BERAS BERAS SOSOH
LAPORAN
Oleh : Zelika Gita Sari
(141710101061) (141710101061)
Novika Novika Tri Hardini
(141710101082) (141710101082)
Reni Soraya
(141710101085) (141710101085)
JURUSAN JURUSAN TEKNOLOGI TEKN OLOGI HASIL HASIL PERT ANIAN NIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS JEMBER JEM BER 2015
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1
LatarBelakang
Beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh 95% penduduk Indonesia selain jagung, sagu dan ubi jalar (Rahmat, 2010). Kekurangan beras dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan politik sehingga kebijakan ketahanan pangan sering direduksi sebagai upaya pencapaian ketahanan pangan beras.Penye-bab utamanya adalah beras memiliki kualitas yang buruk akibat peralatan penggilingan padi yang digunakan telah tua, 32% di antaranya berumur lebihdari 15 tahun, masih menerapkan system penyosohan satu pass, dan terbatasnya kemampuan petani menangani hasil panen padi yang berproduktivitas tinggi serta lama waktu penyimpanan beras setelah di sosoh atau digiling juga dapat mempengaruhi kualitas beras sehingga dapat menurunkan nilai ekonomi dan harga jual. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perbandingan
mutu
beras,
antara
lain
melalui
inovasi
penyosohan dan penggilingan padi. 1.2
Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah 1. Mengetahui perbedaan kualitas beras dengan metode penyosohan dan penggilingan. 2. Mengetahui kualitas beras setelah disimpan pada waktu tertentu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Beras
Beras merupakan butiran yang diambil dari padi atau gabah setelah dihilangkan baguan sekamnya.berdasarkan cara pengolahannya beras dibagi menjadi 2 jenis yaitu beras tumbuk atau beras pecah kulit dan beras giling (Winarno, 1981) . beras pecah kulit (BPK) adalah beras yang berasal dari gabah yang bagian sekamnya saja dibuang. Sedangkan beras giling adalah beras yang diperoleh dari gabah yang seluruhnya atau sebagian kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penggilingan,
umumnya
berhubungan
dengan
proses
penyosohan
(Hubeis, 1984). Struktur butir beras tersusun atas lapisan yang sangat tipis (Pericarp), Tegmen, Aleuron, embrio, dan endosperm. Komposisi kimia butir beras pecah kulit bergantung pada varietas padi dan kondisi lingkungan pada saat pertumbuhan tanaman (Juliano, 1972). Sedangkan perbedaan komposisi kimia pada beras giling dapat disebabkan oleh perbedaan tingkat penyosohan. Hal ini dikarenakan adanya faktor bahan seperti kekerasan, ukuran, bentuk, dan jumlah lapisan sel aleuron, serta faktor alat penyosoh (rubber roll, stone disc huster, flash type, dan engelberg) . a. Karbohidrat Karbohidrat yang terdapat dalam butir beras sebagian besar berada dalam bentuk pati. 90 % pati berada dalam endosperm berbentuk granula polyhedral yang berukuran 3-10 mikron. Molekul pati tersebut terdiri dari dua komponen yaitu amilosa dan amilopektin (Juliano, 1980). Disamping pati, BPK juga mengandung hemiselulosa, selulosa, dan gula. Juliano (1972) menyatakan bahwa dedak, bekatul, dan embrio mengandung lebih banyak hemiselulosa dibandingkan beras giling. Sama halnya dengan hemiselulosa, kadar gula juga lebih rendah pada beras giling dibandingkan BPK. BPK mengandung 0.83
– 1.39 % gula total dengan gula pereduksi 0.09 – 0.13 %. Sedangkan beras giling hanya mengandung 0.37 – 0.53 % gula total dengan gula
pereduksi 0.05 – 0.08 % (Juliano, 1972). Kadar gula total tergantung pada varietas dan derajat sosoh beras giling (Kennedy, 1980). b. Protein Menurut Spadaro et al., (1980), variasi kadar protein BPK berkisar antara 4.5 – 14.3 %. Juliano (1980) menyatakan kadar protein BPK kira-kira 8 % dan beras giling 7 %. Protein merupakan komponen utama
kedua
setelah
pati.
