Status Persalinan
: G3P2A0 1. 2011, anak perempuan, 3200 gr, lahir di bidan, spontan, sehat 2. 2016, anak perempuan, 2800 gr, lahir di bidan, spontan, sehat 3. Hamil ini
III.
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 17 Desember 2017) PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
BB
: 58 kg
TB
: 156 cm
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 82x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler
Respirasi
: 18x/menit, reguler
Suhu
: 36,2 C
o
PEMERIKSAAN KHUSUS
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+).
Hidung
: Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-), perdarahan(-) perdarahan(-)
Telinga
: Liang telinga lapang, sekret (-)
Mulut
: Perdarahan gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan bibir kering (-), cheilitis (-).
Lidah
: Atropi papil (-).
Faring/Tonsil
: Hiperemis (-), tonsil T1-T1, detritus (-)
LEHER Inspeksi
: Tidak ada kelainan
Palpasi
: Stem fremitus kanan=kiri
PARU Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-).
JANTUNG Inspeksi
: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus cordis tidak teraba
Perkusi
: Dalam batas normal
Auskultasi
: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
ABDOMEN Inspeksi
: lemas, simetris
(Lihat pemeriksaan obstetrik )
EKSTREMITAS Akral hangat (+), edema pretibial (-).
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar: Tinggi fundus uteri simfisis, ballotement externa (-), massa(-), TCB (-), nyeri tekan (-).
Pemeriksaan Dalam Inspeculo Portio livid, OUE terbuka, flour (-), fluxus (+) darah tak aktif, E/L/P (-), tampak jaringan di muara OUE.
VT Mukosa licin, portio lunak, OUE terbuka, medial, Eff 50%, diameter 3 cm, teraba jaringan di muara OUE
IV.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN Pemeriksaan Laboratorium (17 Desember 2017) Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
13,1 mg/dl
11,4-15,0 mg/dl
Hematologi
Hb
3
3
RBC
4,30 juta/m
WBC
10,2 x 10 /m
4,73-10,89 x 10 /m
38%
35-45 %
3
Ht Trombosit
3
3
4,0-5,7 juta/m 3
3
256.000/m
189-436 x 10 /m
Basofil
0
0-1%
Eosinofil
0
1-6%
Netrofil
81
50-70%
Limfosit
15
20-40%
Monosit
4
2-8%
Diff. Count
V.
DIAGNOSIS KERJA
Abortus Inkomplit
VI.
PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam Prognosis Janin : malam
VII. TATALAKSANA (Planning/P)
a. TERAPI -
IVFD RL gtt xx/menit
-
Cek Lab DR,UR, cross match
-
Rencana kuretase
b. MONITORING
3
3
Pasien terlentang dalam keadaan litotomi dan tersedasi Dilakukan aseptik antiseptik pada vulva dan sekitarnya Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan Foley Catheter Dilakukan pemasangam sims atas dan bawah Portio ditampakkan secara avoe Dilakukan pemasangan tenakulum pada arah jam 11 Dilakukan sondase didapatkan uterus RF ± 12 cm Dilakukan kuretase searah jarum jam, didapatkan darah ± 30 cc, jaringan ± 10 cc
Setelah diyakini bersih tidak ada jaringan tertinggal, tenakulum dan sims dilepas Pukul 14.00 Tindakan selesai
IX. FOLLOW UP Follow Up (Tanggal 17 Desember 2017)
S/
Perdarahan pervaginam (-)
O/
Keadaan Umum : Sedang Kesadaran
: CM
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 82 kali/menit
Pernafasan
: 16 kali/menit
Suhu
: 36, 5 C
o
Status Obstetrikus
Muka
: Cholasma gravidarum (-)
Mammae
: Membesar, hiperpigementasi areola dan papilla mammae (+)
Abdomen : Inspeksi
: Agak membuncit
Palpasi
: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), Defans muskular (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Genitalia :
CD
: tidak menonjol
A/
P2A1 post kuretase a.i AB incomplete
P/
Kontrol keadaan umum, vital sign, perdarahan pervaginam IVFD RL gtt xx/menit Ceftriaxon 1 gr/12 jam Lefadroxil 500 mg/12 jam Asam mefenamat 500 mg/12 jam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Abortus didefinisikan sebagai ancaman/pengeluaran hasil konsepsi atau terminasi kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan 1,2
3,4
kurang dari 20 minggu (beberapa sumber lain memberi batasan 22 minggu atau 5
24minggu ) atau berat janin kurang dari 500 gram.
