IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA (DD) DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEDESAAN (STUDI KASUS DI DESA GROGOL KECAMATAN DIWEK KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 – 2016)
SKRIPSI
Oleh : Nunik Chumaidah NIM : 3113020
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL „ULUM JOMBANG 2017
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DANA DESA (DD) DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEDESAAN (STUDI KASUS DI DESA GROGOL KECAMATAN DIWEK KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 – 2016)
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis (S1) dan mencapai gelar Sarjana Administrasi Bisnis
Oleh : Nunik Chumaidah NIM : 3113020
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL „ULUM JOMBANG 2017
ii
PERSEMBAHAN Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, saya persembahkan skripsi ini untuk : 1. Kedua Orangtua Bapak Abdul Sampurno dan Ibu Sunarlik atas do‟a, kasih sayang, dukungan moral dan materi, serta pengorbanan yang tak terhingga selama ini. 2. Kakak saya Miftachudin beserta istri, dan kedua adik saya Agus Dwi Saputra dan M.Ihsan Baihaqi yang selalu menghibur dikala saya sedang lelah dan sedih saat pengerjaan skripsi ini. 3. Kepada guru-guru saya mulai Taman Kanak-kanak hingga perguruan Tinggi. 4. Kepada Bapak Bambang Setyobudi.SE.MM yang selalu memberikan motivasi dan tuntunan dalam perjalanan studi S1 ini. 5. Kepada Bapak M.Imsin Al Mustofa, S.E, M.P yang memberikan inspirasi sehingga penulis berhasil menemukan judul skripsi ini dan memberikan dukungan yang luar biasa hingga judul ini dapat bertahan sampai proses sidang berlangsung. 6. Kepada ibu Dina Eka Shofiana, SE, MA dan Ibu Ririn Susilawati, S.H.I, M.E.I yang telah membimbing saya dalam mengerjakan tugas skripsi ini dengan sabar dan telaten. 7. Kepada seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Ilmu Administrasi yang selalu memberikan bantuan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai alur dan proses yang telah ditetapkan.
iii
MOTTO
“Berfikir sebelum berbuat adalah satu kebijaksanaan, berfikir setelah berbuat adalah suatu kebodohan, sementara berbuat tanpa berfikir adalah seribu kebodohan.” “Beribu kebahagiaan dan ketentraman tak luput dari kemakmuran secuil wilayah di Indonesia yaitu Desa, kembalikan pemuda untuk Desa.” “PEMUDA SADAR DESA”
iv
v
vi
vii
PRAKATA Puji syukur atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia. Dalam penulisan skripsi ini,tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada : 1. Kedua orang tua, Ibu dan Bapak yang telah menjadi orang tua terhebat dan selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas. 2. Ibu Dina Eka Shofiana, SE, MA selaku pembimbing I dan ibu Ririn Susilawati, S.H.I, M.E.I selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis 3. Bapak Bambang Setyobudi.SE.MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UNIPDU Jombang, Abid Datul Mokhoyaroh, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi beserta para dosen dan seluruh civitas academika Fakultas Ilmu Administrasi UNIPDU Jombang atas bantuan yang diberikan selama penulis mengikuti studi 4. Ibu Khabibah selaku Kepala Desa Grogol, Bapak Rumanto selaku staff urusan pemerintahan serta Bapak Achmad Suwandi selaku staff desa urusan keuangan yang telah membantu memberikan informasi serta data-data yang diperlukan penulis dalam penyusunan skripsi ini 5. Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada seluruh teman seperjuangan Fakultas Ilmu Administrasi Unipdu Jombang angkatan 2013 yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi pembaca, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Amin Jombang, 15 Februari 2017 Penulis
viii
ABSTRAK Implementasi Kebijakan Dana Desa (DD) Dalam Menunjang Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Di Desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Tahun 2015 – 2016); Nunik Chumaidah; 3113020; 2017; 97 halaman; Program Studi Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi; Universitas Pesantren Tinggi Darul „Ulum Jombang. Pada kenyataannya Pendapatan Asli Desa lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan transfer (berupa Dana Desa), sehingga peran Dana Desa sangat penting dalam penyelenggaraan pembangunan dan pemberdayaan masyarakatan di tingkat Desa. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana implementasi kebijakan Dana Desa dalam menunjang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa Grogol tahun 2015-2016 dengan memperhatikan faktor pendukung proses implementasi, yaitu standar dan sasaran kebijakan, karakteristik badan pelaksana, sumberdaya, lingkungan, komunikasi serta sikap pelaksana. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (Deskriptif Riset) dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer (observasi dan wawancara) serta sekunder (dokumentasi berbagai sumber buku) yang berkaitan dengan situasi dan kondisi empiris tentang kebijakan implementasi Dana Desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Dana Desa dalam menunjang pembangunan telah terlaksana dan tercapai tujuan, sedangkan implementasi kebijakan untuk pemberdayaan masyarakat di desa Grogol terlaksana 93% dan sisanya tidak terealisasi dikarenakan tidak adanya lembaga Paralegal yang seharusnya mendapat anggaran sebesar RP. 6.000.000,-. Pencapaian tujuan dibidang pemberdayaan masyarakat belum terjadi secara maksimal dikarenakan salah satu lembaga pemerintahan desa (BUMDES/Badan Usaha Milik Desa) tidak beroperasi dari mulai berdiri hingga saat penelitian dilakukan, selain itu anggaran BOP untuk BUMDES seluruhnya hanya digunakan untuk pelatihan anggota dengan alasan atas dasar perintah dari pemerintah kabupaten, sehingga tidak ada sisa anggaran BOP untuk BUMDES yang dikelola oleh organisasi itu sendiri. Ke-enam faktor pendukung proses implementasi seluruhnya memberikan kontribusi positif terhadap pelaksanaan kegiatan Dana Desa. Kata Kunci : Kebijakan Dana Desa (DD), Pembangunan, Pemberdayaan, Faktor pendukung implementasi.
ix
ABSTRACT
The Implementation of Village Fund(DD) In Supporting the Development and Empowerment of Rural Communities (CaseStudy In the village of Grogol subdistrict Diwek Jombang Years 2015-2016); Nunik Chumaidah; 3113020; 2017; 97 pages; Business Administration Studies Program, Faculty of Administration; University of Pesantren Tinggi Darul 'Ulum Jombang. In fact, the village revenue is lower than the income transfer (in the form of Village Fund), so the role of the Village Fund is very important in the implementation of development and more community empowerment at the village level. The purpose of this study to explain how the implementation of the policy of the Village Fund in supporting the development and empowerment of rural communities Grogol years 2015-2016 by taking into account factors supporting the implementation process, which is the standard and policy targets, the characteristics of the implementing agencies, resources, environment, communications and executive attitude. This research is descriptive (Descriptive Research) with a qualitative approach. Source data used are primary data source (observation and interviews) and secondary (documentation of the various sources of books) relating to the situation and conditions of the policy implementation empirical Village Fund. The results showed that the implementation of the policy of the Village Fund in supporting development has been accomplished and achieved goals, while the implementation of policies for the empowerment of rural communities in Grogol accomplished 93% and the rest was not realized due to the absence Paralegal institution that should receive a budget of Rp.6.000.000,-. Achievement of the objectives in the field of community development has not occurred to the fullest because one village governance institutions (BUMDES / village-owned enterprises) are not operating from the start up until the time of the riset is finished, in addition to the budget BOP to BUMDES completely only be used for training members of the grounds on the basis of orders from the district administration, so there is no remaining budget for BUMDES BOP managed by the organization. All six factors supporting the whole implementation process contributes positively to the implementation of the Village Fund. Keywords: Village Fund Policy (DD), Development, Empowerment, Supportive factor of implementations.
x
DAFTAR ISI SAMPUL ................................................................................................................. i HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... iii HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................v HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. vi PERNYATAAN KEABSAHAN SKRIPSI ....................................................... vii PRAKATAN ....................................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................................ ix ABSTRACK............................................................................................................x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR TABEL.................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB I : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2.Rumusan Masalah .........................................................................................7 1.3.TujuanPenelitian............................................................................................7 1.4.ManfaatPenulisan ..........................................................................................8 1.5.Sistematika pembahasan................................................................................8 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1Penelitian Terdahulu.....................................................................................11 2.2Landasan Teori .............................................................................................15 2.2.1 Kebijakan Otonomi Daerah (Deentralilsasi) ..........................................15 2.2.2 Kebijakan ...............................................................................................17 2.2.3 Implementasi Kebijakan ........................................................................19 2.2.4 Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan ..........................................21 2.2.4.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ........................................................27 2.2.4.2 Karakteristik Badan Pelaksana .........................................................28 2.2.4.3 Sumberdaya ......................................................................................30 xi
2.2.4.4 Lingkungan .......................................................................................31 2.2.4.5 Komunikasi .......................................................................................33 2.2.4.6 Sikap .................................................................................................35 2.2.5 Desa........................................................................................................36 2.2.6 Dana Desa ..............................................................................................38 2.2.6.1 Pengertian Dana Desa .......................................................................38 2.2.6.2 Mekaisme Penyaluran Dana Desa ....................................................40 2.2.6.3 Rumus Perhitungan Dana Desa ........................................................41 2.2.7 Prioritas Penggunaan Dana Desa ...........................................................42 2.2.7.1 Pembangunan....................................................................................44 2.2.7.2 Pemberdayaan ...................................................................................46 2.3Kerangka Penikiran ......................................................................................50 BAB III : METODE PENULISAN 3.1Desain Penelitian...............................................................................................51 3.2Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................52 3.3Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................52 3.4Fokus Penellitian ...............................................................................................53 3.5Pemilihan Informan ...........................................................................................53 3.6Teknik Pengumpulan Data ................................................................................54 3.7Teknik Analisis Data .........................................................................................55 BAB IV: PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data ...........................................................................................57 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................57 4.1.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Jombang .....................................................57 4.1.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Diwek ........................................................59 4.1.1.3 Gambaran Umum Desa Grogol ..................................................................61 4.1.2 Data Fokus Penelitian ...................................................................................64 4.2 AnalisisData ...............................................................................................71 4.2.1 Implementasi Dana Desa...............................................................................71 4.2.1.1 Proses Perencanaan Kegiatan Dana Desa ..................................................71
xii
4.2.1.2 Pelaksanaan dan Pertanggung jawaban Dana Desa ...................................78 4.2.1.3 Pencapaian Tujuan .....................................................................................81 4.2.2 Faktor Pendukung Implementasi Dana Desa ................................................86 4.2.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ..................................................................86 4.2.2.2 Karakteristik Badan Pelaksana ...................................................................88 4.2.2.3 Sumberdaya ................................................................................................90 4.2.2.4 Lingkungan ................................................................................................90 4.2.2.5 Komunikasi ................................................................................................91 4.2.2.6 Sikap...........................................................................................................92 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan ................................................................................................94 5.2 Saran...........................................................................................................94 DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Van Meter&Van Horn22 Gambar 2.2 : Model proses Implementasi Daniel Mazmain dan Paul A. Sabatier 24 Gambar 2.3 : Rumus Perhitungan Alokasi Proporsional Dana Desa .....................42 Gambar 2.4 : Pengalokasian Dana Desa ................................................................42 Gambar 2.5 : Model Kerangka Pemikiran .............................................................50 Gambar 4.1: Peta Wilayah Kabupaten Jombang....................................................59 Gambar 4.2 : Peta Wilayah Kecamatan Diwek ......................................................61 Gambar 4.3 : Kondisi Jalan di Perbatasan Dsn Bongsorejo & Grogol. .................81 Gambar 4.4 : Kondisi Jalan di Dusun Dempok Gang Masjid ................................82 Gambar 4.5 : Kondisi Jalan di Perbatasan Dsn.Grogol & Bogem .........................82 Gambar 4.6 : Kondisi Jalan di Dusun Dempok Barat ............................................83 Gambar 4.7 : Kondisi Jalan di Perbatasan Dusun Bongsorejo dan Sentanan ........83 Gambar 4.8 : Kondisi Jalan di Dusun Tawar .........................................................84
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Daftar 4 Propinsi Penerima Dana Desa Terbanyak Se-Indonesia .........5 Tabel 2.1 :Penelitian Terdahulu .............................................................................14 Tabel 4.1 : Data Kecamatan di Wilayah Kabupaten Jombang...............................58 Tabel 4.2 : Jumlah Kelurahan Masing-masing desa di kecamatan Diwek ............60 Tabel 4.3 :Pekerjaan/mata pencaharian penduduk desa Grogol Tahun 2016 .......62 Tabel 4.4 :Luas Wilayah Menurut Penggunaannya tahun 2016 ............................63 Tabel 4.5 :Luas Tanah Sawah Berdasarkan Pengairah tahun 2016 .......................64 Tabel 4.6 : Rincian Dana Desa di Setiap Propinsi Tahun 2015&2016 ..................65 Tabel 4.7 :Rincian Dana Desa Setiap Kabupaten di Jawa Timur ..........................66 Tabel 4.8 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Grogol ...............67 Tabel 4.9 : Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2015 dan 2016 ......................68 Tabel 4.10 : Anggaran Dana Desa tahun 2015 ......................................................75 Tabel 4.11 : Anggaran Dana Desa tahun 2016 ......................................................76 Tabel 4.12 : Realisasi Program Kegiatan Dana Desa Tahun 2015 & 2016 ...........87
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Pokok Desa/Kelurahan Lampiran 2 : Profil Desa dan Kelurahan Lampiran 3 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun 2016 Lampiran 4 : Keputusan Kepala Desa Grogol No. 6 Tahun 2016 Lampiran 5 : Keputusan Kepala Desa Grogol No. 7 Tahun 2016 Lampiran 6 : Keputusan Kepala Desa Grogol No. 8 Tahun 2016 Lampiran 7 : Keputusan Kepala Desa Grogol No. 14 Tahun 2016 Lampiran 8 : Keputusan Kepala Desa Grogol No. 15 Tahun 2016 Lampiran 9 : Guidence Wawancara Lampiran 8 : Hasil Wawancara
xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tahun 1945 Indonesia merdeka, baru tahun 2015 Pemerintah memposisikan desa sebagai fokus utama pembangunan daerah yang dibuktikan dengan digulirkannya dana desa yang langsung diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk dikelola masyarakat desa. Pada tahun 2015 Dana Desa yang ditransfer oleh pemerintah pusat ke daerah sebesar Rp. 20.766.200.000.000,-.
