Laporan Kasus
Herpes Zoster Ophtalmikus
Oleh : Agung Permana 201010401011010
Pembimbing : dr. Bambang Dwi Hayunanto Sp.KK dr. Andri Catur Jatmiko Sp.KK dr. Harry Subagijo
SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) JOMBANG KEPANITERAAN KLINIK FK UMM 2010
BAB I PENDAHULUAN
Herpes Zoster merupakan infeksi akut
dikarenakan reaktivasi virus
Varicella-Zoster (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, yang bersifat localized dan unilateral. Sinonim dari penyakit ini adalah shingles, dampa atau cacar ular. (Djuanda, 2005) Penyakit ini tersebar merata di seluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Angka kejadian pada pria dan wanita sama, 66% terjadi pada usia dewasa. Dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, dan didapatkan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh suatu ganglion sensoris. Herpes Zoster ditandai dengan gambaran vesikel yang bergerombol di atas kulit yang eritematus, sementara kulit diantara gerombolan satu dengan yang lain normal. Juga sering didapatkan krusta berwarana kuning kecoklatan sampai kehitaman jika perjalanan penyakit telah sampai pada stadium krustasi. (PDT, 2005). Lokasi lesi dari Herpes zoster sering didapatkan pada wajah bagian dahi atau mata (herpes zoster oftalmikus), pada wajah (herpes zoster fasialis), pada daerah dada (herpes zoster torakalis), pada daerah pundak (herpes zoster brakialis) tergantung pada ganglion dimana virus menginfeksi secara laten. Lokasi tersering adalah pada bagian torakal. Tersering kedua adalah pada bagian kranial atau wajah sisi dahi yaitu Herpes zoster Oftalmikus. Pada jenis ini yang terkena adalah ganglion gasseri (Melton, 2007 dan Djuanda, 2005)
Penyakit ini terjadi pada individu yang telah terserang infeksi varicella sebelumnya. Virus varisela kemudian berpindah tempat dari lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. (Moon dan Melton, 2007). Proses reaktivasi virus dapat dicetuskan oleh antara lain usia lanjut dengan penurunan imunitas, keganasan, radioterapi, pengobatan imunosupresif dan penggunaan kortikosteroid yang lama. Setelah lebih dari 1 bulan paska infeksi postherpetik neuralgia dapat terjadi pada 13%35% pasien yang berumur di atas 60 tahun (Melton, 2007) Diagnosis herpes zoster oftalmikus ditegakkan melalui anamnesa yang teliti dan gejala-gejala klinis yang dialami penderita, serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan sitologi ( Tzanck
smear ) serta jika sarana memadai dapat dilakukan kultur virus. (Wolff, 2009) Pemberian terapi meliputi topikal dan sitemik. Secara umum terapi topikal pengobatan herpes zoster yang diberikan antara lain kompres garam faali (NaCl 0,9% atau PZ) untuk lesi basah. (Djuanda, 2005) Terapi sistemik yang diberikan antara lain analgesik, antibiotik bila pada penderita didapatkan infeksi sekunder dan secara khusus diberikan terapi antivirus. Pada kasus herpes zoster oftalmikus perlu untuk konsul pada ahli mata atau dapat diberikan antivirus lokal. (PDT, 2005). Beberapa literatur menyebutkan pemberian kortikosteroid. Namun, ini hanya diberikan pada kasus sindroma Ramsay-Hunt (Djuanda, 2005)
Penyulit pada penyakit ini adalah bila didapatkan infeksi sekunder pada penderita antara lain misalnya keratokonjuctivitis,, neuralgia pasca herpetika, otalgia, zoster generalisata, dan sindroma Ramsay-Hunt.(PDT, 2005
BAB II LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 54 tahun
Alamat
: Mojowarno – Jombang
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Kawin
Pendidikan Terakhir : SMU Pekerjaan
: Swasta
Suku Bangsa
: Jawa
Nomor RM
:-
Ruang Perawatan
:-
Tanggal Pemeriksaan : 20 Oktober 2010
2. Anamnesis Keluhan Utama
: Muncul bintil-bintil
Riwayat Penyakit Sekarang :
Muncul bintil-bintil berisi cairan sejak 5 hari yang lalu semakin lama semakin bertambah banyak pada daerah wajah tepatnya pada daerah sekitar mata kanan dan di daerah kepala bagian depan. Pasien juga merasa nyeri pada
mata kanannya. Pasien saat datang
tidak dapat membuka mata kanannya.
