakit ?
k. Mengapa pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat menyebabkan transisi epidemiologi ?
3. MENGANALISA MASALAH a. Ruang lingkup epidemiologi kesehatan : -
Epidemiologi penyakit menular
-
Epidemiologi penyakit tidak menular
-
Epidemiologi kesehatan jiwa
-
Epidemiologi gizi
-
Epidemiologi reproduksi dan kependudukan
Tahapan dalam menentukan epidemiologi : -
Etiologi : Penyebab penyakit
-
Efikasi : Efek dan daya optimal
-
Efektifitas : Besar hasil yang di peroleh
-
Efisiensi : Pengaruh terhadap biaya yang di berikan
-
Evaluasi : Penilaian
-
Edukasi : Peningkatan pengetahuan
b. Manfaat dan tujuan mempelajari epidemiologi : -
Mencari kausa
-
Melihat kelangsungan penyakit
-
Deskripsi
-
Evaluasi
Tujuan : -
Menjelaskan kejadian penyakit / masalah kesehatan melalui identifikasi sebab
-
Memprediksi jumlah kejadian
-
Menggambarkan frekuensi, distribusi dan pola
-
Mengendalikan distribusi penyakit
-
Menentukan strategi
-
Mengevaluasi strategi
-
Panduan pengelolaan pasien
c. Konsep epidemiologi kesehatan Ada 2 kategori -
Epidemiologi deskriptif
-
Epidemiologi analitik
Konsep pencegahan dalam epidemiologi : 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier Model epidemiologi : -
Jaring jarring kausasi
-
- Triad Epidemiologi
d. Faktor transisi epidemiologi dan triad epidemiologi Triad epidemiologi 1. Agent (A) : Bakteri, virus, jamur, parasit, berupa zat kimia 2. Manusia (H) 3. Lingkungan (E)
Ada 4 interaksi yang terjadi : 1. Interaksi antara A dangan E 2. Interaksi antara H dengan E 3. Interaksi antara H dengan A
4. Interaksi antara A, H dan E Faktor penyebab transisi epidemiologi : 1. Perubahan gaya hidup 2. Sosial ekonomi 3. Teknologi 4. Masyarakat agraris 5. Perbaikan sanitasi lingkungan 6. Peningkatan tenaga kerja wanita 7. Pengingkatan usia harapan hidup
Lingkungan : biologis : flora dan fauna Fisik : berwujud geografis Sosio ekonomi : Pekerjaan seseorang
e. Penelitian epidemiologi : -
Bersifat eksperimental / non eksperimental Eksperimental : Cross sectional study, Case control study, Kohort Study
-
Pengamatan analitik Yang terjadi di masyarakat dan bagaimana suatu fenomena terjadi
-
Metode deskriptif Distribusi masalah kesehatan
f. Cara pengumpulan data -
Sumber data : Data kependudukan, Data kelahiran, Data Kesehatan, Data umur harapan hidup Sifat sumber data : Kuantatif dan kualitatif 3 hal yang terkait dalam pengumpulan data:
-
Sumber data : primer dan sekunder
-
Metode : dari rekam medic dan pengumpulan data untuk survey
-
Teknik : wawancara, angket, observasi
g. Ukuran ukuran 1. Ukuran morbiditas : jumlah penderita 1 tahun per 1000 2. Rate -
Proporsi perbandingan terjadinya dengan jumlah penduduk
-
Prevalensi
-
Period prevalensi rate
3. Ratio : Perbandingan antara 2 kejadian 4. Relative risk : Perbandingan orang yang terpapar dengan orang yang tidak terpapar faktor resiko 5. Mortalitas : kematian h. Upaya pencegahan : -
Memutuskan rantai penularan
-
Mengetahui perilaku resiko
Untuk mencegah kematian bayi
i.
-
Mengadakan program KIA untuk ibu hamil
-
Pengembangan vaksin, imunisasi, antibiotic
Transisi epidemiologi kesehatan di Indonesia Penyakit infeksi : Difteri , TB Penyakit menular : Kolera Penyakit tidak menular : Penyakit kardiovaskular
karena
peubahan gaya
hidup
j.
Teori timbulnya penyakit
1. Pre pathogenesis : Interaksi H dengan A 2. Inkubasi : bibit penyakit masuk ke host namun gejala belum tampak 3. Penyakit dini : gejala mulai tampak 4. Penyakit lanjut : Gejala semakin parah 5. Penyakit akhir : Host tersebut akan sembuh secara sempurna/ nantinya dengan kecacatan k. Jika ekonomi meningkat
terjadi
perubahan perilaku
Jika ekonomi menurun
urbanisasi
meningkat umur harapan hidup
meningkat banyak lansia yang tidak produktif
jumlah
masyarakat
produktif menurun mempengaruhi epidemiologi 4.
SKEMA
Drg. Deno
Transisi epidemiologi
pertumbuhan ekonomi meningkat
AK turun UHH naik
Epidemiologi kesehatan
konsep terjadinya suatu penyakit
5.
data epidemiologi
ukuran masalah kesehatan
triad epidemiologi
transisi epidemiologi
strategi epidemiologi
LEARNING OBJECTIVE 1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep terjadinya suatu penyakit 2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan data epidemiologi 3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan ukuran masalah kesehatan 4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan triad epidemiologi 5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan transisi epidemiologi 6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan strategi epidemiologi
6. SINTESA DAN UJI INFORMASI YANG TELAH DIPEROLEH 1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep terjadinya suatu penyakit
Perkembangan Konsep Terjadinya Penyakit Konsep Masyarakat Primitif: Berbagai penyakit dan bencana yang menyengsarakan
umat manusia dipercayai merupakan pengaruh kekuatan supernatural, sesuatu kekuatan yang berada di luar pemahaman dan kendali manusia. Teori Hyppocrates: Ia adalah orang pertama yang menjelaskan konsep penyakit secara
rasional. Ia menempatkan penyakit sebagai fenomena masyarakat selain s ebagai fenomena individu. Sumbangan yang sangat berharga dalam bidang kesehatan adalah konsepnya tentang perbedaan antara penyakit-penyakit endemik yang bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain. Juga terhadap penyakit-penyakit epidemik yang memperlihatkan prevalen yang bervariasi sepanjang masa. Menurut konsep Hyppocrates, tubuh manusia terdiri dari empat substansi yang berbeda yang disebut sebagai “humours” atau cairan yang masing-masing mempunyai komposisi yang sama besar. Keempat humours tersebut adalah darah (blood), lendir (phlegm), empedu kuning (yellow bile), dan empedu hitam (black bile). Setiap humours terdiri dari himpunan sejenis atom yang sama. Darah terdiri dari atom udara yang bersifat panas dan basah. Lendir terdiri dari atom air yang bersifat dingin dan basah. Empedu kuning terdiri dari atom api yang panas dan kering. Empedu hitam terdiri dari atom tanah yang bersifat dingin dan kering. Pada manusia sehat keempat atom tersebut berada dalam jumlah yang sama dan dalam komposisi yang simbang, sesuai dengan nilai moderation dan balence dalam filsafat Yunani. Hyppocrates berpendapat bahwa keadaan sakit akan terjadi jika pada suatu ketika terjadi ketidakseimbangan dari komposisi dan jumlah humour tersebut. Sebagai contoh, kelebihan darah yang basah dan panas akan mengakibatkan demam, kekeringan dan diare, sementara kelebihan empedu hitam yang dingin dan kering akan menyebabkan menggigil dan konstipasi (sulit buang air besar). Teori Galen
Guna menjelaskan adanya individu yang mengalami sakit dan yang tetap sehat ketika terpapar dengan faktor risiko yang sama, Galen menambahkan dua elemen tambahan terhadap konsep Hyppocrates. Elemen pelengkap yang dimaksud adalah Temprament dan Procatartic. Berbeda dengan Hyppocrates yang menganggap tubuh terdiri dari bagian elemen dengan jumlah dan komposisi yang sama, Galen mengajukan konsep elemen yang dominan. Konsep Miasma
Konsep Miasma muncul setelah periode Hyppocrates dan Galen. Miasma yang dianggap bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit adalah suat u yang dapat ditanggapi indra selain mata. Ketika seseorang secara tidak sengaja menghirup Miasma lewat pernapasannya, maka miasma yang masuk itu akan mempengaruhi homourousnya dan menyebabkannya menderita penyakit. Miasma yang dianggap sebagai biang penyakit dari air tenang, udara kotor,angin malam ataupun tumpukan sampah. Oleh sebab itu, pencegahan penyakit dialakukan dengan membatasi gerak dan mengeliminasi miasma. Konsep miasma terus berkembang dan dalam periode yang panjang mendominasi gagasan manusia tentang penyakit. Berbeda dengan konsep kantagion yang meskipun masuk akal tetapi sulit diterima karena tidak tertangkap oleh panca indra. Sebaliknya, miasma mampu menyakinkan orang banyak, miskipun dia tidak bisa dilihat, tetapi dia dapat ditangkap oleh panca indra yang lain seperti penciuman dan perasaan. Istilah masuk angin ataupun terserang angin duduk diduga merupakan peninggalan atau pengaruh dari konsep miasma. Teori Jasad Renik
