TUGAS TATA KELOLA PERUSAHAAN Masalah Korupsi di Indonesia dalam Good Publ Publ i c Gover Gover nance
KELOMPOK :
ANANDA RIZKY RAMADHAN BAGUS NURGROHO BONNY ADHISAPUTRA NORMAN SUHARYANTO
PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013
STATEMENT OF AUTHORSHIP
“Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa laporan terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk laporan pada mata ajaran lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya menggunakannya. Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
Mata Kuliah
: Tata Kelola Perusahaan
Judul Tugas
: Masalah Korupsi di Indonesia dalam Good Public Governance
Tanggal
: 27 November 2014
Dosen
: Aria Farahmita
Nama
: Ananda Rizky Ramadhan
NPM
: 1306483990
Tandatangan
:
Nama
: Bagus Nugroho
NPM
: 1306484122
Tandatangan
:
Nama
: Bonny Adhisaputra
NPM
: 1306484160
Tandatangan
:
Nama
: Norman Suharyanto
NPM
: 1306484974
Tandatangan
:
1
Daniel Kaufmann, Aart Kraay, and Massimo Mastruzzi ( 2005 )
Korupsi biasanya didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan Tata kelola adalah sebuah konsep yang lebih luas yaitu pelaksanaan wewenang melalui formal dan tradisi informal serta institusi untuk kepentingan umum. Tata kelola meliputi proses memilih, memonitor dan menggantikan pemerintahan. Hal ini termasuk dalam kapasitas memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan dengan asumsi terdapat kepatuhan dari masyarakat. Tata kelola yang baik juga lebih dari sekedar kapasitas sektor publik dan mencakup kaidah aturan yang menciptakan suatu legitimasi, kerangka kerja yang efektif dan efisien dalam melaksanakan kebijakan publik. Lebih lanjut, tata kelola yang baik juga mencakup partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik yang efektif, penegakan hukum dan sistem peradilan yang independen, checks and balances melalui pemisahan kekuasaan dan adanya lembaga-lembaga pengawas yang efektif. Jurnal ini menyajikan update terbaru dari agregat indikator pemerintah, pentingnya perubahan diukur dari waktu ke waktu dalam pemerintahan, dan peran pendapatan per kapita dalam perbandingan pemerintahan lintas negara. Dalam kerangka di jurnal ini, tata kelola dapat di pisahkan dalam enam komponen yang disebut ‘unbundling governance’ yaitu :
1. Suara dan akuntabilitas 2. Ketidakstabilan politik 3. Keefektifan pemerintah 4. Kualitas peraturan 5. Supremasi hukum 6. Pengendalian korupsi
Resume Undang-undang KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun yang yang dibangun melalui Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 27 2
Desember 2002 oleh Presiden ke-5 Indonesia Megawati Soekarno Putri. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi melalui asas : a. Kepastian hukum Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi b. Keterbukaan Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya c. Akuntabilitas Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Kepentingan Umum Asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif; e. Proporsionalitas Asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
KPK
berwenang
melakukan
penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang memiliki karakteristik berikut : a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hokum atau penyelenggara Negara. b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
Gratifikasi
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK. Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B Ayat (1) UU 3
