LAPORAN KASUS BLUNT ABDOMINAL TRAUMA
Frensi Ayu Primantari H1A 005 019 PEMBIMBING : dr. H. Sigit Jatmika Sp.B
Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP NTB 2012
BAB I LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. P
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Praya, Lombok Tengah
Pekerjaan
: Petani
RM
: 029231
MRS
: 31Maret 2012 pukul 18.05
B. Anamnesa
Keluhan Utama
: Nyeri seluruh lapang perut
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien rujukan RS Soedjono Selong dengan “suspek internal bleeding ec trauma tumpul abdomen” post KLL pada pukul 10.30 WITA (±7 jam SMRS) tanggal 31 Maret 2012 mengeluh nyeri pada seluruh lapang perutnya. . MOI : Pasien pengendara sepeda motor hendak menyalip kendaraan di depannya. Dari arah berlawanan, datang sebuah mobil yang melaju kencang. Motor yang dikendarai pasien kemudian menabrak mobil tersebut. Pasien terjatuh berguling di tengah jalan. Pasien tidak mengingat benda apa yang membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di jalan. Setelah terjatuh, pasien tidak mengingat detail kejadian yang terjadi beberapa saat setelah kecelakaan. Riwayat pingsan setelah kejadian (-), riwayat mual (+), muntah (+) berupa cairan , nyeri kepala (-). (-). Setelah kejadian, pasien mengeluh mengeluh pada perut kirinya terdapat jejas yang nyeri, ukuran perut semakin membesar
(distensi), tegang
dan terasa sangat nyeri. Nyeri perut dirasakan semakin
bertambah saat bernafas. Pasca kecelakaan, pasien dibawa ke puskesmas Aikmel untuk mendapat pertolongan pertama. Di puskesmas, seingat pasien, ia mendapat perawatan luka dan dilakukan pemasangan infus cairan. Kemudian, pasien segera dirujuk ke RSUD Selong. Sesampai di RSUD Selong, pada pasien dilakukan pemeriksaan radiologi foto rontgent abdomen dan pemberian beberapa obat injeksi. Menurut keterangan pasien, ia segera dirujuk ke RSUP NTB tidak lama setelah ditangani di RSUD Selong dengan alasan keterbatasan sarana. Selama diobservasi di IGD RSUP NTB, pasien mengaku tidak mengalami gangguan berkemih. Pasien tetap dapat kencing dengan lancar meski melalui selang kateter dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu
: Riwayat trauma sebelumnya (-). Riwayat DM (-),
HT (-). Riwayat alergi obat (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
: Tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit DM dan Hipertensi.
Riwayat Pengobatan
: Sebelum dibawa ke RSUP NTB, pasien dibawa ke
puskesmas Aikmel. Di Puskesmas, pasien diterapi dengan infus lalu dirujuk ke RSUD Soedjono Selong. Di RSUD Selong, pasien diperiksa lab HBG dengan hasil sbb : -
Pukul 12.30
: 11,8 mg/dL
-
Pukul 13.30
: 10,2 mg/dL
Setelah itu, pasien dirujuk dengan sebelumnya diterapi dengan : -
O2 3-5 lpm
-
IVFD double line loading 1000 cc, lalu dimaintanance 28 tpm
-
Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg
-
Inj.ketorolak 3 x 30 mg
-
Pemasangan DC dan lingkar abdomen
-
Pasang DC
Riwayat Kehidupan Sosial
: Sehari-harinya, pasien bekerja sebagai petani.
Pasien tinggal dengan kedua orang tua, istri, dan seorang anaknya. Sumber pendapatan didapat dari pasien dan istrinya yang keduanya bekerja sebagai petani. C. Pemeriksaan Fisik
Tanggal Pemeriksaan
: 3 April 2012
Status Present Keadaan Umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4V5M6
Tensi
: 90/60 mmHg
Nadi
: 160 x/menit
Pernafasan
: 36 x/ menit
Suhu
: 36,7 C
0
Status Generalis o
Kepala dan Leher -
Regio frontal
: terdapat vulnus appertum ukuran 7 cm x 1 cm.
