RESPONSI
ABORTUS INKOMPLIT
Oleh : Gunalan Khrisnan
G0007513
Heningtyas Suci Utomo G99112075 Della Undadewi Sanjaya G99112124
Pembimbing : Dr. Wuryatno, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2013
1
ABORTUS INKOMPLIT
Abstrak
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus menurut tingkatannya dibagi menjadi abortus iminens, abortus insipiens, abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis, dan abortus infeksiosus. Abortus inkompletus merupakan abortus yang sebagian hasil konsepsinya telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Sebuah kasus seorang G 2P1A0, 25 tahun, umur kehamilan 19 +2minggu dengan keluar darah dari jalan lahir, riwayat obstetri baik, riwayat fertilitas baik. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah dalam batas normal dan pemeriksaan USG menyokong gambaran abortus inkomplit. Penatalaksanaan pasien tersebut adalah dengan kuretase.
Kata Kunci : abortus inkomplit
2
BAB I PENDAHULUAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus.Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.Disebut medisinalis bila didasarkan pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu.Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa.Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis di kemudian hari. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat.Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15 – 20 % merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam.Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 – 20 % dari semua kehamilan.Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 – 4 minggu setelah konsepsi. Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut.Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk
3
mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus berurutan adalah 30 – 45 %.1
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram.(terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu) 2
2. ETIOLOGI 1) Faktor janin a) Faktor Genetik. Paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik. b) Kelainan telur, blighted ovum, kerusakan embrio c) Embrio dengan kelainan lokal d) Kelainan pada plasenta Endometritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhandan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
2) Faktor maternal a) Kelainan anatomis ibu Abnormalitas
anatomi
maternal
yang
dihubungkan
dengan
kejadian abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan ( acquired ). Lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. 5
b) Infeksi Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. c) Pengaruh endokrin Hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisiensi progesteron. d) Penyakitkronisyang melemahkan, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis, namun keadaan ini jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien meninggal dunia karena penyakit ini tanpa melahirkan. Penyakit kronis lain (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis). e) Nutrisi Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisiensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting. f) Faktor
imunologis
yang
telah
terbukti
signifikan
dapat
menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear,
antikoagulan
lupus
dan
antibodi
cardiolipin.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. g) Faktor psikologis Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka yang
terhadap terjadinya abortus ialah wanita
belum matang secaraemosional dan sangat penting
dalammenyelamatkan kehamilan.
6
3) Faktor eksternal a) Radiasi Dosis 1-10 rad bagi janin UK 9 minggu pertama dapat merusak janin, dan pada dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kematian. b) Obat-obatan Antagonis asam folat, antikoagulan, dll. c) Bahan kimia lain (arsen & benzena) Rokok juga mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. 1,3,4
3. PATOLOGI Pada permulaan terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena dianggap benda asing, maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya. Saat kantung gestasi terbuka, biasanya ditemukan cairan di sekitar janin yang maserasi atau tidak ditemukan janin ( disebut Blighted Ovum ). Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal. Hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan banyak terjadi perdarahan. Bila terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua, janin mungkin mengalami maserasi, dimana tulang tengkorak kolaps, distensi abdomen, dengan cairan bercampur darah dan degenerasi organ dalam. Kulit menjadi melepuh dan terkelupas. Dapat juga ditemukan cairan amnion terabsorbsi sehingga terjadi kompresi janin. 5
7
4. KLASIFIKASI ABORTUS Banyak variabel yang berbeda digunakan untuk abortus dan diperlukan sejumlah definisi. Semua definisi dianggap mengacu pada abortus spontan jika tidak ada keterangan lain. Abortus dini terjadi pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu. Abortus lanjut terjadi antara umur kehamilan 12-20 minggu. 6
Klasifikasi abortus menurut usia kehamilan: a. Abortus Dini Produk konsepsi yang abnormal merupakan penyebab terbanyak abortus spontan dini. Kebanyakan etiologi bersifat multifaktorial (campuran genetik dan lingkungan). Faktor-faktor lain seperti infeksi misalnya cytomegalovirus, kelainan endokrin (misalnya kegagalan korpus luteum).6 b. Abortus Lanjut Di seluruh dunia, penyebab utama abortus selama trimester 2 adalah infeksi (misalnya sifilis, malaria), plasenta sirkumvalata, ketidakseimbangan