No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001 adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya.Pemberian tersebut diberikan kepada penyelenggara Negara atau pegawai negeri untuk kepentingan yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaanya.Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang.Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari.Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke KPK atau apabila suatu instansi telah bekerja sama dengan KPK dalam bentuk Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) dapat dilaporkan kepada insttansi terkait selanjutnya dilaporkan ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut dalam kurun waktu kurang dari 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah. Tata cara pelaporan penerimaan gratifikasi yang diatur dalam Pasal 16 huruf a Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.Pasal ini mensyaratkan bahwa setiap laporan harus diformalkan dalam formulir gratifikasi , adapun formulir gratifikasi bisa diperoleh dengan cara mendapatkannya secara langsung dari kantor KPK, mengunduh (download) dari situs resmi KPK (www.kpk.go.id), memfotokopi formulir gratifikasi asli atau cara-cara lain sepanjang formulir tersebut merupakan formulir gratifikasi; sedangkan pada huruf b pasal yang sama menyebutkan bahwa formulir sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurangkurangnya memuat:
Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi Jabatan pegawai negeri atau penyelenggara Negara 4
Tempat dan waktu penerimaan gratifikasi
Uraian jenis Gratifikasi yang diterima
Nilai gratifikasi yang diterima
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Rangkuman Kasus PT Duta Graha Indah Tbk – Wisma Atlet
PT Duta Graha Indah Tbk, atau yang sekarang berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk, merupakan perusahaan konstruksi yang berdiri pada tahun 1982. Kronologis Kasus Wisma Atlit Korupsi Wisma Atlit terbongkar setelah dilakukan penyadapan oleh tim penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan diketahui kronologis kasus sebagai berikut: Nazaruddin selaku anggota DPR RI telah mengupayakan agar PT Duta Graha Indah Tbk menjadi pemenang yang mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet dengan mendapat jatah uang sebesar Rp4,34 miliar dengan nilai kontrak senilai Rp 191.672.000.000. jatah Nazarudin diberikan dalam bentuk empat lembar cek dari PT DGI yang diberikan oleh Idris. Idris yang mempunyai tugas mencari pekerjaan (proyek) untuk PT DGI, bersama-sama dengan Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT DGI. Nazaruddin sendiri lalu bertemu dengan SesMenPora Wafid Muharam dengan ditemani oleh anak buahnya Rosa. Dalam pertemuan yang terjadi sekitar Agustus 2010 di sebuah rumah makan di belakang Hotel Century Senayan itu, Nazaruddin meminta Wafid untuk dapat mengikutsertakan PT DGI dalam proyek yang ada di Kemenpora. Singkat cerita, setelah mengawal PT DGI Tbk untuk dapat ikut serta dalam proyek pembangunan Wisma Atlet, Rosa dan Idris lalu sepakat bertemu beberapa kali lagi untuk membahas rencana pemberian success fee kepada pihak-pihak yang terkait dengan pekerjaan pembangunan Wisma Atlet. Pada Desember 2010, PT DGI Tbk pun akhirnya diumumkan sebagai pemenang lelang oleh panitia pengadaan proyek pembangunan Wisma Atlet. Kemudian dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Mindo Rosalina Manulang, eks direktur marketing Permai Group, perusahaan Nazaruddin mengatakan bahwa Angelina Shondak dan I Wayan Koster juga menerima uang suap senilai Rp 5 miliar karena juga termasuk pihak-pihak terkait dalam pemenangan tender.
5