Sedangkan
pada
tahun
2016
sebesar
Rp.
46.982.080.000.000,-. Peningkatan jumlah alokasi dana pada APBN-P yang di transfer sejalan dengan visi pemerintah untuk “Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Pengalokasian
dana
desa
diharapkan
dapat
meningkatkan
pemerataan
pembangunan kesejahteraan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan daerah. Pembangunan Daerah merupakan suatu kegiatan sistematik yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa. Di era reformasi ini pemerintah menerapkan sistem desentralisasi sesuai dengan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UndangUndang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang tersebut merupakan landasan hukum yang mengelola
1
2
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah serta merupakan landasan hukum penerapan sistem otonomi daerah di Indonesia. Sistem otonomi daerah merupakan sistem yang mengatur hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang berkedudukan sebagaidaerah otonom adalah daerah kabupaten dan kota, sedangkan daerah provinsi merangkap sebagai daerah administrasi. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 menyebutkan bahwa adanya perluasan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan terutama dalam penerimaan (revenue) dan pengeluaran (expenditure). Sebelum otonomi daerah diterapkan, sistem kebijakan fiskal menyangkut transfer Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah berbentuk Sumbangan Daerah Otonom (SDO) dan Instruksi Presiden (INPRES). Kemudian berubah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang mana penerimaan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah/PAD(yang umumnya bersumber dari pajak daerah, retribusi dan laba Badan Usaha Milik Daerah/BUMD), Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Pinjaman Daerah. Sistem tersebut dinilai kurang efektif karena banyak terjadi kesenjangan pemerataan pembangunan di beberapa daerah. Oleh karena itu dikeluarkan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan kemudian disempurnakan menjadi Undang Undang No. 33 Tahun 2004 yang ditetapkan pada tanggal 15 Oktober 2004.
3
Tujuan umum dari kebijakan otonomi daerah/desentralisasi ini adalah memberi peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintah yang baik dan bersih (clean and good governance) di daerah, yang berarti pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan atas prinsip : efektif, efisien, terbuka, dan akuntabel. Kebijakan otonomi daerah meliputi berbagai aspek, salah satunya adalah aspek ekonomi yang berkaitan dengan dukungan sumberdaya (resources) yang memadai dan cukup agar otonomi tersebut dapat berhasil. Untuk itu dilakukan kebijakan desentralisasi fiskal, yang tujuannya adalah meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan publik dan sebagai langkah untuk mendukung serta meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi yang dapat berimplikasi langsung dan berpengaruh terhadap keuangan daerah/Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBD). Pemerintahan Desa merupakan sistem pemerintahan yang menyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 1 tentang Desa, yang menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kedudukannya tersebut, pemerintah Desa berupaya melakukan pembenahan menuju arah kemandirian desa. Pasal 215 ayat (1) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa
4
pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak
ketiga,
harus
mengikut
sertakan
pemerintah
desa
dan
badan
permusyawaratan desa. Agar dapat melaksanakan perannya dalam mengatur dan mengurus komunitasnya, desa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72tahun 2005 diberikan kewenangan yang mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. Kewenangan dalam tuntutan pelaksanaan otonomi daerah sangat bergantung dengan ketersediaan dana yang cukup. Wasistiono ( 2007;107 ) menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung
penyelenggaraan
otonomi
desa,
sebagaimana
juga
pada
penyelenggaraan otonomi daerah.Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 72 desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana
perimbangan
keuangan
pusat
dan
daerah
yang
diterima
oleh
Kabupaten/Kota, alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.
5
Dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa ada banyak sekali sumber pendapatan yang diterima oleh desa, salah satunya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa pendapatan transfer yang disebut dengan Dana Desa. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Tabel 1.1 : Daftar 4 Provinsi Penerima Dana Desa Terbanyak Se-Indonesia Provinsi Alokasi Tahun 2015 Jawa Tengah Rp 2.228.889.296.000 Jawa Timur Rp 2.214.014.855.000 Aceh Rp 1.707.817.995.000 Jawa Barat Rp 1.589.711.596.000 Jumlah Rp 7.740.433.742.000 Sumber : www.kemenkeu.go.id diolah
Alokasi Tahun 2016 Rp 5.002.426.341.000 Rp 4.969.123.681.000 Rp 3.829.751.986.000 Rp 3.568.437.985.000 Rp 17.369.739.993.000
Dari seluruh provinsi yang menerima Dana Desa, Jawa Timur menduduki peringkat ke-2 terbanyak setelah provinsi Jawa Tengah. Jumlah tersebut sangatlah wajar, mengingat banyaknya industri besar yang berada di provinsi ini maka segala infrastruktur publik yang ada harus diperbaiki untuk memperlancar distribusi dan
perekonomian masyarakat sekitar. Dari 30 Kabupaten yang ada di Jawa Timur, Jombang merupakan kabupaten penerima Dana Desa terbanyak ke-11 sejak tahun 2015 yakni sebesar Rp. 85.437.433.000.,- kemudian tahun 2016 naik hampir 100% sehingga menjadi Rp. 170.823.280.000,- yang kemudian dibagikan ke 302 desa yang ada di Jombang.
6
Dengan meningkatnya jumlah Dana Desa yang diterima oleh kabupaten Jombang berdampak pula pada penerimaan diseluruh desa yang ada di Jombang, salah satunya adalah Desa Grogol yang menerima Dana Desa sebesar Rp. 305.364.000 di tahun 2015, kemudian tahun 2016 menerima Rp. 677.297.705,-. Jumlah ini merupakan diatas rata-rata yang ditetapkan oleh pemerintah pusat yaitu sebesar Rp. 565.640.000,-. Didalam pelaksanaan bantuan Dana Desa di Desa Grogol masih terdapat beberapa permasalahan, salah satu contoh yaitu jumlah Pendapatan Asli Desa jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan transfer (berupa Dana Desa) yang diterima. Pada tahun 2015 Dana Desa memberikan konstribusi sebesar Rp. 305.364.000.00,- atau 17% dari total pendapatan, dan pada tahun 2016 sebesar Rp. 677.297.705.00,- atau 48% dari total pendapatan yang diperoleh. Bahkan dalam kenyataannya sumber-sumber penerimaan dari Pendapatan Asli Desa tidak semuanya memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan desa. Sumber penerimaan dari tanah bengkok lebih merupakan gaji atau sebagai upah Kepala Desa dan Perangkat Desa yang langsung dikelola oleh mereka, sehingga angka tersebut merupakan perkiraan dari hasil tanah yang dikelola mereka setiap tahun. Dengan kondisi tersebut terlihat bahwa dana desa sangat berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan baik di bidang pembangunan maupun pemberdayaan di tingkat Desa. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber daya desa dalam menunjang kemandirian untuk membiayai rumah tangganya sendiri masih sangat rendah. Selain itu d alam
penyusunan Dana Desa dilakukan Musrenbangdes, tetapi hasilnya tidak diinformasikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengetahui
7
berapa besar dana yang diterima dan untuk apa saja dana tersebut digunakan. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat desa Grogol menjadi acuh dengan programprogram yang dibuat oleh desa, sehingga partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang dibiayai oleh dana desa sangatlah rendah. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini mengambil judul tentang Implementasi Kebijakan Dana Desa (DD) Dalam Menunjang Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus di Desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Tahun 2015-2016). 1.2 Rumusan masalah Selanjutnya berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : 1. Bagaimana implementasi kebijakan DanaDesa (DD) dalam menunjang pembangunan di desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada tahun 2015 – 2016 ? 2. Bagaimana implementasi kebijakan Dana Desa (DD) dalam menunjang pemberdayaan masyarakat di desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang pada tahun 2015 – 2016 ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Menjelaskan implementasi Kebijakan Dana Desa dalam menunjang pembangunan di desa Grogol kecamatan Diwek kabupaten Jombang pada tahun 2015 – 2016
8
2. Menjelaskan implementasi Kebijakan Dana Desa dalam menunjang pemberdayaan masyarakat di desa Grogol kecamatan Diwek kabupaten Jombang pada tahun 2015 – 2016 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan pada pemerintah desa Grogol Diwek Jombang untuk mengambil keputusan dalam permasalahan Dana Desa. 2. Dari segi keilmuan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori yang dipelajari, sehingga akan berguna dalam pengembangan pemahaman, penalaran, dan pengalaman penulis, juga berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu sosial, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian-penelitian berikutnya. 1.5 Sistematika Penulisan Perumusan sistematika penulisan skripsi ini untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai materi pembahasan dalam penelitian, sehingga dapat memudahkan pembaca untuk mengetahui maksud dilaksanakan penelitians kripsi, sebagai berikut:
9
a)
Bagian inti, terdiri dari lima bab yaitu: Bab I
:PENDAHULUAN Pada bagian ini dijelaskan latar belakang masalah,
rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan penelitian terdahulu, landasan teori, dan kerangka pemikiran.
Bab III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi deskripsi tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan dengan desain penelitian, ruang lingkup penelitian, lokasi dan waktu penelitian, focus penelitian, pemilihan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data. Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas penyajian data yang di dalamnya mencakup (gambaran umum objek penelitian dan data fokus penelitian), analisis data yang didapat, dan juga hasil dan argument terhadap hasil penelitian.
10
Bab V
: PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Bagian kesimpulan menyajikan secara ringkas apa yang telah diperoleh dari pembahasan, selain itu bab ini juga menjelaskan tentang keterbatasan dari penelitian ini dan saran bagi penelitian selanjutnya.
b)
Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian terdahulu Johan, 2015 dalam penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Anggaran Alokasi Dana Desa Di Desa Sukoharjo Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten Ketapang. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) di desa Sidahari belum berjalan dengan semestinya serta belum sepenuhnya mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Hal tersebut terjadi karena lemahnya komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi yang tidak sesuai, sehingga implementasi kebijakan tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada periode penelitian, objek, serta subjek penelitian yang menjadi tempat penelitian masing-masing penulis Wisakti, 2008 dalam penleitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Di Wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan AlokasiDana Desa (ADD) di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan berjalan cukup lancar. Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan adalah komunikasi, kemampuan sumber daya, sikap pelaksana, struktur birokrasi, lingkungan serta ukuran dan tujuan kebijakan. Perbedaan dengan penelitian 11
12
yang dilakukan oleh penulis adalah pada periode, objek dan subjek penelitian yang mana penulis meneliti terpusat pada satu desa sedangkan Wisakti terpusat dalam lingkup wilayah kecamatan. Hargono, 2010 dalam penelitian yang berjudul Efektivitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat Desa Di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasil yang diperoleh adalah besarnya Alokasi Dana Desa yang diberikan ke setiap desa tidak menggunakan formula yang ditentukan Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 perihal Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa sehingga menyebabkan penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) tidak bisa berjalan secara efektif. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pada periode penelitian, objek dan subjek yang menjadi tempat penelitian masing-masing penulis dimana penulis meneliti hanya pada 1 desa, sedangkan penelitian terdahulu meneliti pada lingkup wilayah penelitian di 4 desa. Suparman dkk, 2014 dalam penelitian yang berjudul Implementasi Program Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Sukadana kabupaten Kayong Utara dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi program ADD di Kecamatan Sukadana belum sepenuhnya mengarah pada pengembangan sosial ekonomi masyarakat Desa. Dapat dikatakan demikian karena pada kenyataannya ADD tersebut lebih diprioritaskan atau direalisasikan pada pembangunan fisik saja sedangkan pembangunan non fisik tidak terlalu banyak dianggarkan padahal kedua aspek
13
tersebut seharusnya diprioritaskan secara berimbang sehingga tidak ada ketimpangan satu dengan lainnya dan dapat tercipta akselerasi pembangunan yang baik. Perbedaan dari penelitian tersebut adalah pada periode penelitian, objek dan subjek penelitian yang mana penulis terfokus penelitiannya pada satu desa sedangkan suparman dkk pada wilayah kecamatan. Sanusi dkk, 2015 penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (Add) Di Desa Balansiku Kecmatan Sebatik Kabupaten Nunukan
dengan
menggunakan
metode
kualitatif.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Balansiku Kecamatan Sebatik ternyata mempunyai implikasi dalam mendorong perubahan atau peningkatan pembangunan desa. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada periode, objek dan subjek yang menjadi tempat penelitian masing-masing penulis. Perbedaan penelitian ini dengan ke-lima penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitian, yang mana pada ke-lima peneliti tersebut membahas tentang pendanaan desa yang bersumber dari kabupaten/kota selanjutnya disebut ADD (Alokasi Dana Desa), sedangkan untuk penelitian ini penulis membahas tentang pendanaan desa bersumber dari pemerintah Pusat (Dari APBN) yang disebut dengan DD (Dana Desa). Selain itu ADD yang bersumber dari kabupaten/kota hanya digunakan untk pembangunan fisik, sedangkan DD yang bersumber dari pemerintahan pusat (APBN) digunakan untuk
pembangunan
fisik
dan
non
fisik
(pemberdayaan).
14
No 1.
2.
Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Adrianus Devaczy Implementasi Kebijakan Johan P, tahun 2015 Anggaran Alokasi Dana Desa di Desa Sidahari Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten Ketapang Daru Wisakti, tahun Implementasi Kebijakan 2008 Alokasi Dana Desa di Wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan
Hasil/Temuan Kurangnya komunikasi, sumberdaya, Disposisi dan Struktru Birokrasi yang tidak sesuai mengakibatkan implementasi kebijakan ADD dalam segi pembangunan tidak berjalan efektif. Komunikasi, kemampuan sumberdaya, sikap, struktur birokrasi, lingkungan, ukuran dan tujuan kegiatan merupakan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, seluruh variabel tersebut sangat berpengaruh terhadap implementasi kebijakan ADD Penentuan besaran ADD, proses penyaluran dan penggunaan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam mengetahui ke efektifan penyaluran ADD
3.
Didiek Setiabudi Hargono, tahun 2010
Efektivitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat Desa di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
4.
Suparman, Dedi Kunadi, Dwi Haryono, tahun 2014
Implementasi Program Alokasi Dana Desa di Kecamatan Sukadana kabupaten Kayong Utara
Faktor Sumberdaya, Sosialisasi dan Koordinasi sangat berpengaruh dalam melihat implementasi Program ADD di Kecamatan Sukadana.
5.
Sanusi, DB.Paranoan, Achmad Djumlani, tahun 2015
Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Balansiku Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Balansiku Kecamatan Sebatik ternyata mempunyai implikasi dalam mendorong perubahan atau peningkatan pembangunan desa.
