LAPORAN KASUS
³ DIABETES MELLITUS dan KOMPLIKASI ´
Pembimbing Dr.Amrita, Sp.PD
Disusun oleh Albert Novian 406100008
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA 2011
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Kasus
³ DIABETES MELLITUS dan KOMPLIKASI´
Telah didiskusikan tanggal:
Pembimbing
(dr. Amrita, Sp.PD)
Pelapor
KPS Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kudus
Albert Novian
dr. Amrita, Sp. PD
(406100008)
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kudus
DATA SOSIAL Nama Umur Jenis Kelamin Agama Status Pendidikan Alamat Dikirim oleh Nomor CM Dirawat di Ruang Masuk bangsal Keluar bangsal
: Ny. S : 40 thn : Perempuan : Islam : Menikah : Tamat SLTA : Sidomulyo 1/1 Jekulo Kudus : Suami : 613842 : Bougenvil 2 : 06 Juni 2011 : 16 Juni 2011
DATA DASAR A. ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita tanggal 13 Juni 2011 Keluhan Utama : Nyeri telapak kaki kiri Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri telapak kaki kiri bekas luka tertusuk paku dengan ±4cm. Disertai pusing, nyeri perut, muntah-muntah, badan lemas, dan kaki kesemutan. Pasien mengaku pernah kehilangan penglihatan secara tiba-tiba dan sampai sekarang penglihatannya seperti melihat bayang-bayang hitam. Pasien juga mengaku sering merasa haus, lapar, dan sering kencing. Dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat kencing manis. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat tekanan darah tinggi diakui Riwayat kencing manis diakui Riwayat asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat kencing manis dalam keluarga diakui Riwayat Sosial Ekonomi Penderita dibiayai oleh Jamkesda Kesan Ekonomi : cukup
B.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Baik TB : 166 BB : 70kg BMI : 27, 34 kg/cm2 Kesan : Obese tipe 1 Kesadaran : kompos mentis Tekanan darah : 160/90 mmHg Denyut nadi : 135×/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup Laju pernapasan : 20×/ menit Suhu : 39,4°C (aksila) SPO2 : 95 % GDS : 314 Kulit : Pucat (-), ikterik (-), cyanosis (-), turgor baik Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, turgor kulit dahi cukup Mata : Pupil isokor, diameter pupil 3mm, konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) Hidung : Rhinorrhea (-), Epistaksis (-) Telinga : Nyeri tekan tragus (-), Keluar cairan (-), keluar darah (-) Mulut : Sulkus nasolabialis simetris, lidah normal , tremor (-), deviasi lidah (-), faring hiperemis (-), Tonsil T1=T1. Leher : Pembesaran nnll. colli (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),trakea ditengah, JVP R -2 cmH2O Jantung Inspeksi : Tak tampak pulsasi ic Palpasi : Tak teraba pulsasi ic Perkusi : Batas kanan atas ICS II LPSD, batas kanan bawah ICS VI LPSD, batas kiri atas ICS II LPSS, bata s kiri bawah sesuai iktus Auskultasi : BJ I-II reguler, isi dan tegangan cukup, murmur (-), gallop (-), HR 112x/menit Paru depan Inspeksi
Palpasi
Perkusi Auskultasi
Kanan Pergerakan statis, dinamis sama dengan kiri Retraksi interkostal (-) nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan kiri Wheezing (-), Ronchi (-)
Kiri Pergerakan statis, dinamis sama dengan kanan Retraksi interkostal (-) nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kanan Sonor, sama kuat dengan kanan suara dasar vesikuler sama dengan kanan Wheezing (-), Ronchi (-)
Kanan Pergerakan statis, dinamis sama dengan kiri Retraksi interkostal (-)
Kiri Pergerakan statis, dinamis sama dengan kanan Retraksi interkostal (-)
Paru belakang Inpeksi
Palpasi
Perkusi Auskultasi
Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi
nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan kiri Wheezing (-), Ronchi (-)
: : : :
Ekstremitas Ptekhie Sianosis Oedem Pembesaran nnll aksila Pembesaran nnll inguinal Gerakan Kekuatan Refleks fisiologis Refleks patologis Tonus C.
