Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Saraf POST-TRAUMATIC BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
Oleh Dian Yosie Monica 07120070046
Pembimbing: dr. Maula Gaharu, Sp. S
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R.S. Sukanto Periode 6 Juni – 8 Juli 2011
LAPORAN KASUS ILMU KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT SARAF RS. BHAYANGKARA TK.I R. S. SUKANTO
1.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. NS
Jenis Kelamin
: Wanita
Usia
: 50 tahun
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Sunda
Status marital
: menikah
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl. Danau Rambu II RT. 5/4 no.197 Jakarta Timur
No. Rekam Medis
: 50.30.86
Tanggal masuk RS
: 18 Juni 2011
Tanggal pemeriksaan : 21 Juni 2011
2.
ANAMNESIS
: Autoanamnesa dan Alloanamnesa dengan suami dan anaknya : Autoanamnesa
Keluhan Utama
: Pusing berputar
Keluhan Tambahan : - nyeri ulu hati - mual dan muntah setiap kali makan.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke RS. Bhayangkara Tk. I R. S. Sukanto pada tanggal 18 Juni 2011 bersama suami dan anaknya dengan keluhan pusing berputar sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku merasakan lingkungan sekelilingnya terasa berputar. Pusing berputar dirasakan cukup hebat yang timbul mendadak, hilang timbul, akan membaik bila tidur, dan memburuk bila membuka mata dan menggerakan/memiringkan posisi kepalanya. Pasien menyangkal telinga berdenging (tinnitus), rasa penuh pada telinga, dan penurunan pendengaran. Pasien mengaku ketika berjalan merasa seperti pijakan (tanah) bergoyang. Keluhan tambahan adalah nyeri ulu hati yang disertai rasa mual dan muntah yang terjadi sejak pagi. Muntah terjadi setelah pasien makan, berisi makanan yang dimakan sebelumnya, tidak ada darah. Hal ini juga menyebabkan pasien tidak mau makan dan hanya minum air saja.
2
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pada tanggal 16 Juni 2011, pasien jatuh dari motor (keadaan berhenti) dengan kepala bagian kiri atas membentur benda keras (batu). OS mengaku bahwa merasa seperti ditarik sehingga terjatuh dari motor. Pasien menyangkal lemas, kelemahan, atau pusing sebelum terjatuh. Setelah terjatuh, pasien dibawa ke RS. R.S Sukanto dalam keadaan sadar dan menerima penanganan atas luka di bagian kepala kiri atas. Pasien merasakan pusing berputar yang cukup hebat, muncul mendadak, kemudian muntah sebanyak 2 kali yang berisi makanan yang dimakan sebelumnya. Pasien menyangkal penurunan kesadaran, kejang, kelemahan atau rasa baal pada bagian tubuh, cidera pada bagian leher. Kemudian pasien pulang, namun setelah terjatuh tersebut, pasien merasakan pusing berputar yang tidak juga membaik dan muntah beberapa kali sehingga datang kembali ke RS pada tanggal 18 Juni 2011. Pasien tidak pernah mengalami vertigo sebelumnya. sebelumnya. Pasien menderita hipertensi grade I dan Diabetes Mellitus tipe 2 diketahui sejak tahun 2010. Pasien mengaku hanya meminum obat hipertensi bila merasa pusing. Pasien pernah dirawat di RS ini pada tahun 2010 dengan keluhan seluruh badan lemas, kedua kaki terasa baal, dan tidak mau makan. Setelah dilakukan pemeriksaan diketahui disebabkan oleh penyakit DM yang diderita. Tidak ada riwayat infeksi pada kedua telinga, alergi, penyakit jantung, penyakit paru. Tidak pernah mengalami trauma pada bagian kepala atau kecelakaan. Pasien hanya menjalani operasi SC ketika melahirkan anak ke-3 (tahun 1997).
RIWAYAT MEDIKASI Pasien meminum obat untuk hipertensi (Captopril) dan untuk diabetes melitus tipe 2 (Metformin/ Glucophage dan Glibet). Pasien mengaku hanya meminum Captopril bila merasa pusing, sedangkan Metformin dan Glibet diminum rutin setiap hari.
