LAPORAN KASUS
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN Oleh : Handoko Tejo Utomo 02 70 0139 Pembimbing : Dr. Samsul Huda, Sp. B
SMF Bedah – RSUD Dr. Soebandi Jember Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2007 1
TINJAUAN PUSTAKA I. Pendahuluan Evaluasi daerah abdomen merupakan salah satu dari komponen yang paling kritis dari Initial Assesment pada penderita trauma. Selama Primary Survey, penilaian sirkulasi pada penderita dengan trauma tumpul meliputi pengenalan dini dari tempat perdarahan yang tersembunyi seperti misalnya pada regio abdomen. Mekanisme cedera, lokasi cedera, dan status hemodinamis penderita menentukan waktu penilaian abdomen. II. Mekanisme Cedera Mekanisme Cedera pada trauma tumpul abdomen secara umum dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Trauma Kompresi Biasanya terjadi oleh karena benturan secara langsung yang mengakibatkan bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan struktur bagian dalam masih tetap bergerak ke depan. Sehingga menyebabkan kerusakan struktur-struktur baik organ yang padat dan berongga di tengah-tengahnya. Misalnya pada trauma kena setir pada kecelakaan kendaraan bermotor. 2. Shearing Injuries Merupakan bentuk trauma yang terjadi bila komponen alat penahan (sabuk pengaman) dipakai dengan cara yang salah. 3. Trauma Deselerasi Merupakan bentuk trauma yang terjadi oleh karena gerakan yang berbeda dari bagian badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, misalnya sering terjadi pada hepar dan lien. III.
Penilaian Pada penderita dengan trauma tumpul abdomen, penilaian berdasarkan pada :
1. Anamnesis dan Riwayat Trauma Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera. Misalnya dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi kecepatan kendaraan, ”mechanism of
2
injury”nya, posisi dan keadaan penderita saat dan setelah kejadian, dsb. Setelah itu secara anamnesis dilakukan evaluasi, baik pada penderita sendiri yang sadar, atau pada keluarga penderita dan orang lain bila penderita tidak sadar. 2. Pemeriksaan Tanda-tanda vital Untuk menilai apakah ada suatu problem pada ”primary survey”nya terutama adanya problem pada sirkulasi 3. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Perut bagian depan dan belakang harus diobservasi secara teliti apabila ada goresan, robekan, hematom, atau jejas-jejas yang lain, dan apabila terlihat bertambah kembung atau tidak. Palpasi Berupa perabaan pada dinding abdomen, untuk mendapatkan adanya dan menentukan tempat dari nyeri, baik nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas. Bila sampai terjadi suatu defans muskuler dan nyeri tekan seluruh perut mungkin sudah terjadi suatu iritasi pada peritoneumnya. Selain itu dapat pula digunakan untuk menentukan adanya cairan dalam rongga abdomen (dengan tes undulasi) Perkusi Bisa suara timpani atau apakah suara redup, yang mungkin menandakan apakah ada suatu perdarahan di kavum intra abdomen. Selain itu juga menilai apakah ada suatu perforasi usus, yang biasanya ditandai dengan hilangnya pekak hepar. Auskultasi Melalui auskultasi dapat ditentukan bahwa bising usus ada atau tidak. Darah intraperitoneum yang bebas atau akibat adanya kebocoran (ektravasasi) abdomen dapat menimbulkan ileus, yang mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur yang berdekatan misalnya costae, vertebra, atau pelvis juga secara langsung dan tidak langsung dapat menyebabkan paralitik ileum. 4. Pemeriksaan fisik lain : Evaluasi stabilitas pelvis Pemeriksaan pada Genital, perineal, rektal 5. Pemeriksaan Penunjang a. Foto Rontgen
3
Pada kasus-kasus multitrauma, prioritas utama dapat dilakukan pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior, dan pelvis. Foto BOF anteroposterior digunakan untuk mengetahui adanya udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah subdriafragma. Selain itu dalam posisi LLD dapat digunakan untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal. b. Foto kontras Sistografi (untuk mengetahui robekan buli-buli), Urethrografi (untuk mengetahui robekan urethra), IVP (untuk mengetahui ruptur ginjal) c. Studi Diagnostik Khusus i. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cepat akan tetapi invasif, dan digunakan untuk menentukan perdarahan intraperitoneum. Dikerjakan dengan anestesi lokal, membuka dinding perut sedikit di bawah umbilikus, memasukkan cairan RL dalam perut sebanyak 1 liter, kemudian dikeluarkan kembali dan dilihat apakah bercampur dengan darah, serat-serat, sisa makanan, cairan empedu. Dan dilakukan tes laboraturium secara cepat dan positif bila RBC >100.000 / mm3 dan WBC >500 / m3, dan bila terdapat bakteri pada pewarnaan Gram. Indikasi
: Ragu-ragu dalam menentukan sikap apakah ada perdarahan di dalam rongga perut pada trauma tumpul.