-
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflex pupil +/+,
isokor, bentuk regular. -
Hidung
: deformitas (-), rhinorhea (-)
-
Telinga
: Otorhea -/-
-
o
Leher
: Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP -/-.
Thorax -
Pulmo 1. Inspeksi
: Bentuk simetris, Barrel chest (-), permukaan dinding dada
simetris. Pada permukaan dinding dada : hiperpigmentasi (-), spidernevi (-), vena kontralateral (-), penggunaan otot strenocleidomastoid (-), otot intercostalis (-), fosa supraclavicula dan infraclavicula cekung, fosa jugularis simetris, deviasi trakea (-), sela iga kanan dan kiri (-). Tampak frekuensi nafas meningkat. Tampak vulnus excoriatum region clavicula dextra ukuran 5 cm x 0,5 cm 2. Palpasi
: Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
3. Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi
: Vesikuler (+/+), ronchi -/-, wheezing -/-.
-
Cor
:
1. Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
2. Palpasi
: Iktus kordis teraba pada ICS V, 2 jari lateral linea
midclavikula sinistra 3. Auskultasi
: batas kanan jantung : ICS II linea midclavicula dextra,
batas kiri jantung : ICS V linea parasternal kiri 4. Perkusi o
: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen 1. Inspeksi
: distesi (+), lingkar perut menigkat, pada permukaan kulit :
sikatriks (-), vulnus excoriatum (+) pada abdomen kiri ukuran 15 cm x 15 cm, pucat (-), sianosis (-), kuning (-), vena kontralateral (-), darm contour (-), darm steifung (-).
Gambar diambil post-op : tampak jejas pada perut kiri ukuran 15 cm x 15 cm
Tampak jahitan post operatif pada abdomen ukuran 20 cm x 2 cm
2. Auskultasi
: BU (+) menurun
3. Perkusi
: Redup
4. Palpasi
: Nyeri tekan (+) di seluruh lapang perut, perut tegang.
o
Extremitas
:
Tampak vulnus excoriatum pada region femur dextra ukuran 15 cm x 4 cm
Tampak vulnus excoriatum pada region cruris dextra ukuran 7 cm x 2 cm
1. Hangat
: (+)
2. Edema
: (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Komponen pemeriksaan
Tanggal 31 Maret 2012 Pukul 18.25
Pukul 20.00
HGB
11,7 g/dL
10,9 g/dL
RBC
3,90 x 10 /µL
3,62 x 10 /µL
HCT
36,6 %
35,4 %
MCV
93,8 fL
97,8 fL
MCH
30,0 pg
30,1 pg
WBC
10,22 x 10 /µL
8,14 x 10 /µL
PLT
318.000 /µL
307.000/µL
GDS
106 mg/dL
Kreatinin
1,6 mg/dL
Ureum
29 mg/dL
SGOT
223 mg/dL
SGPT
203 mg/dL
BT
2’15” menit
CT
6’30” menit
HbsAg
(-)
Rontgent
Foto thorax AP : Tampak diafragma terdorong ke atas
BNO 3 posisi terlentang
BNO 3 posisi LLD
BNO 3 posisi ½ duduk
E. Resume
Anamnesa
: Pasien laki-laki, 30 tahun mengeluh nyeri seluruh
permukaan abdomen post KLL tabrakan dengan mobil ± 7 jam SMRS. Setlah kendaraan pasien menabrak mobil dari arah berlawanan, pasien terjatuh berguling di tengah jalan, namun ia tidak mengingat benda apa yang membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di jalan. Setelah terjatuh, pasien tidak mengingat detail kejadian yang terjadi beberapa saat setelah kecelakaan. Riwayat pingsan setelah kejadian (-), riwayat mual (+), muntah (+) berupa cairan , nyeri kepala (-). Setelah kejadian, pasien mengeluh pada perut kirinya terdapat jejas yang nyeri, ukuran perut semakin membesar
(distensi), tegang
dan terasa sangat nyeri. Nyeri perut juga dirasakan saat
bernafas. Pasien dibawa ke puskesmas Aikmel untuk mendapat pertolongan pertama berupa perawatan luka dan pemasangan infus cairan. Kemudian, pasien segera dirujuk ke RSUD Selong. Sesampai di RSUD Selong, pada diperiksa radiologi foto rontgent abdomen dan diberi beberapa obat injeksi. Kemudian dirujuk ke RSUP NTB tidak lama setelah ditangani di RSUD Selong dengan alasan keterbatasan sarana. Selama diobservasi di IGD, pasien mengaku tidak mengalami gangguan berkemih. Pasien tetap dapat kencing dengan lancar meski melalui selang kateter dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih. Pemeriksaan fisik
:
KU : lemah Kes : CM
GCS : E4V5M6
Tensi : 90/60 mmHg Nadi : 160 x/menit
o
Pernafasan
: 36 x/ menit
Suhu
: 36,7 C
0
K/L : Kepala dan Leher -
Regio frontal
: terdapat vulnus appertum ukuran 7 cm x 1 cm.