Metode Perbedaan Penelitian Deskriptif Periode kualitatif. penelitian, Objek dan subjek penelitian Deskriptif Periode kualitatif. penelitian, objek dan lingkup wilayah penelitian Kualitatif Periode penelitian, objek dan lingkup wilayah penelitian Kualitatif Periode penelitian, objek dan lingkup wilayah penelitian Kualitatif Periode penelitian, objek dan lingkup wilayah penelitian
14
15
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Kebijakan Otonomi Daerah (Desentralisasi) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Desentralisasi merupakan sistem pemerintahan yang lebih banyak memberi kekuasaan kepada pemerintah daerah, penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang dan sebagainya). Definisi Desentralisasi dilihat dari segi fungsional merupakan pengakuan adanya hak pada seseorang atau golongan untuk mengurus hal-hal tertentu di daerah. Dilihat dari segi kebudayaan Desentralisasi merupakan pengakuan adanya hak pada golongan kecil dalam masyarakat untuk mengurus halhal tertentu di daerah. Dilihat dari segi politik Desentralisasi merupakan pengakuan adanya hak mengurus kepentingan rumah tangga sendiri pada badan politik di daerah yang dipilih oleh rakyat di daerah tertentu. Kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan yang menggeser dominasi penyelenggaraan kepemerintahan dari pusat ke daerah. Pergeseran ini memberikan peluang dan sekaligus tantangan bagi daerah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepemerintahaanya serta meningkatkan akselerasi pembangunan didaerahnya (Hargono, 2010:11), sedangkan Otonomi Desa menurut Widjaja (2003:165) merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah, sebaliknya pemerintah wajib menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut.
16
Tujuan umum dari kebijakan otonomi daerah/desentralisasi dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 adalah : 1. Memberi peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintah yang baik dan bersih (clean and good governance) di daerah dalam pelayanan publik, yang berarti pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan atas prinsip : efektif, efisien, terbuka, dan akuntabel. 2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat; 3. Menjamin keserasian hubungan antara daerah satu dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah dengan daerah lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah; 4. Menjamin hubungan yang serasi antara daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. 5. Meningkatkan daya saing daerah untuk mendukung ekonomi nasional Menurut Juli Panglima Saragih dalam Hargono (2011:30) salah satu tujuan
dari
kebijakan
otonomi
daerah/desentralisasi
adalah
memberdayakan masyarakat lokal (setempat) sehingga memungkinkan masyarakat lokal untuk dapat menikmati kualitas kehidupan yang lebih
17
baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan-pilihan (choices) yang dapat dilakukan masyarakat. Salah satu aspek yang mendukung berhasilnya kebijakan otonomi daerah (desentralisasi) adalah aspek ekonomi, yaitu perlunya dukungan sumberdaya
(resources)
yang
memadai
dan
cukup.
Untuk
itu
dikeluarkanlah kebijakan desentralisasi fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan “efektifitas” penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, serta sebagai langkah untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi. Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah – untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik – sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Tergantung kepada daerah yang bersangkutan sesuai dengan kreativitas, kemampuan organisasi pemerintahan daerah, serta kondisi setiap daerah. 2.2.2 Kebijakan Ada beberapa Pengertian tentang Kebijakan, diantaranya menurut Ealau dan Pewitt dalam Ardianus (2015:6) Kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.
18
Menurut Timtus dalam Ardianus (2015:6) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Kebijaksanaan (Policy) menurut Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan dalam Islamy (2009:15-16) adalah “a projected program of goals, values and pracmaties” (“Suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah”).
James E. Ander son dalam Islamy
(2009:16) mendefinisikan Kebijaksanaan sebagai berikut “A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”. (“Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu”) Carl J Friedrick dalam Islamy (2009:16) mendefinisikan kebijaksanaan sebagai berikut :“..... a proposed course of action of person, group, or goverment within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or a purposive” (“....serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”)
19
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Wahab (2008:2) kebijaksanaan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu boleh jadi acuan sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijaksanaan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu , suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana. Amara Raksasatya dalam Islamy (2009:16) mengemukakan bahwa kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijksanaan memuat tiga (3) elemen yaitu : 1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai 2. Taktikatau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik dan strategi 2.2.3 Implementasi Kebijakan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Implementasi adalah pelaksanaan, penerapan, sedangkan Kebijakan adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan
dasar
rencana
dalam
pelaksanaan
suatu
pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran, garis haluan. Menurut Nugroho dalam Sanusi, et.Al, (2014:4) implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya,
tidak
lebih
dan
tidak
kurang.
Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah
20
yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut”. Implementasi kebijakan, sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari pada itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Grindle dalam Wisakti (2008:31). Mengenai hal ini Wahab dalam Wisakti (2008:31) menegaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Menurut Udoji dalam Wahab (2008:59) dengan tegas mengatakan bahwa “the execution of police is as important if not more important than policy-making. Polices will remain dreams r blue prints file jackets unless they are implemented”. (“pelaksanaan kebijaksnaan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih pentingdaripada pembuataun kebijaksanaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”). Presman dan Wildavsky dalam Wahab (2008:65) menyatakan bahwa sebuah kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijaksanaan. Sehingga bagi kedua pelopor studi implementasi ini maka proses untuk melaksanakan kebijaksanaan
21
perlu mendapatkan perhatian yang seksama, dan oleh sebab itu keliru kalau kita menganggap bahwa proses tersebut dengan sendirinya akan berlangsung mulus.Masih dalam sumber yang sama Van Meter dan Van Horn merumuskan proses implementasi sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that area directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompokkelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuantujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan). Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatler dalam Wahab (2008:650) bahwa Implementasi adalah memahami apa yang sesungguhnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat dampak nyata pada masyarakat atau kejadiankejadian. 2.2.4 Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Dalam ilmu kebijaksanaan negara atau anallisis kebijaksanaan negara telah benyak dikembangkan model-model atau teori yang membahas tentang implementasi kebijaksanaan, namun Wahab (2008:70) dalam bukunya hanya menyajikan 3 model implementasi kebijakan,
karena
model tersebut dianggap masih relatif baru dan banyak mempengaruhi pemikiran tulisan para ahli, ketiga model yang dimaksud adalah model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn (1975), Daniel
22
Mazmanian dan Paul A.Sabatier (1987). Serta Brian W.Hogwood dan Lewis A. Gunn (1978;1986). Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Wahab(2008:79) ada 5 faktor pendukung Implementasi, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Ukuran dan Tujuan Kebijaksanaan. Sumber-sumber kebijaksanaan. Ciri-ciri atau sifat Badan/instasi pelaksana Komunikasi antar organisasi terkai dam kegiatan-kegiatan pelaksanaan 5. Sikap para pelaksana 6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik Model implementasi Kebijaksanaan yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai A Model of Policy Implementation Process (model proses implementasi kebijaksanaan) dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 2.1 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Van Meter dan VanHorn Komunikasi Antar Organisasi dan Kegiatan Pelaksanaan Ukuran Dan Tujuan Kebijaksanaan Ciri Badan Pelaksana Sumber-sumber Kebijaksanaan
Lingkungan : Ekonomi, Sosial dan Politik
Sumber : Wahab (2008:80)
Sikap Para Pelaksana
Prestasi Kerja
23
Adapun menurut model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A.Sabatier dalam Wahab (2008:81) yang disebut A Frame Work for Implementation Analysis (kerangka analisis implementasi) ada variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada
keseluruhan
proses
implementasi,
variabel
yang
dimaksud
merupakan : 1.
Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan
2.
Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya
3.
Pengaruh
langsung
berbagai
veriabel
politik
terhadap
keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut Berikut penulis sajikan model implementasi kebijaksanaan yang dimaksud berikut ini menurut Daniel Mazmanian dan Paul A.Sabatier pada gambar dibawah ini :
24
Gambar 2.2 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Daniel Mazmanian dan Paul A.Sabatier A. Mudah tidaknya masalah dikendalikan : 1. Kesukaran-kesukaran teknis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk 4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan B. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses implementasi : 1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 2. Digunakannya teori kausal yang memadai 3. Ketetapan alokasi sumber dana 4. Keterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana 5. Aturan-aturan keputusan dari lembaga pelaksana 6. Rekruitmen pejabat pelaksana 7. Akses formal pihak luar
C. Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi implementasi : 1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2. Dukungan publik 3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompokkelompok 4. Dukungan dari pejabat atasan 5. Komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabatpejabat pelaksana
D. Tahap-tahap dalam proses implementasi (variabel tergantung) Output kebijaksanaan Badan-badan pelaksana
Kesediaan kelompok sasaran mematuhi output kebijaksanaan
Sumber : Wahab (2008:82)
Dampak nyata output kebijaksanaan
Dampak output kebijaksanaan sebagai dipersepsi
Perbaikan mendasar dalam undangundang
25
Menurut model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Wahab (2008:81), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara sempurna, persyaratan tersebut adalah : 1. Kondisieksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak aka nmenimbul kangangguan/kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan (constraints) pada saat implementasi kebijakan seringkali berada diluar Kendal ipara administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dari badan pelaksana. Hambatanhambatan tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik maupun politis. 2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumberdaya yang cukup memadahi. Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama diatas, dalam pengertian bahwa kerapkali ia muncul diantara kendalakendala yang bersifat eksternal. Kebijakan yang memilki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan karena menyangkut kendalan waktu yang pendek dengan harapan yang terlalu tinggi. 3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Persyaratan ini mengikuti syarat item kedua artinya disatu pihak harus dijamin tidak ada kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan, dan dilain pihak, setiap tahapan proses implementasi perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus dapat disediakan. Dalam prakteknya implementasi program yang memerlukan perpaduan antara dana, tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan program harus dapat disiapkan secara serentak, namun ternyata ada salah satu komponen tersebut mengalami kelambatan dalam penyediaannya sehingga berakibat program tersebut tertunda pelaksanaannya. 4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplemetasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara asal-asalan, tetapi kebijakan itu sendiri memang jelek. Penyebabnya karena kebijakan itu didasari oleh tingkat pemahaman yang tidak memadahi mengenahi persoalan yang akan ditanggulangi, sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahanya, atau peluang-peluang yang tersedia untuk mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut. 5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. Pada kebanyakan program pemerintah sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih komplek dari pada sekedar hubungan antara dua variabel yang memiliki hubungan kausalitas. Kebijakan-
26
kebijakan yang memiliki hubungan sebab-akibat tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin kompleks implementasinya. Dengan kata lain semakin banyak hubungan dalam mata rantai, semakin besar pula resiko bahwa bebarapa diantaranya kelak terbukti amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik. 6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implemetasi yang sempurna menuntut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal dalam melaksanakan misi tidak tergantung badan-badan lain/instansi lainnya. Kalau ada ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program ternyata tidak hanya membutuhkan rangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan atau komitmen terhadap setiap tahapan diantara sejumlah aktor/pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang. 7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenahi kesepakatan terhadap tujuan yang akan dicapai dan dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan itu harus dirumuskan dengan jelas, spesifik, mudah dipahami, dapat dikuantifikasikan, dan disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi. Namun berbagai penelitian telah mengungkap bahwa dalam prakteknya tujuan yang akan dicapai dari program sukar diidentifikasikan. Kemungkinan menimbulkan konflik yang tajam atau kebingungan, khususnya oleh kelompok profesional atau kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam program lebih mementingkan tujuan mereka sendiri. Tujuan-tujuan resmi kerap kali tidak dipahami dengan baik, mungkin karena komunikasi dari atas ke bawah atau sebaliknya tidak berjalan dengan baik. Kalaupun pada saat awal tujuan dipahami dan disepakati namun tidak ada jaminan kondisi ini dapat terpelihara selama pelaksanaan program, karena tujuantujuan itu cenderung mudah berubah, diperluas dan diselewengkan. 8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Syarat ini mengandung makna bahwa dalam menjalankan program menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan menyusun dalam urutanuruan yangbtepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap bagian yang terlibat. Kesulitan untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna masih terjadi dan tidak dapat dihindarkan. Untuk mengendalikan program dengan baik dapat dilakukan dengan teknologi seperti Network planning dan contrrol.
27
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Syarat ini mengharuskan adanya komunikasi dan ordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood (1976) dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna diperlukan suatu sistem satuan administrasi tunggal sehingga tercipta koordinasi yang baik. Pada kebanyakan organiasi yang memiliki ciri-ciri departemenisasi, profesionalisasi, dan bermacam kegiatan kelompok yang melindungi nilai-nilai dan kepentingan kelompok hampir tidak ada koordinasi yang sempurna. Komunikasi dan koordiasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses implementasi karena data, syaran dan perintah-perintah dapat dimengerti sesuai dengan apa yang dikehendaki. 10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Hal ini menjelaskan bahwa harus ada ketundukan yang penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dalam sistim administrasinya. Persyaratan ini menandaskan bahwa mereka yang memiliki wewenang, harus juga yang memiliki kekuasan dan mampu menjamin adanya kepatuhan sikap secara menyeluruh dari pihakpihak lain baik dalam organisasi maupun luar organisasi. Dalam kenyataan dimungkinkan adanya kompartemenisasi dan diantara badan yang satu dengan yang lain mungkin terdapat konflik kepentingan. Dari 3 teori tentang proses implementasi diatas penulis menggunakan teori yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn dengan menggunakan 5 faktor pendukung proses implementasi yaitu Ukuran dan Tujuan Kebijaksanaan, Sumber-sumber kebijaksanaan, Ciri-ciri atau sifat Badan/instasi pelaksana, Komunikasi antar organisasi terkai dam kegiatankegiatan pelaksanaan, Sikap para pelaksana, serta Lingkungan ekonomi, sosial dan politik 2.2.4.1 Standar dan Sasaran Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Wisakti (2008:60) identifikasi indikator-indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian
28
ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Namun demikian, dalam banyak kasus ditemukan beberapa kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengukur pencapaian. Van Meter dan Van Horn mengemukakan bahwa ada dua penyebab untuk mencapai hal ini, yaitu pertama disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua akibat dari kekaburan-kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan. Mazmanian dan Paul A.Sabatier dalam Wisakti (2008:61) menyatakan bahwa standar dan sasaran kebijaksanaan yang dirumuskan dengan cermat dan disusun dengan jelas dengan urutan kepentingannya memainkan peran yang amat penting sebagai alat bantu dalam mengevaluasi program, sebagai pedoman yang konkrit bagi pejabat pelaksana dan sebagai sumber dukungan bagi tujuan itu sendiri. Berkaitan dengan penelitian ini, maka untuk mengukur sasaran kebijakan adalah dengan realisasi program dan ketapatan sasaran. 2.2.4.2 Karakteristik Badan Pelaksana Menurut Max Weber dalam Wisakti (2008:52) menyebutkan bahwa ciri-ciri birokrasi dan cara terlaksananya adalah sebagai berikut : 1. Adanya ketentuan-ketentuan yang tegas dan resmi mengenai kewenangan yang didasarkan pada peraturan-peraturan umum, yaitu ketentuan hukum dan administrasi : a. Kegiatan-kegiatan organisasi sehari-hari untuk kepentingan birokrasi dibagi-bagi secara tegas sebagai tugas-tugas yang resmi.