Perhitungan
kadar
protein
beras
menggunakan faktor konversi Kjeldahl 5.95, didasarkan atas fraksi protein terbesar yaitu glutelin yang mengandung 16.8 % nitrogen. Sesungguhnya variasi kadar protein banyak dipengaruhi faktorfaktor lingkungan seperti radiasi matahari dan suhu. Disamping itu juga dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas pemupukan nitrogen, pengontrolan gulma, dan pengelolaan air. (Gomes, 1979). Daya cerna beras cukup tinggi. Menurut Grist (1975), daya cerna BPK kira-kira 96.5 %, sedangkan beras giling 98%. Tetapi menurut Damardjati (1983) pemasakan menurunkan nilai cerna protein sekitar 8 - 10%. c. Lemak Kira-kira 80 % lemak terdapat dalam dedak dan bekatul, dimana sepertiga dari bagian ini berada dalam embrio. Pada BPK tanpa embrio , kira-kira 70 % lemak berada dalam 8 % lapisan terluar.Kandungan lemak BPK kira-kira 2.9 %, sedangkan
beras
giling hanya 0.5 %.(Juliano, 1976). Kandungan utama asam lemak yang menyusun lemak BPK adalah asam linoleat (25.1 – 35.2 %), asam oleat (36.0 – 44.1 %),dan asam palmitat (18.4 – 25.8 %). d. Vitamin dan Mineral Komposisi mineral BPK tergantung dari kondisi tanah pada saat pertumbuhan tanaman. Distribusi mineral dalam BPK adalah 51 % pada dedak, 10 % pada embrio, 11 % pada bekatul, dan 28 % pada beras giling. Elemen-elemen utama penyusun mineral BPK adalah fosfor dan kalsium, diikuti silicon dan magnesium (Juliano,1980). Kandungan vitamin BPK lebih besar dibandingkan dengan beras giling. Beras mengandung vitamin C dan D dalam
jumlah yang
sangat kecil atau tidak sama sekali (Juliano, 1986). Kandungan vitamin B dari beras berprotein tinggi hamper sama dengan beras berprotein rendah. Tetapi beras berprotein tinggi mengandung banyak thiamine dan riboflavin (Resurreccion et al., 1979). 2.2
Penggilingan Padi Menjadi Beras
Penggilingan menunjukkan keseluruhan proses pengolahan padi hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penggilingan sekam, kulit arid an proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan ukurannya (Luh, 1980). Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan atas tiga cara yaitu secara tradisional yaitu ditumbuk dengan tangan, dengan mesin menggilingan secara kecil-kecilan serta dengan mesin penggilingan pada perusahaan padi komersial (Winarno,1972). Pengupasan kulit gabah bertujuan untuk menghilangkan kulit gabah atau sekam dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum, serta diupayakan tanpa adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang dihasilkan (Araullo et al., 1976). Beras yang telah kehilangan sekam ini masih mengandung lapisan dedak atau pericarp yang menyelimuti endosperm. Bila lapisan dedak dan endosperm telah dihilangkan, maka beras ini disebut beras sosoh (Ali dan Ojha, 1976). Dalam system grading beras yang ditetapkan oleh USDA, beras giling dibagi menjadi empat grade yaitu beras giling sempurna (well milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well milled), beras giling ringan (lightly milled), dan beras kurang tergiling (under milled) (Luh, 1980). Beras yang telah digiling sempurna lebih disukai oleh konsumen daripada beras yang kurang tergiling. Padahal beras yang kurang tergiling justru lebih banyak mengandung protein, vitamin, mineral, dan lemak dibandingkan beras yang digiling sempurna. Namun beras yang kurang tergiling mudah menjadi asam terutama bila disimpan lebih dari 2 bulan. 2.3
Penyosohan
Beras pecah kulit masih mengandung lapisan dedak dan bekatul, oleh karena itu perlu dibersihkan supaya dihasilkan beras putih. Lapisan dedak dan bekatul tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan mesin penyosohan beras. Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna perak dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras pecah kulit yang digiling (Grist, 1973). Derajat sosoh dinyatakan dalam persen dan menyatakan tingkat kehilangan lembaga dan lapisan kulit ari luar maupun dalam dari beras (Barber, 1975). Proses
penyosohan
merupakan
suatu
tindakan
untuk
menghilangkan atau mengurangi sebagian dari lapisan kulit ari beras yang terdiri dari tiga lapisan yang terbungkus endosperm beras yaitu lapisan pericarp, lapisan tegmen atau testa dan lapisan aleuron (Barber, 1975). Tingkat kehilangan kulit ari disebut derajat sosoh. Dengan proses penyosohan ini, beras menjadi lebih putih dan mengkilap. Hal ini karena pati endosperm merupakan bagian terputih dari beras. Umumnya semakin putih beras giling semakin tinggi derajat sosohnya. Mesin penyosoh pada dasarnya terdiri dari batu penyosoh, rem karet, dan saringan. Beras disosoh diantara saringan dan batu penyosoh.Rem karet berguna untuk mencegah perputaran beras terlalu jauh. Kesulitan