Gagasan bahwa penyakit disebabkan oleh organisme penyebab penyakit telah timbul paling tidak sejak zaman Romawi. Lucretius, Varro, dan columella adalah beberapa nama dari dokter besar Romawi yang berspekulasi tentang adanya makluk kecil penyebab penyakit tersebut. Tangan Bersih Penebar Penyakit
Pada tahun 1985, Oliver Wandell Holmes, seorang dokter yang lebih terkenal sebagai bapak pengadilan, menulis suatu artikel yang berjudul “ The contagiousness of puerperal Favel” (penulis demam nifas). Dalam tulisan itu Holmes berpendapat bahwa demam nifas ditularkan oleh seorang ibu ke ibu yang lain melalui dokter dan bidan. Reaksi masyarakat terhadap pandangan tersebut beragam, mulai dari yang acuh dan tak acuh sampai menganggapnya penghinaan. Puncak Teori Jasad Renik
Teori jasad renik mencapai kejayaannya pada masa Lois Pastur yang hidup pada periode tahun 1827-1912. Pastur menemukan bahwa fermentasi merupakan hasil pertumbuhan ragi pada juice anggur. Ragi tumbuh dalam jumlah yang kecil secara alami pada kulit anggur. Ketika anggur dihancurkan, ragi mencapai juice yang kaya gula dan mengubahnya secara prolafikasi. 4. Tahapan riwayat alamiah perjalanan penyakit : a. Tahap Pre-Patogenesa Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat. b. Tahap Patogenesa 1) Tahap Inkubasi Tahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh pejamu, tetapi gejala- gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda, ada yang bersifat seperti influenza, penyakit kolera masa inkubasinya hanya 1-2 hari, penyakit Polio mempunyai masa inkubasi 7 – 14 hari, tetapi ada juga yang bersifat menahun misalnya kanker paru-paru, AIDS dan sebagainya. Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. Pada s uatu saat penyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul gejalanya. Garis yang membatasi antara tampak dan tidak tampaknya gejala penyakit disebut dengan horison klinik. 2) Tahap Penyakit Dini
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan per awatan, karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang diderita, sehingga saat datang berobat sering telah terlambat. 3) Tahap Penyakit Lanjut Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan. 4) Tahap Akhir Penyakit Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu : a) Sembuh sempurna; penyakit berakhir karena host sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit. b) Sembuh tetapi cacat; penyakit yang diderita berakhir dan penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena ditemukan cacat pada host. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial. c) Carrier; pada carrier perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri host masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan carrier ini tidak hanya membahayakan diri host sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan. d) Kronis; perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang
seperti tentu saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya host tetap berada dalam keadaan sakit. e) Meninggal dunia; terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena sembuh, tetapi karena host meninggal dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.
Pencegahan Penyakit
Upaya pencegahan penyakit terdiri atas tiga level, yaitu: 1. Pencegahan Primer: upaya menurunkan angka kesakitan dengan menurunkan jumlah kejadian kasus baru. 2. Pencegahan Sekunder: upaya menurunkan angka prevalens dengan cara melakukan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dan segera. Hal ini dapat mengurangi penularan penyakit dari pejamu yang satu ke pejamu lainnya dan juga mereduksi insidens penyakit. 3. Pencegahan tersier: pencegahan jangka panjang terhadap cacat dan kematian yang dilakukan dengan cara pengobatan dan rehabilitasi.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan data epidemiologi
DATA EPIDEMIOLOGIS
Data merupakan komponen penting dalam epidemologi, sebagai “napas” epidemiologi. Data adalah sumber infprmasi, sumber inspirasi yang amat diperlukan oleh epidemiologi dalam melakukan perannya. Tanpa data epidemiologi akan “buta” , tidak mampu melihat masalah kesehatan yang sedang terjadi. Mengingat pentingnya data, bukan hanya keberadaan dan ketersediaannya yang diperlukan, tetapi diperlukan data yang berkualitas. A.
DISTRIBUSI MASALAH KESEHATAN
Masalah kesehatan pada dasarnya tersebar mengikuti pola distribusi epidemiologis. Artinya, sering tidaknya suatu penyakit tersebar pada suatu tempat adalah sesuai dengan besarnya keberadaan faktor-faktor epidemiologis didaerah atau komuniti bersangkutan. Karena itu, secara umum penyakit tersebar menurut faktor-
faktor penjamu, agen dan lingkungan. Dan untuk menjelaskan distr ibusi itu dipergunakanlah model PPT (person, place dan time). Pengutaraan distribusi penyakit dilakukan dengan menyatakan karakteristik penderita, tempat kejadian dan waktu kejadiannya. Misalnya dikatakan 500 orang dewasa umur 25-60 tahun yang menderita TBC di Kecamatan Salotuwo pada tahun 2006. Dengan memperhatikan hal ini, data epidemologis yang dibutuhkan adalah data mengenai karakteristik epidemiologis yang berkaitan distribusi penyakit yang diamati. B.
ENDEMITAS PENYAKIT
Seorang yang sakit atau menderita penyakit tertentu biasa disebut pasie n (penderita). Jika beberapa orang, kelompok orang atau suatu masyarakat tertentu terserang penyakit dalam suatu daerah tertentu maka dikenal beberapa istilah yang menunjukkan keberadaan penyakit itu dalam masyarakat. Berdasarkan data epidemiologis dapat ditentukan status epidemologis suatu penyakit dalam masyarakat. Dengan data itu dapat ditentukan endemitas atau besarnya sebaran suatu penyakit dalam masyarakat. Beberapa car a yang dipergunakan untuk menunjukkan endemitas penyakit dalam masyarakat adalah : 1.
Endemik : suatu keadaan suatu penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat atau populasi tertentu.
2.
Epidemik : terjdainya penyakit dalam komuniti atau daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas normal atau yang biasa.
3.
Pandemik : epidemik yang terjadi dalam daerah yang sanagta luas dan biasanya mencakup proporsi populasi yang banyak, bahkan dapat mengenai berbagai daerah/ Negara didunia ini. Selain itu beberapa istilah yang dipakai dalam kaitan keberadaan penyakit pada seseorang sebagai bagian dari penularan penyakit, seperti :
1.
Kasus : seorang anggota masyarakat yang menderita penyakit yang telah mendapatkan diagnosis, bukan sekedar terinfeksi.
2.
Kasus Indeks : kasus pertama yang diperoleh atau mendapat perhatian dalam laporan kejadian penyakit/wabah atau penelitian.
3.
Kasus primer : kasus pertama yang menjadi sumber penyebaran penyakit menular yang terjadi dalam komuniti.
Pengertian atas beberapa istilah dalam beberapa kejadian penyakit dalam masyarakat ini kelak akan penting artinya dalam pembicaraan mengenai penanganan wabah (KLB = Kejadian Luar Biasa) dan untuk kebutuhan surveilan.
C. 1.
DATA EPIDEMIOLOGIS Sumber Data
Berbagai jenis data dapat diperoleh dari berbagai sumber. a.