Riwayat Atopik :
Tidak ada Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan pernah menderita cacar air Kolesterol tinggi (+) Asam urat (+) Riwayat Kontak :
Tidak ada anggota keluarga, tetangga atau teman kerja yang menderita penyakit serupa. Riwayat Pengobatan :
Pasien sampai saat dating ke poli belum memberikan obat apapun ataupun berobat. Pasien hanya mengompres dengan air hangat.
3.
Status Presens (20 Oktober2010) Status Dermatologis : Pada regio oftalmik, frontal dan scalp dekstra didapatkan gambaran makula eritematosa batas tidak jelas, diatasnya terdapat vesikel bergerombol yang tidak melewati garis tengah tubuh. Sementara kulit di sekitar gerombolan tampak normal. Juga didapatkan gambaran sebagian vesikel yang sudah pecah dan krusta kuning kecoklatan sampai merah kehitaman, serta didapatkan gambaran erosi di beberapa lokasi.
Foto Pasien tanggal 20 Oktober 2010
Status Generalis :
Keadaan Umum
: Tampak sakit
Kesadaran
: Composmentis
Status Hygienis
: Cukup
Kesan gizi
: Cukup
Tekanan Darah
: tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi
: tidak dilakukan pemeriksaan
RR
: tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala
: OD: sulit dievaluasi/ OS : a/i/c: -/-/-
Leher, abdomen,ekstremitas : tidak dilakukan pemeriksaan
4. Diagnosis Banding •
Penyakit vesikobulosa kronis : o
Dermatitis kontak alergika
o
Dermatitis herpetiformis
o
Varisela
o
Pemphigus Vulgaris
o
Pemphigoid bulosa
5. Diagnosis
Herpes Zoster Oftalmikus
6. Penatalaksanaan •
•
Sistemik : o
Antivirus : Valvir (Valasiklovir tab 500mg) 3 x 2 tab
o
Analgesik : Argesid (Asam mefenamat tab 500 mg) 2 x1 tab
Topikal : o
Kompres PZ (garam faali) selama 5 menit pagi& sore setelah mandi
7. Prognosis
Prognosis pada pasien ini cenderung baik namun penyakit ini dapat muncul kembali dikemudian hari jika penderita ada dalam lingksrsn faktor
pencetus. Selain itu pada pasien ini juga dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Namun dengan memperhatikan hygiene akan memberikan prognosis yang lebih baik.
BAB III PEMBAHASAN
Pasien Ny. S datang ke RSUD kab. Jombang pada tangal 20 Oktober 2010 dengan keluhan muncul bintil-bintil berisi cairan sejak 5 hari yang lalu semakin lama semakin bertambah banyak pada daerah wajah tepatnya pada daerah sekitar mata kanan dan di daerah kepala bagian depan. Pasien juga merasa nyeri pada mata kanannya. Pasien saat datang tidak dapat membuka mata kanannya. Pasien juga merasa panas Dari anamnesis tersebut tampak gambaran adanya kelainan pada kulit berupa bintil-bintil berisi cairan yang bergerombol disertai adanya krusta dan erosi. Dari literatur yang ada, diketahui bahwa herpes zoster oftalmikus merupakan penyakit yang ditandai dengan vesikel yang bergerombol di atas kulit yang eritematus, sementara kulit diantara gerombolan satu dengan yang lain normal. Juga sering didapatkan krusta berwarana kuning kecoklatan sampai kehitaman. (PDT, 2005) Dari identitas pasien didapatkan data perempuan berusia 54 tahun, dan suku bangsa Jawa. Hal ini sesuai menurut data yang ada, bahwa herpes zoster oftalmikus dapat terjadi pada semua suku bangsa dan ras. Frekuensiya pada lakilaki dan perempuan sama, dan biasanya penyakit ini sering terjadi pada usia dewasa. (Djuanda, 2005) Dari status dermatologis didapatkan makula eritematosa batas tidak jelas, diatasnya terdapat vesikel bergerombol yang tidak melewati garis tengah tubuh. Sementara kulit di sekitar gerombolan tampak normal. Juga didapatkan gambaran