Kontraindikasi : Pada indikasi laparotomi, misalnya : jelas ada internal bleeding, perforasi saluran cerna, peritonitis, obstruksi ileus ii. Ultrasonography (USG) Digunakan untuk mengetahui adanya intrnal bleeding, yang disertai dengan adanya ruptura organ padat, dan buli-buli iii. CT – Scan Merupakan sarana diagnostik yang paling akurat karena bisa memberi informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat beratnya, dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan fisik maupun sarana
4
diagnostik yang lain. Akan tetapi pemeriksaan ini memerlukan waktu dan sukar dilaksanakan pada kasus dengan tingkat emergensi yang tinggi. Tabel Perbandingan DPL, USG, dan CT-Scan Indikasi
DPL USG CT-Scan Menentukan Adanya Menentukan adanya Menentukan organperdarahan, dilakukan cairan, dilakukan bila organ bila
tekanan
darah tekanan
menurun. menurun. Keuntungan Diagnosis cepat dan Diagnosis
yang
cedera,
darah dilakukan bila tekanan cepat
darah normal. dan Paling spesifik untuk
sensitif (akurasi 98 tidak invasif dan dapat cedera (akurasi 92 – 98 %). Kerugian
Invasif,
diulang (akurasi 86 – %). tidak
mengetahui
97 %). bisa Tergantung
operator, Biaya
mahal,
waktu
cedera dapat terdistorsi oleh lama,
tidak
bisa
pada diafragma atau gas usus dan udara di mengetahui pada retroperitoneal.
cedera
bawah kulit, selain itu pada diafragma, usus, tidak bisa mendeteksi dan pankreas. jejas diafragma, usus, dan páncreas.
IV.
Penatalaksanaan
1. Bed rest, puasa 2. Pasang cairan IVFD 3. Antibiotik profilaksis 4. Pasang NGT, DK 5. Pasang Lingkar Abdomen 6. Monitoring : KU, Tanda-tanda vital, lingkar abdomen, isi NGT, produksi urine, Hb serial tiap 1 – 2 jam 7. Bila dalam 2 x 24 jam keadaan baik (stabil) : Bisa dicoba MSS, NGT di klem, dengan kelanjutan diet halus, dan mobilisasi 8. Bila terdapat tensi turun, nadi meningkat, suhu meningkat, RR meningkat, LA meningkat, muntah kita harus memikirkan adanya perforasi atau peritonitis
5
9. Bila ada tanda – tanda peritonitis, perforasi, internal bleeding maka harus dilakukan laparotomi. ALUR PENANGANAN SECARA UMUM Trauma Tumpul Abdomen
Hemodinamik stabil
ya
Tanda peritonitis generalisata ada
tidak
USG : Cairan Bebas
ya
ya
ya
laparotomi
Tidak jelas
DPL
USG : cairan bebas jelas
tidak
konservatif
tidak
ya
CT-Scan
tidak Perubahan kesadaran, Makroskopis hematuria, HCt < 35 %
ya
tidak
USG ulang (30 menit), HCt ulang (4 jam), Observasi (8 jam)
Indikasi Laparotomi pada trauma tumpul abdomen: Berdasarkan Evaluasi Klinik : 1. Trauma tumpul dengan hasil DPL dan USG adanya internal bleeding 2. Trauma tumpul dengan hipotensi terus menerus walaupun dilakukan resusitasi adekuat 3. Adanya tanda-tanda peritonitis dini atau yang lanjut Berdasarkan Evaluasi Radiologis (rontgen) 1. Adanya udara bebas (air sickle) atau ruptura diafragma 6
2. CT-Scan dengan contrahaz memperlihatkan adanya ruptur organ – organ berongga intraabdominal.
LAPORAN KASUS
7
I.
