BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat yang khas ditandai oleh adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensor sensoris is dari dari nervu nervuss krania kranialis lis.. Infeks Infeksii ini merupa merupakan kan reaktiv reaktivasi asi virus virus varisel variselaa zoster endogen yang menetap dalam fase laten di ganglia sensoris. 2,8 3.2
Epidemio miologi
Angka kejadian herpes zoster tergantung pada prevalensi varisela dan belum ada bukti yang menyebutkan bahwa herpes zoster dapat ditularkan dengan kontak langsung dengan orang yang menderita varisela atau herpes zoster. Insiden herpes zoster ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi hubungan antara host dan virus. Straus et al, 2008) !i dunia, insiden herpes zoster tidak banyak diteliti, diperkirakan 2"# kasus tiap $%%% penduduk tiap tahun rata"rata &'%.%%% kasus tiap tahun(. Insiden yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi, karena banyak kasus ringan yang tidak mend mendap apat at perh perhat atia ian n bagi bagi pela pelaya yan n keseh kesehat atan an dan dan tetap tetap tida tidak k terdi terdiag agno nosis sis.. Insidennya meningkat terutama pada individu dengan penurunan sistem kekebalan tubuh atau pada orang tua, insidennya men)apai '%*. # Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak"anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir + tahun- %,& / $%%%0 usia $% + $ tahun- $,#8 / $%%%0 usia 2%"2 tahun- 2,'8 / $%%%. 1ebih dari * mengenai usia lebih dari '% tahun, kurang dari $%* mengenai usia dibawah 2% tahun dan '* mengenai usia kurang dari $' tahun. Hampir '%* individu dengan usia di atas 8% tahun diperkirakan pernah mengalami mengalami herpes zoster. # 3aktor resiko lainnya adalah disfungsi imun seluler. 4asien yang mengalami penekanan sistem imun memiliki resiko 2%"$%% kali lebih besar dibandingkan pasien dengan imuno kompeten dengan umur yang sama. 5ondisi imuno imuno supresi yang yang berhubungan dengan tingginya tingginya resiko herpes zoster
22
adalah infeksi human immunodeficiency virus HI6(, transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi, dan penggunaan kortikosteroid. Herpes zoster adalah infeksi oportunistik pada orang yang terinfeksi HI6, dan pada individu lain, herpes zoster merupakan pertanda awal adanya defisiensi imun. Straus et al, 2008) Herpes zoster dapat mun)ul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedan angka kesakitan antara laki"laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat seiring dengan peningkatan usia.2 7as kulit hitam dikatakan mempunyai resiko lebih rendah dalam mengalami penyakit ini bila dibandingkan dengan ras kulit putih. # 3.3
Etiologi
4enyakit ini disebabkan oleh 66 6ari)ella oster 6irus( dan tergolong virus !9A. 6irus ini berukuran $'%"2%% nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. 6irus ini mempunyai sifat khas yang menyebabkan infeksi primer pada sel epitel, setelah infeksi primer biasanya virus menetap dalam bentuk laten di dalam ganglion. 6irus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan se)ara periodik. :e)ara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik !9A polymerase dan virus spesifik deo;ypiridine thymidine( kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.$% Varicella zoster virus 66( adalah anggota keluarga virus herpes. 6irus lain yang patogenik pada manusia adalah herpes simplex virus-1( H:6"$( dan H:6" 2,cytomegalovirus, Eipstein-Barr virus, human herpes virus-6 HH6"( dan HH6"&, yang menyebabkan roseola. !an :arkoma 5aposi yang berhubungan dengan virus herpes dikenal sebagai HH6"8.