Berdasarkan sumber yang telah diperoleh, kasus korupsi Wiama Atlit dilakukan secara terstruktur dalam wadah perusahaan dan melibatkan penyelenggara negara. Kasus penyuapan yang terjadi merupakan upaya memuluskan agar tender jatuh kepada perusaan tertentu. Penulis meyakini semua rumusan unsur dalam definisi kejahatan korporasi singkron dengan kejahatan korupsi Wisma Atlit dengan pertimbangan sebagai berikut: Pertama Tindak pidana dilakukan oleh orang – orang yang bertindak untuk dan atas nama korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain dalam lingkup usaha korposari tersebut baik sendiri – sendiri atau bersama – sama. Pemikirannya adalah, bahwa proyek tersebut merupakan proyek besar yang memakan biaya senilai Rp 191.672.000.000 yang tidak mungkin struktur tertinggi dalam korporasi tidak mengetahui jika PT DGI bagi-bagi Suap Wisma Atlet. Bukti tersebut sebetulnya sudah cukup kuat untuk membuat dugaan bahwa, apa yang dilakukan PT DGI dikategorikan sebagai kejahatan korporasi karena bagi bagi uang suap kepada beberapa pihak diketahui oleh petinggi-petinggi PT DGI, seperti Direktur Utama Dudung Purwadi. Bukan hanya itu, fakta lain yang mendukung tuduhan itu adalah cek yang diberikan PT DGI ke pada pihak – pihak terkait pemenangan tender termasuk yang diberikan kepada Wafid Muharram ditandatangani bagian keuangan PT DGI. Kemudian untuk unsur Kedua yaitu: bahwa perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan. Dimana Analoginya adalah proyek tersebut adalah proyek negara, yang tidak mungkin diberikan kepada perusaan yang tidak legal. Perusahaan yang di menangkan dalam tender oleh Kementrian Pemuda dan olahraga pasti mempunyai spesifikasi sesuai dengan kebutuhan proyek, termasuk yang menyangkut masalah kelengkapan administrasi perusahaan. Oleh karena itu, rumusan unsur Ketiga yaitu pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi dan atau pengurusnya dapat diterapkan dalam kasus ini. Mengacu pada asumsi demikian, penulis memiliki pemikiran bahwa seluruh pihak terkait kasus tersebut, dapat dikenakan pidana berdasarkan rumusan delik pada KUHP atau dengan Undang-Undang KPK sesuai dengan perannya asing-masing. Kemudian untuk korporasi yang terlibat dapat dijatuhi sanksi sesuai aturan dalam kejahatan korporasi misalnya digugat perdata ataupun penutupan operasional perusahaan. Sehingga, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memeriksa para saksi dan tersangka kasus suap wisma atlet dalam kapasitas sebagai individu, tetapi sebagai pengurus korporasi agar korporasi juga bisa dijatuhi sanksi karena bentuk penjatuhan sanksi kepada korporasi merupakan bagian kontrol pemerintah kepada korporasi. Dalam konteks negara, seharusnya keseriusan negara dalam memberantas korupsi juga harus dipertanyakan, dimana 6
kejahatan tersebut banyak melibatkan penyelenggara negara serta kebijakan – kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh negara kerap membuat celah terjadinya korupsi. Hal ini mengisyaratkan bahwa negeri ini belum mampu membuat regulasi dan sistem yang kebal terhadap korupsi. Romany mengatakan, seharusnya negara dengan kekuasaan politiknya, bisa menjamin terselenggaranya kebijakan dan kinerja yang efektif bersih, bukan sebaliknya, melalui pejabat publiknya dan jajarannya bertindak melawan hukum dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Kendati demikian, negara bukan termasuk korporasi yang tidak bisa dimintai pertanggung jawaban layaknya korporasi, namun pejabat – pejabatnya yang terkait kejahatan bisa dipidana. Menurut Yenti Garnasih, pakar hokum pidana, ada tiga konsekuensi yang akan diterima PT Duta Graha Indah jika memang terbukti melakukan kejahatan korporasi. 1. Semua pengurus, termasuk pimpinan dan memegang decision maker . Untuk kemungkinan pertama, sudah ada yang menjadi korban. Manajer Pemasaran PT DGI Mohammad El Idris divonis dua tahun penjara. Selain itu El Idris didenda Rp 200 subsider enam bulan kurungan. 2. Korporasinya yang dihukum. Sanksinya, perusahaan tersebut bisa dibekukan dan dijatuhi denda, 3. Kombinasi keduanya, yakni pihak korporasi dan pengurusnya sama-sama dihukum
PERTANYAAN DAN JAWABAN SILABUS Pertanyaan A : Diskusikan tantangan Infosys dalam lingkungan bisnis yang korup Tantangan Infosys dalam lingkungan bisnis yang korup.