yang
biasa
dialami
dalam
penyosohan
adalah
penentuan tingkat penyosohan. Dibeberapa Negara, jangka waktu penyosohan sering digunakan sebagai patokan. Akan tetapi cara tersebut ternyata kurang efisien karena beras mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadap gaya gesekan. Diperlukan suatu metode yang didasarkan pada kondisi actual yang ada selama proses penyosohan (Barber, 1979). Metode penentuan derajat sosoh dibagi menjadi dua golongan yaitu metode yang didasarkan atas dedak yang terpisahkan atau tertinggal dalam butir beras dan
pengukuran terhadap pengaruh
penyosohan terhadap lapisan luar pada komposisi kimia atau karakteristik optic dari produk akhir. Pengukuran derajat sosoh dengan pengukuran presentase (berat/berat) dedak yang terpisahkan sering dilakukan di
laboratorium penggilingan. Agar hasilnya dapat dibandingkan, jumlah contoh harus mewakili, kondisi penggilingan harus diketahui, sedangkan pengaruh terhadap beras tidak di evaluasi. Metode pengukuran yang didasarkan pada dedak yang tertinggal dalam beras antara lain dapat disebabkan pengamatan secara visual dan pewarnaan biji (Barber, 1979).
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1
Alat a) b) c) d) e) f) g) h)
3.1.2
Tempeh Magic com Baskom Piring Timbangan Kompor Mesinpenggiling Dandang
Bahan a) Padi b) Air
3.2
Skema Kerja Padi
Penggilingan
1 kg beras
Penyimpanan
0,5 kg
0,5 kg
berassosoh
berastidaksoso
Pemasakan
Penyimpanan
0,2 kg
0,3 kg selama
0,3 kg selama 2 minggu
2 minggu
Pemasakan
Pemasakan
Pemasakan 0,2 kg
Pengamatan ( warna, kenampakan,
Pengamatan
tekstur, aroma, rasa ) (warna,kenampakan, tekstur, aroma, rasa )
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERTHITUNGAN 2.1
Data Pengamatan
2.1.1 BerasDenganPenyosohan PENGAMATA N
SEBELUM DIMASAK
SETELAH DIMASAK
0 Hari
14 hari
0 Hari
14 hari
Kenampakan
Putih
Putih
Putih
Putih
Tekstur
TidakPunel
TidakPunel
Punel
Punel
Rasa
-
-
Enak
Enak
Aroma
Tidakapek
Tidakapek
Tidakapek
Tidakapek
(bauapek)
Gambar/foto
2.1.2
BerasTanpaPenyosohan SEBELUM DIMASAK
PENGAMATA N
Kenampakan
Tekstur
SETELAH DIMASAK
0 Hari
14 hari
0 Hari
14 hari
Putihkecoklata
Putihkecoklata
Coklat
Coklat
n
n
Tidakpunel
Tidakpunel
Kurangpunel
Kurangpune l
Rasa
-
-
Enak
Kurangenak
Aroma
Apek
Apek
Tidakapek
apek
(bauapek)
Gambar/foto
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1
Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Perlakuan pertama yang harus dilakukan dalam praktikum penyosohan beras adalah menyiapkan padi kemudian padi digiling agar menjadi butiran padi dan siap diproses pada tahap selanjutnya. Setelah itu diambil 1kg beras, dan dipisah masing-masing 0,5 kg untuk dilakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu dengan disosoh dan tanpa disosoh. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kualitas dari beras melalui proses penyosohan dengan beras tanpa proses penyosohan. Setelah itu beras masing-masing sampel di ambil 0,2 kg untuk dilakukan proses pemasakan fungsinya untuk mengetahui kualitas rasa dari kedua sampel beras. Sisanya yaitu 0,3kg disimpan dengan waktu yang telah ditentukan lama waktunya yaitu 14 hari, tujuan dari penyimpanan adalah untuk mengetahui kualitas dari beras setelah disimpan dan dibandingkan dengan beras dengan daya simpan 0 hari. Setelahitu 0,3 kg beras yang sudah selesai disimpan selama 14 hari tersebut kemudian di masak,hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas rasa dari beras. Setelah proses
pemasakan
sampel
beras
kemudian
diamati
warna,kenampakan,tekstur,aroma dan rasa hal tersebut bertujuan untuk membandingkan kualitas beras yang disimpan 14 haridan 0 hari dengan metode penyosohan dan tanpa penyosohan. 5.2
Analisa Data
Beras adalah bagian bulirpadi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras. Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimerkarbohidrat: a) amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang b) amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket
Perbandingan
komposisi
kedua
golongan
pati
ini
sangat
menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Pengolahan beras siap konsumsi biasanya dilakukan
dengan
tahap
penggilingan
beras
dan
penyosohan.