29
2.
3.
4. 5.
6.
b. Wewenang untuk memberi perintah atas dasar tugas tugas resmi diberikan secara langsung dan terdapat pembatasanpembatasan oleh peraturan-peraturan mengenai cara-cara yang bersifat paksaan, fisik, keagamaan dan sebaliknya yang boleh dipergunakan oleh para petugas. c. Peraturan-peraturan yang sistematis disusun untuk kelangsungan pemenuhan tugas-tugas tersebut dan pelaksanaan hak-hak. Hanya orang-orang yang memenuhi persyaratan umum yang dapat dipekerjakan. Prinsip pertingkatan dan derajat wewenang merupakan sistem yang tegas perihal hubungan atasan dengan bawahan dimana terdapat pengawasan terhadap bawahan oleh atasannya. Hal ini memungkinkan pula adanya suatu jalan bagi warga masyarakat untuk meminta agar supaya keputusan lembaga-lembaga rendahan ditinjau kembali oleh lembaga yang lebih tinggi. Ketatalaksanaan suatu birokrasi di dasarkan pada dokumendokumen tertulis yang disusun dan dipelihara aslinya atau salinannya. Untuk keperluan ini harus ada tata usaha yang menyelenggarakan secara khusus Pelaksanaan birokrasi dalam bidang-bidang tertentu memerlukan latihan dan keahlian yang khusus dari para petugas. Bila birokrasi telah berkembang dengan penuh, maka kegiatankegiatan yang meminta kemampuan bekerja yang maksimal dari para pelaksana-pelaksananya, terlepas dari kenyataan bahwa waktu bekerja pada organisasi secara tegas dibatasi. Pelaksanaan birokrasi didasarkan pada ketentuan-ketentuan umum yang bersifat langgeng atau kurang langgeng, sempurna atau kurang sempurna yang semuanya dapat dipelajari. Pengetahuan akan peraturan-peraturan memerlukan cara khusus yang meliputi hukum, ketatalaksanaan administrasi dan perusahaan. Menurut Steers dalam Wisakti (2008:55) menyebutkan bahwa
sekurang-kurangnya ada enam faktor struktur yang dapat dikenali yang ternyata
mempengaruhi
beberapa
segi
implementasi
kebijakan
organisasi. Keenam faktor ini adalah tingkat desentralisasi, spesialisasi fungsi, formalisasi, rentang kendali, ukuran organisasi dan ukuran unit kerja. Sedangkan Robbins dalam Wisakti (2008:55) menyebutkan ada enam unsur kunci untuk merancang struktur organisasi, yaitu :
30
spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi. Menurut Sutarto (Wisakti:57) mengatakan ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan berapa sebaiknya jumlah pejabat bawahan yang langsung dapat dipimpin dengan baik oleh seorang pejabat tertentu, yaitu : 1. Faktor Subyektif, yaitu faktor yang melekat pada jabatannya, misalnya
:
kepandaian,
pengalaman,
kesehatan,
umur,
kejujuran, keahlian, kecakapan dan lain-lain. 2. Faktor obyektif, yaitu faktor yang berada diluar pejabatnya, misalnya corak pekerjaan jarak antar pejabat bawahan, letak para pejabat bawahan, stabil-labilnya organisasi, jumlah tugas pejabat, waktu penyelesaian pekerjaan. Berkaitan dengan penelitian ini, maka fenomena yang digunkan untuk mengukur karakteristik badan pelakasana yaitu : 1. Pembentukan struktur organisai pelaksana 2. Pembagian tugas 3. Koordinasi dari pelaksana kebijakan 2.2.4.3 Sumberdaya Menurut Winarno dalam Wisakti (2008:47) mengakatan bahwa perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan
untuk
melaksanakan
kebijakan-kebijakan,
maka
31
implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-sumber
dapat
merupakan
faktor
yang
penting
dalam
melaksanakan kebijakan publik. Winarno dalam Wisakti (2008:49) mengungkapkan bahwa sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari jumlah staf yang mempunyai ketrampilan yang memadai serta jumlah yang cukup, kewenangan, informasi dan fasilitas. Berdasarkan teori diatas untuk mengukur sumberdaya maka fenomena yang digunakan adalah : 1. Kemampuan sumberdaya manusia dalam pelaksanaan kebijakan Dana Desa 2.
Penyediaan fasilitas-fasilitas yang mendukung kebijakan Dana Desa
2.2.4.4 Lingkungan Menurut Robbins dalam Wisakti (2008:58) menyatakan bahwa lingkungan tidak pernah kekurangan definisi. Benang merah yang menghubungkannya adalah pertimbangan atas faktor diluar organisasi itu sendiri. Misalnya definisi yang paling populer mengidentifikasikan lingkungan sebagai segala sesuatu yang berada di luar batas organisasi. Lingkungan organisasi terdiri dari lembaga-lembaga atau kekuatankekuatan yang berada di luar organisasi dan berpotensi mempengaruhi kinerja organisasi itu. Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat tiga
32
dimensi utama lingkungan organisasi yaitu kapasitas, volatilitas, dan kompleksitas. Kapasitas lingkungan mengacu pada seberapa jauh lingkungan tersebut mendukung adanya pertumbuhan. Lingkungan yang kaya dan bertumbuh akan menimbulkan sumberdaya yang berlebihan, sehingga dapat menyangga organisasi pada saat kelangkaan relatif. Kapasitas yang berlebihan dapat memberi kesempatan bagi organisasi membuat kesalahan, sedangkan kapasitas yang tidak langka tidak mentolerir adanya kesalahan. Tingkat kestabilan lingkungan dimasukkan dalam dimensi volatility. Jika terdapat tingkat perubahan yang tidak dapat diprediksi, lingkungan tersebut adalah dinamis. Hal ini menyukarkan manajemen untuk meramalkan secara tepat kemungkinan yang terkait dengan berbagai alternatif keputusan. Pada sisi lain terdapat sebuah lingkungan yang stabil. Pada akhirnya lingkungan harus dinilai dalam hubungannya dengan kompleksitas, artinya tingkat dari heterogenitas dan konsentrasi diantara elemen lingkungan. Suatu lingkungan yang sederhana adalah homogen dan terkonsentrasi. Sebaliknya lingkungan yang heterogenitas dan penyebaran disebut lingkungan yang kompleks. Berhubungan dengan penelitian ini, maka untuk mengukur lingkungan dari kebijakan Dana Desa digunakan beberapa indikator yakni :
33
1. Kemampuan Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam mendukung kebijakan Dana Desa 2. Kestabilan peran Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga kemasyarakatan dalam mendukung kebijakan Dana Desa 3. Kompleksitas, yaitu banyaknya campur tangan lembaga-lembaga diluar
organisasi
pelaksana
kebijakan
Dana
Desa
yang
mempengaruhi kebijakan. 2.2.4.5 Komunikasi Menurut Wiratma dkk dalam Wisakti (2008:40) komunikasi adalah proses berbagai informasi dengan individu-individu lainnya. Informasi merupakan suatu pikiran atau gagasan yang hendak diberikan kepada individu-individu lainnya. Komunikasi merupakan ketrampilan manajemen yang sering digunakan dan sering digunakan sebagai suatu kemampuan yang sangat bertanggung jawab bagi keberhasilan seseorang, ia sangat penting sehingga orang-orang sepenuhnya tau bagaimana mereka berkomunikasi. Menurut Wijaja dalam Wisakti (2008:41) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. Dalam proses komunikasi kebersamaan tersebut diharapkan melalui tukar menukar pendapat, penyampaian informasi, serta perubahan sikap dan perilaku. Pada hakekatnya setiap proses komunikasi terdapat unsurunsur sebagai berikut : 1. Sumber pesan Adalah dasar yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. 2. Komunikator
34
3. 4.
5.
6.
Adalah orang atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada orang lain, yang meliputi penampilan, penguasaan masalah dan penguasaan bahasa. Komunikan Adalah orang yang menerima pesan Pesan Adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator, dimana pesan ini mempunyai pesan yang sebenarnya menjadi pengarah dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pesan ini meliputi : cara penyampaian pesan, bentuk pesan (informatif, persuasif, koersif), merumuskan pesan yang mengena (umum, jelas dan gamblang, bahasa jelas, positif, seimbang, sesuai dengan keinginan komunikan). Media Adalah saran yang digunakan komunikator dalam penyampaian pesan agar dapat sampai pada komunikan, meliputi media umum, media massa. Efek Adalah hasil akhir suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai yang kita harapkan, apabila sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai, maka komunikasi itu berhasil, dan sebaliknya.
Sedangkan untuk arah komunikasi dalam organisasi menurut umar dalam wisakti (2008:43) sebagai berikut : 1. Komunikasi ke bawah, yaitu dari atasan kebawahan yang dapat berupa pengarahan, perintah, indoktrinasi, inspirasi maupun evaluasi. Media nya bermacam-macam seperti memo, telepon, surat dan sebagainya. 2. Komunikasi keatas, yaitu komunikasi dari bawahan keatasan. Fungsi utamanya adalah untuk mencari dan mendapatkan informasi tentang aktifitas-aktifitas dan keputusan-keputusan yang meliputi laporan pelaksanaan kerja, saran serta rekomendasi, usulan anggaran, pendapat-pendapat, keluhan-keluhan, serta permintaan bantuan. Medianya biasanya adalah laporan baik secara lisan maupun tertulis atau nota dinas. 3. Komunisai ke samping, yaitu komuniakasi antar organisasi yang setingkat. Fungsi utamanya adalah untuk melakukan kerjasama dan proaktif pada tingkat mereka sendiri, di dalambagian atau antar bagian lain yang bertujuan untuk memecahkan berbagai masalah maupun menceritan pengalaman mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. 4. Komunikasi keluar, yaitu komunikasi antar organisasi dengan pihak luar, misalnya dengan pelanggan dan masyarakat pada
35
umumnya. Organisasi berkomunikasi dengan pihak luar dapat melalu bagian publik relations atau media iklan lain. Sejalan dengan penilitian ini, maka untuk mengukur komunikasi penulis menggunakan indikator : a. Intensitas sosialisasi kebijakan Dana Desa b. Kejelasan komunikasi kebijakan Dana Desa dari pelaksana c. Konsistensi perintah-perintah kebijakan Dana Desa
2.2.4.6 Sikap Menurut Gibson dalam Wisakti (2008:50) mengatakan bahwa sikap
(attitude)
adalah
kesiapsiagaan
mental
yang
dipelajari
diorganisasi melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek situasi yang berhubungan dengannya. Sikap merupakan seperangkat pendapat, minat, atau tujuan yang menyangkut harapan akan suau jenis pengalaman tertentu, dan kesediaan dengan suatu reaksi yang wajar (Mas‟ud dalam Wisakti, 2008:50) Ada 3 komponen dalam sikap seseorang menurut Mar‟at dalam Wisakti (2008:50) yaitu komponen kognitif yang berhubungan dengan kepercayaan, ide dan konsep; komponen afektif yang menyangkut kehidupan emosional seseorang; komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Berdasarkan fenomena tersebut penulis mengukur sikap dengan menilai :
36
1. Persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan Dana Desa 2. Tindakan pelaksana kebijakan Dana Desa 3. Respon pelaksana kebijakan Dana Desa 2.2.5 Desa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh kepala desa), kelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan. Sedangkan Pedesaan merupakan daerah (kawasan) desa, daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di tempat itu. Desa adalah suatu pemerintahan yang diberi hak otonomi adat, sehingga merupakan badan hukum dan menempati wilayah dengan batas – batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya. Wida (2016:11). Ditinjau dari sudut pandang bidang ekonomi, desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya. Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris yang menunjukkan perkembangan baru, yaitu timbulnya industryindustri kecil di daerah pedesaan yang merupakan “rural industries”. Wasistiono dalam Hargono (2010:18)
37
Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Rrepublik Indonesia. Syarat dalam pembentukan sebuah desa, di antaranya sebagai berikut : 1. Batas usia desa induk paling sedikit (lima) tahun terhitung sejak pembentukan; 2. Jumlah penduduk, yaitu: a. Wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus kepala keluarga; b. Wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga; c. Wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; d. Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga; e. Wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga; f. Wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, SulawesiTenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; g. Wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga; h. Wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan i. Wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga. 3. Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah; 4. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa; 5. Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; 6. Batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/ Walikota; 7. Sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan 8. Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
38
Menurut Nurcholis dalam Wida (2016:16) , Berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi yang dimilikinya, desa dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini : 1. Desa swadaya Desa swadaya adalah suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Ciri-ciri desa swadaya adalah daerahnya terisolir dengan daerah lainnya, penduduknya jarang, Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris, Bersifat tertutup, masyarakat memegang teguh adat, Teknologi masih rendah, Sarana dan prasarana sangat kurang, Hubungan antarmanusia sangat erat, Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga. 2. Desa swakarya Desa swakarya adalah desa yang sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi sudah mulai dijual kedaerah – daerah lainnya. Ciri-ciri desa swakarya antara lain, adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir, Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat, Produktivitas mulai meningkat, Sarana prasarana mulai meningkat, Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir. 3. Desa swasembada Desa swasembada adalah desa yang lebih maju dan mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal,dengan ciriciri Hubungan antarmanusia bersifat rasional, Mata pencaharian homogen, Teknologi dan pendidikan tinggi, Produktifitas tinggi, Terlepas dari adat, Sarana dan prasarana lengkap dan modern. Desa memiliki wewenang di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat. 2.2.6 Dana Desa 2.2.6.1 Pengertian Dana Desa Menurut UU No. 23 tahun 2014 pasal 294 ayat 3, Dana Desa dialokasikan oleh Pemerintah Pusat Untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan,
dan
pembinaan
kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai Desa. Dana Desa (DD) adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa dan ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota setiap tahun, untuk
39
membiayai penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul, dan kewenangan lokal skala Desa. (Sutoro, et.Al., 2016:7) Menurut Peraturan Menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi No. 21 tahun 2015, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Sutoro, et.Al., (2016:7) Setiap tahun Desa akan mendapatkan Dana Desa (DD) dari Pemerintah Pusat yang penyalurannya dilakukan melalui kabupaten/kota. Dana Desa merupakan mandat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dialokasikan dalam bentuk transfer, bukan berbentuk proyek. Selama UU Desa berlaku maka DD akan terus menerus dialokasikan oleh Pemerintah. Dana Desa bersumber dari Belanja Negara di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang wajib dialokasikan setiap tahun sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Besaran Dana Desa (DD) adalah 10 persen (10%) dari dan di luar dana Transfer Daerah (atau on top) yang dialokasikan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara bertahap. Contoh, apabila belanja Transfer Daerah di dalam APBN tahun 2017 adalah Rp. 810 triliun, maka besaran Dana Desa yang harus disediakan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2017 adalah Rp. 81 triliun, yaitu merupakan hasil perhitungan 10 persen dikalikan dengan belanja Transfer Daerah. Dana Desa berbeda dengan Alokasi Dana Desa, Dana Desa (DD) merupakan kewajiban Pemerintah Pusat untuk mengalokasikan anggaran transfer ke Desa di dalam APBN sebagai wujud pengakuan dan penghargaan Negara kepada Desa. Prioritas penggunaan DD diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Sedangkan Alokasi Dana Desa (ADD) adalah kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota untuk
40
mengalokasikan anggaran untuk Desa yang diambilkan dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan bagian Dana Perimbangan. 2.2.6.2 Mekanisme Penyaluran Dana Desa Menurut Sutoro, et.Al., (2016:16) Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah bersifat delegatif dan koordinatif. Pemerintah pusat mengatur, menetapkan, dan menyalurkan Dana Desa melalui RKUD. Dalam hal ini daerah Kabupaten/Kota tidak menyalurkan Dana Desa kepada Desa, maka pemerintah pusat juga berwenang memberikan sanksi pemotongan Dana Perimbangan tahun berikutnya. Pemerintah menetapkan pagu Dana Desa di dalam jenis Belanja Transfer ke Daerah dan Desa, pada kelompok Belanja Negara dalam UU tentang APBN atau UU tentang Perubahan APBN setiap tahun. Pemerintah menghitung dan menetapkan pagu Dana Desa untuk setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Hasil perhitungan dan pembagian tersebut dijadikan lampiran tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden tentang Penjabaran APBN. Pemerintah kemudian menyalurkan Dana Desa secara bertahap, setelah Menteri menerima dokumen-dokumen sebagai berikut : 1. Perda tentang APBD Kabupaten/Kota 2. Peraturan Bupati/ Walikota tentang tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
41
3.
laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya.
Sesuai dengan perintah UU N0. 6/2014 tentang Desa. Dana Desa disalurkan (ditransfer) ke rekening daerah dan tidak langsung ke rekening kas desa. Dana Desa disalurkan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota dengan cara pemindah-bukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Selanjutnya Dana Desa disalurkan oleh Kabupaten/Kota kepada Desa dengan cara pemindah bukuan dari RKUD ke rekening kas Desa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima di kas Daerah. 2.2.6.3 Rumus Perhitungan Dana Desa Besaran Dana Desa yang diberikan kepada setiap desa masingmasing berbeda. Menurut
Sutoro, et.Al., (2016:19)
Dana Desa
dihitung berdasarkan Alokasi Dasar dan Alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Alokasi Dasar yang akan dibagi rata kepada seluruh Desa adalah sebesar 90 persen (90%). Sedangkan Alokasi Proporsional yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis sebesar 10 persen (10%).Berikut adalah rumus perhitungan Dana Desa.
42
Gambar 2.3 :Rumus Perhitungan Alokasi Proporsional Dana Desa
10 %
Jumlah Penduduk
Rumus :
Angka Kemiskinan
W = DD setiap desa proporsional Z1 = Rasio Jumlah Penduduk Desa Z2 = Rasio Jumlah Penduduk Miskin Desa Z3 = Rasio Luas Wilayah Desa Z4 = Rasio Indeks Kesulitan Geografis (IKG) Desa
Luas Wilayah
W = (0,25×Z1)+(0,35×Z2)+(0,10×Z3)+(0,30×Z4)
Sumber : Sutoro, et.Al., (2016:20) Berikut merupakan perhitungan pengalokasian Dana Desa menurut Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2016 Gambar 2.4 : Pengalokasian Dana Desa
APBN
MENTERI KEUANGAN
BUPATI/WALIKOTA
DANA DESA PER KAB/KOTA
DANA DESA PER DESA
90% Alokasi Dasar Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Dana Desa
10% Formula
Alokasi Dasar
Formula = Pagu DD – Alokasi Dasar
25%xjumlah penduduk desa
Rp. 565,64 Jt/Desa x Jml Desa
25%xjumlah penduduk desa
35% x jumlah penduduk miskin desa
35% x jumlah penduduk miskin desa
10% x luas wilayah Desa
10% x luas wilayah Desa
10% x IKK
10% x IKK
Keterangan :Khusus Desa pemekaran, data jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, dan luas wilayah desa yang belum tersedia datanta dapat digunakan data desa induk secara proporsional 50%, sedangkan untuk data tingkat kesullitan geografis digunaka data yang sama dengan desa induk atau data yang bersumber dari pemerintahan daerah.
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id 2.2.7 Prioritas Penggunaan Dana Desa Menurut Peraturan Menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi No. 21 tahun 2015 pengaturan prioritas penggunaan dana desa bertujuan untuk :
43
1. Menentukan
program
dan
kegiatan
bagi
penyelenggaraan
kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang dibiayai oleh dana desa; 2. Sebagai acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun pedoman teknis Penggunaan Dana Desa; dan 3. Acuan
bagi
Pemerintah
dalam
pemantauan
dan
evaluasi
pelaksanaan penggunaan Dana Desa. Prioritas penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip : 1. Keadilan, dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membeda-bedakan; (Inklusif) 2. Kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa; dan 3. Tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal Desa bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pembangunan
Desa dan
44
2.2.7.1
Pembangunan Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
tertinggal, dan Transmigrasi (PERMENDES) pembangunan
Desa
adalah upaya
No. 5 Tahun 2015,
peningkatan
kualitas
hidup
dan kehidupan untuk sebesar – besarnya kesejahteraan masyarakat Desa Menurut Suharto (2009:4) Pembangunan Kesejahteraan sosial adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial Menurut Permendes No. 5 tahun 2015 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan dana desa tahun 2015 dialokasikan untuk tujuan pembangunan Desa yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui: 1. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi : a. pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes; b. pengelolaan dan pembinaan Posyandu; dan c. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini. 2. Pembangunan sarana dan prasarana Desa, meliputi : a. pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa; b. pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani; c. pembangunan dan pemeliharaan embung Desa; d. pembangunan energi baru dan terbarukan; e. pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan; f. pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa; g. pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier; h. pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya perikanan; dan i. pengembangan sarana dan prasarana produksi di Desa.
45
3. Pengembangan potensi ekonomi lokal, meliputi : a. pendirian dan pengembangan BUM Desa; b. pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa; c. pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa; d. pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan; e. pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan Desa; f. pembuatan pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan; g. pengembangan benih lokal; h. pengembangan ternak secara kolektif; i. pembangunan dan pengelolaan energi mandiri; j. pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu; k. pengelolaan padang gembala; l. pengembangan Desa Wisata; dan m. pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan. 4. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan, meliputi : a. komoditas tambang mineral bukan logam, antara lain: Zirkon, kaolin, zeolit, bentonit, silika (pasir kuarsa), kalsit (batu kapur/gamping), felspar dan intan. b. komoditas tambang batuan, antara lain: Onik, opal, giok, agat, topas, perlit, toseki, batu sabak, marmer, granit, kalsedon, rijang (chert), jasper, krisopras, garnet, potensi komoditas tambang batuan lainnya. c. rumput laut; d. hutan milik Desa; dan e. pengelolaan sampah. Menurut permendes No. 21 tahun 2015 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan dana desa tahun 2016 untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa meliputi : 1. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan permukiman; 2. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat; 3. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan;
46
4. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi; 5. Pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana energi terbarukan serta kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Pada peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa Desa dalam perencanaan
program
dan
kegiatan
pembangunan
desa
serta
pemberdayaan masyarakat desa, dapat mempertimbangkan tipologi Desa berdasarkan tingkatperkembangan kemajuan desa, meliputi: a. Desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal,mengutamakan kegiatan pembangunan melaluipenyediaan sarana dan prasarana untuk pemenuhankebutuhan atau akses kehidupan masyarakat Desa; b. Desa berkembang, memprioritaskan pembangunansarana dan prasarana pelayanan umum dan sosialdasar baik pendidikan dan kesehatan masyarakatdesauntuk mengembangkan potensi dan kapasitasmasyarakat Desa; dan c. Desa maju dan/atau mandiri, memprioritaskan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yang berdampak pada perluasan skala ekonomi dan investasi desa, termasuk prakarsa Desa dalam membuka lapangan kerja, padat teknologi tepat guna dan investasi melalui pengembangan BUM Desa. 2.2.7.2
Pemberdayaan Menurut
Peraturan
Menteri
desa,
pembangunan
daerah
tertinggal dan transmigrasi No. 21 tahun 2015 menyebutkan bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan,
perilaku,
kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
47
kebijakan,
program,
kegiatan,
dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa Pemberdayaan menurut Parsons, et. Al., dalam Suharto(2009:58) adalah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan menurut Rappaport dalam Suharto (2009:59) adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya. Swift
dan
Levin
dalam
Suharto(2009:59)
menyatakan
bahwa
Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembalikekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Sedangkan Suharto(2009:58)
Pemberdayaan
bertujuan
menurut ife dalam
untuk
meningkatkan
kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung Menurut Widjaja (2009:169) Pemberdayaan adalah pemberian wewenang, pendelegasian wewenang atau pemberian otonomi kejajaran bawah. Pemberdayaan maysarakat merupakan bagian dari strategi dan program pembangunan kesejahteraan sosial. Sedangkan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimilki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama dan budaya Banyak definisi yang digunakan untuk menjelaskan kata “pemberdayaan”, seperti yang didefinisikan oleh Suharto(2009:59-60) yang mengatakan bahwa Pemberdayaan adalah sebuah proses dan
48
tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada kedaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosail; yaitu mayarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu mneyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Menurut Peraturan Menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi No. 5 tahun 2015 menyebutkan bahwa Penggunaan Dana Desa tahun 2015 yang bersumber dari APBN untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa terutama untuk penanggulangan kemiskinan dan peningkatan akses atas sumber daya ekonomi, sejalan dengan pencapaian target RPJM Desa dan RKP Desa setiap tahunnya, yang diantaranya dapat mencakup: a. b.
c. d.
e. f. g.
Peningkatan kualitas proses perencanaan Desa Mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUMDesa maupun oleh kelompok usaha masyarakat Desa lainnya Pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa Penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat Dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat melalui : 1. Kelompok usaha ekonomi produktif 2. Kelompok perempuan
49
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kelompok tani Kelompok masyarakat miskin Kelompok nelayan Kelompok pengrajin Kelompok pemerhati dan perlindungan anak Kelompok pemuda Kelompok lain sesuai kondisi Desa.
Menurut peraturan Menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi No. 21 tahun 2015, Prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2016 untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain: a. Peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan. b. Dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya c. Bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan Desa d. Pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre); e. Promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta gerakanhidupbersih dansehat, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan Posyandu, Poskesdes, Polindes dan ketersediaan atau keberfungsian tenagamedis/swamedikasi di Desa f. Dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/PantaiDesa dan Hutan/Pantai Kemasyarakatan g. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untukenergi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup h. Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yangsesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telahditetapkan dalam Musyawarah Desa.
50
2.3
Kerangka Pemikiran Berdasarkan berbagai uraian diatas, maka kerangka pikir penelitian ini
dapat digambarkan dalam sebuah model berikut ini : Gambar 2.5 : Model Kerangka Pemikiran Pembangunan Permendes No. 5 dan No.21 Tahun 2015 Kebijakan Dana Desa Prioritas Penggunaan Dana Desa
Pemberdayaan Masyarakat Permendes No.5 dan No.21 Tahun 2015
1. Komunikasi 2. Standar dan sasaran kebijakan 3. Sumber daya Implementasi
4. Kondisi Lingkungan (sosial, ekonomi dan politik) 5. Karakteristik badan pelaksana 6. Sikap Pelaksana.
BAB III METODE PENEITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian atau penyelidikan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis dan teliti, dengan tujuan mendapatkan
pengetahuan baru atau
mendapatkan susunan dan tafsiran yang baru dari pengetahuan yang telah ada, dimana sikap orang yang bertindak itu harus kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap (Danil, 2004:5).Sedangkan menurut Mardali (2014:14) metode penelitian adalah suatu metode ilmiah yang memerlukan sistematika dan prosedur yang harus ditempuh dengan tidak mungkin meninggalkan setiap unsur, komponen yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam suatu penelitian, penggunaan metodologi merupakan hal yang sangat mendasar guna mendapatkan hasil yang akurat, tepat dan dipercaya. Menurut Anslem Strauss dan Juliet Corbin (2013:4) penelitian kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti dibidang ilmu sosial dan perilaku, juga oleh para peneliti dibidang yang menyoroti
masalah
yang
terkait
dengan
perilaku
dan
peranan
manusia.Penggunaan metode kualitatif bertujuan untuk memberikan informasi tentang situasi yang sedang terjadi dan hal-hal yang menyebabkan sesuatu dapat terjadi. (Robandi, 2008:120). Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif (Descriptive Research) dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk mendiskripsikan
51
52
data yang terkumpul secara sistematis dan akurat, sehingga dengan menggunakan metode ini, penulis diharapkan dapat menggambarkan keadaan secara jelas mengenai Implementasi Kebijakan Dana Desa (DD) Dalam Menunjang Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Di Desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Tahun 2015 – 2016). 3.2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dimaksudkan adalah untuk mengetahui kebijakan penggunaan Dana Desa dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi. Periode yang dipilih untuk observasi dalam penelitian ini adalah Januari 2015 sampai Desember 2016 3.3 Lokasi & Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah di Desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Waktu yang digunakan dalam proses penelitian adalah selama 6 bulan terhitung sejak bulan November 2016. Adapun pertimbangan penetapan lokasi ini adalah karena Desa Grogol merupakan desa yang sedang berkembang di wilayah kecamatan Diwek kabupaten Jombang.