RIWAYAT OBSTETRIK-GIN OBSTETRIK-GINEKOLOGIK EKOLOGIK Pasien memiliki 3 orang anak, 2 anak pertama dilahirkan melalui persalinan normal, sedangkan anak ke-3 dilahirkan melalui operasi sectio caesar. Setelah melahirkan anak pertama dan kedua, pasien mengaku menggunakan KB suntik. Setelah anak ke-3, pasien menjalani sterilisasi dengan tubektomi.
RIWAYAT KELUARGA Almarhum ayah menderita hipertensi dan diabetes mellitus. Anggota keluarga yang lain tidak memiliki penyakit yang serupa dengan pasien. Tidak ada yang mengalami penyakit jantung, penyakit paru, alergi, dan keganasan.
RIWAYAT KEBIASAAN/POLA HIDUP Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur, melakukan jalan pagi setiap hari minggu . Pasien tidak merokok, minum alkohol, maupun mengonsumsi obat terlarang.
3
3.
PEMERIKSAAN PEMERIKSAA N FISIK STATUS GENERALIS Keadaan umum
: Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda – Tanda – tanda vital
:
Tekanan darah : 170/100 mmHg Nadi
: 92 x / menit
Pernapasan
: 14 x / menit
Suhu
: 37,2 0C
Kepala
:
Normochepal, terdapat vulnus ekskoriasi pada kepala bagian kiri atas. Wajah simetris, tidak tampak nyeri. Palpasi dan perkusi sinus frontalis dan maksilaris tidak menimbulkan nyeri.
Mata
:
Struktur okular eksterna simestris, tidak ada lesi. Bola mata normal, tidak ada protusi Conjungtiva anemis -/-; Sklera ikterik -/Pupil bulat dan isokor Kelainan refraksi OD (-7) dan OS (-6) yang telah dikoreksi dengan kacamata
Hidung
:
Struktur hidung externa di tengah, proporsional Cavitas nasal dalam batas normal
Mulut
:
Bibir tampak lembab berwarna merah Mukosa oral tampak basah, tidak ada lesi Lidah simetris, orofaring normal, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, uvula di tengah
Telinga
:
Struktur telinga eksterna simetris, tidak ada jejas
Leher
:
Tidak ada jejas Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Tidak ada pembesaran tiroid
Toraks
:
Inspeksi
: Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi
: Taktil fremitus normal
Perkusi
: Sonor diseluruh lapang paru
(Paru)
: Auskultasi
: Suara nafas vesikular, Ronki -/-, Wheezing -/-
(Jantung)
:
: Bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan
Auskultasi murmur
4
Abdomen
Ekstremitas
:
Inspeksi
: abdomen datar
Auskultasi
: bising usus 4 kali/ menit (normal)
Perkusi
: timpani di seluruh regio abdomen
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan, hati dan limpa tidak teraba
:
Ekstremitas simetris, tidak ada jejas. Akral hangat, perfusi refill < 2 detik
STATUS NEUROLOGIS Kesadaran
:
GCS = E4 V5 M6 (15)
Tanda Rangsang Meningeal
:
Kaku kuduk
: negatif
Kernig sign
: negatif
Lasegue sign
: negatif
Brudzinski I
: negatif
Brudzinski II
: negatif
Brudzinski III
: tidak dilakukan
Brudzinski IV
: tidak dilakukan
Pemeriksaan Nervi Cranialis 1. N I. Olfaktorius o
ND: DBN
o
NS: DBN
Kesan tidak tampak kelainan 2. N II. Optikus o
Pemeriksaan visus dilakukan dengan menghitung jari OD: DBN OS: DBN
o
Pemeriksaan buta warna (tidak dilakukan)
o
Pemeriksaan lapang pandang OD: DBN OS: DBN
o
Pemeriksaan Funduscopy (tidak dilakukan)
Kesan tidak tampak kelainan 3. N III. Okulomotorius o
Inspeksi kelopak untuk ptosis : tidak terdapat ptosis di kedua mata
o
Inspeksi pupil OD: PBI 3mm 5
OS: PBI 3mm o
Pemeriksaan Refleks Cahaya OD RC langsung RC konsensual OS RC langsung RC konsensual
o
+/+ +/+ +/+ +/+
Gerak bola mata ke segala arah kecuali medial bawah dan lateral OD: DBN OS: DBN
Kesan tidak tampak kelainan 4. N IV. Trokealis OD: DBN OS: DBN Kesan tidak tampak kelainan 5. N V. Trigeminal o
o
Sensorik
V1 (opthalmik)
: DBN + Refleks kornea DBN
V2 (maksilar)
: DBN
V3 (mandibular)
: DBN
Motorik
Menggigit
: DBN
Membuka Rahang
: DBN
Kesan tidak tampak kelainan 6. N VI. Abdusen o
OD: DBN
o
OS: DBN
Kesan tidak tampak kelainan 7. N VII. Fasialis o
Sensorik :Pengecapan 2/3 anterior lidah (tidak dilakukan)
o
Motorik
Mengangkat alis
: DBN
Mengernyitkan alis
: DBN
Memejamkan mata
: DBN
Meringis
: DBN
Menggembungkan pipi
: DBN
6
Mencucu
: DBN
Kesan tidak tampak kelainan 8. N VIII. Vestibulokoklear o
Vestibule Nystagmus
: tipe vestibular patologik derajat 1 ditemukan pada kedua mata. Jerk type –fase cepat ke arah dextra, fase lambat ke arah sinistra.