3.2 Etiologi
Pada masa awal kehamilan, ekspulsi spontan dari ovum yang sudah dibuahi umumnya terjadi akibat terhentinya proses biologis pada embrio atau janin. Penyebab terhentinya proses biologis tersebut merupakan penyebab abortus pada kehamilan muda. Hal yang sebaliknya terjadi pada kehamilan lanjut, di mana pengeluaran bayi lebih banyak diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal sehingga saat dikeluarkan bayi-bayi tersebut masih dalam keadaan hidup. Penyebab abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu penyebab fetal, penyebab maternal dan penyebab paternal. Faktor patologis dari pihak semua (paternal) ini walaupun berhubungan tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap kejadian abortus spontan. 1. Faktor fetal Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom. Sembilan puluh lima persen kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan oleh kegagalan gametogenesis maternal dan sisanya adalah kegagalan gametogenesis paternal. Abnormalitas dapaat dimulai dari pembelahan meiosis dari gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini mitosis. Keadaan abortus dengan kelainan kromosom ini disebut abortus aneuploid, misalnya trisomi autosom atau monosomi. Abortus spontan biasanya menunjukkan kelainan perkembangan zigot, embryo, fetus tahap awal, atau pada plasenta. Dari 1000 abortus spontan yang diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio atau disebut blighted
2. Faktor Maternal Selain cacat kromosom dari pihak ibu, abortus juga dapat terjadi akibat adanya gangguan kesehatan atau penyakit sistemik pada ibu.
a. Infeksi Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal ini tidak
b. Gangguan nutrisi yang berat Defisiensi salah satu komponen nutrisi atau defisiensi sedang dari semua komponen nutrisi bukan merupakan penyebab penting pada abortus. c. Pecandu berat alkohol atau rokok Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari. Abortus spontan berkaitan juga dengan konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari. Sementara itu, kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi. Pada yang mengkonsumsi lebih dari 5 cangkir setiap hari, risiko berhubungan dengan jumlah kopi yang dikonsumsi setiap hari. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti. Ketika alat kontrasepsi dalam rahim gagal mencegah kehamilan, risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat. Sementara itu, kontrasepsi oral atau zat spermisidal tidak berkaitan dengan peningkatan risiko abortus. d. Penyakit kronis atau menahun Tingkat aborsi spontan dan malformasi kongenital major meningkat pada wanita dengan diabetes bergantung insulin. Risiko berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama. Selain itu pada seliac prue juga dapat menyebabkan infertilitas pada suami atau istri dan abortus rekuren. e. Gangguan hormonal Terdapat hubungan antara defisiensi progesteron dan terjadinya abortus. Hormon progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua. Gangguan pembentukan desiuda akan menganggu proses nutrisi embrio yang menyebabkan terhentinya proses biologiss sehingga terjadi abortus. Selain trofoblas, kelenjar tiroid berperan dalam
f. Gangguan imunologis Antibodi terhadap sperma pada segolongan wanita dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kehamilan. Apabila kehamilan dapat terjadi maka risiko abortus sangat tinggi. Ketidaksesuaian golongan darah dapat menjadi penyebab abortus spontan. g. Trauma fisis Trauma mayor abdomen dapat menyebabkan abortus. h. Anomali uterus dan serviks Pada mioma yang besar dan multipel biasanya tidak menyebabkan abortus. Jika dihubungkan dengan abortus, yang menentukan bukanlah ukurannya tetapi lokasinya. Mioma submukosa lebih sering menyebabkan abortus daripada mioma intramural maupun mioma subserosa. Kelainan serviks yang berperan pada terjadinya abortus adalah inkompetensi serviks.
3.3 Patogenesis
Sebelum terjadi ekspulsi embrio yang mati terlebih dahulu terjadi perdarahan ke desidua basalis dan nekrosis pada jaringan di lapisan atas perdarahan. Perlahan-lahan embrio akan dilepaskan dari tempat implantasinya sehingga material ini dianggap sebagai benda asing dalam uterus. Uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan embrio yang mati tersebut dari dalam kavum uteri.