53
3.4 Fokus Penelitian Menurut Lincoln dan Guba dalam Ahmad Ari Suhud (2015:2) penentuan masalah bergantung pada pradigma apakah yang dianut oleh seorang peneliti/calon peneliti,apakah ia sebagai peneliti maka ia harus fokus pada masalah yang akan diteliti. Oleh sebab itu fokus penelitian ini mengarah pada permasalahan yang ingin diteliti yaitu kebijakan penggunaan Dana Desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang diarahkan pada pelaksanaan implementasi (meliputi proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian tujuan) serta memperhatikan faktor-faktor yang mendukungimplementasi(yaitu standar dan sasaran kebijakan, karakteristik badan pelaksana, sumberdaya, kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan politik) serta komunikasi antar organisasi dan sikap pelaksana kegiatan). 3.5 Pemilihan Informan Informan atau aktor kunci dalam penelitian lapangan merupakan anggota yang dihubungi peneliti dan yang menjelaskan atau menginformasikan tentang lapangan. Walaupun hampir setiap orang dapat menjadi seorang informan, tidak setiap orang menjadi informan yang baik. Spradley dalam Ahmadi (2016:92). Menurut Morse dalam Denzin &Linclon (1993:73), Ahmadi (2016:93) informan yang baik adalah informan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang
peneliti
perlukan,
memiliki
kemampuan
untuk
merefleksikan, pandai mengeluarkan pikiran (pandai berbicara), memiliki waktu untuk diwawancarai, dan berkemauan untuk berpartisipasi dalam studi.
54
Dalam pemilihan informan peneliti menggunakan teknik snowball sampling yaitu suatu metode untuk mengidentifikasi dan mengambil menyampel (atau memilih) kasus-kasus dalam suatu jaringan. Teknik ini dimulai dengan satu atau sedikit orang atau kasus dan menyebar pada basis-basis hubungan pada kasusu-kasus pertama. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik obesrvasi (pengamatan), dokumentasi dan wawancara dengan perangkat Desa Grogol, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan di Desa, target group, dan non-target group yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dilakukan melalui teknik : 1. Observasi (pengamatan) dilakukan untuk memperoleh data primer. Observasi dalam penelitian ini meliputi data tentang kondisi fisik bangunan dan hasil kegiatan pemberdayaan yang didanai oleh Dana Desa 2. Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data sekunder yakni dengan cara menelaah buku-buku kepustakaan yang dikumpulkan dari berbagai dokumen seperti Perundang-undangan, arsip desa, laporan APBDes dan dokumen lainnya yang memuat pendapat para ahli sesuai dengan penggunaan Dana Desa. 3. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer yakni dengan melakukan wawancara kepada informan yang telah ditetapkan oleh
55
penulis sebelumnya secara mendalam dan terstruktur mengenai Dana Desa Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview). Menurut Bungin (2007:111) wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan
atau
orang
yang diwawancarai,
dengan
atau
tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat kehidupan sosial yang relatif lama. 3.7 Teknik Analisis Data Menurut Neuman dalam Ahmadi (2016:229) menjelaskan bahwa analisis data merupakan suatu pencarian pola-pola dalam data, yaitu perilaku yang muncul, objek-objek, atau badan pengetahuan (a body of knowledge). Analisis data kualitatif adalah pengujian sistematik dari sesuatu untuk menetapkan bagian-bagiannya, hubungan antar kajian, dan hubungannya terhadap keseluruhannya. Spradley dalam Gunawan (2014:210). Teknik pengumpulan dan analisis data pada praktiknya tidak secara mudah dipisahkan, kedua kegiatan tersebut berjalan serempak. Artinya analisis data memang seharusnya dikerjakan bersamaan dengan pengumpulan data, dan kemudian dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai dikerjakan. (Imam Gunawan, 2014:210).
56
Menurut Miles & Huberman dalam Gunawan (2014:210) mengemukakan tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data kualitatif, yaitu (1) reduksi data (data reduction); (2) Paparan Data (data display); dan (3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verifying). Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis Kompensial. Analisis kompensial yaitu penelitian yang sistematis tentang atribut-atribut (komponen-komponen makna) yang berkenaan dengan kategorikategori kultural. Dalam hal ini atribut adalah elemen informasi apapun yang dikaitkan secara reguler dengan kategori kultural. (Ahmadi, 2016:248) Kegiatan analisis dilakukan dalam tiga (3) tahap, yaitu : 1. Penggelaran hasil observasi dan wawancara Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan digelar dalam lembaranlembaran yang mudah dibaca, selanjutnya peneliti dapat melakukan editing terbatas. 2. Pemilahan hasil observasi dan wawancara Hasil wawancara dan observasi setelah digelar dipilah menurut domaindomain atau sub-domain tanpa harus mempersoalkan dari elemen mana sub-sub domain itu berasal dari elemen yang mana. 3. Menemukan elemen-elemen yang kontras Pada tahap ini, peneliti dapat membuat tabel tertentu yang dipakai untuk mencari dan menempatkan pilahan sub-domain yang telah ditemukan elemen kontras.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk mendalami permasalahan yang diteliti, berikut ini penulis sajikan gambaran umum mengenai wilayah kabupaten Jombang, kecamatan Diwek dan Desa Grogol. 4.1.1.1
Gambaran Umum Kabupaten Jombang Kabupaten Jombang secara administratif terdiri atas 21 Kecamatan, dengan
jumlah Desa/Kelurahan sebanyak 306. Luas wilayah kabupaten 115.950 Ha : 1.159,5 Km² yang terletak membentang antara 7.20' dan 7.45' Lintang Selatan 5.20º - 5.30 º Bujur Timur. Adapun batasan wilayah Kabupaten Jombang secara adminstrasi terletak diantara : Barat
: Kabupaten Nganjuk
Timur
: Kabupaten Mojokerto
Utara
: Kabupaten Lamongan dan
Selatan : Kabupaten Kediri Dari segi geografis kabupaten Jombang memiliki 3 Sub area, yaitu : 1. Kawasan utara, bagian pegunungan kapur yang sebagian besar memiliki fisiologi mendatar dan sebagian lagi berbukit-bukit. Kawasan tersebut meliputi Kecamatan Plandaan, Kabuh, Ploso, Kudu dan Ngusikan. 2. Kawasan tengah, sebelah selatan sungai brantas sebagian besar merupakan tanah pertanian yang cocok untuk ditanami padi dan palawija karena irigasinya cukup
bagus.
Wilayah
yang
57
dimaksud
adalah
kecamatan
Banda
58
3. Kedungmulyo, Perak, Gudo, Diwek, Mojoagung, Sumombito, Jogoroto, Peterongan, Jombang, Megaluh, Tembelang dan Kesamben. 4. Kawasan selatan, merupakan daerah pegunungan yaitu Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno dan Wonosalam. Tabel 4.1 : Data Kecamatan di Wilayah Kabupaten Jombang Luas Wilayah (km2)
Desa
Dusun
Bandar Kedungmulyo Perak
32,50 29,05
11 13
42 36
Gudo
34,39
18
75
Diwek
47,70
20
100
Ngoro
49,86
13
82
Mojowarno
78,62
19
68
Bareng
94,27
13
50
Wonosalam
121,63
9
48
Mojoagung
60,18
18
60
Sumobito
47,64
21
76
Jogoroto
28,28
11
46
Peterongan
29,47
14
56
Jombang
36,40
20
72
Megaluh
28,41
13
41
Tembelang
32,94
15
65
Kesamben
51,72
14
61
Kudu
77,75
11
47
Ngusikan
34,98
11
39
Ploso
25,96
13
50
Kabuh
97,35
16
87
Plandaan
120,40
13
57
Jumlah
1.159,50
306
1.258
Kecamatan
Sumber : Www.Jombangkab.go.id
59 Dari tabel di atas terlihat bahwa kecamatan Diwek dan Kecamatan Jombang merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah desa terbanyak ke-2 setelah kecamatan Sumombito, jika ke-3 kecamatan tersebut dibandingkan maka yangmempunyai dusun paling banyak adalah kecamatan diwek yaitu 100 dusun. Dengan banyaknya jumlah desa yang ada, akan mempengaruhi jumlah penerimaan Dana Desa di setiap kecamatan dikarenakan jumlah desa merupakan pagu penentu formula Dana Desa. Berikut gambar peta wilayah kabupaten Jombang. Gambar 4.1 : Peta Wilayah Kabupaten Jombang
Sumber : Www.Jombangkab.go.id
4.1.1.2
Gambaran Umum Kecamatan Diwek Kecamatan Diwek mempunyai letak yang strategis, karena berada paling
dekat dengan kabupaten (berjarak 6 Km) serta merupakan kecamatan yang berada di bagian tengah kabupaten yang dilintasi jalan menuju Malang. Luas seluruh wilayah kecamatan Diwek 47,66 km2. Seacara geografis kecamatan Diwek terletak di sebelah selatan garis katulistiwa berada antara 112 0 20‟ 0‟‟ sampai 1120 30‟ 0‟‟
60 Bujur Timur dan 070 24‟ 0‟‟ dan 070 24‟ 0‟‟ Lintang Selatan. Adapun batasan wilayah kecamatan diwek dengan kecamatan lain : Sebelah Timur
: Kecamatan Ngoro, Mojowarno dan Jogoroto
Sebelah selatan
: Kecamatan Gudo dan Kecamatan Ngoro
Sebelah Barat
: Kecamatan Perak dan Gudo
Sebelah Utara
: Kecamatan Jombang dan Kecamatan Jogoroto
Secara administrasi Kecamatan Diwek terbagi menjadi 20 desa yang terdiri dari 78 dusun dan 181 RW serta 649 RT. Ditinjau dari segi komposisi jumlah dusun, rata-rata masing-masing desa di Kecamatan Diwek memiliki 4 dusun. Tabel 4.2 : Jumlah Kelurahan pada masing-masing desa di Kecamatan Diwek Desa/Kelurahan Dusun RT RW Kayangan
4
9
49
Puton
4
8
20
Bendet
2
8
16
Bulurejo
4
8
50
Grogol
6
15
35
Jatirejo
3
9
26
Cukir
3
11
80
Kwaron
5
14
37
Watugaluh
4
8
22
Jatipelem
2
2
14
Brambang
3
7
15
Pundong
6
12
26
Diwek
3
6
20
Ceweng
3
9
36
Sumber : www.jombangkab.bps.go.id Dari tabel tersebut terlihat bahwa Desa Grogol dan Desa Pundong merupakan salah satu desa yang mempunyai jumlah dusun paling banyak. Jika dibandingkan jumlah RT dan RW antara desa Grogol jauh lebih banyak dibandingkan dengan Desa Pundong. Hal tersebut akan mempengaruhi proses regulasi penggunaan Dana
61 Desa pada masing-masing tingkat RT/RW.Berikut gambar peta wilayah kecamatan Diwek. Gambar 4.2 : Peta Wilayah Kecamatan Diwek
Sumber : www.jombangkab.go.id 4.1.1.3
Gambaran Umum Desa Grogol Objek dalam penleitian ini adalah Dana Desa dengan subjek penelitian di
desa Grogol Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang yang terdiri dari 4 dusun yaitu dusun Grogol, dusun Bogem, dusun Bongsorejo dan dusun Dempok. Lokasi Desa Grogol secara adminitratif berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Desa Bandung
Sebelah Selatan
: Desa Bulurejo
Sebelah Timur
: Desa Jogoroto dan Desa Gondek
Sebelah Barat
: Desa Cukir dan Desa Jatirejo
Jumlah penduduk di desa Grogol pada tahun 2015 adalah 7.775 orang yang terdiri dari 2901 laki-laki dan 3874 perempuan. Sedangkan pada tahun 2016 jumlah penduduk meningkat menjadi 7.852 orang yang terdiri dari 3.923 penduduk
62 laki-laki dan 3.929 penduduk perempuan.Berikut data pekerjaan/mata pencaharian penduduk di desa Grogol pada tahun 2016. Tabel 4.3 : Pekerjaan/ Mata Pencaharian Penduduk Desa Grogol Tahun 2016 Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah (Orang) (Orang) (Orang) Petani 602 163 765 Buruh Tani 203 144 347 Buruh Migran 23 18 41 Pegawai Negeri Sipil 28 15 43 Peternak 141 13 154 Nelayan 0 0 0 Perawat Swasta 1 4 5 Bidan Swasta 0 2 2 TNI 12 0 12 POLRI 8 0 8 Guru Swasta 98 45 143 Dosen Swasta 1 1 2 Seniman/Artis 0 0 0 Pedagang Keliling 246 67 313 Pembantu Rumah Tangga 12 67 79 Pengacara 0 0 0 Notaris 0 0 0 Arsitektur/Desainer 0 0 0 Karyawan Perusahaan Swasta 227 347 574 Karyawan Perusahaan Pemerintah 7 14 21 Wiraswasta 155 89 244 Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 486 93 579 Belum Bekerja 536 674 1.210 Pelajar 897 876 1.773 Ibu Rumah Tangga 0 900 900 Perangkat Desa 11 2 13 Buruh Harian Lepas 215 378 593 Pengrajin Industri Rumah Tangga 14 17 31 lainnya Jumlah Total (Orang) 3.923 3.929 7.852 Sumber : Data potensi penduduk desa Grogol tahun 2016. Data diolah Dari tabel 4.1 terlihat bahwaprofesi terbesar penduduk desa grogol adalah pelajar, sedangkan jumlah terbesar ke-dua merupakan penduduk yang belum bekerja. Selain itu jumlah wanita yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga
63 mencapai 900 orang sehingga sebagian besar pendapatan masing-masing keluarga hanya berasal dari suami atau anak (jika sudah bekerja), kurangnya kreatifitas dari masing-masing penduduk serta dorongan dari pihak-pihak terkait untuk membuat suatu usaha mengakibatkan banyak orang hanya menggantungkan hidupnya pada beberapa anggota keluarga saja. Oeh karena itu kehadiran dana desa diharapkan dapat memberdayakan masyarakat sekitar melalui kegiatankegiatan pelatihan. Tabel 4.4 : Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Tahun 2016 Jenis penggunaan Luas Tanah Luas Pemukiman
91,24 Ha
Luas Persawahan
182,69 Ha
Luas Perkebunan
0,00 Ha
Luas Kuburan
2,35 Ha
Luas Pekarangan
87,18 Ha
Luas Taman
0,00 Ha
Perkantoran
0,00 Ha
Luas Prasarana Umum lainnya Total Luas
16,14 Ha 379,59 Ha
Sumber : Data luas wilayah desa Grogol tahun 2016. Data diolah Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di desa Grogol adalah lahan pertanian karena 48% atau 182,69 Ha merupakan tanah persawahan. Hal ini sesuai dengan tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa 90% wilayah sawah mendapatkan irigasi teknis sehingga tidak ada kendala yang cukup serius di bidang pertanian, dengan adanya kondisi tersebut pemerintah desa harus jeli dalam memanfaatkan potensi lahan persawahan yang tersedia. Dalam tabel 4.3 menunjukkan bahwa jenis profesi produktif terbesar pada tahun 2016 adalah petani, oleh karena itu diperlukan pengembangan dan pemberdayaan khusus di bidang pertanian agar penggunaan dana desa sesuai dengan tujuan yang
64 ditetapkan oleh pemerintah pusat serta masuk dalam prioritas penggunaan yang telah disajikan pada tabel 4.9. Tabel 4.5 : Luas Tanah Sawah Berdasarkan Pengairan Tahun 2016 Tanah Sawah Luas Sawah Irigasi Teknis
166,18 Ha
Sawah Irigasi ½ Teknis
16,52 Ha
Sawah Tadah Hujan
0,00 Ha
Sawah Pasang Surut
0,00 Ha
Total Luas
182,69 Ha
Sumber : Data luas wilayah desa Grogol tahun 2016. Data diolah
4.1.2 Data Fokus Penelitian Dana Desa merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan
pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan,
pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.Berikut data besaran dana desa yang diterima oleh masing-masing propinsi dan kabupaten diseluruh Indonesia serta besaran dana yang diterima oleh desa Grogol pada tahun 2015 dan 2016.