Penggilingan dilakukan untuk memisahkan kulit dengan bulirnya. Dalam proses penyosohan beras pecah kulit akan diperoleh hasil beras giling, dadak dan bekatul. Sebagian dari protein, lemak, vitamin dan mineral akan terbawa dalam dadak, sehingga kadar komponen-komponen tersebut di dalam beras giling menjadi menurun. Beras giling yang diperoleh berwarna putih karena telah terbebas dari bagian dedaknya yang berwarna coklat. Bagian dedak padi adalah sekitar 5-7% dari berat beras pecah kulit. Makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan maka makin putih warna beras giling yang dihasilkan, tetapi makin miskin beras tersebut akan zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Dari kedua
perlakuan praktikum
yang telah dilakukan
yaitu
penyosohan dan penyimpanan beras tersebut dapat diperoleh hasil Beras yang disosoh akan berwrna lebih putih karena kandungan amilum pada beras berkurang.
Dengan berkurangnya kandungan amilosa dan
amilopektin tersebut maka setelah pemasakan beras yang disosoh kurang punel, tetapi data yang diperoleh beras yang disosoh lebih punel daripada beras yang tanpa penyosohan ,hal ini diakibatkan pengamatan secara manual yang menyeabkan perbedaan pendapat masing-masing panelis. Kepunelan beras tersebut karena amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam beras mengalami geletiniasi karena air pada saat pemasakan masuk ke sel beras sehingga beras menjadi lengket/ punel. Faktor lain dari kepunelan beras yaitu banyak sedikitnya air saat pemasakan . Beras yang disimpan selama 2 minggu bewarna lebih coklat dan berbau lebih apek terutama beras yang tanpa disosoh karena kandungan amilum yang masih terkandung di dalamnya mengalami kerusaakan. Data pengamatan dari segi warna ini sesuai dengan pernyataan
Ruiten
(1981);
Thahir
(2002);
Juliano
(2003)
yang
menyatakan bahwa penyosohan beras adalah proses menghilangkan sebagian atau keseluruhan lapisan yang me-nutupi kariopsis, terutama
aleuron dengan tidak mengakibatkan keretakan pada butir beras, menghasilkan beras giling berwarna putih, bersih, dan cemerlang. Dari segi rasa dan aroma , amilum sangat menentukan rasa beras setelah dimasak. Kandungan amilum pada beras jika dimakan akan terasa manis karena amilum diubah oleh enzim amilase yang terdapat pada mulut menjadi glukosa sehingga jika beras dikunyah dimulut akan terasa manis. Dari praktikum yang telah dilakukan bahwa Beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari ke-0 rasa manisnya paling menonjol karena termasuk beras baru. Pada beras baru kandungan amilumnya masih banyak dan masih bagus. Apalagi dengan perlakuan tanpa penyosohan yang mengakibatkan kandungan amilum masih terkandung di dalamnya. Hal tersebut akan menimbulkan rasa manis ketika dikunyah. Sedangkan untuk aromanya sebelum dimasak berbau apek dan setelah dimasak tidak berbau apek. Beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari ke-14 rasa manisnya agak berkurang. Hal
tersebut dikarenakan
kandungan amilum didalamnya sedikit mengalami kerusakan yang mengakibatkan perubahan fisiologi pada beras. Karena kandungan amilumnya yang mengalami kerusakan, maka rasanya tidak terlalu manis. Sedangkan aroma beras sebelum dimasak adalah apek dan setalah dimasak sangat apek. Hal tersebut dikarenakan amilum didalamnya mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan aroma. Beras dengan penyosohan yang dimasak pada hari ke-0 rasanya kurang enak dikarenakan kandungan amilum didalamnya sudah hilang karena penyosohan tersebut. Untuk aromanya, sebelum dimasak dan setelah dimasak tidak apek. Beras dengan penyosohan yang dimasak pada hari ke-14 rasanya enak. Hal tersebut terjadi penyimpangan data karena seharusnya,kandungan padanasi selain tidak adanya amilum di dalamnya juga terjadi perubahan secara fisiologi maupun kndungannya yng mengalami kerusakan yang dikarenakan proses penyosohan terebut. Dari segi aroma, sebelum dimasak tidak berbau dan setelah dimasak tidak berbau apek. Berbeda dengan beras tanpa penyosohan yang berbau sangat apek seteleh disimpan selama 2 minggu, pada perlakuan ini bau apek kurang tercium karena komponen yang menyebabkan bau apek telah hilang akibat penyosohan.