metabolik
ibu
(misalnya
diabetes
mellitus,
hipotiroidisme berat), gangguan fisiologis ibu (misalnya gangguan jantung, hipertensi), nutrisi ibu kurang, imunologi, terpapar faktor fetotoksik, trauma, dan defek uterus atau serviks (misal, inkompetensi serviks). 6
Klasifikasi abortus menurut tingkatannya: a. Abortus Iminens Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
8
Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormone hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin keduanya masih positif maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam.Pemeriksaan USG untuk mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan plasenta apakah sudah terlepas atau belum.Diperhatikan ukuran biometri/ kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT, denyut jantung janin, dan gerakan janin, ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Penderita perdarahan
diminta
berhenti.Bisa
untuk
melakukan
diberi
tirah
spasmolitik
baring
agar
uterus
sampai tidak
berkontraksi atau diberi tambahan hormone progesterone atau derivatnya
untuk
mencegah
terjadinya
abortus.Penderita
boleh
dipulangkan setelah terjadi perdarahan dengan pesan tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai kurang lebih 2 minggu. 1
b. Abortus Insipiens Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai umur kehamilan dan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran masih normal sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah
9
mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada atau tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus. Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa, tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan kuretase sambil diberikan uretonika untuk mencegah terjadinya perforasi dinding uterus. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uretonika, dan antibiotika profilaksis. 1
c.
Abortus Kompletus Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit, besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7 – 10 hari setelah abortus.Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan, biasanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. 1
d. Abortus Inkompletus Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina,
10
kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus
dapat
berlangsung
baik
dan
perdarahan
bisa
berhenti.Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.Pascatindakan perlu diberikan uretonika parenteral ataupun peroral dan antibiotika. 1
e. Missed Abortion Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tandatanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu
11
dari terhentinya pertumbuhan kehamilan.Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 mingguharus
diperhatikan
kemungkinan
terjadinya
gangguan
penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu
untuk
mengeluarkan
janin
atau
mematangkan
kanalis
servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali.Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah segar atau fibrinogen.
f.
1
Abortus Habitualis Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak
yang
mengaitkannya
dengan
reaksi
imunologik
yaitu
12
kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive. Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse leukosit atau heparinisasi. Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester
pertama,
di
mana
ostium
serviks
akan
membuka
(inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester ke dua. 1
g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.Abortus septik adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan aborotus yang
paling
sering
terjadi
apalagi
bila
dilakukan
kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok,
13
penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun. Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan kultur. Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Pada saat tindakan, uterus dilindungi dengan uterotonika. Antibiotika dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotic yang lebih sesuai. 1
14
BAB III STATUS PENDERITA A.
ANAMNESIS Tanggal 15 Agustus 2013 jam 12.00 WIB 1. Identitas Penderita
Nama
: Ny. R
Umur
: 25 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Alamat
: Widoro 40/12 Sragen
Status Perkawinan
: Kawin 1 kali dengan suami 7 tahun
HPMT
: 2 April 2013
HPL
: 9 Januari2014
UK
: 19+2 minggu
Tanggal Masuk
: 15Agustus 2013
No.CM
: 01212502
Berat badan
: 65 Kg
Tinggi Badan
: 156 cm
2. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G 2P1A0, 25 tahun, usia kehamilan 19 +2 minggu dengan keterangan mendadak perut mules sejak pagi hari. Keluar darah mrongkol-mrongkol diikuti keluarnya jaringan. Riwayat jatuh disangkal, riwayat minum jamu/ obat-obatan disangkal. Pasien merasa hamil 5 bulan.
15
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan
: Disangkal
Riwayat kebiasaaan merokok
: Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan
: Disangkal
6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
Pasien telah memiliki satu orang anak. Anak pertama laki-laki telah berumur 6 tahun, berat badan ketika dilahirkan 2300 gram, lahir secara spontan.