o
Tes Romberg
: positif
Tandem
: tidak dapat dilakukan dengan baik
Post-pointing
: tangan kanan baik, tangan kiri baik
Koklear
Gesekan jari (AS/AD)
: +/+
Rinne
: +/+
Weber
: tidak ada lateralisasi
Kesan terdapat gangguan keseimbangan ketika berdiri dengan mata tertutup dan berjalan 9. N IX. Glosofaringeal o
Sensorik : Pengecapan 1/3 posterior lidah (tidak dilakukan)
o
Motorik
Tidak ada disfonia atau afonia
Refleks menelan: DBN
Kesan tidak tampak kelainan 10. N X. Vagus o
Inspeksi uvula : DBN
o
Refleks muntah (tidak dilakukan)
Kesan tidak tampak kelainan 11. N XI. Asesorius Inspeksi, palpasi, dan kekuatan otot Sternocleidomastoid dan Trapezius: DBN Kesan tidak tampak kelainan 12. N XII. Hipoglosus o
Lidah saat di dalam rongga mulut
: tidak ada deviasi
o
Lidah saat menjulur
: tidak ada deviasi ataupun fasikulasi
Kesan tidak tampak kelainan
7
Pemeriksaan Motorik
Massa otot D Eutrophy Eutrophy
S Eutrophy Eutrophy
D Normotonus Normotonus
S Normotonus Normotonus
Tonus
Kekuatan D 5555 5555
Refleks fisiologis BPR TPR KPR APR
D +2 +2 +2 +2
S +2 +2 +2 +2
D -
S -
D -
S -
Refleks patologis HT Babinsky Chaddok Oppenheim
S 5555 5555
Klonus Patella Achiles
Pemeriksaan Sensorik
:
Rangsang raba
:
DBN
Rangsang nyeri
:
DBN
Rangsang suhu
:
DBN
Rangsang getar
:
DBN
Propioseptif
:
DBN
Diskriminasi 2 titik
:
Tidak dilakukan
8
Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Pemeriksaan Koordinasi
4.
:
:
:
BAK
:
DBN
BAB
:
DBN
Berkeringat
:
DBN
Memori
:
Tidak dilakukan
Kognitif
:
Tidak dilakukan
Bahasa
:
Tidak dilakukan
Visuospasial
:
Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia
:
DBN
Tes telunjuk hidung
:
DBN
RESUME
Ny. NS, usia 50 tahun, datang ke RS. Bhayangkara Tk.I R. S. Sukanto pada tanggal 18 April 2011 dengan keluhan vertigo selama 2 hari, dengan keluhan tambahan sindroma dispepsia. Pasien mengeluhkan vertigo yang muncul mendadak, hilang timbul, membaik bila tidur, dan memburuk bila membuka mata atau menggerakkan kepalanya. Vertigo juga disertai dengan muntah. Pada tanggal 16 Juni 2011, pasien mengalami CKR yang menyebabkan vulnus ekskoriasi pada kepala kiri atas dan vertigo. Pasien menyangkal penurunan kesadaran, kejang, gangguan motorik, gangguan sensorik post-trauma. Pasien diketahui menderita hipertensi grade I dan DM tipe 2 sejak tahun 2010. Riwayat dirawat di RS karena generalized weakness, paraesthesia kedua ekstremitas bawah karena DM tipe 2. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan hipertensi, nystagmus tipe vestibular sinistra derajat 1, romberg’s sign, dan ketidakseimbangan ketika berjalan tandem.