Dari semua perlakuan, beras yang disosoh dan dimasak pada hari ke-0 rasanya paling enak dan beras tanpa disosoh dan dimasak pada hari ke 14 rasanya kurang enak. Data ini menunjukkan bahwa beras yang disosoh lebih baik dari segi warna, aroma,rasa dan kenampakkannya. Berdasarkan
hasil
praktikum,
data
tersebut
sesuai
dengan
pernyataanMohapatra, Bal (2007) yang menyatakan bahwaberas pecah kulit atau tanpa penyosohan yang kaya nutrisi kurang disukai karena penampilannya kurang menarik, teksturkasar, dan susah dikunyah. Penyosohan akan memperbaiki penampilan beras lebih menarik secara visualmutu tanak aroma, dan rasanyalebih disukai.
BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Kenampakan beras yang di lakukan penyosohan dengan mesin dengan yang tidak melalui tahap penyosohan sangat berbeda, beras yang disosoh memiliki kenampakan lebih putih daripada beras yang tidak disosoh. 2. Tekstur beras sosoh dan beras tanpa penyosohan yang belum dimasak tidakpunel, sedangkan kedua sampel beras yang sudah dimasak memiliki tekstur yang punel. 3. Kandungan amilum mempengaruhi rasa, aroma dan tekstur beras. 4.
Penyimpanandapatmempengaruhikondisiamilumpadaberas.
5. Proses
penyosohan
dapat
mengurangi
amilum
beras
sehingga
menurunkan kualitas beras. 6. Selain kondisi amilum, banyak sedikitnya air saat pemasakan dapat mempengaruhi kepunelan beras. 7. Dari segi rasa, beras yang disosoh terasa lebih enak karena sudah tidak adanya kotoran. 8. Penyosohan
juga
mempengaruhi
aroma
beras,
beras
yang
tanpa disosoh berbau apek dan yang disosoh berbau agak apek. 6.2 Saran
Saran setelah praktikum dilakukan adalah : Bahwa begitu pentingnya pengaruh kandungan amilum padakualitas beras, maka tugas kita sebagai mahasiswa FTP diharapkan untuk bias memodifikasi kandungan gizi pada beras guna menghasilkan bers yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, N dan Ojha, T.P. 1976. Parboiling technology of paddy .In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology . Ottawa : IDRC.. Hal 163-204.
Araullo, E.V. D.B. Papua and Graham. 1976 . Rice Postharvest Technology . fM. Ottawa.
Canada
Standardisasi
Mutu
Damardjati, Beras
D.S.
sebagai
1983.
Karakteristik
Landasan
Sifat
Pengembangan
Agribisnis dan Agro-industri Padi di Indonesia. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Bogor : Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan,
Barber, De. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.
Gomez, K. A. & A. A. Gomez. 1979. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia.. pp: 615-618.
Grist D.H., 1973. Rice. Formerly Agricultural Economist . Colonial Agricultural.
Grist, D.H. 1975. Rice. 5th ed. London: Longmans.
Hubeis, M., 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serelia dan Biji-Bijian. .Bogor :
IPB.
Juliano, B.O. 1972. The Rest Caryopsis in J. M. Cordylas. 1990. Processing and Preservation of Tropical and Subtropical Foods. Hong-kong : ELBS.
Juliano, B.O. 1976. Rice biology . In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology . Ottawa : IDRC.. Hal. 13-18.
Juliano 1980 dalam Indrasari, S.D. 2006. Kandungan mineral padi varietas unggul dan kaitannya dengan kesehatan. Jurnal Iptek Tanaman Pangan 1 : 88-90.
Kennedy BM (1980). Nutritional quality of rice endosperm . Dalam: Rice Production and Utilization.Luh BS(ed). USA : AVI Publishing Company
Inc Westport Connecticut.p439-468. Luh, B. S. 1980. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Resurreccion, A.B. & Banzon, J.A. 1979. Fatty acid composition of the oil from progressively maturing bunches of coconuts. Philipp. J.Coconut Study.,
IV (3): 1-5. Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra Hudaya.
LAMPIRAN