nyeri tekan (-) stem fremitus normal, sama kuat dengan kanan Sonor, sama kuat dengan kanan suara dasar vesikuler sama dengan kanan Wheezing (-), Ronchi (-)
Cembung bising usus (+) normal timpani, pekak alih (-) Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium Superior -/-/-/-/+/+ 5/5 N/N -/N/N
PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMATOLOGI tgl 6 Juni 2011 Jumlah WBC 32100/mm3 RBC 3510000/ mm3 HGB 9,7g/dL HCT 27.0 % PLT 506000/ mm3 PCT .330% MCV 81 µm3 MCH 28.4 pg MCHC 35.2 g/dL RDW 14 % MPV 8.7 µm3 LYM 1900/ mm3 MON 500/ mm3 GRA 20.3 H.103/ mm3
Inferior -/-/-/-/+/+ 5/5 N/N -/N/N
KIMIA DARAH tgl 6 Juni 2011 Ureum 75,6 mg/dL Creatinin 1,8 mg/dL S.G.O.T 142 U/I S.G.P.T 69 U/I Uric Acid 8,7 mg/dL Albumin 2,7 mg/dL
HEMATOLOGI tgl 10 Juni 2011 Jumlah WBC 26500/mm3 RBC 3270000/ mm3 HGB 8,9g/dL HCT 25,0% PLT 464000/ mm3 PCT .505% MCV 83 µm3 MCH 28.1 pg MCHC 34 g/dL RDW 15 % MPV 7.9 µm3 LYM 1900/ mm3 MON 800/ mm3 GRA 20.6 H.103/ mm3
KIMIA DARAH tgl 10 Juni 2011 Gula darah puasa 421 Gula darah 2 jam pp 390 KIMIA DARAH tgl 11 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Pagi) 307 KIMIA DARAH tgl 11 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Siang) 214 KIMIA DARAH tgl 12 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Siang) 294 KIMIA DARAH tgl 12 Juni 2011 Gula darah Sewaktu (Sore) 376 KIMIA DARAH tgl 13 Juni 2011 Gula darah puasa 262 Gula darah 2 jam pp 309
URINE RUTIN tgl 14 Juni 2011 Urine Warna Kuning muda Kekeruhan keruh PH (4,6-8) 5 BD (1,001-1,030) 1,010 Sedimen Leukosit 2-3 Eritrosit Epitel + Silinder Bakteri Kristal Yeast +
DAFTAR MASALAH Obs febris DM tipe II Hipertensi Insufisiensi renal
PROBLEM Gagal jantung
y
INITIAL ASSESMENT Fungsional: Decompens atio cordis kiri NYHA II
PLAN DIAGNOSTIK EKG Elektrolit CKMB
y y y
PLAN THERAPY Dexamethason 1x1mg/hari Cefotaxim 2x1mg/hari
PLAN MONITORING Vital sign Keluhan subjektif EKG CKMB
y y
y
PLAN EDUCATION Beritahu pasien dan keluarganya tentang penyakit dan therapinya
y
Klinis Hipertiroid
Menilai fungsi tyroid
y y
FT4 TSHs
PTU 3x100mg/hari Propanolol 3x10 mg/hari Aspilet 1x1 mg/hari
y y y y
FT4 TSHs Vital sign Keluhan subjektif
Beritahu pasien dan keluarganya tentang penyakit dan therapinya
Hipertensi Grade II
mencari komplikasi : -Retinopati hipertensi
Lisinopril ½-0- 0
hipertensi - konsul Sp.M
y y
Vital sign Keluhan subjektif
- CKD : Cek Lab. Ureum, kreatinin
-CKD
PEMECAHAN MASALAH 1. Problem : Assessment DD :
Plan Diagnostik Plan Terapi
: :
Plan Monitoring Plan Edukasi
: :
2. Problem Assessment DD
-Retinopati
: :
Plan Diagnostik Plan Terapi Plan Monitoring Plan Edukasi
: : : :
3. Problem Plan Diagnostik Plan Terapi
: : :
Obs. Febris 1. Thypoid 2. Malaria 3. DFH Widal, Malaria, Lab d/r, rumple lead Infus NaCl 20tpm Inj Ciprofloxacin 2x1 flash Inj Pamol 3x1 amp Inj Ranitidin 2x1 amp TTV Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan
DM DM tipe I DM tipe II GDS, GD puasa, GD 2 jam pp, sensibilitas tes Humulin R 8U-8U-8U Vital sign, GD puasa, GD 2 jam pp Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan Olah raga secara tera tur, pengaturan makan/diet
Dislipidemia Kimia darah Gemfibrosil 2x300 mg ½ jam a.c Simvastatin 3x5mg a.c
-Beritahu p asien dan keluarganya tentang penyakit dan therapinya -makan rendah garam
Plan Monitoring Plan Edukasi
4. Problem Assesment DD Plan Diagnostik Plan Terapi Plan Monitoring Plan Edukasi
: :
Kimia darah rutin, efek samping obat Diet rendah kalori, diet rendah lemak + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
: : : : : :
Insufisiensi renal GGA, CKD Ureum, creatinin, urin rutin Kendali gula darah, kendali tekanan darah, kendali lemak Ureum, creatinin, urin rutin Edukasi diet. Diet rendah protein. Mengganti daging merah dengan daging ayam.