3.4 Klasifikasi Abortus Spontan
Tipe abortus antara lain: 1. Abortus spontan (keguguran atau spontaneus abortion/misscarriage) Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Derajat abortus spontan meliputi: a. Abortus iminens (threatened abortion)
5
cerviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus imminens sifatnya adalah mengancam, tetapi masih ada kemungkinan untuk mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan pada wanita yang hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul dalam waktu kehamilan trimester pertama. Perdarahan pada abortus imminens lebih ringan , namun dapat menetap dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. Hal ini akan mengakibatkan gangguan terhadap hasil konsepsi berupa persalinan preterm, berat badan lahir rendah serta kematian prenatal
b. Abortus insipiens (inevitable abortion)
5
Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya pembukaan serviks, namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat. Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
c. Abortus inkomplit (incomplete abortion)
5
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram dan masih terdapat hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus.
d. Abortus komplit (complete abortion)
Adalah pengeluaran hasil konsepsi. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong.
7
Retensi embrio mati (missed abortion) Istilah ini digunakan pada kegagalan uterus untuk mengeluarkan embrio lebih dari 8 minggu dihitung sejak kematian embrio tersebut. Karena sulit mengetahui saat pasti tentang matinya embrio, maka umumnya diambil patokan dari ketidaksesuaian ukuran uterus dengan usia kehamilan (dengan adanya selisih 8 minggu). Pada beberapa kasus, missed abortion dapat diekspulsi secara spontan. Bila usia kehamilan telah memasuki trimester kedua dan terjadi retensi janin mati, maka sering terjadi gangguan pembekuan darah, seperti perdarah dari gusi, hidung atau tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan darah tersebut disebabkan oleh koagulopati konsumtif akibat retensi embrio mati dalam jangka waktu cukup lama.
1-3,5
Abortus habitualis (recurrent abortus) Abortus habitualis adalah abortus
an
ter adi 3 kali atau lebih berturut-turut.
akibat cacat kromosom, lakukan upaya-upaya investigasi genetika dan upayakan perbaikan dengan metode yang tersedia. Bila disebabkan defisiensi hormonal, maka cari penyebab defisiensi dan pilih hormon substitusi yang sesuai. Bila hal ini disebabkan inkompetensi servikal, maka lakukan prosedur ligasi serviks dengan cara Shirodkar atau Mc Donald sebelum kehamilan berusia 12-14 minggu.
1-3
2. Abortus buatan/diinduksi (induced abortion)1,2,3 Abortus yang terjadi akibat upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Abortus buatan dibagi menjadi 2, yaitu: a. Abortus buatan terapeutik (abortus provokatus medisinalis) Aborsi yang dilakukan pada wanita hamil atas indikasi terapeutik atau medis. Umumnya indikasi tersebut berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada ibu (dekompensatio kordis, tuberkulosis paru berat, status asmatikus, diabetes mellitus tidak terkontrol, penyakit hati menahun, dan sebagainya). Pada beberapa negara, indikasi untuk melakukan abortus provokatus berkaitan dengan adanya kecatatan pada janin (misalnya talassemia, kelainan kromosom, sindrom Down, penyakit retardasi mental) atau dari cara terjadinya suatu kehamilan (akibat perkosaan, hubungan sedarah/incest ). Pada beberapa badan peradilan di luar negeri atau negara modern dikenal pula istilah terminasi kehamilan atas permintaan pasien (voluntary termination), yaitu abortus yang dilakukan atas permintaan pasien, baik akibat adanya risiko terhadap kesehatan ibu atau tekanan mental berat yang dialami ibu tersebut (misalnya kehamilan yang baru saja diketahui setelah terjadinya perceraian, sulit menentukan ayah dari janin yang dikandungnya, hamil bukan dengan pasangan yang sebenarnya atau pasangan tersebut tidak terikat dalam ikatan pernikahan yang sah). . b. Abortus kriminalis (abortus provokatus kriminalis) Aborsi yang dilakukan secara sengaja (melalui kesepakatan antara pasien dan pelaku aborsi) dan bukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, adanya kecacatan pada janin atau gangguan mental yang berat.