65 Tabel 4.6 : Rincian Dana Desa Setiap Propinsi di Indonesia Tahun 2015 & 2016 Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Papua Maluku Utara Banten Bangka Belitung Gorontalo Riau Papua Barat Sulawesi Barat Kalimantan Utara
Tahun 2015 (Rp) Rp 1.707.817.995 Rp 1.461.156.834 Rp 267.003.839 Rp 445.646.965 Rp 381.560.156 Rp 775.043.818 Rp 362.962.239 Rp 684.727.653 Rp 1.589.711.596 Rp 2.228.889.296 Rp 128.076.618 Rp 2.214.014.855 Rp 537.066.678 Rp 403.351.015 Rp 501.119.950 Rp 240.542.413 Rp 402.546.360 Rp 500.301.180 Rp 635.355.795 Rp 496.077.234 Rp 185.428.984 Rp 301.797.520 Rp 812.875.565 Rp 334.004.517 Rp 1.433.226.742 Rp 291.071.202 Rp 352.516.368 Rp 91.927.560 Rp 179.957.839 Rp 79.199.724 Rp 449.326.962 Rp 162.019.634 Rp 129.874.894
TOTAL Rp Sumber : www.kemenkeu.go.id
20.766.200.000
Tahun 2016 (Rp) Rp 3.829.751.986 Rp 3.293.282.206 Rp 598.637.609 Rp 999.278.616 Rp 856.771.029 Rp 1.780.769.519 Rp 813.896.546 Rp 1.536.762.050 Rp 3.568.437.985 Rp 5.002.426.341 Rp 287.695.629 Rp 4.969.123.651 Rp 1.241.607.506 Rp 904.370.668 Rp 1.125.244.835 Rp 540.759.158 Rp 911.498.499 Rp 1.124.644.395 Rp 1.425.595.011 Rp 1.126.867.317 Rp 416.246.690 Rp 677.494.427 Rp 1.849.353.802 Rp 754.638.987 Rp 3.385.116.457 Rp 653.455.314 Rp 791.252.019 Rp 206.293.612 Rp 403.677.978 Rp 177.766.079 Rp 1.074.690.239 Rp 363.558.853 Rp 291.096.987 Rp
46.982.080.000
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa propinsi Jawa Timur merupakan propinsi yang memperoleh transfer Dana Desa terbesar ke-2 setelah propinsi Jawa Tengah, hal itu
66 sebanding dengan banyaknya industri besar yang berada di propinsi ini maka segala infrastruktur publik yang ada harus diperbaiki untuk memperlancar distribusi dan perekonomian masyarakat sekitar. Tabel 4.7 : Rincian Dana Desa setiap Kabupaten di Jawa Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Provinsi Jawa Timur
Kab. Bangkalan Kab. Banyuwangi Kab. Blitar Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Kediri Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Pacitan Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo Kab. Sampang Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kab. Tulungagung Kota Batu Jumlah Sumber : www.kemenkeu.go.id
Tahun 2015 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
79.115.023 59.888.614 62.103.692 116.539.758 60.687.619 91.691.495 71.400.973 85.437.433 97.418.474 127.056.805 57.562.288 55.287.810 56.708.716 109.423.772 82.636.892 75.231.367 61.959.247 46.754.834 54.023.090 96.110.603 78.829.344 94.777.663 58.384.564 91.414.871 38.962.693 94.880.517 44.080.846 88.124.523 71.037.288 6.484.041 2.214.014.855
Tahun 2016 Rp 177.577.145 Rp 134.467.216 Rp 139.375.901 Rp 261.505.396 Rp 136.213.107 Rp 205.756.291 Rp 160.346.922 Rp 191.745.815 Rp 218.640.097 Rp 285.086.014 Rp 129.202.929 Rp 124.069.024 Rp 127.243.618 Rp 245.547.356 Rp 185.430.370 Rp 168.844.255 Rp 139.073.307 Rp 104.921.170 Rp 121.293.498 Rp 215.692.362 Rp 176.898.233 Rp 212.735.793 Rp 131.129.306 Rp 205.230.971 Rp 87.460.278 Rp 212.948.150 Rp 98.943.538 Rp 197.768.399 Rp 159.404.476 Rp 14.572.714 Rp 4.969.123.651
67 Sejak pertama kali kebijakan Dana Desa muncul hingga saat ini, Jombang merupakan kabupaten yang memperoleh anggaran terbesar ke-11 dari 30 kabupaten di Jawa Timur. Tahun 2015 Jombang mendapat anggaran sebesar Rp. 85.437.433.000.,kemudian tahun 2016 naik 99.9% sehingga menjadi Rp. 170.823.280.000,- yang kemudian dibagikan ke 302 desa yang ada di Jombang. Tabel 4.8 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) Grogol
1
Pendapatan Asli Desa
Pendapatan Desa Tahun 2015 Tahun 2016 Rp 25.350.000 Rp 31.300.000
2
Hasil Usaha
Rp
3 4
6
Hasil Aset Desa Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong Lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah Pendapatan Transfer
7
Dana Desa
8 9
Bagian dari Hasil Pajak & Retribusi daerah Kabupaten Alokasi Dana Desa
10
Bantuan Keuangan Propinsi
11
Pendapatan Lain-lain
12
Lain-lain pendapatan yang sah
No
5
Uraian
25.350.000
Rp
31.300.000
-
-
-
-
-
-
Rp 845.444.837
Rp 1.375.292.278
Rp 305.364.000
Rp 677.297.705
-
Rp
59.315.685
Rp 424.880.837
Rp
428.928.888
Rp 109.750.000 Rp
4.650.000
Rp
700.000
Rp 4.650.000 Sumber : APBDes T.A 2015 dan P.APBDes T.A 2016. Data diolah.
Rp
700.000
Pada tahun 2015 Dana Desa yang diterima oleh desa Grogol sebesar Rp. 305.364.000,- sedangkan pada tahun 2016 naik sebesar 99.9% menjadi Rp. 677.297.705, kenaikan tersebut sebanding dengan kenaikan jumlah dana desa yang diterima oleh kabupaten Jombang. Menurut permendes No. 5 tahun 2015 dan No. 21 tahun 2016 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan dana desa tahun 2015 dan 2016 dialokasikan
untuk
tujuan
pembangunan
dan
pemberdayaan
fokus/prioritas penggunaan Dana Desa pada tahun 2015 dan 2016.
Desa.
Berikut
68 Tabel 4.9 : Prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2015 dan 2016 Prioritas Tahun 2015 Penggunaan Pembangunan 5. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi : d. pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes; e. Pengelolaan dan pembinaan Posyandu; dan f. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini. 6. Pembangunan sarana dan prasarana Desa, meliputi : j. pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa; k. pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani; l. pembangunan dan pemeliharaan embung Desa; m. pembangunan energi baru dan terbarukan; n. pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan; o. pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa; p. pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier; q. pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya perikanan; dan r. pengembangan sarana dan prasarana produksi di Desa. 7. Pengembangan potensi ekonomi lokal, meliputi : n. pendirian dan pengembangan BUMN Desa; o. pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa; p. pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa; q. pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan; r. pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan Desa; s. pembuatan pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan; t. pengembangan benih lokal; u. pengembangan ternak secara kolektif;
Tahun 2016 6. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan permukiman; 7. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat; 8. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan; 9. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi; 10. Pembangunan dan pengembangan saranaprasarana energi terbarukan serta kegiatan pelestarian lingkungan hidup.
68
69 pembangunan dan pengelolaan energi mandiri; pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu; pengelolaan padang gembala; pengembangan Desa Wisata; dan pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan. 8. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan, meliputi : f. komoditas tambang mineral bukan logam, antara lain: Zirkon, kaolin, zeolit, bentonit, silika (pasir kuarsa), kalsit (batu kapur/gamping), felspar dan intan. g. komoditas tambang batuan, antara lain: Onik, opal, giok, agat, topas, perlit, toseki, batu sabak, marmer, granit, kalsedon, rijang (chert), jasper, krisopras, garnet, potensi komoditas tambang batuan lainnya. h. rumput laut; i. hutan milik Desa; dan j. pengelolaan sampah. h. Peningkatan kualitas proses perencanaan Desa i. Peningkatan investasi ekonomi desa melalui i. Mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan pengadaan, pengembangan atau bantuan oleh BUM Desa maupun oleh kelompok usaha masyarakat alat-alat produksi, permodalan, dan Desa lainnya peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan j. Pembentukan dan peningkatan kapasitas Kader pemagangan. Pemberdayaan Masyarakat Desa j. Dukungan kegiatan ekonomi baik yang k. Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan masyarakat Desa atau lembaga ekonomi masyarakat Desa l. Penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup lainnya bersih dan sehat k. Bantuan peningkatan kapasitas untuk m. Dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat program dan kegiatan ketahanan pangan pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan Desa v. w. x. y. z.
Pemberdayaan
69
70 n.
Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat melalui : 10. Kelompok usaha ekonomi produktif 11. Kelompok perempuan 12. Kelompok tani 13. Kelompok masyarakat miskin 14. Kelompok nelayan 15. Kelompok pengrajin 16. Kelompok pemerhati dan perlindungan anak 17. Kelompok pemuda 18. Kelompok lain sesuai kondisi Desa
l. Pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre); m. Promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta gerakanhidupbersih dansehat, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan Posyandu, Poskesdes, Polindes dan ketersediaan atau keberfungsian tenagamedis/swamedikasi di Desa n. Dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/PantaiDesa dan Hutan/Pantai Kemasyarakatan o. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untukenergi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup p. Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yangsesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telahditetapkan dalam Musyawarah Desa.