-
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflex pupil +/+,
isokor, bentuk regular. -
Hidung
: deformitas (-), rhinorhea (-)
-
Telinga
: Otorhea -/-
-
Leher
: Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP -/-. Tampak
vulnus excoriatum region coli dextra ukuran 5 cm x 0,5 cm o
Thorax -
Pulmo 1. Inspeksi
: Bentuk simetris, Barrel chest (-), permukaan dinding dada
simetris. Pada permukaan dinding dada : spidernevi
(-),
vena
kontralateral
hiperpigmentasi (-),
(-),
penggunaan
otot
strenocleidomastoid (-), otot intercostalis (-), fosa supraclavicula dan infraclavicula cekung, fosa jugularis simetris, deviasi trakea (-), sela iga kanan dan kiri (-). Tampak frekuensi nafas meningkat. 2. Palpasi
: Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
3. Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronchi -/-, wheezing -/-. o
Cor
: dalam batas normal
Abdomen 1. Inspeksi
:
distesi
(+),
lingkar
perut
menigkat,
pada
permukaan kulit : sikatriks (-), vulnus excoriatum (+) pada abdomen kiri ukuran 15 cm x 15 cm,
pucat (-), sianosis (-), kuning (-), vena
kontralateral (-), darm contour (-), darm steifung (-). 2. Auskultasi
: BU (+) menurun
3. Perkusi
: Redup
4. Palpasi
: Nyeri tekan (+) di seluruh lapang perut, perut
tegang.
o
Extremitas : tampak vulnus excoriatum pada genu sinistra ukuran 5 cm x 5 cm 1. Hangat
: (+)
2. Edema
: (-)
Pemeriksaan Penunjang : -
DL : HGB menurun pada 2 kali pemeriksaan, MCV dan MCH normal, Platelet menurun, HCT menurun. Kesan : perdarahan akut.
-
Rontgent : 1. Thorax AP : tambak diafragma terdorong ke atas. Kesan : terdapat perforasi organ berongga di abdomen. 2. Rontgent abdomen LLD : Step ladder appearance dan air fluid level (+). . Kesan : Perdarahan intra abdomen
F. Diagnosis Kerja
1. Peritonitis generalisata ec suspek perforasi organ berongga ec blunt abdominal trauma 2. Perdarahan intra abdomen ec suspek rupture organ padat intra abdomen ec blunt abdominal trauma 3. Vulnus excoriatum multiple G. Prognosis
Dubia ad Bonam H. Penatalaksanaan
1. Resusitasi -
O2 6 lpm
-
Infus RL guyur sampai tensi systole > 100 mmHg. Setelah itu, dilanjutkan 30 tpm
-
Monitor urine output
2. Pemeriksaan rontgent thorax AP dan Abdomen BNO 3 posisi 3. Laparotomi cito 4. Medikamentosa Post Op : -
Ceftriaxon 1 g/12 jam
-
Metronidazole 1 flash/12 jam
-
Ranitidine 50 mg/8 jam
-
Kalnex 500 mg/8 jam’
-
Vit K 10 mg/8 jam
-
Puasa 5 hari :
Hari I
: RD 1000 cc + D5% 1500 cc
Hari II-III
: RD 1000 cc + D10% 1500 cc
Hari IV – V
: RD 1000 cc + D 10 % 1500 cc
5. Cek DL Post Op
BAB II LANDASAN TEORI
1. DEFINISI 1.1.DEFINISI TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera. Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis. Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi
1)Trauma penetrasi a. Luka tembak b. Luka tusuk
2) Trauma non-penetrasi a. Kompresi b. Hancur akibat kecelakaan c. Sabuk pengaman d. Cedera akselerasi Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompres. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan.