5.
DIAGNOSIS Diagnosis Kerja Klinis
: vertigo vestibular perifer post-trauma, nystagmus perifer sinistra derajat 1, sindrom dispepsia, hipertensi grade II, diabetes mellitus tipe 2
Topis
: sistem vestibular perifer
Etiologi
: post-traumatic BPPV
Diagnosis banding
: Labyrinthine concussion Perilymphatic Fistula
6.
PEMERIKSAAN ANJURAN
Dix-Halpike position test untuk test untuk menilai nistagmus atau vertigo yang timbul dikarenakan oleh gangguan pada organ telinga dalam (sistem vestibular) atau pada otak.
9
Audiogram untuk menggambarkan tentang kemampuan pendengaran seseorang dan berapa besarnya gangguan pendengaran yang dialami untuk masing-masing telinga.
Caloric test untuk test untuk menilai fungsi sistem vestibular perifer dengan mengirigasi telinga dengan air hangat (40oC) dan air dingin (300C). Tes ini merupakan bagian dari Electronystagmography (ENG) yang akan mendeteksi dan mencatat nistagmus dan membedakan lesi sentral atau perifer.
CT-scan tulang temporal atau MRI tulang temporal dan internal auditory canal untuk canal untuk melihat apakah terdapat lesi abnormal (contohnya fraktur tulang temporal).
Pemeriksaan gula darah, lipid profile (LDL, HDL, TGA, kolesterol total), total), fungsi ginjal (ureum dan creatinine) untuk mengevaluasi terapi DM tipe 2 dan komplikasinya.
7.
TATALAKSANA
Umum
Penatalaksanaan TTV
Keseimbangan cairan, elektrolit, gizi
Konsul ahli penyakit dalam (penanganan DM tipe 2)
Konsul ahli THT
Khusus Non-farmakologis:
Rehabilitasi vestibular
Reposisi canalith : manuver Epley atau Semont
Pembedahan
Edukasi o
Hindari posisi yang memicu vertigo seperti posisi duduk mendadak dari berbaring, menengadah ke atas, dsb.
o
Memperbaiki pola dan asupan diet
Farmakologis:
Obat-obatan vestibulosupresan o
Antihistamin
Flunarizin (Frego®) 5mg 2x1
Betahistine mesylate (Mertigo®) 6 mg 3x1
Obat-obatan untuk sindrom dispepsia o
Injeksi Rantin 3x1 ampul Rantin tablet 150 mg 2x1
o
Injeksi Cedantron 8 mg 3x1
o
Antasida 4xc1 10
Obat untuk hipertensi o
8.
Captopril 3 x12,5 mg 3 x 25 mg
Obat untuk DM tipe 2 o
Metformin 500 mg 3x1
o
Glucobay 50 (1 - 1 – 1 – 0)
o
Grefibrozil 300 mg 3x1
PROGNOSIS Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: dubia
Quo ad sanationam : dubia
9.
PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesa tentang adanya vertigo dengan onset yang mendadak dan bersifat episodik, yang disertai dengan muntah, tanpa adanya tinnitus, perasaan penuh pada telinga, atau gangguan pendengaran. Adanya riwayat cidera kepala ringan yang terjadi 2 hari sebelum masuk ke RS. Kemudian pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya nystagmus tipe vestibular sinistra derajat 1, romberg’s sign, dan ketidakseimbangan ketika berjalan tandem. Menurut data dari anamnesa dan gejala klinis yang didapat dapat dicurigai bahwa vertigo, nystagmus, dan gangguan keseimbangan yang terjadi berasal dari sistem vestibular. Diagnosa kerja pada kasus ini mengarah pada post-traumatic BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo).
Vertigo Vertigo adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar, dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak dapat menjaga keseimbangan dengan baik.