cukup serta menggunakan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi suatu tindakan medis. Peralatan yang digunakan umumnya menggunakan banyak cemaran bahan berbahaya, baik mikroorganisme maupun bahan kaustik atau iritatif. Bila pasien selamat dari kematian, maka dapat terjadi cacat yang menetap atau gangguan organ serius. Bahan-bahan tradisional yang digunakan di antaranya batang kayu, akar pohon, tangkai pohon yang memiliki getah iritatif, batang plastik yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Beberapa upaya lainnya yaitu dengan melakukan pemijatan langsung ke korpus uteri hingga terjadi memar pada dinding perut, kandung kemih, adneksa atau usus. Hal ini merupakan tragedi fatal yang tersembunyi. Dalam periode 1 tahun, hampir 70.000 ibu meninggal akibat abortus yang tidak aman atau berisiko. Risiko ini amat dipengaruhi oleh ada tidaknya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan kesehatan maternal secara memadai. Beberapa kondisi (kemiskinan, keterbelakangan, dan sikap kurang peduli) menambah angka kejadian abortus yang tidak aman. WHO memperkirakan angka kematian yang berkaitan dengan abortus yang tidak aman cukup tinggi, paling tidak 20 juta per tahun. Hampir 90% abortus dengan risiko dilakukan di negara berkembang. Kematian akibat abortus dengan risiko di negara berkembang 15 kali lebih banyak daripada negara industri. Jika dibandingkan dengan negara yang sangat maju, angka tersebut meningkat menjadi 50 kali lebih banyak.
4.
Abortus septik
Abortus dengan komplikasi infeksi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi mikroorganisme dari saluran genital bawah setelah abortus spontan atau aborsi yang tidak aman. Sepsis biasanya terjadi bila hasil konsepsi masih tertinggal dan evakuasi ditunda. Sepsis merupakan komplikasi tersering dari abortus tidak aman yang berhubungan dengan instrumentasi.
3.5 DIAGNOSIS
Beberapa diagnosis banding obstetrik yang sering dipikirkan pada kasus perdarahan pada kehamilan muda ialah abortus, kehamilan ektopik terganggu (KET), dan kehamilan mola (mola hidatidosa).
1,4,5
Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.
Manifestasi Klinis pada Beberapa Derajat Abortus
Diagnosis
Perdarahan
Serviks
Tertutup
Besar Uterus
3
Gejala Lain
Abortus
Sedikit hingga
iminens
sedang
Abortus
Sedang hingga
insipiens
banyak
Abortus
Sedikit hingga
Terbuka
Lebih kecil dari
Kram, keluar jaringan,
inkomplit
banyak
(lunak)
usia kehamilan
uterus lunak
Abortus
Sedikit atau
Lunak (terbuka
Lebih kecil dari
Sedikit/tidak ada kram,
komplit
tidak ada
atau tertutup)
usia kehamilan
keluar massa kehamilan,
Terbuka
Sesuai dengan
Tes kehamilan (+), kram,
usia kehamilan
uterus lunak
Sesuai atau lebih
Kram, uterus lunak
kecil
uterus kenyal
3.6 TATA LAKSANA
Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi komplikasi. Walaupun tanpa komplikasi, pada kasus abortus inkomplit dapat berubah menjadi ancaman apabila terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi) tidak segera dilaksanakan. Oleh karena itu, penting seklai untuk membuat penilaian awal secara akurat (yang kemudian segera diikuti dengan tindakan pengobatan) atau (apabila ada indikasi) melakukan stabilisasi 3,4
pasien.
Tata laksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi prosedur medikal dan surgikal.
2,5
1. Abortus iminens 4
Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa. Beberapa sumber masih ada yang mengharuskan tirah baring selama 24-48 jam, sumber lain menyebutkan tidak perlu 1,3
4,5
sampai tirah baring (ibu hanya dianjurkan untuk menghindari aktivitas fisik yang berat ).
atau USG). Perdarahan persisten dengan ukuran uterus lebih besar dari perkiraan usia kehamilan mengindikasikan kehamilan kembar atau mola hidatidosa. Tidak dianjurkan untuk memberikan terapi hormon (seperti estrogen atau progestin) atau agen tokolitik (salbutamol 4
atau indometasin) karena tidak dapat mencegah terjadinya keguguran. 2. Abortus insipiens
Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi isi uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan: a. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 !g oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). b. Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera mungkin. Bila usia kehamilan > 16 minggu: a. Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi uterus untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal. b. Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (salin normal atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit guna membantu terjadinya ekspulsi spontan hasil konsepsi. Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.