(1)
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding
abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di
eksplorasi.
Atau
terjadi
karena
trauma
penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan
gangguan
faal
berbagai
organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat terdiri dari:
1.
Perforasi
organ
viseral
intraperitoneum.
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen. Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3.
Cedera
thorak
abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
(1)
1.2.DEFINISI PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis.
Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga
karena trauma abdomen. Secara umum, penyebab peritonitis dapat dibagi menjadi : a.Bakterial infeksi : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok Enterobacter-Klebsiella, b.Kimiawi
Mycobacterium
Tuberculosa. (2)
: Getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing
2. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu : 1. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. 2. Isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atautulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati,ginjal) terancam. 3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yangtiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga. Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah 1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan darah dan shock. 2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin, mikroendokrin. 3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dantransfuse multiple 4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum 5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga saluran pencernaan.
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua : 1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan. 2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis.
(1)
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.
(2)
3. PEMERIKSAAN
Cedera tumpul bisa sangat sulit untuk dideteksi. Cedera perut tembus, seperti luka tusuk, menyebabkan kerusakan yang lebih jelas bahwa umumnya melibatkan organ berongga seperti usus kecil. Jika pasien stabil, melakukan penilaian lengkap menggunakan inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Jika pasien
tidak stabil,
pemeriksaan fisik mungkin harus mengandalkan inspeksi dan auskultasi saja.
1. Inspeksi Mencari dan mencatat kelainan yang tampak, termasuk distensi, memar, lecet, luka, luka penetrasi, dan asimetri. Dapat juga dengan mengeksplorasi adanya mencari memar atau abrasi di perut bawahnya, yang dikenal sebagai "tanda sabuk pengaman." Wilayah perubahan warna ungu harus membuat Anda curiga. Ecchymosis sekitar umbilikus (tanda Cullen) atau panggul (tanda Gray-Turner) dapat mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, tetapi tanda-tanda ini mungkin tidak muncul selama berjam-jam atau hari.
2. Auskultasi Jika upaya resusitasi tidak berjalan, Auskultasi dasar pasien anda, suara usus dan bruit mendengarkan perut. Selalu Auskultasi sebelum perkusi dan palpasi karena prosedur tersebut dapat mengubah frekuensi bising usus. Dengarkan keempat kuadran perut dan
dada
pasien
.
Tidak adanya bising usus bisa menjadi tanda awal kerusakan intraperitoneal. Perforasi usus dan penyebaran darah, bakteri, dan iritasi kimia dapat menyebabkan bising usus berkurang atau tidak ada. Usus suara di dada mungkin menandakan diafragma pecah dengan herniasi dari usus kecil ke dalam rongga toraks. Bruit perut (vaskular terdengar karena aliran darah turbulen yang menyerupai sistolik murmur jantung)
mungkin
sinyal
cedera
arteri
atau
aneurisma.
Jika rasa sakit yang dirasakan pasien sangat hebat, maka tunda pemeriksaan perkusi dan palpasi; studi diagnostik seperti USG dan computed tomography (CT) studi diperlukan untuk mengevaluasi kavum abdomen.
3. Perkusi Dalam perut normal, perkusi memunculkan suara redup atau pekak atas organ padat dan berisi cairan struktur (seperti kandung kemih penuh) dan timpani di daerah yang ber-diisi *
Nyeri
(seperti dengan
perkusi
perut). ringan
Temuan
berikut
menunjukkan
abnormal:
peradangan
peritoneum.
* Dullness di sayap kiri dan redup beralih di sayap kanan saat pasien berbaring miring kiri
(tanda
Ballance
ini)
merupakan
tanda
cedera
lien.