India terkenal sebagai negara korup sejak dulu, dan hal itu mempengaruhi usaha yang dijalankan Infosys. Tantangan pertama yang dihadapi Infosys terjadi pada tahun 1984, dimana pada saat itu Infosys memutuskan untuk mengimpor super minicomputer agar Infosys dapat segera mengembangkan software untuk klien di luar negeri. Ketika super minicomputer tersebut sampai di Bandara Bangalore, petugas setempat menolak untuk mengurusnya kecuali jika Infosys mau memberikan semacam sogokan untuk meloloskannya. Satu-satunya cara untuk meloloskannya dengan bersih (tanpa korup) hanyalah dengan membayar biaya sebesar 135% dari yang seharusnya, walaupun pada akhirnya Infosys harus membayar dua kali lipat
7
dari harga super minicomputernya itu sendiri. Infosys memilih melakukan cara bersih tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak mempunyai uang dan harus melakukan pinjaman untuk itu, daripada harus melakukan hal korup seperti menyogok. Tantangan korup kedua adalah ketika di masa-masa awal berdirinya Infosys. Infosys bid kontrak senilai $1juta dari suatu perusahaan besar dalam keadaan perekonomian yang sedang berkembang. CIO perusahaan tersebut kemudian mengundang Narayana Murthy makan malam. Dalam acara makan malam itu CIO tersebut meminta sogokan berupa mobil mewah agar bid Infosys diterima. Narayana kemudian menolak permintaan sogokan tersebut, dan Infosys pada akhirnya tetap memenangkan bid . Tantangan utama dalam lingkungan bisnis seperti yang dijelaskan dalam wawancara dengan Narayana Murthy adalah banyaknya praktik korupsi. Saingan usaha, petugas pemerintah, bahkan pegawainya sendiri seringkali melakukan korup, dalam wawancara ini disebutkan tindakan korup yang paling sering adalah sogokan (bribe), tidak membuat Infosys melakukan hal seperti itu pula. Infosys selalu berpegang teguh pada values perusahaan, mengikuti aturan hukum yang berlaku, dan tetap memiliki etika dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini tidak membuat Infosys terpuruk, justru memberi keuntungan dengan semakin dipercayanya Infosys oleh para klien. Kepercayaan ini membuat klien tidak segan untuk memberikan proyek yang lebih besar skalanya dibandingkan perusahaan saingan Infosys. Lingkungan bisnis yang korup memang menjadi tantangan besar Infosys, tetapi dengan values (yang memegang teguh etika) yang terus ditanamkan kepada pegawainya membuat Infosys dapat bertahan dan bahkan menjadi perusahaan yang dihormati.
Pertanyaan B : Diskusikan kunci keberhasilan Infosys dalam mengatasi tekanan untuk terlibat korupsi dan membalikkan situasi yang dihadapi sehingga dapat menjadi perusahaan global
Infosys selalu transparan terhadap para stakeholders, tidak ada informasi yang disembunyikan, kecuali jika informasi tersebut apabila diumumkan akan menimbulkan asimetri informasi dan berujung pada insider trading . Sikap transparansi ini dilakukan tidak hanya ketika Infosys mengalami keuntungan, tetapi juga pada saat perusahaan mengalami rugi besar-besaran seperti yang terjadi pada tahun 1995, dimana pada saat itu Infosys menderita kerugian besar akibat investasi yang buruk di pasar saham. Infosys menjalankan tiga langkah penting untuk mempertahankan values dalam diri setiap pegawai: communication , engagement , and enablement . Para petinggi perusahaan pun 8
berusaha untuk memperkuat values tersebut, contohnya dengan menghabiskan waktu istirahat makan siang bersama pegawai-pegawai baru dan masih muda untuk mendiskusikan values perusahaan.