Data Kependudukan diperoleh dari:
-
Sensus Penduduk (setiap 10 tahun: 1971, 1980, 1990, dan 2000)
-
Survei; untuk memperoleh beberapa data demografis/karateristik penduduk misalnya Survei Fertilitas dan Mortalitas Indonesia (1973), Survei Fertilitas (1976), Survei Penduduk Antarsensus (SDKI).
b.
Kelahiran dan Kematian, datanya diperoleh dari:
-
Pencatatan akte kelahiran dan surat keterangan meninnggal
-
Klinik/Rumah bersalin dan tempat pelayanan kesehatan lainnya
c.
Data Kesakitan:
-
Rekaman Medis (medical record) rumah sakit
-
Praktik dokter swasta
-
Pendatan atau penelitian khusus
d.
Data Lainnya:
-
Penelitian/data sanitasi dan lingkungan
-
Catatan imunisasi
-
Pencatatan dan pelaporan keluarga berencana Salah satu system pengumpulan data yang dilakukan secara terus menerus dalam epidemiologi dikenal dengan nama surveilan (surveillance). Sebagai sumber surveilan, WHO merekomendasikan 10 macamsumber yang dapat di pakai (Kelsey, 47). Sepuluh sumber data untuk system surveilan sesuai WHO adalah:
1.
Registrasi mortalitas
2.
Laporan morbiditas
3.
Laporan epidemik
4.
Investigasi laboratorium
5.
Invetigasi kasus individu
6.
Ivestigasi lapangan epidemik
7.
Survei
8.
Studi reservoir binatang dan distribusi vektor
9.
Penggunaan biologik dan obat
10. Pengetahuan populasi dan lingkungan Selain itu untuk surveilan,data dapat juga diperoleh dari 1.
Stastik rumah sakit dan tempat perawatan lainnya
2.
Pencatatan dokter – dokter
3.
Laporan laboratorium kesehatan masyarakat
4.
Daftar absen kerja atau sekolah
5.
Survei telepon dan rumah tangga
6.
Laporan mass media Sumber – sumber data ini sangat bervariasi antar negara dan antar regional/lokal sesuai dengan perkembangan program kesehatan di tempat masing – masing. Kemajuan program kesehatan akan menempatkan sistim pencatatan dan pelaporan yang lebih maju dan lengkap. Pencatatan dan pelaporan yang memadai memerlukan kesungguhan program dengan biaya pelaksananyang tidak kurang.
Tabel 8.1 Informasi Dasar Epidemologi Tentang Penyakit
Riwayat alamiah pada individu
Kohor pelangsungannya Indicator awal (untuk skrening) Pengaruh berbagai obat-obatan Kemungkinan kesembuhan Kebutuhan pelayanan Dampak sosial
Etiologi penyakit
Fakor penyebab khusus Faktor resiko lain
Perkemmbangan di komunitas
Kecenderungan menurut waktu Variasi menurut umur
Perbedaan dalam kejadian penyakit
Jenis kelamin Etnik Kelas sosial Pekerjaan Area geografis
Kemungkinan pencegahan
Kegiatan khusus melawan faktor kausa Kegiatan umum terhadap faktor risiko lain. Pengaruh pelayanan kesehatan Dampak kebijaksanaan kesehatan
Sumber : Beoglehole, WHO 1993 2.
Masalah Data
Masalah data tidak hanya menyangkut bagaimana mendapatkan data. Data yang diperoleh belum tentu selalu sesuai dengan keinginan pihak yang memerlukannya. Masalah data dapat mencakup, selain masalah memperolehnya, juga membaca, menginterpretasi dan menyebar-luaskannya. Untuk mendapatkan, membaca maupun menginterpretasikan suatu data tidak jarang ditemukan berbagai macam kendala. Kemungkinan kesulitan dalam menghadapi data dapat berupa : a.
Tidak tersedianya atau kesulitan memperoleh data yang diinginkan
b.
Ketidak-lengkapan data. Antara data yang sudah tersedia dengan informasi yang dibutuhkan sangat sering terjadi kesennjangan. Ka rena itu mungkin diperlukan usaha tambahan untuk menjajaki berbagai sumber data atau bahkan terkadang mengharuskan pengumpulan data sendiri.
c.
Ketidakserasian data yang diperoleh dari berbagai sumber. Bahkan mungkin saja terjadi semacam kontroversi mengenai suatu data yang diperoleh dari berbagai sumber.
d.
Kemungkinan bias/kesalahan. Diperlukan teknik pengambilan dan proses pengambilan yang tepat untuk menghindari kemungkinan kesalahan, baik karena keasalahan sumber atau pengambilannya.
e.
Pola penyakit yang memungkinkan sulitnya mendapatkan kasus, karena banyaknya kasus yang sebenarnya tersembunyi. Yang tampak hanya sebagian saja, yang
sebenarnya lebih banyak yang tersembunyi. Keadaan ini biasa disebut sebagai fenomena gunung es (iceberg phenomen). Contoh yang baik menggambarkan fenomena gunung es ini adalah yang terjadi pada data HIV/AIDS. Jumlah kasus yang tampak, diketahui, dilaporkan dan tercatat hanya sekitar 500.000 kasus tahun (tahun 1990-an). Padahal jumlah kasus AIDS yang tidak terlaporkan lebih dari 1 juta. Belum lagi besarnya jumlah sebenarnya yang terinfeksi HIV yang belum menderita AIDS, yang jumlahnya diperkirakan berlipat ganda, mencapai lebih 10 jutaan. Penyakit dengan fenomena gunung es ini merupakan tantangan epidemologis yang sangat sering ditemukan pada berbagai penyakit infeksi, terlebih di kalangan penyakit tidak menular yang perlangsungannya kronik. 3.
Cara Pengumpulan Data
Karena perlunya mendapatkan data yang akurat, diperlukan desain dan metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara atau sumber pengumpulan data, seperti : 1.
Menurut cara pengumpulannya :
a.
Langsung : dengan wawancara person dengan person, pengumpulan data berhadapan langsung dengan sumber informasi.
b.
Tidak langsung : melalui telfon atau surat, jadi melalui media atau alat/cara tertentu untuk mencapai responden.
2.
Menurut sumber pengumpulannya :
a.
Data primer : Data yang dikumpulkan langsung oleh pihak yang memrlukannya dari tangan pertama (responden) atau subjek penelitian.
b.
Data sekunder: Data diperoleh dari pihak yang sudah mengumpulkan data itu sebelumnya dimana pembaca data tinggal langsung membaca atau memperolehnya secara tertulis dari pengumpul data pertama. Misalnya untuk membaca jumlah penduduk Indonesia, datanya tidak perlu dikumpul oleh orang per orang atau instansi tetapi langsung dapat diperoleh dan dibaca dari Biro Pusat Statistik (BPS) berdasarkan data sensus penduduk yang diperolehnya.
4.
Keberadaan Data
Data ada dimana-mana, pada semua tingkat dan tersebar pada pihak yang mengumpulkan data itu berhubung karena kepetingannya terhadap data te rsebut. Data tentang kesehatan kota tentu akan ditemukan pada Dinas Kesehatan Kota. Namun sulit untuk mendapatkan data kesehatan kota menurut kecamatan pada data yang dikumpulkan atau disediakan oleh Dinas Kesehatan di tingkat propinsi. Keberadaaan data bias dari tingkat setempat/local/regional sampai ketingkat Nasional maupun Internasional. Dari segi ini keberadaan data digolongkan atas : 1.
Data Internasional : misalnya data keadaan kesehatan dari seluruh/berbagai Negara didunia yang biasanya disajikan oleh WHO atau organisasi-organisasi kesehatan dunia lainnya.
2.
Data Nasional : Sumber utamanya berada di Depertemen Kesehatan dengan peringkat struktural maupun fungsionalnya. Selain itu berbagai sumber menyediakan data mengenai hal-hal yang terkait dengan kesehatan misalnya mengenai data jumlah penduduk dan sebarannya menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Contoh data nasional adalah : Sensus Penduduk (dilakukan setiap sepuluh tahun), Survei Kependudukan dan Demografi Indonesia (SKDI), Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT).