PROGRESS NOTE Tanggal 13 Juni 2011 Subyektif: Nyeri di kaki, nyeri perut, sering muntah, bab (-) 5 hari, bak (+) Obyektif: Tensi 160/100mmHg Nadi 88×/menit RR 26x/menit Suhu 36,2°C Paru2 : Inspeksi : Pergerakan simetris ka - ki Palpasi : Stem fremitus simetris ka - ki Perkusi : Sonor ka - ki Auskultasi : Suara dasar vesikuler Wheezing (-), Ronchi (-) Jantung: Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (+) Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0-0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah. Ed ukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara tera tur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Tanggal 25 Maret 2011 Subyektif: Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+) Obyektif: Tensi 120/80mmHg Nadi 84×/menit RR 24x/menit Suhu 37,8°C Paru2 Jantung
: :
dbn Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) dbn
Abdomen : Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0- 0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah Ed ukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara tera tur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Tanggal 26 Maret 2011 Subyektif: Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+) Obyektif: Tensi 120/70mmHg Nadi 81×/menit RR 24x/menit Suhu 37,8°C Paru2 : dbn Jantung : Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : dbn Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0- 0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah Ed ukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara tera tur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Tanggal 28 Maret 2011 Subyektif: Panas menurun, badan masih lemas, kaki kes emutan, bab (+), bak(+) Obyektif: Tensi 120/800mmHg Nadi 76×/menit RR 24x/menit Suhu 37,5°C Paru2
:
dbn
Jantung
: Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) dbn
Abdomen : Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Pamol 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0- 0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah Ed ukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Tanggal 29 Maret 2011 Subyektif: Panas menurun, badan lemes, kaki sering k esemutan, bab (+), bak (+) Obyektif: Tensi 130/90mmHg Nadi 80×/menit RR 26x/menit Suhu 37,5°C
Paru paru Jantung
Abdomen Assessment:
: :
:
dbn Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) dbn
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi Planning: Terapi : Infus NaCl 12tpm Ciprofloxacin 2x1 flash Gemfibrosil 300 mg 0- 0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah Ed ukasi: Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat
Tanggal 30 Maret 2011 Subyektif: Panas menurun, masih lemas, bab (+), bak (+) Obyektif: Tensi 110/70mmHg Nadi 80×/menit RR 24x/menit Suhu 36,8°C Paru paru : dbn Jantung : Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis Perkusi : Batas atas ICS II LPSS, Batas kanan ICS IV LPSD, Batas kiri ICS VI LMCS, Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : dbn Assessment: Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning: Terapi
Monitoring Ed ukasi:
: Infus NaCl 12tpm Gemfibrosil 300 mg 0- 0-1 Simvastatin 10 mg 0-0-1 Ranitidin 2x1 amp Humulin R 8U-8U-8U : TTV, Lab darah rutin, kimia darah
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara tera tur, peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
DIABETES MELITUS Definisi Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa ) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.
Etiologi Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozygot hampir 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
¹
Patofisiologi Patofisiologi DM tipe 1 Insulin pada DM tipe 1 tidak ada karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang
disebut ICA ( Islet Cell Antibody ). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe 1 dengan HLA DR3 dan DR4.
²
Patofisiologi DM tipe 2 Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
²
Pada DM tipe 2 faktor-faktor dibawah ini banyak berperan :
²
y
Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )
y
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
y
Kurang gerak badan
y
Faktor keturunan (herediter) Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah
sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.Baik pada DM tipe 1 atau 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin.
²
Klasifikasi DM I.
Diabetes Melitus Tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut ) A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik
II.
Diabetes Melitus Tipe 2 ( bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
III.
Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta :
kromosom 12, HNF-1alfa (MODY 3), kromosom 7, glukokinase (MODY 2),
kromosom 20, HNF-4alfa
(MODY 1), DNA mitokondria B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit Eksokrin Pankreas :
Pankreatitis,Trauma/pankreatektomi, Neoplasma,Cystic fibrosis, Hemokromatosis,Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati : Akromegali, Sindroma Cushing, Feokromositoma, Hipertiroidisme E. Karena Obat/Zat kimia : Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa F. Infeksi : rubella kongenital dan CMV G. Imunologi : antibodi anti reseptor insulin H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea, Sindrom Prader Wili
IV.