* Dullness di daerah yang biasanya mengandung gas darah dapat menunjukkan akumulasi
atau
cairan.
* Hilangnya suara dullness atas organ padat menunjukkan adanya "udara bebas," yang sinyal perforasi usus.
4. Palpasi
Mulailah dengan lembut meraba perut pasien di region abdomen di mana dia tidak mengeluh sakit. Palpasi satu kuadran digunakan untuk mengetahui ada tidaknya nyeri lokal. Nyeri seluruh kuadran abdomen selama palpasi merupakan tanda adanya peritonitis.
(3)
4. PENATALAKSANAAN
Modalitas evaluasi terkini pada pasien pasca trauma tumpul abdomen meliputi 1. Pemeriksaan fisik Pemerikasaan fisik abdomen penting dilakukan untuk mengevaluasi kondisi patologis yang terjadi di dalam abdomen. Pasien dengan blood loss yang signifikan akan menunjukkan gejala hypovolemia sistemik berupa hipotensi, takikardia, tachypnea, dan air hunger serta tanda hipoperfusi jaringan berupa oliguria atau penurunan status mental. Hemoperitoneum yang luas akan menyebabkan ketegangan dinding abdomen, distensi abdomen, trauma organ berongga menyebabkan munculnya tanda peritonitis. Namun demikina, respon simpatis tubuh akan mengkompensasi kondisi patologis sementara waktu sehingga tanda dan gejala hipovolemia, dan distensi abdomen dan tanda iritasi peritoneum bisa tidak Nampak pada jam-jam awal pasca trauma. Selain itu, pasien multi-trauma umumnya juga mengalami blood loss akibat perlukaan dari organ lain. 2. Diagnosis dengan peritoneal lavage
( John Mikel Inartu. 2006.)
Diagnostic peritoneal lavage (DPL) pertama kali diperkenalkan oleh Root dan kawan-kawan pada tahun 1965 sebagai metode diagnostic yang aman dan signifikan pada kasus-kasus trauma intra-abdomen. Prosedur ini meliputi tindakan peritoneal dialysis catheter ke dalam kavum abdomen persis di bawah umbilicus, namun juga dapat dilakukan di atas umbilicus jika terdapat fraktur pada pelvis, serta dilakukan perkutan sehingga disebut teknik tertutup, atau dapat dilakukan dengan membuat insisi kecil yang disebut teknik terbuka. Jika aspirat yang keluar berupa darah dengan volume 10 ml, maka terdapat indikasi bahwa telah terjadi perdarahan intraabdominal yang signifikan. Jika aspirat bukan berupa darah maka pada tindakan ini sebanyak 1 liter cairan normal saline dimasukkan dengan infuse ke dalam kavum abdomen, kemudain dilakukan aspirasi yang pada hasil aspiratnya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa komponen darah yang ada pada aspirat tersebut (RBC > 100,000/mm3; WBC > 500/ mm3), bilirubun, bakteri, atau bowel contents. Jika terdeteksi komponen-komponen di atas pada aspirat, maka terdapat indikasi telah terjadinya intra-abdominal injury yang signifikan. DPL adalah teknik dengan tingkat akurasi yang tinggi (98 %),dan segera setelah pengenalannya, teknik ini menjadi gold standard untuk mendiagnosa significant intra-abdominal injury. Meski tergolong invasive, tindakan ini cukup aman, hanya sebanyak < 1 % insiden yang terjadi yang menyebabkan komplikasi. Kebanyakan kasus dengan hasil DPL (+) disebabkan oleh fraktur liver atau spleen. Meskipun DPL sangat memudahkan terjadinya hollow viscus injury, namun jika pengerjaannya dilakukan kurang dari 4 jam pasca trauma, umumnya hasilnya false negative. Kekurangan dari tindakan ini adalah tidak dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan retroperitoneum, tidak dapat dilakukan pada pasien-pasien yang
pernah
memiliki
riwayat
pembedahan
abdomen
sebelumnya
serta
dikontraindikasikan bagi wanita hamil. 3. Computerized axial tomography Computerized axial tomography (CT) dapat digunakan untuk mendeteksi kelaianan pada semua bagian tubuh. Pada tahun 1980an, alat ini mulai digunakan sebagai pemeriksaan penunjang gai trauma tumpul abdomen yang kondisi hemodinamiknya stabil. Selain sensitive, pemeriksaan dengan CT scan ini dipilih
karena tidak infasif serta dapat digunakan untuk mengevaluasi ada tidaknya trauma spine dan pelvis. Kekuranga dari pemeriksaan ini : 1. Butuh memakai kontras intravena. 2. Kurang sensitive untuk mendiagnosa organ berongga, organ retroperitoneal, dan cedera diafragma. 3. Harus mentransport atau memindahkan pasien ke lab radiologi slain harganya juga mahal. 4. Abdominal ultrasonography Abdominal sonography telah digunakan untuk mengevaluasi blunt abdominal trauma di Jepang, dan Eropa sejak awal tahun 1980an. USG pada kaus ini dapat digunakan untuk : melihat adanya cairan/darah pada empat area berikut: 1. Subhepatic (hepatorenal interface), 2. subsplenic (lienorenal interface), 3. pericardial 4. Pelvis. Keuntungan pemeriksaan ini ilaha harganya murah, cepat, dapat diulang,alatnya portable serta non-invasif.