Klasifikasi vertigo
Vertigo non-vestibular
Vertigo vestibular o
Vertigo vestibular sentral
o
Vertigo vestibular perifer
11
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular (2) Non-vestibular (2) KARAKTERISTIK
VERTIGO VESTIBULAR
VERTIGO NON-VESTIBULAR
Waktu
Episodik
Konstan
Sifat Vertigo
Berputar
Melayang
Faktor pencetus
Gerakan kepala, perubahan posisi
Stress, hiperventilasi
Gejala Penyerta
Mual, muntah, tuli, tinnitus
Gangguan mata, gangguan somatosensorik
Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral (2) Sentral (2) KARAKTERISTIK
V. VESTIBULAR PERIFER
V. VESTIBULAR SENTRAL
Durasi
Menit hingga jam
Minggu hingga bulan
Intensitas
Berat
Sedang
Mual muntah
Tipikal
Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan
Ya
Kadang tidak berkaitan
Usia pasien
Berapapun, biasanya muda
Usia lanjut
Nistagmus
Nistagmus horizontal dan rotatoar;
Nistagmus horizontal atau vertical;
ada nistagmus fatigue 5-30 detik
tidak ada nistagmus fatigue
Tidak ada
Kadang disertai ataxia
Seringkali berkurang atau dengan
Biasanya normal
posisi kepala
Defisit nervi cranial atau cerebellum Pendengaran
tinnitus Penyebab
Meniere’s disease
Drugs
Labyrinthitis
Massa Cerebellar / stroke
Positional vertigo
Encephalitis/ abscess otak
Neuroma akustik
Insufisiensi Arteri Vertebral
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Gejala gangguan vestibular perifer meliputi vertigo, ketidakseimbangan, dan seringkali disertai mual dan muntah. Penyebab paling umum dari gangguan ini adalah benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah vertigo yang dipicu oleh posisi-posisi yang provokatif, seperti berguling di tempat tidur, posisi berbaring, posisi duduk, membungkuk, dan menengadah.
Epidemiologi BPPV merupakan vertigo vestibular perifer yang paling sering dijumpai. 20% pasien dengan gejala vertigo mengalami BPPV. Berdasarkan jenis kelamin ada prediklesi lebih sering mengenai wanita (64%). Sedangkan berdasarkan usia, umumnya menyerang populasi usia lanjut (rata-rata umur 51-57,2 tahun). Sangat jarang terjadi pada orang muda di bawah 35 tahun tanpa adanya riwayat cidera kepala.
12
Etiologi Etiologi BPPV:
Idiopatik (50%)
Pasca trauma (14-27%)
Pasca labirintitis
Pasca operasi
Ototoksisitas
Mastoiditis kronik
Patofisiologi Teori Cupulolithiasis Pada tahun 1962, dr. Harold Schuknecht mengajukan teori cupulolithiasis (heavy cupula). Teori ini didasarkan pada penemuan partikel basofilik yang menempel pada kupula. Postulat yang ia kemukakan adalah, posterior semisirkular kanal sensitif terhadap gravitasi karena partikel basofilik menempel atau bergantung pada cupula. Hal ini dapat disamakan seperti ada benda yang berat di atas sebuah tongkat yang berdiri tegak. Jika tongkat ini jatuh ke satu sisi, maka benda berat ini akan mencegah tongkat untuk kembali ke posisi semula. Pada penerapannya, didapatkan nistagmus yang persisten dan pusing ketika kepala pasien digerakkan ke arah belakang.
Teori Canalithiasis Pada tahun 1980, Epley mengajukan teori canalithiasis. Ia meneliti bahwa gejala BPPV lebih masuk akal jika benda berat tersebut (canalith) dapat bergerak bebas di posterior semisirkular kanal dari pada menempel pada cupula. Teori dapat disamakan dengan batu di dalam ban mobil. Ketika ban mobil bergerak, batu juga ikut bergerak namun jatuh beberapa saat kemudian karena ada gaya gravitasi. Gerakan batu yang jatuh ini sama dengan gerakan canalith yang berlawanan dengan arah endolimfe, ketika terdapat gerakan kepala. Hal ini menyebabkan pusing yang arahnya terbalik dengan arah gerakan endolimfe.