Diabetes Melitus Gestational (Kehamilan)
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan ka rbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
¹
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada
hiperglikemia yang lebih berat, pasien mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terha dap terapi diet, atau terhadap oba t-obatan hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk memeprtahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2 DM Tipe 1
DM Tipe 2
Nama lama
DM Juvenil
DM dewasa
Umur
< 40 tahun
> 40 tahun
Keadaan klinik saat diagnosa
Berat
Ringan
Kadar insulin
Tidak ada insulin
Insulin cukup/tinggi
Berat badan
kurus
normal/gemuk
Pengobatan
Insulin, diet, olahraga
Diet, olahraga, tablet, insulin
Faktor resiko DM 1. Usia > 45 tahun 2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2 3. Hipertensi ( >140/90 mmHg ) 4. Riwayat DM dalam garis keturunan 5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram 6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl
Keluhan khas DM 1. Poliuria 2. Polidipsia
3. Polifagia 4. Berat badan turun drastis tanpa sebab yang jelas
Keluhan tidak khas DM 1. Sering kesemutan 2. Keputihan 3. Gatal didaerah genital 4. Infeksi yang sulit sembuh 5. Bisul yang hilang timbul 6. Penglihatan kabur 7. Cepat lelah
Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilaboratorium klinik yang terpecaya.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)² Bukan
Kadar GDS
Kadar GDP
DM
Belum
Pasti DM
DM
Plasma vena
<110
110-199
200
Darah kapiler
<90
90-199
200
Plasma vena
<110
110-125
126
Darah kapiler
<90
90-199
110
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasi en wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl.
²
Cara Pelaksanaan TTGO : y
3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup), k egiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
y
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan.
y
Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
y
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
y
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
y
Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :
TTGO
GD 2 Jam pasca pembedahan
200
140-199
< 140
DM
TGT
Normal
Penatalaksanaan Terapi Gizi Penilaian Kebutuhan Kalori untuk penderita DM 1. Angka Metabolisme Basal / AMB (kebutuhan sedang istirahat) 2. Aktivitas fisik 3. Pengaruh dinamika khusus makanan / SDA, Specific Dynamic Action ( dapat diabaikan).
Rumus untuk menghitung kebutuhan energi basal / AMB Laki-laki
: 66.5 + 13,7 BB + 5,0 TB - 6,8 U
Wanita
: 65.5 + 9,6 BB + 1,8 TB - 4,7 U
( BB = Berat Badan dalam Kg ; TB = Tinggi Badan dalam cm ; U = Umur ) Bila kegemukan / terlalu kurus dikurangi atau ditambah sekitar 20-30% tergantung pada tingkat kegemukan dan kekurusannya. BB ideal
( kg )
[(90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg]
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm rumus modifikasi menjadi : (TB dalam cm 100) x 1 kg BB
Normal
: BB ideal ± 10%
Kurus
: < BBI 10%
Gemuk
: > BBI + 10%
Indeks massa tubuh dapat juga dihitung dengan rumus IMT : BB (Kg)/TB(m² )
BB kurang
< 18,5
BB normal
18.5-22.9
BB lebih
> 23.0
Dengan resiko
23.0-24.9
Obes I
25.0-29.9
Obes II
>30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
Umur
Untuk pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan k alori dikurang 5% untuk dekade antar 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan kurangi 20%, diatas 70 tahun.
Aktivitas
fisik dan pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik, dan penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20%pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, 50% dengan aktivitas sangat berat.
Berat
Badan o
Bila kegemikan dikurangi sekitar 20-30% bergantung pada tingkat kegemukan.
o
Bila kurus ditambah sekutar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
o
Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal /hari untuk wanita dan 1200-1600 kkal untuk pria.
Penatalaksanaan Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan 1.Perencanaan makan (meal planning) PERKENI menganjurkan santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60%-70%). Protein (10%-15%) dan Lemak (20%-25%). 2. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 x tiap minggu selama ± 0,5 jam. 3.Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Obat Hipoglikemi Oral (OHO) Nama Generik
Dosis Maksimal
Dosis Awal
Lama Kerja (jam )
Frekuensi
Klorpropamid
500
50
6-12
1
Glibenklamid
15-20
2,5
12-24
1-2
Glipisid
20
5
10-16
1-2
Giklasid
240
80
10-20
1-2
Glikuidon
120
30
10-20
2-3
Sulfonilurea
Glipisid GITS
20
5
1
Glimepirid
6
1
1
2500
500
1-3
300
50
1-3
Biguanid
Metformin Inhibitor glukosidase Acarbose
Tabel 1. Obat Hipoglikemik oral yang tersedia di Indonesia.
b. Insulin Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
DM dengan berat badan yang menurun cepat/kurus.
Ketoasidosis, asidosis laktat, koma hiperosmolar
DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-lain.)
DM dengan kehamilan ?Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemi oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut. Jenis Kerja
Preparat
Kerja Pendek
Actrapid human 40/Humulin Actrapid Human 100
Kerja Sedang
Monotard Human 100 Insulatard NPH
Kerja Panjang
PZI (Tidak dianjurkan karena risiko hipoglikemi)
Campuran kerja pendek dan sedang/panjang
Mixtard
Tabel 2 Preparat Insulin yang tersedia.