urns, 2%%(
3.4
Patogenesis
6ari)ella oster 6irus dapat menyebabkan varisela dan herpes zoster. 5ontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varisela, oleh karena itu varisela dikatakan infeksi akut primer sedangkan bila penderita varisela sembuh atau dalam benuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan mun)ul adalah herpes zoster. 2 Infeksi primer dari 66 ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. !isini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. 5eadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam sistem retikuloendotelial, selanjutnya mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa.2 :ebagian virus juga menjalar melalui serat"serat sensoris dan ditransportasikan se)ara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. 4ada ganglion tersebut terjadi infeksi laten dorman(, dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. 7eaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan imunosupresif
termasuk kortikosteroid dan
pada orang
yang
menerima
transplantasi. 4ada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. 5emudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui saraf sensoris
akan sampai ke kulit yang kemudiaan dapat menyebabkan timbulnya gejala klinis.$% =adi, selama antibodi yang beredar di dalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah level kritis, maka terjadilah reaktivasi virus sehingga terjadi herpes zoster.2 :e)ara ringkas, pathogenesis penyakit herpes zoster dapat digambarkan sebagai berikut- Varisela- virus pembuluh darah dan limfe
mukosa saluran nafas atas
kulit
lesi primer
saraf
multiplikasi
perifer ganglion
dorsalis infeksi laten. Herpes zoster virus teraktifasi saraf perifer kulit lesi. 6arisela terjadi di semua belahan dunia dan ditularkan melalui infeksi droplet dari nasofaring. 4asien berada dalam fase infeksius pada hari ke"2 atau sebelum hari ke"' setelah timbulnya ruam. ?airan vesikel mengandung banyak virus dan perannya dalam transmisi tidak diketahui. 1esi yang kering tidak bersifat infeksius.=ames et al, 2%%( oster umumnya bermanifestasi pada satu atau lebih ganglion spinalis posterior atau ganglion saraf kranial, hal ini agaknya terjadi karena partikel virus bersembunyi di dalam ganglia dalam fase dorman sejak episode awal varisela. Hal ini menyebabkan timbulnya nyeri di sepanjang dermatom sensoris yang berhubungan dengan ganglion tersebut. Straus et al, 2008) Herpes zoster terjadi paling sering di dermatom yang memiliki densitas tertinggi untuk di)apai oleh varisela yaitu saraf trigeminal dan ganglia spinalis sensoris dari @$"12. 7eaktivasi 66 berhubungan dengan keadaan imuno supresi, stres emosional, tumor yang menyerang ganglion dorsal, trauma lokal atau manipulasi pada pembedahan spinal dan sinusitis frontal. =ohnson et al, 2%%( ?idera pada saraf perifer dan ganglion saraf memi)u sinyal nyeri afferent, begitu pula inflamasi pada kulit memi)u pengeluaran sinyal nosireseptor yang selanjutnya memperberat nyeri pada kulit. 4engeluaran asam amino eksitatori dan neuropeptida yang terjadi se)ara berlebihan di)etuskan oleh impuls afferent selama fase prodormal dan akut pada herpes zoster menyebabkan rusak dan hilangnya interneuron inhibitor pada ganglion spinalis. 7usaknya saraf pada
ganglion dan saraf perifer sangat penting dalam patogenesis dari neuralgia pas)aherpetik. 5erusakan saraf afferent primer dapat menyebabkan saraf ini hipersensitivitas dan aktif se)ara spontan terhadap rangsangan perifer. !imana se)ara klinis mekanisme ini berakhir pada allodynia 9yeri ataupun sensasi yang tidak
menyenagkan
yang
terjadi
oleh rangasangan
normal yang
tidak
menyakitkan(.Straus et al, 2008) 3ungsi normal sensoris tubuh mengalami perubahan pada pasien dengan neuralgia pas)aherpetik. !alam salah satu studi dikatakan hampir semua pasien memiliki daerah bekas luka yang insensitive untuk nyeri, dengan sensasi yang abnormal terhadap sentuhan ringan ataupun perubahan suhu pada dermatom yang terkena. 9yeri umumnya dipengaruhi oleh gerakan allodynia mekanis( atau perubahan suhu allodynia hangat ataupun dingin(. 5ost et al, $( 7asa nyeri yang berhubungan dengan zoster akut dan neuralgia pas)aherpetik bersifat neuropatik dan merupakan hasil dari )edera yang terjadi pada susunan saraf tepi dan perubahan pada penghantaran sinyal pada sistem saraf pusat. Akibat )idera yang terjadi, sususan saraf yang terkena dapat teraktivasi se)ara spontan, serta memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah dan memberikan tanggapan yang berlebihan terhadap suatu rangsangan. 4eubahan" perubahan yang terjadi ini begitu rumit sehingga tidak ada pendekatan terapi tunggal untuk menagani kelainan ini.5ost et al, $( 3.
!anifestasi Klinis
%$
4at)h eritem yang disertai indurasi, yang mengenai area dermatom yang terlibat.
1imfadenopati regional bisa terjadi pada stadium ini atau sesudahnya.