GAMBAR 1. Gambaran s kematik canalithiasis, cupulolithiasis, dan vestibulolithiasis
Teori canalithiasis lebih baik dalam menjelaskan keterlambatan sesaat sebelum munculnya gejala, nistagmus sementara, dan adanya perbaikan ketika kepala kembali ke posisi semula pada gejala klasik BPPV. Teori ini kemudian mendapat dukungan dari Parnes dan McClure di tahun 1991 dengan ditemukannya canalith di posterior semisirkular kanal pada pembedahan.
13
Manifestasi klinis Pada umumnya pasien dengan BPPV merasakan vertigo ketika mencoba untuk duduk setelah bangun tidur. Setelahnya, vertigo karena perubahan posisi ini dapat hilang timbul dalam jangka waktu yang panjang, biasanya bulan ke tahun. Keparahan dari kondisi ini sangat bervariasi. Pada keadaan ekstrim, pergerakan kepala yang ringan dapat menyebabkan muntah dan mual. Pasien dengan BPPV tidak merasakan pusing setiap saat. Rasa pusing yang parah muncul ketika serangan dipicu oleh gerakan kepala. Pada waktu diantara serangan, umumnya pasien merasakan tidak adanya atau sedikit gejala. Namun beberapa pasien mengeluhkan sensasi mengambang dari panca indra. BPPV klasik umumnya dipicu oleh gerakan tiba-tiba dari posisi tegak ke posisi supinasi dan kepala membentuk sudut 45° kearah telinga yang terpengaruh. Ketika mencapai posisi yang tepat, terjadi keterlambatan beberapa detik sampai gejala dirasakan. Ketika BPPV terpicu, pasien akan merasa seperti terlempar berputar, terutama ke arah telinga yang terpengaruh. Gejala yang dirasakan akan sangat berat dan akan menghilang dalam waktu 20-30 detik. Tetapi sensasi akan dirasakan lagi ketika pasien mencoba untuk duduk tegak, dan arah dari nistagmus akan terbalik.
Pemeriksaan Fisik Manuver Dix-Hallpike adalah pemeriksaan fisik utama untuk BPPV. Temuan klasik seperti nistagmus rotatoar dengan keterlambatan sebelum gejala muncul dan hilang setelah beberapa waktu merupakan pathognomonic. Hasil yang negatif tidak mempunyai arti kecuali untuk indikasi bahwa canalith aktif tidak ada untuk sementara waktu. Tes ini dilakukan dengan menggerakan pasien dengan cepat dari posisi duduk ke supinasi ketika kepala pasien membentuk sudut 45° ke arah kanan. Setelah menunggu 20-30 detik, pasien kembali keposisi semula (tegak). Jika tidak terlihat adanya nistagmus, prosedur diulang ke arah kiri.
Gambar 1. Manuver DixHallpike
Pemeriksaan Penunjang Karena Dix-Hallpike maneuver merupakan pathognomonic, pemeriksaan penunjang seperti tes laboratorium atau radiologi hanya untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya. Tes lain yang dapat membantu diagnosis antara lain:
14
MRI dapat digunakan untuk melihat adanya lesi sentral
Electronystagmography (ENG) adalah pencatatan objektif nistagmus yang distimulasi oleh gerakan kepala dan tubuh, pandangan, dan stimulasi kalorik. ENG dapat membantu untuk mendeteksi nistagmus, membedakan lesi sentral atau perifer, dan menentukan keparahan hipofungsi vestibular.
Tes kalorik biasanya akan memberikan respon yang terlambat pada telinga yang memiliki gangguan.
Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, temuan pada pemeriksaan fisik, dan hasil dari tes vestibular dan auditori. Pemeriksaan Electronystagmography (ENG) mungkin dibutuhkan untuk melihat karakteristik nistagmus.