Pertanyaan C : Bandingkan tantangan yang dihadapi Infosys di India dengan tantangan yang dihadapi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Tantangan Infosys di India
Tantangan Perusahaan di Indonesia
Pada tahun 1981, Infosys menghadapi Perusahaan di Indonesia juga mengahdapi berbagai tantangan pada saat pendiriannya tantangan yang sama. di India, diantaranya korupsi, nepotisme Angka korupsi di Indonesia masih menjadi dan profiteering.
salah
satu
Indonesia
yang
tertinggi
menjadi
di
Negara
dunia. dengan
peringkat korupsi nomor 114 dari 177 negara. Pada
Februari
1984,
ketika
Infosys Sama halnya seperti di India, perusahaan
melakukan impor mesin untuk perawatan yang
beroperasi
di
Indonesia
juga
software dari luar negeri, petugas pajak di menghadapi tantangan dalam halpungutan airport mempersulit hal ini dan meminta liar. Praktik perpajakan bea cukai di suap agar jalan Infosys dipermudah.
pelabuhan dan airport
sangat marak
dengan tindakan suap menyuap. Dari data Transparency
International,angka
penyuapan di Indonesia bernilai 7,1 dari skala 10 yang menandakan praktik suap masih sangat tinggi. Ketika harus bernegosiasi dalam proyek Seperti
yang
diketahui,
di
Indonesia
yang melibatkan perusahaan asing, Infosys praktik negosiasi dengan suap sangat juga menghadapi tantangan yang sama marak terjadi seakan-akan sudah menjadi yaitu paktik penyuapan, terutama pada budaya dalam birokrasi di Indonesia. negara-negara berkembang. Infosys
tidak
praktik melakukan
ingin
abu-abu, praktik
bertindak sepert
dalam Contoh di Indonesia dalam praktik abu-
misalnya abu seperti ini kerap terjadi dalam dunia
perpajakan
yang perpajakan. Dalam kaca mata hukum
9
curang dan merugikan negara tapi dalam melakukan hal tersebut tidak ilegal, tetapi kaca
mata
hukum
hal
tersebutlegal. dalam konsep etika, hal tersebut dianggap
Karena Infosys selalu berpegang teguh tidak sesuai dengan etika. pada nilai yang dibawa, Infosys pun menghindari hal ini. Pada
tahun
1995,
ketika
Infosys
mengalami kerugian finansial, Infosys secara gamblang mengungkapkannya di dalam laporan keuangan. Investor melihat hal
ini
sebagai
transparansi
yang
sinyal
positif
akan
dipraktikkan
oleh
Infosys
Pertanyaan D : Evaluasi apakah praktik CG yang baik dapat membantu perusahaan dalam mengatasi tekanan untuk terlibat korupsi
Konsep Good Corporate Governance (GCG) diharapkan dapat melindungi pemegang saham dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris dan komite audit suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum professional. Penerapan konsep GCG di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders. Sehingga ke depannya tindakan yang dikhawatirkan melibatkan perusahaan untuk terlibat korupsi dapat diminimalisir.
Pertanyaan E : Di beberapa Negara maju, seperti AmerikaSerikat, perusahaan dilarang untuk terlibat korupsi, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Beberapa perusahaan yang menemukan praktik penyuapan yang dilakukan oleh perusahaan di luar negeri biasanya segera melaporkan ke SEC untuk menghindari hukuman yang lebih berat. Salah satu contohnya adalah Monsanto di Indonesia. Bandingkan dengan UU Pemberantasan Korupsi di Indonesia dan UU serta peraturan pasar modal Indonesia. 10