1esi yang timbul pada kulit biasanya bersifat unilateral dan alasannya belum diketahui. Straus, 2008) Area yang diinervasi oleh saraf trigeminal, khususnya divisi optalmik dan
trunkus dari @#"12 adalah area yang paling sering terkena, lesi jarang terjadi pada area distal dari siku dan lutut. Beskipun lesi individual antara varisela dengan herpes zoster sulit dibedakan, dimana herpes zoster )enderung berkembang lebih lambat dan biasanya terdiri dari vesikel dengan dasar eritem. 1esi herpes zoster diawali dengan makula dan papul eritem yang pertama kali mun)ul di )abang supervisial dari saraf sensoris yang terkena. 6esikel terbentuk dalam $2"2 jam dan berubah menjadi pustul setelah # hari. !an kemudian mengering dan menjadi krusta dalam &"$% hari. 5rusta biasanya bertahan selama 2"# minggu. 4ada individu normal, lesi baru akan mun)ul dalam $" hari. 7uam akan lebih parah pada orang berusia tua dan timbul dalam durasi yang singkat pada anak"anak. =ohnson et al, 2%%( oster juga dapat melibatkan sistem motorik. Hal ini terjadi pada '* kasus dan umumnya terjadi pada pasien berusia tua dan menderita suatu penyakit keganasan, dan pada pasien dengan penekanan kranial yang melibatkan saraf spinal. 5elemahan motorik biasanya diikuti dengan nyeri dan erupsi, mulai dari beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. 4enyembuhan se)ara sempurna diperkirakan sebesar ''* dan dan akan mengalami peningkatan di masa yang akan datang sebesar #%*. Hernia abdominalis pada terjadi pada zoster yang melibatkan area motorik @$%"@$$. oster pada area anogenital berhubungan dengan gangguan defekasi dan urinasi.=ames et al, 2%%( >erdasarkan lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi$. Herpes zoster ophtalmikus Herpes zoster ophtalmikus merupkan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari )abang ophtalmikus saraf trigeminus, ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
2. Herpes zoster fasialis Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis 9.6II(, ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
#. Herpes zoster brakialis Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
. Herpes zoster torakalis Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
'. Herpes zoster lumbalis Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. . Herpes zoster sakralis Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
3."
Diagnosis
!iagnosis herpes zoster didasarkan pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama"sama dengan timbulnya lesi. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit, didahului oleh gejala prodromal seperti demam, pusing, dan malaise. 5elainan kulit tersebut mula"mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikel yang dengan )epat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula"mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula ber)ampur darah. =ika absorpsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. 4ada stadium pra erupsi,
penyakit ini sering diran)ukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. 9amun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. 5arakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel"vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.2,#,' :e)ara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes @zan)k membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel dantia berinti banyak. !emikian pula pemeriksaan )airan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. 4ada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang men)olok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah ke)il, hemoragi fokal dan inflamasi ganglion. 4artikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat se)ara imunofluoresensi.2,8 Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain- isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron, pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen, tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik. 2 3.".1 Peme#i$saan %a&o#ato#i$
4emeriksaan laboratorik yang dibutuhkan pada kasus herpes zoster antara lain$. 4reparat @zank- Apusan dasar vesikel atau )airan vesikel menunjuukkan sel yang besar dengan nukleus yang banyak pada sel epidermal. 2. 5ultur virus- dengan mengisolasi virus varisela zoster #. irect fluorescence anti!ody test !3A(, dan atau biopsi kulit dapat membantu menegakkan diagnosis pada kasus yang atipikal. @es !3A lebih sensitif dibandingkan kultur virus konvensional karena labilitas 66. oster memiliki ke)enderungan & kali lebih besar pada pasien yang terinfeksi HI6. =adi, jika ada indikasi klinis HI6 pada pasien, lakukan tes HI6. 4enelitian pada populasi rumah sakit menunjukkan adanya peningkatan insiden zoster pada pasien dengan kanker, khususnya yang menyerang sistem limforetikuler. Beskipun demikian, studi prospektif