3.
Data Propinsi : disajikan oleh Kantor Kesehatan/Dinas Kesehatan Propinsi, misalnya berupa “Profil Kesehatan”. Data-data lain di tingkat propinsi dapat berupa data potensi wilayah, laporan catatan medis rumah sakit, data registrasi vital, laporan surverllans epidemiologi.
4.
Data Kabupaten. Bisa ditemukan di kantor-kantor kesehatan di kabupaten.
5.
Data Kecamatan/Desa. Dapat ditemukan pada instansi pemerintah, khususnya instansi kesehatan di tingkat kecamatan maupun desa, misalnya Puskesmas, Pustu, Pos Kesehatan, dan lain-lain.
5.
Kesulitan Identifikasi Penyakit
Penyakit sebagai salah satu masalah kesehatan perlu untuk diidentifikasi secara baik. Secara umum dapat dikatan bahwa identifikasi orang sakit lebih mudah daripada orang sehat karena orang sakit akan mencari dokter, mencari tempat pelayanan atau pengobatan. Namun pada kenyataannya tidak semulus itu. Dalam upaya untuk mendapatkan gambaran keadaan penyakit dalam masyarakat dapat ditemukan berbagai sumber kesulitan dalam hal :
1.
Spectrum Penyakit
2.
Tingkah Pasien
3.
Tingkah Dokter
4.
Pelayanan Kesehatan Sumber masalah ini dapat terjadi semasa sakit maupun setelah sakit. Dalam hal spectrum penyakit, masalahnya timbul karena penyakit bersifat asimptomatik atau mempunyai manifestasi klinik yang atipikal (tidak jelas atau tidak khas). Setelah sakit maka penyakit sulit diidentifikasi jika mempunyai remisi yang panjang ata u pasiennya mati mendadak. Pasien menjadi sumber masalah identifikasi karena pasien bias bertingkah malu, takut atau segan. Bias juga karena kesulitan komunikasi, baik komunikasi bahasa maupun komunikasi psikologis. Belum lagi jka pasiennya tidak mau kerja sama. Di samping tentu karena kemampuan ekonomi yang terbatas untuk pergi mencari pengobatan. Penjejakan yang dilakukan setelah sakit mendapat kesulitan jika penderita pulang paksa, pindah alamat atau pindah dokter. Dokter menjadi sumber masalah identifikasi jika dokternya kurang terlatih/kurang pengetahuan tentang penyakit, kurang hati-hati dalam diagnosis atau acuh saja, kesalahan diagnosis dan tidak memasukkan laporan. Kesulitan sete alh sakit mungkin berupa kegagalan dalam follow-up atau pasien pindah alamat. Dalam hal pelayanan kesehatan, identifikasi berkaitan dengan kesehatan laboratorium, kesehatan pelaporan dan kekurangan fasilitas. Setelah dating berobat, setelah sembuh tetapi ternyata kemudian bias mati karena sebab lain.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan ukuran masalah kesehatan
A. KRITERIA KAUSALITAS MENURUT BRADFORD HILL Bradford Hill (1897-1991) membuat kriteria dari suatu faktor sehingga faktor tersebut dapat dikatakan sebagai faktor yang mempunyai hubungan kausal. Kriteria tersebut
adalah : 1. Kekuatan asosiasi Semakin kuat asosiasi, maka emain sedikit hal tersebut dapat merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini me mbutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian kajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan). 2. Konsistensi Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda. 3. Spesifisitas dari asosiasi Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin juat hubungan yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit. 4. Temporalitas Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek sementara diperkirakan. 5. Tahapan biologis Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model konseptual yang dihipotesakan. 6. Masuk akal Lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki lubang-lugang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita.
7. Koherensi Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk membentuk gambaran yang koheren? 8. Eksperimen Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan untuk
hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas. 9. Analogi Lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai dengan yang kami dapatkan.
B. UKURAN-UKURAN EPIDEMIOLOGI Cara mengukur frekwensi masalah kesehatan yang dapat dipergunakan dalam Epidemiologi sangat beraneka ragam, karena tergantung dari macam masalah kesehatan yang ingin diukur atau diteliti. Secara Umum Ukuran – ukuran dalam Epidemiologi dapat dibedakan atas : 1. Untuk Mengukur Masalah Penyakit ( Angka Kesakitan / Morbiditas ) Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang dianggap sebagai penyakit. Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit, semuanya dikategorikan di dalam istilah tunggal MORBIDITAS. Morbiditas merupakan derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu kondisi sakit. Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan, yaitu jumlah orang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau kelompok yang beresiko. Di dalam Epidemiologi, ukuran utama morbiditas adalah angka insidensi & prevalensi dan berbagai ukuran turunan dari kedua indikator tersebut. Setiap kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan an gka insidensi dan angka prevalensi. a. INSIDENSI Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang: Data tentang jumlah penderita baru. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru (Population at Risk ). Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1). Incidence Rate
Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Yang dimaksud kasus baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit. Periode waktu adalah jumlah waktu yang diamati selama sehat hingga menjadi sakit.
Rumus incidence rate=jumlah penderita baru : jumlah penduduk yg mungkin terkena penyakit x K K = Konstanta ( 100%, 1000 ‰)
Manfaat Incidence Rate adalah : Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi Mengetahui resiko untuk terkena masalah kesehatan yang dihadapi Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas pela yanan kesehatan. 2). Insidens kumulatif (Incidence Risk) Probabilitas individu berisiko berkembang menjadi penyakit dalam periode waktu tertentu. Berarti rata-rata risiko seorang individu terkena penyakit Denominator haruslah terbebas dari penyakit pada permulaan periode (observasi atau tindak lanjut) Subyek bebas dari penyakit pada awal studi Subyek potensial untuk sakit Sedikit atau tidak ada kasus yang lolos dari pengamatan karena kematian, tidak lama berisiko, hilang dari pengamatan. Tidak berdimensi, dinilai dari nol sampai satu Merujuk pada individu Mempunyai periode rujukan waktu yang ditentukan dengan baik Incidence risk=jml kasus insidens selama periode waktu tertentu : jml orang yg berisiko pada permulaan waktu 3). Attack Rate Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama. Manfaat Attack Rate adalah : Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit. Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut. Rumus : Attack Rate=jml penderita baru dlm satu saat : jml penduduk yg mungkin terkena penyakittersebut pada saat yg samax XK
4). Secondary Attack Rate Adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah ter kena penyakit pada serangan pertama. Digunakan menghitung suatu panyakit menular dan dalam suatu populasi yang kecil ( misalnya dalam Satu Keluarga ). Rumus : SAR=jml penderita baru pd serangan kedua : jml penduduk- penduduk yg terkena serangan pertama x XK b. PREVALENSI Adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka prevalensi digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang / penduduk yang kebal atau penduduk dengan resiko (Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa angka prevalensi sebenarnya bukan suatu rate yang murni, karena penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit juga dimasukkan dalam perhitungan. Prevalens tergantung pada 2 faktor : Berapa banyak orang jumlah orang yang telah sakit Durasi/lamanya penyakit Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu : 1). Period Prevalen Rate Yaitu jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang
bersangkutan. Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa. Rumus : Periode Prevalen Rate=jml penderita lama & baru : jml penduduk pertengahan x XK
2). Point Prevalen Rate Adalah jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Rumus : Point Prevalen Rate=jml penderita lama & baru saat itu : jml penduduk saat itu x XK Hand Out IKM : Prodi D III Kebidanan STIKES Duta Gama Klaten SMT IV Tahun c. HUBUNGAN ANTARA INSIDENSI DAN PREVALENSI Angka Prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya sakit/durasi penyakit. lamanya sakit/durasi penyakit adalah periode mulai didiagnosanya penyakit sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu : sembuh, mati ataupun kronis. Hubungan ketiga hal tersebut dabat dinyatakan dengan rumus: P = I x D P = Prevalensi I = Insidensi L = Lamanya Sakit Rumus hubungan insidensi dan prevalensi tersebut hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat, yaitu : 1. Nilai insidensi dalam waktu yang cukup lama bersifat konstan, tidak menunjukkan perubahan yang mencolok. 2. Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil : Tidak menunjukkan perubahan yang terlalu mencolok.