5. Diagnostic laparoscopy. Diagnostic laparoscopy mulai sering dilakukan pada pasien post trauma tajam. Bagaimanapun juga, pada keadaan trauma tumpul, eksplorasi semua organ GIT intraperitoneal sekalipun dikerjakan oleh seorang yang telah berpengalaman. Tindakan ini juga kurang dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya trauma yang mengenai organ-organ retroperitoneum. Meski dapat digunakan untuk emndiagnosa adanya trauma pada liver atau spleen, dan dapat digunakan untuk menterapi trauma ringan, tindakan ini sulit digunakan untuk menilai derajat perlukaan. Pertimbangan teoritis lain mengenai tindakan ini ialah adanya pneumoperitoneum dapat menyebabkan air embolism diaman udara yang dihasilkan oleh karena trauma ini memasuki vaskuler yang mengalami kerusakan. Kini telah muncul instrument bsru yakni smaller scopes serta teknik gasless laparoscopy. (5)
5. PROGNOSIS
Secara keseluruhan, prognosis pasien yang bertahan hidup setelah mengalami trauma tumpul abdomen sangat beragam namun hampir kesemuanya baik. Hingga saat ini belum ada data statistic yang menggambarkan angka mortalitas pasien rawat inap pasca trauma abdomen, namun rata-rata angka mortalitas akibat trauma tumpul abdomen ialah sebesar 5-10%. The National Pediatric Trauma Registry melaporkan sebanyak 9% pasien pediatric dengan blunt abdominal trauma yang dirawat inap berakhir dengan kematian. Sebuah kajian data yang berasal dari Australia of intestinal injuries in blunt trauma melaporkan sebanyak 85% trauma abdomen terjadi pada pengendara sepeda motor dengan mortality rate sebesar 6%. Banyak kajian lainnya yang mengungkapkan tingkat mortalitas pasien trauma abdomen yang tidak terselamatkan di meja operasi sebanyak 61%. (Udaeni,John. 2011. Blunt Abdominal Trauma)
DAFTAR PUSTAKA
1. American
College
of
Surgeon.
1997.
Advanced
Trauma
Life
Support
StudentManual.Trauma Abdomen. Ikatan Ahli Bedah Indonesia 2. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta. 3. John Mikel Inartu. 2006. Splenic Injury and Hemoperitoneum in Blunt Trauma. Availble from :
http://www.google.co.id/imgres splenic-injury-and-hemoperitoneum-in-blunt-
trauma1036 4. Blank, Cyntia. 2007. Abdominal Trauma : Dealing with the damage. Availble at : http://www.nursingcenter.com/library/JournalArticle.asp?Article_ID=712384 5. Malhotra, A. K., Ivatury, R. R. Latifi R., 2002. Blunt Abdominal Trauma Evaluation and Indication for Laparotomy. Availble at : http://www.fimnet.fi/sjs/articles/SJS1200252.pdf