Identitas Penderita
Nama
:
Tn. Samsuki
Umur
:
42 tahun
Jenis kelamin
:
Laki - laki
Agama
:
Islam
Alamat
:
Sukowono, Puger
Tgl MRS
:
2 Oktober 2007
Tgl Pemeriksaan :
3 – 6 Oktober 2007
No. RM
187148
:
II.1
Riwayat Penyakit
II.1.1
Keluhan Utama Nyeri di perut sebelah kiri
II.1.2
Riwayat Penyakit Sekarang dan MOI
Pasien pada tanggal 2 Oktober 2007 datang via UGD (kiriman dari RSUD Dr. Koesnadi Bondowoso) sekitar pukul 13.00 (kurang lebih 6 jam sebelum MRS) terjatuh dari tangga dengan ketinggian kurang lebih 2 meter ketika merenovasi rumahnya. Pada saat terjatuh perut sebelah kiri terbentur tangga bambu. Pada saat jatuh pasien masih sadar, disertai dengan nyeri pada perut sebelah kiri. Penderita tidak merasa pusing, mual, ataupun ingin muntah. III.
Primary Survey dan Secondary Survey Data Primary Survey dan Secondary Survey diambil dari data-data pada lembar harian dokter : Primary Survey Airway
: patent
Breathing
: simetris, reguler, RR = 20 x / menit
Circulation
: Akral atas dan bawah hangat, TD = 90 / 60 mmHg, N = 100 x / menit
Disability
: GCS 4 – 5 – 6
8
Initial Assesment : Syok Hipovolemik Initial Planning
:
- beri O2 10 L / menit - infus RL grojok 3000 cc / 24 jam (double IV line) - pasang lingkar abdomen Secondary Survey O :
KU
: sedang
Kesad. : GCS 4 – 5 – 6, pupil isokhore 3 / 3 mm, reflex pupil + / + K/L
: a/i/c/d:+/-/-/-
VS
: TD : 116 / 70 mmHg RR : 20 x / menit
N : 88 x / menit T : 36,5 oC
St. Generalis : dBN St. Lokalis
: R. Abdominalis : I : tampak cembung dengan adanya jejas pada regio hypochondria sinistra dan pada regio flank posterior sinistra, lingkar abdomen tambah 2 cm. P : terasa distended dengan nyeri tekan, tes undulasi (+) P : redup, shifting dullness (+) A: BU (+) menurun
A :
Internal Bleeding dengan Hemodinamik Stabil et causa suspect rupture lien (et causa trauma tumpul abdomen), syok hipovolemik grade III rapid response
P :
infus RL 2000 cc / 24 jam
Observasi TTV dan produksi urine
Inj. Ranitidin 2 x 1 Ampul
USG abdomen dan darah lengkap
Inj. Transamin 3 x 500 mg
(serial Hb)
Inj. Vitamin K 2 x 1 Ampul Injeksi Metamizol 3 x 1 Ampul Hasil USG Abdomen :
9
Hepar dan ren dextra dalam batas normal, lien dalam batas normal, terdapat intra abdominal bleeding, suspect ren sinistra mengalami ruptur IV.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Autoanamnesis dan pemeriksaan harian terhadap penderita dilakukan pada pasien pada tanggal 3 – 6 Oktober 2007 : 3 Oktober 2007 S
:
nyeri perut kiri atas
O
:
KU : sedang
kesadaran : CM
K/L : a / i / c / d : + / - / - / VS : TD : 110 / 70 mmHg RR : 20 x / menit
N : 88 x / menit T : 36,7 oC
St. Generalis: dBN St. Lokalis : R. Abdominalis : I : tampak cembung dengan adanya jejas pada regio hypochondria sinistra dan pada regio flank posterior sinistra, lingkar abdomen tambah 2 cm. P : terasa distended dengan nyeri tekan, tes undulasi (+) P : redup, shifting dullness (+) A: BU (+) menurun Urine = 1500 cc / 7 jam (warna kuning jernih) NGT = 100 cc / 7 jam (warna jernih) A
:
Internal Bleeding dengan Hemodinamik Stabil et causa suspect rupture lien (et causa trauma tumpul abdomen)
P
:
Inf RL : D5 = 2 : 2
P/O Antacid syr 3 x C I
Inj. Cefoperazone 3 x 1 gram
Mobilisasi di tempat tidur
Inj. Metamizol 3 x 1 Ampul
MSS 6 x 50 cc
Inj. Kalnex 3 x 500 mg
cek DL ulang