2. Untuk Mengukur Masalah Kematian ( Angka Kematian / Mortalitas ) Dewasa ini di seluruh dunia mulai muncul kepedulian terhadap ukuran kesehatan masyarakat yang mencakup penggunaan bidang epidemiologi dalam menelusuri penyakit dan mengkaji data populasi. Penelusuran terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi status kesehatan penduduk paling baik dilakukan dengan menggunakan ukuran dan statistik yang distandardisasi, yang hasilnya kemudian juga disajikan dalam
tampilan yang distandardisasi. Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data sta tistik vital untuk Kematian. Dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu : a) Degenerasi organ vital & kondisi terkait. b) Status penyakit. c) Kematian akibat lingkungan atau masyarakat ( bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan, bencana alam, dsb.) Macam – macam / jenis angka kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam Epidemiologi antara lain :
a) Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate ) Adalah jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu ( umumnya 1 tahun ) dibandingkan dengan jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan. Istilah crude digunakan karena setiap aspek kematian tidak memperhitungkan usia, jenis kelamin, atau variabel lain. Rumus : CDR/AKK=jml seluruh kematian : jml penduduk pertengahan x XK b) Perinatal Mortality Rate (PMR) / Angka Kematian Perinatal (AKP) PMR adalah jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih ditambah dengan jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 7 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. ( WHO, 1981 ). Manfaat PMR adalah untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan bayi. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PMR adalah : 1). Banyaknya Bayi BBLR 2). Status gizi ibu dan bayi 3). Keadaan social ekonomi 4). Penyakit infeksi, terutama ISPA 5). Pertolongan persalinan Rumus : PMR/AKP=jml kematian janin yg dilahirkan pd usia kehamilan 28 minggu+dg jml
kematian bayi yg berumur kurang dr 7 hari yg di catat selama 1ta hun : jml bayi lahir hidup pd tahun yg sama x XK
c) Neonatal Mortality Rate ( NMR ) = Angka Kematian Neonatal (AKN) Adalah jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Manfaat NMR adalah untuk mengetahui : 1). Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal. 2). Program imunisasi. 3). Pertolongan persalinan. 4). Penyakit infeksi, terutama saluran napas bagian atas. Rumus : NMRAKN=jml kematian bayi umur kurang dr 28 hari : jml lahir hidup pd tahun yg sama x XK
d) Infant Mortality Rate (IMR) / Angka Kematian Bayi ( AKB) Adalah jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang dari 1 tahun yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Manfaat IMR adalah sebagai indikator yg sensitive t erhadap derajat kesehatan masyarakat. Rumus : IMR/AKB=jml kematian bayi umur 0-1 th : jml kelahiran hidup pd th yg sama x XK
e) Under Five Mortality Rate ( Ufmr ) / Angka Kematian Balita Adalah jumlah kematian balita yang dicatat selama 1 tahun per 1000 penduduk balita pada tahun yang sama. Manfaat UFMR adalah untuk mengukur status kesehatan bayi. Rumus : UFMR=jml kematian balita yg cacat dlm 1 thn : jml penduduk balita pd thn yg sama x XK
f) Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality Rate) Angka kematian pascaneonatal diperlukan untuk menelusuri kematian di Negara belum
berkembang , terutama pada wilayah tempat bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya akibat malnutrisi, defisiensi nutrisi, dan penyakit infeksi. Postneonatal Mortality Rate adalah kematian yang terjadi pada bayi usia 28 hari sampai 1 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun. Rumus : pasca-neonatal mortality rate=jml kematian bayi usia 28 hari-1 thn : jml kelahiran hidup pd thn yg sama x XK g) Angka Kematian Janin / Angka Lahir Mati (Fetal Death Rate) Istilah kematian janin penggunaannya sama dengan istilah lahir mati. Kematian janin adalah kematian yang terjadi akibat keluar atau dikeluarkannya janin dari rahim, terlepas dari durasi kehamilannya. Jika bayi tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda – tanda kehidupan saat lahir, bayi dinyatakan meninggal. Tanda – tanda kehidupan biasanya ditentukan dari Pernapasan, Detak Jantung, Detak Tali Pusat atau Gerakan Otot Volunter. Angka Kematian Janin adalah proporsi jumlah kematian janin yang dikaitkan dengan jumlah kelahiran pada periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Rumus : Angka kematian janin=jml kematian janin dlm periode tertentu : total kematian janin+janin lahir hidup periode yg samax XK
h) Maternal Mortality Rate ( Mmr ) / Angka Kematian Adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas dalam 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan : 1). Sosial ekonomi 2). Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas 3). Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil 4). Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas Rumus : MMR=jml kematian ibu hamil, persalinan&dan nifas dlm 1 thn : jml lahir hidup pd thn yg samax XK
i) Age Spesific Mortality Rate ( ASMR / ASDR ) Manfaat ASMR/ASDR adalah : 1). Untuk mengetahui dan menggambarkan derajat kes ehatan masyarakat dengan melihat kematian tertinggi pada golongan umur. 2). Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di berbagai wilayah. 3). Untuk menghitung rata – rata harapan hidup.
j) Cause Spesific Mortality Rate ( CSMR ) Yaitu jumlah seluruh kematian karena satu sebab penyakit dalam satu jangka waktu tertentu ( 1 tahun ) dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut. Rumus : CSMR=jml seluruh kematian karena sebab penyakit tertentu : jml penduduk yg mungkin terkenapenyakit pd pertengahan tahunx XK
k) Case Fatality Rate ( CFR ) Adalah perbandingan antara jumlah seluruh kematian karena satu penyebab penyakit tertentu dalam 1 tahun dengan jumlah penderita penyakit tersebut pada tahun yang sama. Digunakan untuk mengetahui penyakit – penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi. Rumus : CFR=jml kematian karena penyakit tertentu : jml seluruh penderita penyakit tersebutx XK
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan triad epidemiologi
Triad Epidemiologi
Penyakit manusia tidak muncul dalam sebuah ruang hampa. Penyakit tersebut dihasilkan dari interaksi host (orang), agen (contoh: bakteri), dan lingkungan (contoh: udara yang terkontaminasi). Meskipun beberapa penyakit sebagian besar bersifat genetik pada aslinya, hampir semua penyakit dihasilkan dari interaksi faktor genetik dan lingkungan, dengan keseimbangan yang tepat berbeda untuk penyakit yang berbeda. Banyak dari prinsip-prinsip dasar yang mengatur penularan penyakit paling jelas ditunjukkan menggunakan penyakit menular sebagai model (Leon Gordis, 1996).