sebagian vesikel yang sudah pecah dan krusta kuning kecoklatan sampai merah kehitaman, serta didapatkan gambaran erosi di beberapa lokasi. Ini sesuai dengan gambaran vesikel yang bergerombol di atas kulit yang eritematus, sementara kulit diantara gerombolan satu dengan yang lain normal. Juga sering didapatkan krusta berwarana kuning kecoklatan sampai kehitaman. Selain itu juga sifatnya unilateral sesuai dermatom (Melton, 2007 dan PDT, 2005) Untuk menegakkan diagnosa pemphigus vulgaris, seharusnya dilakukan pemeriksaan sitologi (tzanck smear ). (Wolff, 2009). Namun karena keterbatasan sarana dan prasarana, pada pasien ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan sitologi pada herpes zoster oftalmikus, diharapkan terdapat gambaran sel datia (se raksasa) yang berinti banyak. (Moon dan Melton, 2007)Serta sel-sel akantolitik. (Djuanda, 2005)
Gambaran sitologi herpes zoster oftalmikus pada tzanck smear.
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan jika sarana memadai adalah kultur virus. (Djuanda, 2005 dan PDT, 2005)
Pengobatan sistemik herpes zoster ophtalmikus secara umum adalah pemberian analgesik, antibiotik (bila terdapat infeksi sekunder) dan secara khusus diberikan antivirus. Pada pasien ini tidak diberikan antibiotik karena tidak didapatkan tanda infeksi sekunder. Antivirus yang diberikan adalah valasiklovir. Hal ini sesuai dengan literatur dimana terapi antivirus dapat menggunakan asiklovir atau modifikasinya seperti valasiklovir dan famsiklovir. Analgesik yang diberikan pada pasien ini adalah asam mefenamat (Djuanda, 2005) Terapi topikal yang diberikan pada pasien ini adalah kompres PZ untuk lesi basah. Pada literatur dikatakan bahwa untuk lesi basah dikompres dengan garam faali (NaCl 0,9%). (Djuanda, 2005) Prognosis pada pasien ini cenderung baik dengan adanya pengobatan segera sebelum terjadinya infeksi sekunder atau komplikasi.
BAB IV KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus Herpes Zoster Ophtalmikus pada seorang perempuan berumur 54 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa berupa munculnya bintil-bintil berisi cairan pada daerah wajah tepatnya pada daerah sekitar mata kanan dan di daerah kepala bagian depan dan pada pemeriksaan fisik didapatkan makula eritematosa batas tidak jelas, diatasnya terdapat vesikel bergerombol. Sementara kulit di sekitar gerombolan tampak normal. Juga didapatkan gambaran sebagian vesikel yang sudah pecah dan krusta kuning kecoklatan sampai merah kehitaman, serta didapatkan gambaran erosi di beberapa lokasi. Pemeriksaan penunjang seperti sitologi dan kultur virus tidak dilakukan karena keterbatasan sarana. Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi sistemik dan topikal. Terapi sistemik diberikan valasiklovir 500 mg 3 kali 2 tablet sehari, asam mefenamat 500 mg 3 kali sehari. Untuk terapi topikal, kompres PZ diberikan untuk lesi basah. Prognosis pada pasien ini cenderung baik, namun dikemudian hari ada kemungkinan muncul penyakit yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. FK UI. Jakarta. 2005 Melton
CD,
Herpes
Zoster.
eMedicine
World
Medical
Library
:
Library
:
http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm. 2007 Moon,
JE.,
Herpes
Zoster.
eMedicine
World
Medical
http://www.emedicine.com/med/topic1007.htm Wolff, Klaus., Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies. 2009 Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya: 2005