pada pasien yang tidak dirawat di 7: tidak menunjukkan perbedaan dalam insiden antara pasien dengan keganasan dengan pasien tanpa menderita penyakit keganasan. Straus et al, 2008) 3.".2
Peme#i$saan 'istologi
!iagnosis klinis hampir selalu dapat ditegakkan. >iopsi diindikasikan untuk kasus yang sulit untuk didiagnosis. 4ada kesempatan yang jarang dimana biopsi dibutuhkan, gambaran histologi yang ditemukan mirip dengan herpes simplek dan varisela chickenpox(. !egenerasi yang menggelembung menyerupai balon(
dan
akantolisis
dari
keratinosit
menghasilkan
timbulnya
vesikel
intraepidermal. "ultinucleated gient cell dengan materi nuklear pada perifer adalah )iri khasnya. !engan vaskulitis leukositoklastik yang mendasari dapat membantu dalam membedakan zoster dari infeksi herpetik lainnya. Straus et al,
2008) Pada herpes zoster stadium akut, terjadi inflamsi pada kulit serta serabut saraf ganglion dorsal. Inflamasi pada serabut saraf perifer terjadi selama seminggu sampai sebulan dan biasanya menyebabkan demielinisasi, degenerasi allerian , dan s!lerosis. Pada akhirnya mungkin menyebabkan parut pada kulit, saraf perifer, dan serabut saraf ganglion dorsal. Perubahan patologis juga terlihat pada system saraf pusat, yaitu degenerasi akut pada dorsal"horn tulang belakang, unilateral dan segmental myelitis leptomeningitis, dan keterlibatan segmen tulang belakang pada tingkat berdekatan dengan lesi kulit yang terkena. Pada pasien yang telah terkena herpes zoster, atropi dorsal"horn biasanya ditemukan pada autopsi pasien yang mengalami neuralgia pas!aherpetik.#$ost et al, %&&'). 2.(
Diagnosis Banding
$. Herpes :implek Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang eritema. :ebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simplek terdiri atas 2 tipe yaitu herpes simplek tipe $ dan tipe 2. 1esi yang disebabkan oleh herpes simplek tipe $ biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. 1okalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simplek tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat,
terutama di sekitar alat genitalia eksterna. >iasanya penyakit ini )enderung residif di tempat yang sama. ' 2. 6arisela Herpes zoster diseminata mungkin dapat dikelirukan dengan varisela ketika terjadi diseminasi atau penyebaran yang luas dari virus herpes zoster dari area yang sempit dan tidak terlalu nyeri atau dari ganglion sensoris yang terkena tetapi tidak menimbulkan erupsi kulit. 2 # 4ada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah diagnosis dengan penyakit rematik maupun dengan angina pe)toris, jika terdapat di daerah setinggi jantung.' !iagnosis banding pada herpes zoster dapat dibagi berdasarkan 2 gejala klinis $. :tadium prodormal/nyeri lokal- 9yeri prodormal herpes zoster dapat mirip seperti gejala migren, penyakit kardiak atau paru, abdomen akut, atau penyakit yang menyerang vertebra. 2. Crupsi dermatom- infeksi zoster bentuk lain seperti herpes zoster, alergi tumbuh"tumbuhan, dermatitis kontak, impetigo bulosa, erisipelas.Hefta et al, $&( 3.)
Kompli$asi
4enyakit herpes zoster dapat menimbulkan berbagai komplikasi. :e)ara garis besar, komplikasi herpes zoster antara lain komplikasi neurologis, kutaneus, okuler, dan vis)eral. 5ebanyakan komplikasi herpes zoster dikaitkan dengan penyebaran virus herpes zoster dari ganglion sensoris, saraf, atau kulit baik melalui aliran darah atau dengan penyebaran neural langsung. 2,' Ne*#algia pas$a +e#peti$
9euralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. 9euralgia ini dapat berlangsung selama berbulan"bulan sampai beberapa tahun. 5eadaan ini )enderung timbul pada umur diatas % tahun, persentasenya $% ( $'* dengan gradasi nyeri yang bervariasi. :emakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.2,' Infe$si se$*nde#
4ada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. :ebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HI6, keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. 6esikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.' Kelainan pada mata
4ada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang mun)ul dapat berupa- ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, dan neuritis optik.' Sind#om ,amsa- '*nt
:indrom 7amsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka paralisis >ell(, kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan penge)apan. 2 Pa#alisis moto#i$
4aralisis motorik dapat terjadi pada $ " '* kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus se)ara kontinutatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. 4aralisis ini biasanya mun)ul dalam dua minggu sejak mun)ulnya lesi. >erbagai paralisis dapat terjadi di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. mumnya akan sembuh spontan. ' 3.