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
9. Riwayat Haid
-
Menarche
: 14 tahun
-
Lama menstruasi
: 7 hari
-
Siklus menstruasi
: 28 hari
16
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali ( umur 18 tahun )
11. Riwayat Keluarga Berencana
KB suntik (1 tahun)
B.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Interna
Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi kesan cukup Tanda Vital
:
Tensi
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x / menit
Respirasi Rate
: 18 x/menit
Suhu
: 36,80C
Kepala
: Mesocephal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
THT
: Tonsil tidak membesar, Faring hiperemis (-)
Leher
: Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
: Gld. Mammae dalam batas normal, areola mammae hiperpigmentasi (+)
Cor
:
Inspeksi
: IC tidak tampak
Palpasi
: IC tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi
: Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (N/N), Ronki basah kasar (-/-)
17
Abdomen: Inspeksi
: Dinding perut > dinding dada Stria gravidarum (+)
Palpasi
: Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar
Perkusi
: Timpani pada bawah prosessus xiphoideus, redup pada daerah uterus
Auskultasi : Peristaltik (+) normal Genital
: Lendir darah (+), air ketuban (+)
Ekstremitas :
Oedema -
-
-
-
Akral dingin -
-
-
-
2. Status Obstetri Inspeksi
Kepala
: Mesocephal
Mata
: Conjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen
:
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), TFU tak teraba, massa tak teraba Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, portio livide utuh, OUE terbuka, darah (+) Ekstremitas :
Oedema -
-
-
-
18
akral dingin -
-
-
-
Pemeriksaan Dalam :
VT
: vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio livide utuh, OUE terbuka, darah (+)
UPD
: promontorium tidak teraba linea terminalis teraba, 1/3 bagian spina ischiadica tidak menonjol arcus pubis > 90 kesan : panggul normal
C.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium Darah tanggal15Agustus 2013 : Hemoglobin
: 11,4 gr/dl
Hematokrit
: 37 %
Antal Eritrosit
: 3,91 x 103/uL
Antal Leukosit
: 8,0 x 103/uL
Antal Trombosit
: 181 x 103/uL
Golongan Darah
:O
GDS
: 65 mg/dL
Ureum
: 17 mg/dL
Creatinin
: 0,4 mg/dL
Na+
: 135 mmol/L
K +
: 3,9 mmol/L
Ion klorida
: 106
HbS Ag
: negatif
Protein
: 6,6
Albumin
: 3,89
PT
: 11,4
19
APTT 2.
: 30,5
Ultrasonografi (USG) tanggal 15Agustus 2013 : Tampak vesica urinaria terisi cukup, tampak uterus membesar, tampak gambaran massa amorf Kesan: menyokong gambaran abortus inkomplit
D.
KESIMPULAN
Seorang G2P1A0, 25 tahun, UK
19 +2minggu
dengan
keluar
darah dari jalan lahir, riwayat obstetri baik, riwayat fertilitas baik. Pemeriksaan penunjang : Lab darah dalam batas normal. USG: menyokong gambaran abortus inkomplit.
E.
DIAGNOSA AWAL
Abortus inkomplit
F.
PROGNOSA
Dubia ad malam
G.
TERAPI
1. Mondok bangsal 2. Kuretase
20
EVALUASI 16 Agustus 2013
Keluhan: Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup Tanda vital
: T = 110/70 mmHg
Respiratory Rate = 18x/menit
N = 72x/menit
Suhu = 36,70C
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax
: Cor : dalam batas normal Pulmo : dalam batas normal
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), TFU tak teraba, peristaltik usus (+)
Genitourinaria
: Perdarahan (-) Lochia (+) BAK (+)
Diagnosa Terapi
: abortus inkomplet :
1.
Amoxicilin 3x500 mg
2.
Metil Ergometrin tab 3 x I
3.
SF 1xI
4.