Host
Time
Agent
Environment
Gambar: Triad epidemiologi (diadaptasi dari Thomas C. Timmreck, 2004)
Segitiga epidemiologi adalah modal utama yang harus dimiliki oleh seorang epideniolog. Ini merupakan teori dasar yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Dalam bidang epidemiologi terdapat sedikitnya 3 segiti ga epidemiologi yang saling terkait satu sama lain yaitu, 1. Agent-H ost-En vir onment (AH E), 2. Person-Place-Ti me (PPT), 3. F r ekuensi- Di stri busi- Determi nan (F DD )
1. HOST, AGENT, ENVIRONTMENT
Segitga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan kosep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya
penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit. Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya. A. AGENT
yang disebabkan oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang dikarenakan oleh mikro organisme (virus, bakteri, jamur, parasit, protzoa, metazoa, dll), unsur nutrisi karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar gizi yang ditentukan, unsur kimiawi yang disebabkan karena bahan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri (karbon monoksid, obat-obatan, arsen, pestisida, dll), unsur fisika yang disebabkan oleh panas, benturan, dll, serta unsur psikis atau genetik yang terkait dengan heriditer atau keturun. Demikian juga dengan unsur kebiasaan hi dup (rokok, alcohol, dll), perubahan hormonal dan unsur fisioloigis seperti kehamilan, persalinan, dll. B. HOST
Host atau penajmau ialaha keadaan manusia yangsedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. Factor penjamuyang biasanya menjkadi factor untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut 1. Umur. Misalnya, usia lanjut lebih rentang unutk terkena penyakit karsinoma, jantung dan lain-lain daripada yang usia muda. 2. Jenis kelamin (seks). Misalnya , penyakit kelenjar gondok, kolesistitis, diabetes melitus cenderung terjadi pada wanita serta kanker serviks yang hanya terjadi pada wanita atau penyakit kanker prostat yang hanya terjadi pada laki-laki atau yang cenderung terjadi pada laki-laki seperti hipertensi, jantung, dll. 3. Ras, suku (etnik). Misalnya pada ras kulit putih dengan ras kulit hitam yang beda kerentangannay terhadapa suatu penyakit. 4. Genetik (hubungan keluarga). Misalnya penyakit yang menurun seperti hemofilia, buta warna, sickle cell anemia, dll. 5. Status kesehatan umum termasuk status gizi, dll 6. Bentuk anatomis tubuh 7. Fungsi fisiologis atau faal tubuh 8. Keadaan imunitas dan respons imunitas 9. Kemampuan interaksi antara host dengan agent 10. Penyakit yang diderita sebelumnya
11. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri C. ENVIRONMENT
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit, hali ini Karen faktor ini datangnya dair luar atau bisas disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi: 1. Lingkungan Biologis (flora & fauna) Mikro organisme penyebab penyakit Reservoar, penyakit infeksi (binatang, tumbuhan). Vektor pembawa penyakit umbuhan & binatang sebagai sumber bahan makanan, obat dan lainnya 2. Lingkungan Fisik Yang dimaksud dengan lingkunganfisik adalah yang berwujud geogarfik dan musiman. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi, dll. 3. Lingkungan Sosial Ekonomi Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya bebagai penyakit.
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui transisi epidemiologi
Konsep transisi demografi pada dasarnya meneliti tentang sebab mengapa hampir setiap negara baik negara berkembang maupun negara maju sama-sama melewati fase yang hampir sama yaitu: 1.
Kelahiran dan kematian tinggi
2.
Kelahiran masih tinggi, dan angka kematian turun
3.
Angka kematian dan angka kelahiran sama-sama turun dan mencapai pada angka yang rendah, dan kemudian stabil. Walaupu Blacker mengajukan bahwa tahapan ini dibagi menjadi 5 tahap, tetapi pada dasarnya sama. Sebelum membahas tentang teori transisi demografi seperti di atas, dibahas dahulu tentang sedikit sejarah tentang riwayatperkembangan jumlah penduduk di duia dari masa ke masa. Pada awalnya, yaitu pada awal tahun masehi jumlah penduduk di dunia diperkirakan sekitar 250 juta penduduk dengan angka pertumbuhan penduduk hanya sekitar 0,04% per tahun. Kehidupan pada zaman ini masih terbilang sangat sederhana. Belum tercipta dunia perindustrian dan pola hidup juga masih sangat sederhana dilihat dari segi kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Angka kelahiran pada saat itu tinggi dibarengi dengan tingginya angka kematian. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat rendah ini bertahan hingga berabad-abad lamanya. Hingga terjadi revolusi industri yang terjadi sekitar tahun 1750 yang menyebabkan lonjakan jumlah peduduk yang cukup signifikan. Jumlah penduduk saat itu mencapai sekitar angka 790 juta jiwa penduduk. Pada abad berikutnya dampak dari revolusi industri mulai terasa. Revolusi industri tentu sangat berhubungan erat dengan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang yang mendukukung terjadinya perbaikan kualitas taraf hidup manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa melahirkan inovasi-inovasi baru dalam sejarah hidup manusia. Pada abad 19 ditemukannya obat-obatan seperti penicilin dan ditemukannya inovasi-inovasi dalam dunia kesehatan yang secara simultan akan mempengaruhi angka kematian manusia pada waktu itu. Angka kematian turun drastis tetapi tidak dibarengi dengan turunnya angka kelahiran atau fertilitas. Akibatnya adalah terjadi lonjakan jumlah penduduk dunia yang lebih signifikan pada waktu tersebut. Terlebih dengan berkembangnya sarana transportasi yang awalnya hanya untuk keperluan dagang beralih fungsi menjadi sarana transportasi untuk melakukan
perpindahan penduduk dan untuk dilakukannya distribusi barang-barang dari suatu penjuru dunia ke tempat lainya. Dunia semakin maju, semakin terasa sempit dengan dibarengi dengan jumlah penduduk dunia yang kian membanyak dari waktu ke waktu. Pada tahun 1900an jumlah penduduk dunia sudah mencapai angka sekitar 1,7 milyar jiwa. Bukan hanya jumlah penduduk yang meningkat secara terus menerus tetapi juga laju pertumbuhanya juga terus meningkat. Jadi jika dilihat pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan menyerupai deret ukur bukan deret hitung. Bukan hanya semakin bertambah, tetapi juga semakin cepat bertambahnya. Dari 1,7 milyar, jumlah penduduk dunia melonjak menjadi 2 milyar pada tahun 1930. Dengan semakin berkembangya teknologi kesehatan, angka harapan hidup juga semakin bertambah baik. Itu terbukti dengan meningkatnya jumlah penduduk tua yang masih hidup dibandingkan dengan waktu sebelum ditemukannya teknologi kesehatan yang semakin membaik. Jumlah penduduk dunia pada tahun 1950 naik lagi menjadi 2,5 milyar. Tetapi peningkatan mutu pelayanan kesehatan tidak dibarengi dengan dipikirkannya masalah kelahiran. Jadi angka kelahiran tetap saja tinggi dengan angka kematian yang semakin turun. Akibat nyata dari hal tersebut adalah jumlah penduduk yang semakin banyak. Lonjakan jumlah penduduk cukup berarti pada tahun 1999 yaitu menjadi 6 milyar. Selang satu tahun saja yaitu pada tahun 2000 jumlah penduduk sudah bertambah sebesar 55 juta jiwa. Higga saat ini penduduk dunia sudah sekitar 7 milyar jiwa. Upaya untuk menngotnrol atau menekan angka kelahiran sudah dilakukan sejak beberapa puluh tahun lalu. Antara lain dengan program KB yang dilakukan di Indonesia. Bukan hanya di Indonesia program semacam ini juga dilakukan di berbagai negara lain. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain dengan penggunaan alat kontrasepsi. Upaya lain adalah dengan berubahnya gaya hidup orang yang semakin berubah ke arah modern, pada gaya hidup ini orang lebih mementigkan karir ketimbang menikah dan memiliki anak. Sehingga banyak pemuda-pemudi yang menikah pada usia lumaya tua. Biasanya hal seperti ini terjadi di negara maju, sedangkan untuk negara berkembang atau negara miskin masih banyak adat yang membuat mereka memiliki anak banyak. Itu mungkin disebabkan karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadaiuntuk ibuibu rumah tangga dan juga karena adanya paham bahwa jika banyak anak maka semkin banyak kesempatan untuk menggantikan tenaga kerja orang tuanya. Akibat dari hal-hal
ini adalah berhasil ditekannya angka kelahiran. Hal ini bisa disadari sebagai fenomena transisi demografi pada tahap kedua. Objek penelitian para demografer meneliti transisi demografi sama, yaitu fenomena pertumbuhan penduduk dari masa ke masa. Beberapa demografer adalah sebagai berikut 1.
Notestein (1945-1953) Notestein berpendapat bahwa walaupun faktor utama dari pertumbuhan penduduk adalah kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk, hanya kelahiran dan kematian yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Jadi konsep transisi demografi hanya memandang pengaruh dari faktor alamiah kelahiran dan kematian. Fertilitas yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan keluarga.Transisi demografi bergerak dari suatu kondisi stabil dengan laju pertumbuhan penduduk nok ke kondisi stabil lainya, yaitu setelah melalui beberapa tahap.
2.