Pengo&atan
4enatalaksaan herpes zoster se)ara garis besarnya bertujuan untuk mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster, men)egah timbulnya neuralgia pas)a herpetik. 2 Pengo&atan Um*m
:elama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.sahakan agar vesikel tidak pe)ah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. ntuk men)egah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.2 Pengo&atan K+*s*s I. Sistemi$
$. Dbat antivirus Dbat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor !9A polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan per oral ataupun
intravena. Asiklovir hendaknya diberikan pada tiga hari pertama sejak lesi mun)ul. !osis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 'E8%% mg/hari selama tujuh hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Dbat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. 6alasiklovvir diberikan #;$%%% mg per hari selama tujuh hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. :elain itu famsiklovir juga dapat
dipakai. 3amsiklovir
juga bekerja
sebagai
inhibitor
!9A
polimerase. 3amsiklovir diberikan #E2%% mg/hari selama tujuh hari.2,' ntuk individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya reaktivasi infeksi 66, a)y)lovir oral dapat menurunkan insiden herpes zoster. ntuk vesikel yang masih aktif, diberikan pengobatan antiviral yang dimulai kurang dari &2 jam yang akan memper)epat penyembuhan lesi kulit, mengurangi durasi nyeri akut dan mengurangi frekuensi 4H9. Hefta et al, $&(
4ada infeksi primer- A)y)lovir topikal"obat yang menghambat polimerase !9A virus herpes efektif hanya pada durasi singkat dari penyakit, obat ini harus diberikan sesegera mungkin pada pasien yang mulai menunjukkan gejala. :teroid prednisolon %"% mg/hari( diberikan selama stadium akut dari herpes zoster dan mengurangi nyeri dan postherapetic neuralgia#
4ada infeksi sekunder- diberikan $/$%%% potassium permanganate atau topikal atau antibiotik sistemik. u*ton et al, 200+)
2. Analgetik Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster.
Dbat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat.
!osis asam mefenamat adalah $'%% mg/hari diberikan sebanyak tiga kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri mun)ul. ntuk neuralgia paska herpetik belum ada obat pilihan, dapat di)oba dengan akupungtur. Dbat yang direkomendasikan diantaranya gabapentin dosisnya $8%% mg + 2%% mg sehari. Bula"mula dosis rendah kemudian dinaikkan se)ara bertahap untuk menghindari efek samping berupa nyeri kepala dan rasa
melayang. Hari pertama dosisnya #%% mg/hari diberikan sebelum tidur, setiap tiga hari dosis dinaikkan #%% mg sehari sehingga men)apai dosis $8%% mg/hari. ' #. 5ortikosteroid Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk sindrom ramsay hunt. 4emberian harus sedini mungkin untuk men)egah terjadinya paralisis. Fang biasa diberikan ialah prednisone dengan dosis #E2% mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan se)ara bertahap. !engan dosis prednisone setinggi itu, imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obatt antivirus.' II. Topi$al
4engobatan topikal bergantung pada stadiumnya. =ika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk men)egah pe)ahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. >ila erosif diberikan kompres terbuka. 5alau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.' 3.1/ Pen0ega+an
4en)egahan
meliputi
men)egah
infeksi
primer
varisela(
dengan
memberikan vaksin varisela kepada anak"anak atau dewasa yang rentan terinfeksi virus ini. :eseorang dengan usia G % tahun hendaknya mendapat vaksin zoster dosis tunggal sediaan vaksin varisela yang poten(, tanpa memperhatikan apakah sebelumnya seseorang sudah pernah menderita zoster atau belum. 4emberian vaksin dikatakan dapat menurunkan insiden zoster. 8 3.11 P#ognosis
mumnya prognosis baik, walaupun kemungkinan terjadi neuralgia post herpetik dapat membuat pasien tidak nyaman dan mengurangi kualitas hidup penderita. 4ada herpes zoster ophtalmikus, prognosis bergantung pada tindakan perawatan se)ara dini.#,'
DATA, PUSTAKA
$. !avis, ?. :hingles homepage on internet. )2%$$ )ited 2%$$ =uly $$. Available from http-//www.emedi)inehealth.)om/shingles/arti)leJem.htm. A))essed !e)ember 22, 2%$# 2. :traus :, et all. 6ari)ella and Herpes oster. In- 3reedberg I, Cisen A, Kolff 5, Austen 3, rooks <, >utel =, Borse :. Herpesvirus. 22 nd ed 9ew Fork- B)urns,@ony. 2%%. 7ookLs te;tbook of !ermatology, & th edition. ?hapter 2'. :A-2'.2' $2. >u;ton, 4aul 5. . A>? of !ermatology, th edition. 1ondon- 2. $#. Hefta, =osephO 7obert 1affler. $&. ?olor Atlas and :ynopsis of ?lini)al !ermatology, #th edition . nited :tate of Ameri)a-$$. $. =ames K!, >erger @<, Clston !B. 2%%. AndrewLs !iseases of :kin, $% th edition. ?hapter $.?anada- #&. $'. =ohnson 7A, 5laus K. 2%%. 3itzpatri)k In )olour atlas and synopsis of )lini)al dermatology, th ed. 9ew Fork 9F(- B)
$8. :traus :C, D;man B9, :)hmader 5C. 2%%8. 6ari)ella and Herpes oster. !idalam 3itzpatri)k !ermatology in