Tata laksana Pilihan tata lakasana termasuk observasi, obat-obatan vestibulosuppressant, rehabilitasi vestibular, reposisi canalith, canalith, dan pembedahan. Pilihan observasi termasuk dalam tata laksana karena BPPV dapat hilang tanpa pengobatan dalam waktu minggu ke bulan. Namun perlu diperhatikan bahwa pasien akan merasa tidak nyaman karena vertigo dan adanya resiko untuk jatuh atau kedaan berbahaya lain karena BPPV. Obat-obatan untuk mensupresi vestibular tidak menyembuhkan BPPV, tapi dapat memberikan sedikit pengurangan gejala pada pasien. Tiga kategori vestibular supresan adalah anticholinergik (glycopyrolat, scopolamine), antihistamin (meclizine, prometahzine), dan benzodiazepine. Untuk kasus vertigo vestibular akut dan berat dapat digunakan IM promethazine atau IV droperidol. Rehabilitasi vestibular adalah terapi non-invasif dapat sukses walaupun memakan waktu. Kekurangan dari terapi ini adalah BPPV pasien akan terpicu berkali-kali ketika melakukan terapi ini. Reposisi canalith merupakan pilihan pengobatan terutama karena benefit-risk ratio yang tinggi. Reposisi canalith ini dilakukan dengan cara maneuver Epley atau Semont. Pembedahan dilakukan untuk pasien yang gagal pada reposisi canalith. Pembedahan bukan pilihan pertama pada pengobatan BPPV karena sifatnya yang invasif dan kemungkinan komplikasi seperti gangguan pendengaran atau kerusakan pada nervus facialis.
Prognosis Prognosis setelah reposisi canalith pada umumnya baik. Perbaikan spontan dapat muncul dalam 6 minggu, walaupun beberapa kasus tidak didapatkan perbaikan. Setelah diobati, peluang untuk terkena BPPV ulang adalah 10-25%.
GAMBAR 3.
Posterior Canal Plugging
15
10. KESIMPULAN Pusing (dizziness) atau vertigo adalah keluhan yang paling umum setelah cidera otak traumatik (traumatic (traumatic brain injury), injury), dan BPPV adalah penyebab dari rasa pusing yang terjadi. Berbagai jenis trauma dapat berkaitan dengan traumatic BPPV, antara lain : cidera kepala, whiplash injury , pembedahan telinga, pembedahan dental, dan lain-lain. Namun di antara semua jenis trauma tersebut, cidera otak traumatik (traumatic brain injury) menjadi perhatian dalam masalah kesehatan masyarakat. BPPV adalah salah satu gangguan vestibular perifer, terjadi apabila otoconia terganggu/terlepas dan berpindah ke dalam kanalis semisirkular. BPPV yang terjadi karena trauma sebesar 8,5% sampai 20% dari keseluruhan kasus BPPV. Secara umum telah disetujui bahwa pasien dengan BPPV idiopatik berusia lebih tua dibanding dengan BPPV post-traumatic. Selain itu, BPPV idiopatik menunjukkan bahwa wanita lebih banyak menderita penyakit ini karena pengaruh hormonal, yang dimana ditemukan sedikit jumlahnya untuk kasus BPPV posttraumatik. Diagnosis BPPV adalah dengan anamnesis (adanya gejala-gejala vertigo perifer yang dipicu perubahan posisi kepala atau tubuh), pemeriksaan fisik (adanya nistagmus), dan pemeriksaan dixhallpike positif. Tatalaksana BPPV meliputi observasi, obat-obatan vestibulosupresan, rehabilitasi labirin, reposisi canalith, dan pembedahan. BPPV dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat berulang 10-25%. Untuk perihal tatalaksana dan tingkat kekambuhan, BPPV post-traumatik lebih sulit untuk ditangani dan memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi (13-34% selama follow-up jangka panjang).
11. KEPUSTAKAAN 1.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008
2.
Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical Neurology.7th ed. Amerika serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2009
3.
Ropper HA, Samuels MA. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 9th ed. Amerika Serikat: The McGrawHill Companies, Inc; 2009
4.
Li JC. Neurologic Manifestation of Benign Positional Vertigo [Internet]. WebMD LCC. 4 October 2010. Diunduh tanggal 28 Juni 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.htm
5.
Solomon D. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Current Treatment Options in Neurology [Internet]. 2000, 2:417-427. Diunduh tanggal 28 Juni 2011. Diunduh dari http://www.med.upenn.edu
6. Rowland L, editor. Merritt’s Neurology. 11th ed. Amerika Serikat: Lippincott Williams and wilkins; 2005
16