Caldwell (1976) Caldwell berpendapat bahwa tingginya kelahiran tidak berpengaruh pada kematian, tidak juga berpegaruh pada adat istiadat, tetapi semata-mata karea pergeseran keutungan ekonomi. Jadi yang mempengaruhi transisi demografi adalah karena pergeseran sistem ekonomi yang berlaku, sebagai contoh karena sistem ekonomi menjadi modern maka keinginan untuk memiliki anak banyak akan terkurangi dan lebih memilih untuk konsenterasi pada karir pekerjaan. Hal itu dapat dilihat pada perbedaan sistem keluarga di negara berkembang dan negara maju. Pada negara berkembang, jumlah anak itu sedikit dan usia produktif banyak sedangakan pada negara berkembang jumlah anak banyak dengan pelayanan kesehatan tidak sebaik negara maju. Orang tua memperoleh keuntunungan ekonomis dari anak-anaknya dan penurunan fertilitas hanya akan terjadi ketika aliran kekayaan dari anak ke orang tua dibalik menjadi dari orang tua ke anak.
3.
Blacker (1947) Blacker berpendapat bahwa transisi demografi terbagi menjadi 5 tahap, yaitu:
a.
High stationary
b.
Early expanding
c.
Late expanding
d.
Low stationary
e.
Declining
4.
Coale (1976-1989) Pendapat Coale adalah perubahan spesifik terhadap perilaku reproduktivitas penduduk yang terjadi pada tranformasi penduduk tradisional menjadi modern.
5.
Teitelbum Dia berpendapat bahwa angka kematian menurun lebih cepat disaat angka kelahiran masih tetap tinggi. Itu karena angka kematian lebih berhubungan erat dengan sosial ekonomi. Berikut dijelaskan transisi demografi yang dijelaskan oleh Blackeryang membagi transisi demografi menjadi 5 tahapan. Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut
1.
Tahap 1 High stationary Pada tahap ini angka kelahiran dan kematian sangat tinggi. Hal yang menyebabkan adalah karen pola hidup yang masih sederhana, belum ditemukannya obat-obatan dan alat-alat medis yang canggih. Wabah penyakit tidak dapat kdikendalikan seperti angka kematian dan kelahiran yang juga tidak terkendali tiap tahunya. Jadi pertumbuhan penduduk lambat dikarenakan angka kematian hampir sama dengan angka kelahiran. Contoh dari tahap ini adalah Eropa pada abad 14.
2.
Tahap 2 Early Expanding Jumlah penduduk naik dengan pesat karena angka kelahiran masih saja tetap tinggi karena masih ada pandangan bahwa semakin banyak anak maka akan semakin banyak keuntungan yang didapat. Tingginya angka kelahiran dibarengi dengan dilaksanakannya revolusi industri yang menemukan obat-obatan dan alat-alat medis yang sudah lebih canggih sehingga berhasil menekan angka kematian. Pada awalnya, obat-obatan seperti penicili diciptakan untuk keperluan perang, tetapi selanjutnya dikonsumsi untuk umum. Dengan ditemukanya obat-obatan modern, dan pelayanan kesehatan yang lebih baik, maka angka harapan hidup pun meningkat. Hasilnya, jumlah penduduk dunia naik pesat. Contoh pada tahap ini adalah India sebelum perang dunia 2, dan Indonesia pada tahun 1980an angka pertumbuhan sebesar 2,32% per tahun.
3.
Tahap 3 Late Expanding Pada tahap ini angka kelahiran sudah berhasil ditekan dengan ditemukannya alat kontrasepsi yang berhasil menekan angka kelahiran. Sementara itu, angka kematian
menunjukkan penurunan yang lebih signifikan dikarenakan pelayanan medis sudah lebih bagus dan sistem ekonomi juga menunjukkan kondisi yang lebih baik. Dengan demikian gaya hidup manusia juga sedikit berubah menjadi manusia modern. Industri membaik dan banyak tenaga kerja terserap, sehingga angka kelahiran berhasil ditekan. Contoh dari tahap ini adalah India sesudah perang dunia 2. 4.
Tahap 4 Low Stationary Angka kelahiran semakin bisa ditekan hasilnya angka kelahiran pada tahap ini berada pada angka yang rendah. Begitu juga dengan angka kematian yang sudah lebih dahulu berhasil ditekan sebelumnya. Selisih antara keduanya tidak begitu jauh yaitu pada angka yang relativ rendah. Contoh : Australia, Selandia Baru, Amerika pada tahun 1930.
5.
Tahap 5 Declining Pada tahap ini terjadi kebalikan yaitu angka kematian malah lebih tinggi daripada angka kelahiran. Hal ini bisa terjadi karena semakin berhasil ditekannya angka kelahiran dengan alat kontrasepsi ataupun karena gaya hidup masyarakat terkait memang sudah berubah. Contoh Jerman tahun 1975. Transisi demografi sebenarnya menganalisis dan kemudian mengeneralisir gejala-gejala yang terjadi pada pertumbuhan penduduk masyarakat dunia per wilayah mereka tinggal, walaupu pada akhirnya juga ditemukan bahwa sebenanya tidak tepat juga teori itu digeneralisir di detiap wilayah. Ada wilayah atau negara atau suatu peradaban yang jika dikatakan itu melenceng dari teori yang telah dikemukakan. Pada umumnya teori transisi demografi menjelaskan perubahan kehidupan masyarakat dari agraris menjadi industrial. Tetapi pada kenyataanya ada negara yang sudah bisa menekan angka kelahiran walaupun proses industrialisasi masih dalam proses awal. Fenomena ini dapat ditemui di negara-negara di Eropa timur yang masih menjalankan sistem agraris. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa tidak hanya proses menuju industrialisasi yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tetapi juga kesamaan budaya dan kultur bahasa. Negara-negara di Eropa Timur dekat sekali dengan negaranegara Eropa yang sudah lebih awal beralih ke industri sebagai sektor utamanya dan sudah berhasil menekan angka kelahiran. Faktor lain yang menyebabkan teori transisi demografi tidak dapat digeneralisir secara global adalah bahwa pembangunan dan kesejahteraan masing-masing wilayah itu berbeda. Itu menyebabkan kebudayaan dan proses sosialisasi atau gaya hidup berbeda.
Contohnya saja pada negara berkembang atau negara miskin masih menganut banyak anak banyak rejeki, dan pada saat yang sama pada negara maju gaya hidup sudah lebih maju. Proses transisi demografi juga tidak menunjukkan kecepatan yang sama antara negara maju dan negara berkembang. Di inggris proses transisi demografi memerlukan waktu antara 200 tahun, sedangkan di Indonesia hanya perlu waktu sekitar 30 tahun. Pada intiya teori transisi demografi dapat digeneralisir di setiap negara itu tidak benar tetapi kenyataan bahwa setiap negara melalui tahapan-tahapan transisi demografi itu benar adanya, tetapi dengan keadaan dan kondisi yang berbeda sesuai adat, budaya, dan keadaan negara tersebut. Transisi demografi yang terjadi di Indonesia terjadi sama seperti pada teori yang disepakati. Hanya saja pada tahap tertentu ada sedikit perbedaan dalam proses pertumbuhan penduduknya. Mungkin Indonesia juga termasuk yang tadi disebutkan sebagai Negara dengan proses transisi demografi berbeda, yaitu Indonesia mengalami penurunan angka kelahiran sebelum Indonesia menjalani proses industrialisasi. Seperti kita tahu Indonesia adalah Negara agraris jadi sampai saat ini Indonesia masih menjadi Negara agraris. Penurunan angka kelahiran Indonesia dilakukan dengan cara menjalankan program KB atau keluarga berencana. Dalam menjalankan program KB digalakkan juga pemakaian alat kontrasepsi sehingga angka kelahiran bisa ditekan. Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Dengan luas wilayah yang seperti ini, semakin terlihat jelas bahwa Indonesia adalah masih menjadi Negara berkembang. Biasanya cirri-ciri Negara berkembang adalah memiliki penduduk yang masih mempunyai anak banyak. Seperti kita tahu, masyarakat jawa pada beberapa generasi lalu adalah masyarakat dengan jumlah anak yang bisa dibilang banyak. Jumlah anak 10 atau lebih itu menjadi lumrah. Itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih belum mempunyai kebudayaan atau gaya hidup sebagai masyarakat modern. Jadi menurut saya Indonesia masih menjalani proses menuju kondisi yang stabil sesuai alur yang disepakati di teori transisi domografi. Semakin berkembangnya jaman kebiasaan memiliki anak banyak juga sudah mulai ditinggalkan, proses industrialisasi sudah semakin membaik, dan angka kelahiran sudah cukup berhasil ditekan. Tidak khayal, beberapa waktu yang akan datang Indonesia akan mencapai keadaan yang stabil dan menyelesaikan transisi demografi.