4
3. Abortus inkomplit
Bila perdarahan ringan dan kehamilan < 16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau ring ( sponge) forcep. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan < 16 minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan: a. Aspirasi vakum manual merupakan metode yang lebih dianjurkan. Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus insipien atau inkomplit 4
3
<16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan < 12-14 minggu ) Menurut beberapa hasil penelitian, aspirasi vakum menunjukkan risiko komplikasi (perdarahan hebat, infeksi, trauma serviks, perforasi) yang lebih rendah dibandingkan kuret tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak memerlukan anestesi umum dan memiliki 3
efektivitas yang cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-rata >98%). Metode
b. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol 400
!g
oral (dapat
diulang setelah 4 jam bila diperlukan).
Bila kehamilan > 16 minggu: a. Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi. b. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 !g per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 !g. c. Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus. Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.
5.
4
Abortus komplit
Evakuasi hasil konsepsi dari uterus umumnya tidak diperlukan. Lakukan pemantauan 4
pada perdarahan yang berat.
Prosedur Surgikal Terapi Definitif Abortus Inkomplit 5
1. Kuretase Digital
2,6
2. Kuretase Tajam (Dilatasi dan Kuretase)
3.
2,6
Aspirasi Vakum Manual ( Manual Vacum Aspiration atau AVM)
BAB IV ANALISIS MASALAH
Telah dirawat seorang pasien wanita umur 30 tahun di Bangsal Kebidanan Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang tanggal 17 Oktober 2017 dengan diagnosis Abortus Inkomplit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui 3 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan, banyaknya 2 kali ganti pembalut,
Riwayat keluar gumpalan seperti hati
ayam (+). Riwayat keluar jaringan seperti mata ikan (-). Riwayat trauma (-).
Riwayat minum
jamu/obat-obatan (-). Riwayat diurut-urut (-). Riwayat mual dan muntah (-). Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda kehamilan tidak pasti seperti payudara membesar, hiperpigmentasi areola dan papilla mammae. Pada regio abdomen tampak perut membuncit sesuai usia kehamilan, tidak ditemukan tanda-tanda rangsang peritoneal seperti nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler. Denyut jantung janin (-). Pada pemeriksaan genitalia dengan inspekulo didapatkan portio livid, OUE terbuka, flour (-), fluxus (+) darah tak aktif, E/L/P (-), tampak janin di muara OUE. Pada pemeriksaan VT didapatkan mukosa licin, portio lunak, OUE terbuka, medial, Eff 50%, diameter 3 cm, teraba jaringan di muara OUE Berdasarkan literature, perdarahan pada usia kehamilan muda dapat diakibatkan oleh abortus, kehamilan ektopik terganggu, ataupun mola hidatidosa. Pada kehamilan ektopik terganggu keluhan yang akan dijumpai berupa perdarahan yang disertai dengan nyeri hebat abdomen atau panggul. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri goyang portio, cavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Perdarahan pada mola hidatidosa biasanya disertai dengan pengeluaran jaringan seperti gelembunggelembung atau mata ikan. Hiperemesis gravidarum juga sering menyertai penyakit tersebut disebabkan tingginya kadar ! HCG dalam darah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut membuncit lebih besar dari usia kehamilan seharusnya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien tidak sesuai dengan KET ataupun mola sehingga diagnosis kerja penulis adalah abortus inkomplit karena dari hasil inspekulo dan VT, didapatkan terlihat dan teraba jaringan di muara OUE yang menandakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500
BAB V PENUTUP
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan yang ditandai dengan adanya perdarahan. Pada kasus perdarahan di usia kehamilan muda (<20 minggu), selain dicurigai abortus, perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis lainnya seperti kehamilan ektopik terganggu, dan mola hidatidosa. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik akan membantu menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan Abortus inkomplit. Abortus inkomplit merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu pengeluaran sisa hasil konsepsi dengan metode kuretase, serta observasi tanda-tanda vital ibu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan Pasca Keguguran, Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2002. Hal. 2-1 s.d. 2-9; 4-1 s.d. 4-13. 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics, rd
23 Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book]. 3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003. [e-book]. 4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010. Hal. 460-74. th
5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 Edition.
London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book]. 6. Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007. p. S-7 s.d S-17. 7.
Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2008:11-17