Inj Vitamin K 2 x 1 Ampul
NGT klem penuh
10
Inj Ranitidin 2 x 1 Ampul
Transfusi PRC 1 Kolf
4 Oktober 2007 S
:
nyeri perut berkurang, perut terasa mengecil kembali
O
:
KU : sedang
kesadaran : CM
K/L : a / i / c / d : - / - / - / VS : TD : 110 / 80 mmHg RR : 20 x / menit
N : 92 x /menit T : 36,7 oC
St. Generalis: dBN St. Lokalis : R. Abdominalis : I : tampak cembung dengan adanya jejas pada regio hypochondria sinistra dan pada regio flank posterior sinistra, lingkar abdomen tetap P : terasa distended dengan nyeri tekan, tes undulasi (+) P : redup, shifting dullness (+) A: BU (+) normal Urine = 2900 cc / 12 jam (warna kuning jernih) A
:
Internal Bleeding dengan Hemodinamik Stabil et causa suspect rupture lien (et causa trauma tumpul abdomen)
P
:
Inf RL : D5 = 2 : 2
P/O Antacid syr 3 x C I
Inj. Cefoperazone 3 x 1 gram
Mobilisasi di tempat tidur
Inj. Metamizol 3 x 1 Ampul
Cek DL
Inj. Kalnex 3 x 500 mg
MSS 6 x 50 cc
Inj Vitamin K 2 x 1 Ampul Inj Ranitidin 2 x 1 Ampul 5 Oktober 2007 S
:
tidak ada keluhan hanya sedikit nyeri pada perut
O
:
KU : sedang
kesadaran : CM
K/L : a / i / c / d : - / - / - / VS : TD : 110 / 70 mmHg
11
N : 102 x /menit
RR : 18 x / menit
T : 36,7 oC
St. Generalis: dBN St. Lokalis : R. Abdominalis : I : tampak cembung dengan adanya jejas pada regio hypochondria sinistra dan pada regio flank posterior sinistra, lingkar abdomen tetap P : soepel, nyeri tekan menurun, tes undulasi (+), defans muskuler (-) P : redup, shifting dullness (+) A: BU (+) normal Urine = 2000 cc / 24 jam (warna kuning jernih) A
:
Internal Bleeding dengan Hemodinamik Stabil et causa suspect rupture lien (et causa trauma tumpul abdomen)
P
:
Inf RL : D5 = 2 : 2
P/O Antacid syr 3 x C I
Inj. Cefoperazone 3 x 1 gram
Mobilisasi di tempat tidur
Inj. Metamizol 3 x 1 Ampul
Cek DL
Diet BHC 6 Oktober 2007 S
:
tidak ada keluhan hanya sedikit nyeri pada perut
O
:
KU : sedang
kesadaran : CM
K/L : a / i / c / d : - / - / - / VS : TD : 120 / 80 mmHg RR : 18 x / menit
N : 80 x /menit T : 36,7 oC
St. Generalis: dBN St. Lokalis : R. Abdominalis : I : tampak flat dengan adanya jejas pada regio hypochondria sinistra dan pada regio flank posterior sinistra P : soepel, nyeri tekan menurun, tes undulasi (+), defans muskuler (-) P : redup, shifting dullness (+)
12
A: BU (+) normal Urine = A
:
1650 cc / 24 jam (warna kuning jernih)
Internal Bleeding dengan Hemodinamik Stabil et causa suspect rupture lien (et causa trauma tumpul abdomen)
P
:
Inf RL : D5 = 2 : 2
P/O Antacid syr 3 x C I
Inj. Cefoperazone 3 x 1 gram
Mobilisasi di tempat tidur
Inj. Metamizol 3 x 1 Ampul
Cek DL
Diet BHC IV.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboraturium 2 Oktober 2007 Hb
: 8,9 g / dL
Leukosit
: 14, 9 x 109 / L
Trombosit
: 189 x 109 / L
Faal Hati :
SGOT
: 21 U / L
SGPT
: 38 U / L
Albumin : 2,9 gr / dL Lemak : TG
: 111 mg / dL
Khol. Tot
: 118 mg / dL
HDL
: 20 mg / dL
LDL
: 96 mg / dL
GDA
: 153 mg / dL
Faal Ginjal :kreatinin: 1,5 mg / dL BUN
: 18 mg / dL
Ur. Acid : 7,7 mg / dL 3 Oktober 2007 Hb
: 8,8 g / dL
Leukosit
: 7 x 109 / L
Trombosit
: 156 x 109 / L
Faal Hati :
Albumin : 2,7 gr / dL
13
GDA Elektro :
: 108 mg / dL Na
: 125,8 mmol / L
K
: 3,32 mmol / L
Cl
: 84,9 mmol / L
4 Oktober 2007 Hb
: 10,5 g / dL
Leukosit
: 6,5 x 109 / L
Trombosit
: 200 x 109 / L
HCt
: 31 %
14