BLPL
21
BAB IV ANALISA KASUS
A. Analisa Penegakan Diagnosa
Diagnosis abortus inkomplit ini ditegakkan dari anamnesis usia kehamilan 19+2 minggu, terdapat perdarahan mrongkol-mrongkol diikuti keluarnya jaringan. Dari pemeriksaan abdomen TFU tidak teraba, massa tidak teraba. Dari pemeriksaan vagina terdapat canalis servikalis masih terbuka, keluar darah dari OUE. Pemeriksaan USG tampak uterus membesar, tampak gambaran massa amorf, kesan menyokong gambaran abortus inkomplit. Etiologi dari abortus inkomplit pada kasus ini ada beberapa kemungkinan, yaitu faktor janin, faktor maternal, dan faktor eksternal. Faktor janin meliputi faktor genetik, kelainan telur, embrio, dan kelainan plasenta. Dari tinjauan pustaka, pada faktor genetik, lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.Pada kasus ini, abortus inkomplit terjadi pada kehamilan trimester ke dua. Maka kemungkinan faktor genetik tidak banyak berperan sebagai etiologi pada kasus ini. Kelainan pada plasenta, contohnyaendometritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun. Sementara pada kasus ini, tidak didapatkan hipertensi serta tidak mengarah ke diagnosis endometritis. Selain faktor janin, terdapat juga faktor maternal, diantaranya adalah kelainan anatomis ibu. Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired). Lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. Inkompetensi serviks dapat menjadi kemungkinan penyebab abortus berulang, terutama pada
22
kehamilan trimester ke dua. Pada kasus ini, abortus terjadi baru pertama kali dan belum berulang, namun diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah terdapat inkompetensi serviks karena anak pertama lahir dengan berat badan lahir rendah yang kemungkinan lahir kurang bulan. Infeksi juga dapat menjadi penyebab abortus. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Untuk mengetahui adanya infeksi, dapat dilihat dari pemeriksaan klinis tanda-tanda infeksi, dan pemeriksaan penunjang laboratoris. Pengaruh endokrin, dihubungkan dengan abortus berulang karena terjadinya defek fase luteal, diabetes mellitus, atau kelainan kelenjar tiroid. Pada kehamilan muda, dengan terbentuknya korpus luteum maka akan diproduksi hormon progesteron untuk mempertahankan kehamilan. Bila terjadi gangguan produksi ini oleh corpus luteum maka dapat terjadi abortus. Biasanya hal ini terjadi pada umur kehamilan kurang dari 10 minggu. Pada diabetes mellitus lanjut dengan peningkatan HbA1 dapat menyebabkan abortus. Kejadian hipotiroid juga dapat berpengaruh dalam produksi hormon dari corpus luteum sehingga dapat menimbulkan abortus. Pada kasus ini kehamilan telah mencapai usia lebih dari 10 minggu, dari pemeriksaan laboratorium dan fisik tidak ditemukan tanda-tanda mengarah ke diabetes mellitus ataupun hipotiroid. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. Faktor eksternal juga berperan sebagai etiologi abortus, diantaranya adalah radiasi, obat-obatan, dan bahan kimia. Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut yang mendukung etiologi ini.
23
B. Analisa Kasus Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti.Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.Pascatindakan perlu diberikan uretonika parenteral ataupun peroral dan antibiotika. Pada pasien ini, keadaan umum baik, dari pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal. Pada pasien ini akan dilakukan kuretase.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijanto, B. 2008. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam : Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2. Hanifa W, dkk. 1999. ‘Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan’. Ilmu Kebidanan. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal : 302 – 12 3. Sulaiman S, dkk. 2005. ‘Kelainan Lama Kehamilan’. Obstetri Patologi. Penerbit EGC. Jakarta. Hal 1 – 9 4. Martin L. Pernoll. 2001. ‘Early Pregnancy Complication’. Benson and Pernoll’s Handbook of Obstetri and gynecology. Chapter 10. 10 th Ed. McGraw-Hill Company. New York. Pp 295 – 307 5. Cuningham, M. G., et al. 2005. ‘Abortion’. Williams Obstetrics. Section 3. 22 nd Ed. McGraw Hill Company. New York. Pp: 231 – 52
25