Beberapa hal yang menghalangi Indonesia dalam menyelesaikan trasnsisi demografinya adalah sebagai berikut: 1.
Tidak meratanya pembangunan di Indonesia sehingga jurang pemisah semakin jelas. Seperti kita tahu, di Indonesia masih ada masyarakat primitive dengan gaya hidup yang masih sangat sederhana, sedangakan di sisi lain pembangunan dan proses industrialisasi terus berkembang.
2.
Pendidikan Indonesia masih perlu ditngkatkan dan diratakan. Salah satu faktor penentu pertumbuhan penduduk adalah pendidikan wanita. Pendidikan masyarakat yang tinggi juga akan merangsang pemikiran masyarakat untuk mempunyai gaya hidup modern.
3.
Indonesia adalah Negara agraris. Mungkin ini salah satu penyebab sulitnya Indonesia berubah menjadi Negara industri karena sebagian masyarakat Indonesia adalah petani.
6. Mahasiswa mapu memahami dan mengetahui strategi epidemiologi Strategi Epidemiologi
What : Masalah kesehatan apa yang sedang dihadapi serta bagaimana manifestasinya dlm
masyarakat?
Who : Siapa saja yang terkena masalah serta karakteristiknya masing-masing Where : Dimana lokasi atau lingkungan kejadiannya? When : Kapan serta berapa lama kejadiannya Why : Mengapa atau apa sebabnya masalah tersebut dapat timbul How : Bagaimana proses kejadiannya?
1. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
Didalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit berubah menurut perubahan variabel-variabel epidemiologi yang terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu (time). A. Orang (Person)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.
1. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain. Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tent unya tidak menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah. Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut : a. Menurut tingkat kedewasaan: 0 – 14 tahun : bayi dan anak-anak, 15 – 49 tahun : orang muda dan dewasa, 50 tahun keatas : orang tua. b. Interval 5 tahun: Kurang 1 tahun, 1 – 4 tahun, 5 – 9 tahun, 10 – 14 tahun, dan sebagainya. c. Untuk mempelajari penyakit anak: 0 – 4 bulan, 5 – 10 bulan, 11 – 23 bulan, 2 – 4 tahun, 5 – 9 tahun, 10 – 14 tahun. 2. Jenis Kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik. Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berpera nnya faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan seterusnya). Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan. Di Indonesia
keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria. 3. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial. Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indicator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan). Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara kelas sosial dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan dengan umur, kelamin. 4. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni : a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya. b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung). c. Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di k alangan mereka yang mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”. d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja. e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker. Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan jenis kelamin. 5. Penghasilan.
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya. 6. Golongan Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam k ebiasaan makan, susunan genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-per bedaan didalam angka kesakitan atau kematian. Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lai n yang dianggap mempengaruhi angka kesakitan dan kematian it u. Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung. Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang dan keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung. 7. Status Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu. Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi oran gorang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya
perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit tertentu. 8. Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. 9. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesakdesakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilit as kesehatan yang tersedia dan sebagainya. 10. Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehata n ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosia si antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. B. Tempat (Place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit. Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara: 1. Batas daerah-daerah pemerintahan 2. Kota dan pedesaan 3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau padang pasir) 4. Negara-negara 5. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi pemerintahan. Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam ialah: keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatanhambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya. Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan nanti. Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktorfaktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota ata u ke desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri. Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di sekitarnya. Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat, udara dan la ut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah. Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada menyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran. Didalam memperbandingkan angka kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat): 1. Susunan umur 2. Susunan kelamin 3. Kualitas data 4. Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk.
Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin, memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya. Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut: 1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari suatu tempat ke tempat lainnya. 2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti karakteristik demografi. 3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat. 4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain. Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Mi salnya penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning. Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic goiter) di daerah yang kekurangan yodium. C. Waktu (Time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan : 1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemic keracunan
makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu), epidemi caca r (beberapa bulan). Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa: a. Penderita-penderita terserang penyakit yang s ama dalam waktu bersamaan atau hampir bersamaan. Waktu inkubasi rata-rata pendek. b. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun. c. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”. 2. Perubahan-Perubahan Secara Siklus
Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya dan memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi. Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah berhubungan dengan : 1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor yang bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan transmisi. 2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor sedemikian banyak untuk menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi. 3. Selalu adanya kerentanan 4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang menyebabkan mereka terserang oleh “vektor bornedisease” tertentu. 5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit. 6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau l ebih hal-hal tersebut di atas. Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit menular yang berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan vektor borne secara siklus masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan vektor borne diseases yang telah kit a kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan secara pasti mengapa wabah influensa A bertendensi
untuk timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat). Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk yang kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Banyak penyakit penyakit yang belum diketahui etiologinya menunjukkan variasi angka kesakitan secara musiman. Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai dicarinya etiologi penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan bahwa interpretasinya sulit karena banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit juga ikut berubah pada perubahan musim, perubahan populasi hewan, perubahan tumbuh-tumbuhan yang berperan tempat perkembangbiakan, perubahan dalam susunan reservoir penyakit, perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti yang menyangkut pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya. Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan gizi secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas. Variasi musiman ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman dari produksi, distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung bahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-individu terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya. 2. EPIDEMIOLOGI ANALITIK.
Pendekatan atau studi ini dipergunakan untuk menguji data serta informasi-informasi yang diperoleh studi epidemiologi deskriptif. Ada 3 studi tentang epidemiologi ini: A. Studi Riwayat Kasus (Case History Studies)
Dalam studi ini akan dibandingkan antara 2 kelompok orang, yakni kelompok yang terkena penyebab penyakit dengan kelompok orang yang tidak terkena (kelompok kontrol). Contoh : Ada hipotesis yang menyatakan bahwa penyebab utama kanker paru paru adalah rokok. Untuk menguji hipotesis ini diambil sekelompok orang penderita kanker paru-paru. Kepada penderita ini ditanyakan tentang kebiasaan merokok. Dari jawaban pertanyaan tersebut akan terdapat 2 kelompok, yakni penderita yang mempunyai kebiasaan merokok dan penderita yang tidak merokok. Kemudian kedua
kelompok ini diuji dengan uji statistik, apakah ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut. B. Studi Kohort (Kohort Studies)
Dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan (exposed) pada suatu penyebab penyakit (agent). Kemudian diambil sekelompok orang lagi yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan kelompok pertama tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit. Kelompok kedua ini disebut kelompok kontrol. Setelah beberapa saat yang telah ditentukan kedua kelompok tersebut dibandingkan, dicari perbedaan antara kedua kelompok tersebut, bermakna atau tidak. Contoh : Untuk membuktikan bahwa merokok merupakan faktor utama penyebab kanker paru-par u, diambil 2 kelompok orang, kelompok satu terdiri dari orang-orang yang tidak merokok kemudian diperiksa apakah ada perbedaan pengidap kanker paru-paru antar a kelompok perokok dan kelompok non perokok. C. Epidemiologi Eksperimen
Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen (percobaan) kepada kelompok subjek kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak dikenakan percobaan). Contoh : untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat diambil suatu kelompok anak kemudian diberikan vaksin tersebut. Sementara itu diambil sekelompok anak pula sebagai kontrol yang hanya diberikan placebo. Setelah beberapa tahun kemudian dilihat kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut, kemudian dibandingkan antara kelompok percobaan dan kelompok kontrol.
Daftar Kepustakaan