Monsanto, perusahaan yang didirikan pada tahun 1901 dan bergerak di bidang bioteknologi. Monsanto melakukan penyuapan dalam dua periode, yaitu periode 1998-2002 sebesar US$ 700 ribu, dan periode 1999-2003 sebesar US$ 50 ribu. Suap diperkirakan diterima oleh 140 pejabat negara. Kasus penyuapan ini ditemukan oleh internal audit perusahaan pada sekitar tahun 2005. Monsanto segera melaporkan kasus ini untuk memperoleh keringanan hukuman. SEC dan Departemen Kehakiman memberikan sanksi denda kepada Monsanto masing-masing sebesar US$ 500 ribu dan US$ 1 juta. Berdasarkan dokumen SEC yang dikutip oleh Majalah Tempo, penyuapan pada periode kedua sebesar US$ 50 ribu dilakukan oleh pegawai PT Harvest International Indonesia kepada pejabat tinggi Kementerian Lingkungan Hidup. PT Harvest International Indonesia merupakan konsultan investasi dari anak perusahaan Monsanto di Indonesia, yaitu PT Monagro Kimia, dengan fee US$ 30 ribu per bulan. KPK tidak dapat menetapkan tersangka kasus ini. KPK menyerahkan kasus ini ke Kejaksaan dengan alasan pelaksanaan suap terjadi pada tahun 1999, sebelum KPK didirikan. Kejaksaan kembali melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada sejumlah pejabat. Pada akhir bulan Januari 2008, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman menyatakan akan segera mengumumkan hasil penyelidikan kasus Monsanto ini. Sebelumnya di berbagai media massa telah diberitakan bahwa mantan menteri pertanian Soleh Solahudin merupakan satu-satunya calon tersangka. Setelah itu tidak terdapat berita mengenai kelanjutan kasus ini sampai dengan bulan April 2009 ketika Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat Kejaksaan Agung karena tak pernah melimpahkan kasus suap Monsanto ini . Padahal, Kejaksaan Agung sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus suap ini, yakni Soleh Solahuddin dan Presiden Direktur PT Monagro Kimia Johannes Andrianus Bijlmer. MAKI menuduh Kejaksaan telah mencabut status tersangka Soleh Solahuddin karena telah salah menetapkan tersangka. Namun Kejaksaan menyatakan tak pernah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas dugaan suap itu. Lembaga seperti Ditjen Pajak, KPK dan Kejaksaan Agung perlu meningkatkan kemampuannya untuk memeriksa kasus-kasus suap dan korupsi, sehingga lebih banyak kasus yang dapat diproses. Apalagi kasus-kasus yang sudah jelas pelaku penyuapannya. Lembagalembaga tersebut mungkin dapat mengajak partisipasi masyarakat untuk mengawasi proses penyidikan kasus-kasus korupsi dengan lebih transparan dan terbuka menyediakan informasi atas seluruh kasus yang masih dalam proses dan tingkat keberhasilan menghukum pelaku korupsi.Lembaga-lembaga ini diharapkan juga lebih akuntabel dengan memberikan 11
penjelasan atas kasus- kasus yang gagal dan memberikan sanksi kepada pejabat/petugas yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Departemen Kehakiman (DoJ) dan Pengawas Pasar Modal (SEC). Selaku regulator yang ada di Amerika dapat dengan cepat menentukan keputusan dan sanksi. Sedangkan di Indonesia negara yang juga memiliki peraturan UU Pemberantasan Korupsi di Indonesia dan UU serta peraturan pasar modal Indonesia. Tidak dapa dengan cepat memutuskan hukuman dan sanksi yang harus diberikan
12
DAFTAR PUSTAKA
http://kpk.go.id/gratifikasi/index.php/informasi-gratifikasi/tanya-jawab-gratifikasi
http://nasional.inilah.com/read/detail/1779488/wafid-ditangkap-berdasar-penyadapanidris-dudung http://humareg.blogspot.com/2014/06/tata-kelola-perusahaan-masalah-korupsi.html
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/28/telusuri-gratifikasi-proyek-pt-dgi-dangaruda-kpk-periksa-dirut-marrel-mandiri http://www.solopos.com/2014/11/20/kasus-wisma-atlet-mantan-dirut-pt-duta-graha-indahdiperiksa-kpk-hari-ini-553620 http://nasional.kompas.com/read/2014/11/19/1129469/kasus.wisma.atlet.kpk.periksa.el.idris. Kauffman, Daniel . Myths and Realities of Governance and Corruption.
October 2005. https://hbr.org/2011/11/why-dont-we-try-to-be-indias-most-respected-company
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002
13