Sumber : Permendesa No.5 dan No.21 Tahun 2016. Data diolah
70
71 Tabel di atas menunjukkan bahwa dana desa digunakan untuk mendanai pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diatur dan di urus oleh desa, dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang disepakati dalam musyawarah desa. 4.2 Analisis Data Berdasarkan fokus penelitian yang telah disajikan oleh penulis, maka pada sub bab ini akan disajikan hasil penelitian melalui wawancara kepada informan yang telah dipilih serta data yang telah didapatkan dari berbagai sumber. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan sebelumnya
yaitu pelaksanaan implementasi pada
pembangunan dan pemberdayaan (meliputi proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian tujuan) serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi (yaitu Komunikasi antar organisasi, standard dan sasaran kebijakan, sumber daya, kondisi sosial, ekonomi dan politik serta karakteristik badan pelaksana). 4.2.1 Implementasi Dana Desa Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn tentang pengertian implementasi, penulis melakukan fokus penelitian pada proses perencanaan, pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan. 4.2.1.1 Proses Perencanaan Kegiatan Dana Desa Penulis melakukan wawancara kepada lembaga pemerintahan selain desa yaitu Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) kabupaten Jombang yang merupakan salah satu dari tim penyusun Perbup tentang penggunaan Dana Desa. Berikut pernyataan dari bapak Bapak Rudi selaku Kepala Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa) Kabupaten Jombang :
72 “Untuk desa sudah dijelaskan di Peraturan Bupati (Perbup) Jombang mengenai persyaratan-persyaratan untuk pencairan DD diantaranya ada laporan realisasi tahun lalu, Peraturan Desa (PERDES) dan APBDesa. Setelah persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh desa maka uang dari RKUD akan langsung masuk di rekening kas desa, kemudian ada proses namanya musyawarah desa (Musdes) untuk menentukan uang ini mau di apakan, di dalam Musdes ini ada mekanismenya sendiri, di desa itu ada 3 dokumen yaitu RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) dibuat oleh kepala desa dalam jangka waktu 6 tahunan, RKP (Rencana Kinerja Pemerintah Desa) yang disusun tiap tahun yaitu berisi penjabaran dari RPJMDesa, setelah itu RPJMDesa dan RKP ini menjadi acuan dalam penyusunan APBDes yang dikerjakan tiap tahun berjalan” Menyambung pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Rudi selaku Kepala Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat BPMPD Kabupaten Jombang, penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Eko selaku staff BPMPD, berikut hasil pernyatannya : “Di desa ada forum tertinggi namanya Musdes, jadi kepala desa tidak boleh seenaknya mengambil keputusan tanpa adanya Musdes, hasil musdes itu kan di tuangkan di APBDesa salah satunya Dana Desa. Hasil musdes harus langsung dimasukkan ke APBDes sesuai kecukupan anggaran, kalau nggak cukup ya bisa di ajukan ke tahun selanjutnya, soalnya kan ada RPJMDes dan RKP yang menjadi rel acuan pembentukan APBDes. Biasanya musdes pertama kepala desa menjabat itu memusdeskan RPJMDesa, musdes berikutnya untuk APBDes hanya mengevaluasi mengurangi atau menambahi” Dari hasil wawancara penulis kepada Kepala dan Staff BPMBP Kabupaten Jombang dapat dikatakan bahwa dalam pencairan Dana Desa (DD), masing-masing desa harus membuat dokumen penting yaitu RPJMDes, RKPDes (Rencana Kinerja Pemerintahan Desa), dan APBDes. Ketiga dokumen tersebut harus disusun dalam forum Musyawarah Desa dan tidak boleh dibuat secara sepihak. Berdasarkan wawancara diatas, penulis meneliti tentang kelengkapan ketiga dokumen yang dimiliki oleh desa Grogol, penelitian dilakukan dengan cara melihat dokumen secara langsung dan melakukan wawancara kepada staff desa yang terlibat langsung dalam kegiatan perencanaan Dana Desa. Berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak Rumanto yang sekarang ini menjabat sebagai Sekertaris Desa Grogol :
73 “Rencana kegiatan desa Grogol itu disusun di Musdes, sebelum anggaran turun dilakukan Musdes (Musyawarah Desa), dalam tahap awal dilakukan penganggaran untuk operasional pemberdayaan yang sudah di atur di dalam perbup, setelah itu dilakukan penganggaran untuk infrastruktur yang diatur dalam Musdes, Musdes itu untuk mengatur prioritas katakanlah pembangunan tahun 2015 kemarin prioritasnya untuk pembangunan jalan aspal, berarti prioritas nya jalan aspal. Tapi ada satu titik itu untuk pembangunan TPT (Tembok Penahan Tanah), tapi memang sebagian besar untuk jalan aspal. Perencanaan awal dilakukan musdes kemudian dimasukkan ke APBDes, jadi APBDes niku “tekene” desa. Anggaaran yang masuk ke rekening desa itu semuanya masuk di APBDes” Pernyataan yang sama juga disampaikan Bapak Wandi selaku bendahara desa Grogol, berikut hasil wawancara mengenai perencanaan Dana Desa : “Setelah perbup disahkan, desa harus segera membuat APBDes, tapi ABPDes diolah oleh alat yang namanya SIMKUDA (Sistim Manajemen Keuangan Desa) yaitu suatu aplikasi yang diberikan kepada desa yang selalu di update bahkan sebanyak 2-3 kali setiap tahun. Disitu sudah ada secara detail untuk apa saja uangnya akan digunakan, terkadang ada juga yang dicantumkan secara global, misalkan dana Rp. 10.000.000 untuk kelompok pengajian yang sudah di tetapkan, tapi belanjanya terserah desa yang akan dibagi sesuai dengan jumlah jamiyah pengajian dan kebaktian yang ada di desa secara adil. Jika pengisian anggaran di SIMKUDA sudah balance nanti di print, di bijekno nang DPPKAD, tapi sekarang yang mengelola orangnya tetap bu Nurhayati tapi atapnya ganti di BPMPD. Kalo anggarannya sudah dianggap benar dan di sahkan oleh BPMPD maka bisa langsung digunakan untuk nyunggek dana, sebenarnya dana itu sudah di plotkan disana tapi nyunggek e harus pakai persyaratan yaitu APBDes, jadi APBDes iku nyowone deso, rencana kegiatan dana desa di Grogol yang dituangkan dalam APBDesa seluruhnya sudah sesuai dengan Peraturan Bupati, bahkan pernah dalam kurun waktu 1 tahun saya harus merombak APBDesa sebanyak 3 kali karena ketika proses pembuatan APBDesa, Perbup mengenai dana desa belum ditetapkan tetapi setiap desa di tuntut untuk menyelesaikan APBDesa dengan segera. Dalam
proses
wawancara
tersebut
penulis
menemukan
ada
sebuah
permasalahan yang dihadapi oleh desa Grogol mengenai proses perencanaan Dana Desa seperti yang tertuang pada kalimat terahir yang disampaikan oleh bapak wandi, penulis mencoba meneliti permaslahan tersebut. Menurut informasi dari website resmi Kementrian Keuangan Republik Indonesia transfer dana desa dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah) dilakukan secara 3 tahap, tahap pertama pada bulan April, tahap kedua bulan Agustus dan tahap ketiga pada bulan Oktober, untuk periodisasi RKUD ke RKD (Rekening Kas Desa) harus
74 dilakukan 7 hari setelah dana diterima di Kas Daerah. Sedangkan penetapan regulasi (Perbup) tentang penggunaan Dana Desa pada tahun 2015 ditetapkan pada tahun 2016, hal tersebut di anggap masih wajar karena tahun 2015 adalah tahun pertama adanya program dana desa. Pada tahun 2016 pencairan dana di seluruh desa yang berada di wilayah Jombang mengalami keterlambatan, menurut berita online yang diterbitkan oleh Surya.co.id pada tanggal 14 April 2016 dana desa yang bersumber dari APBN 2016 bagi kabupaten Jombang untuk tahap pertama sudah ditransfer dari pusat ke daerah sebesar 60%, namun hingga pertengahan bulan April dana tersebut belum bisa dicairkan oleh masing-masing desa penerima karena terganjal aturan yakni belum terbitnya perbup yang baru, perbup ini merupakan perubahan perbup yang lama karena perbup lama tahap pencairan dana desa pada tahun 2015 ada 3 sedangkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang baru menyatakan bahwa dana desa tahun 2016 dicairkan dalam 2 tahap, itu artinya harus ada Perbup baru untuk mengatur regulasi ini. Meskipun ada keterlambatan regulasi/peraturan pemerintah kabupaten pada tahun 2015, desa Grogol tetap melaksanakan kegiatan perencanaan sesuai dengan peraturan yang berlaku sementara. Selain itu penulis juga melakukan wawancara kepada masyarakat yang juga berperan dalam kegiatan desa terkait dengan keterlibatannya dalam proses perencanaan Dana Desa, yaitu ketua karangtaruna dan bendahara PKK. Berikut penjelasan dari ketua karangtaruna periode 2014-2016 mengenai keterlibatannya dalam proses perencanaan Dana Desa : “Saya selalu diundang dalam kegiatan Musdes, tetapi dalam pelaksanaan Musdesnya jarang ada masyarakat yang menyampaikan pendapat tentang kegiatan-kegiatan yang direncanakan, karena biasanya seluruh kegiatan sudah direncanakan oleh pihak pemerintah desa, sedangkan masyarakat hanya menjawab dengan kalimat setuju atau tidak”
75 Hal yang sama juga disampaikan oleh bendahara PKK, berikut pernyataannya : “Kalau saya selalu diundang mbak, tapi ya lihat-lihat dulu soalnya saya juga punya anak kecil, kalau si kecil tidak rewel ya saya ikut, biasanya memang sudah di rencanakan sendiri oleh pihak perangkat desa, di dalam forum rapatnya ya sekedar pemberitahuan saja, malah enak seperti itu, soalnya yang lebih tau kan mereka, jadi kita sebagai masyarakat ya pasrah asalkan kebijakannya sesuai dengan kenyataan dan permasalahan saat ini” Dari hasil wawancara yang disampaikan oleh ketua karangtaruna dan bendahara PKK, dapat dikatakan bahwa perencanaan kegiatan DD sudah melibatkan masyarakat, tetapi masyarakat memang belum mengetahui bahwa proses perencanaan yang dilakukan harus sinkron dengan RPJMDes dan RKP, mereka hanya menganggap bahwa perencanaan tersebut dibuat sesuai kebutuhan yang ada saja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan kepala bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat yang mengatakan bahwa untuk membuat APBDesa harus sinkron dengan RPMJDes dan RPK yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut penulis sajikan hasil perencanaan kegiatan dana desa di Grogol pada tahun 2015 dan 2016. Tabel 4.10 : Anggaran Dana Desa di Desa Grogol pada Tahun 2015. No Kegiatan Besaran Dana (Rp) 1 Rahabilitasi Jalan Dsn Dempok Gang Masjid 190.000.000 2
Rehabilitasi Jalan perbatasan Dsn Bongsorejo & Grogol
Total
115.364.000 305.364.000
Sumber : APBDesa Tahun 2015. Data diolah Dari tabel tersebut terlihat bahwa anggaran dana desa pada tahun 2015 seluruhnya digunakan untuk rehabilitasi jalan, penggunaan dana desa di bidang ini sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh Permendes No. 5 tahun 2015 yang telah disajikan pada tabel 4.7 kolom Pembangunan poin 2 huruf a yaitu pembangunan sarana dan prasarana Desa meliputi pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa.
76 Tabel 4.11 : Anggaran Dana Desa di Desa Grogol pada Tahun 2016 No
Kegiatan
Jml. Organisasi
PEMBANGUNAN Rehabilitasi Jalan Dsn Dempok Barat 2 Rehabilitasi Jalan Dsn Bongsorejo Perbatasan Dsn Sentanan 3 Rehabilitasi Jalan Dsn Tawar 4 Rehabilitasi Jalan perbatasan Dsn Grogol dengan Bogem 5 Tembok Penahan Tanah (TPT) Dusun Grogol Utara PEMBERDAYAAN 1 BOP Posyandu 1. Pos Posyandu Balita 8 2. Pos Posyandu Lansia 1 3. Posyandu Remaja 1 2 BOP PKK 3 BOP LPMD 4 Honor Kader Pemberdayaan Desa 12 5 Bantuan Sosial Lainnya 1. Penjaga Makam Seluruh Desa 3 2. Takmir Masjid dan Majelis Gereja 4 6 Pelatihan BUMDES 7 Kelompok Pengajian/Majlis Ta'lim 8 Operasional Linmas 9 BOP FKMD (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) 10 BOP Karangtaruna 11 BOP GSI (Gerakan Sayang Ibu) oleh Bidan Desa 12 BOP Posko Sambung Rasa 13 Lembaga Kesenian Tradisional 1. Ishari Dsn Grogol & Dempok 2 2. Patrol Dsn Grogol Timur & Utara 2 14 Honor Guru PAUD Desa 5 Orang x 3 Grogol Bulan 15 Anggaran Paralegal (LSM) TOTAL Sumber : APBDesa Tahun 2016. Data diolah
Dana setiap organisasi (Rp)
Jumlah Dana (Rp)
1
183.500.000
167.000.000 131.500.000 38.797.705 23.750.000 27.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000 40.000.000 6.000.000 250.000
3.000.000 7.000.000
1.000.000 1.000.000 6.000.000 10.000.000 10.000.000 2.000.000 3.500.000 2.000.000 5.000.000 3.000.000 750.000 750.000 150.000
2.250.000 6.000.000 677.297.705
77 Pada tahun 2016 penggunaan dana desa yang telah disepakati dalam forum Musyawarah Desa (Musdes) di Grogol mengalami pengembangan, yaitu tidak hanya terpusat pada rehabilitasi jalan melainkan tersebar secara merata di sektor pemberdayaan mulai dari lembaga desa, kesenian tradisional, serta honor guru PAUD. Penggunaan dana desa pada tahun 2016 sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Permendes No. 21 tahun 2016 yang disajikan penulis pada tabel 4.7 kolom Pembangunan poin 1 dan 3 yang berbunyi Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan permukiman; dan Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan; Serta pada kolom Pemberdayaan poin 2 yang berbunyi Dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya. Berikut penulis sajikan perubahan positif akibat dari penggunaan dana desa baik dari segi pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat. Dari hasil wawancara dan penyajian data diatas diatas dapat dikatakan bahwa desa Grogol telah melakukan perencanaan kegiatan Dana Desa dengan baik meskipun adanya keterlambatan regulasi/peraturan tentang penggunaan dana desa pada tahun 2015 tetapi pada tahun 2016 regulasi sudah ditetapkan dengan tepat waktu, terbukti dengan adanya proses penyusunan APBDesa yang sebelumnya sudah disinkronkan langsung dengan RPJMDes dan RPK, setelah itu di musyawarhkan kepada masyarakat melalui forum Musyawarah Desa (Musdes), meskipun ketika dalam forum tersebut sedikit sekali masyarakat yang antusias ataupun kritis, masyarakat cenderung pasrah dengan kegiatan yang sudah direncanakan oleh pemerintah desa.
78 4.2.1.2 Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Kegiatan Dana Desa Pelaksanaan kegiatan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mengukur sebuah tujuan, kegiatan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam Peraturan Bupati No.5 dan No.12 tahun 2016 menyebutkan bahwa suatu desa harus membentuk TPK (Tim Pengelola Kegiatan) yang terdiri dari 3 unsur yaitu perangkat desa, LPMD dan tokoh masyarakat. Tim tersebut berfungsi sebagai pelaksana kegiatan baik secara fisik (pembangunan) maupun non fisik (pemberdayaan), TPK secara resmi diangkat dan diterbitkan SK oleh kepala desa, setiap SK hanya berlaku untuk satu kegiatan sedangkan jika ada kegiatan lain maka harus membentuk TPK lagi yang selanjutnya di terbitkan SK oleh kepala desa. Berikut hasil wawancara yang disampaikan oleh Bapak M.Chalil SH, M.Si yang menjabat sebagai sekertaris Inspektorat Jombang dan merupakan salah satu tim pengawas pelaksanaan dana desa sekaligus APBDesa : “Pelaksanaan dana desa yang sudah berjalan sejauh ini menurut saya kurang tertib, kemudian koordinasi antara bendahara dan kepala Desa juga kurang, yang paling parah kepala desa tidak mengfungsikan secara optimal tugas daripada bendahara, istilahnya di atur sendiri, sedangkan pendamping yang sudah ditunujuk untuk mendampingi beberapa desa juga tidak melakukan tugas dengan baik. Kemudian disamping itu bendahara juga mendapat pembinaan, kepala desa pun harus memberikan pembinaan juga bahwasanya uang yang sekian ratus juta itu harus benar-benar perlu dipertanggungjawabkan, kalau tidak ini nanti akan mengarah pada tindak pidana khusus, dalam hal ini ya korupsi, kan berbahaya sekali karena semua administrasi harus tertib. Rata-rata kalau administrasinya amburadul indikasinya pasti uangnya amburadul kemana-mana, kalau toh administrasinya tertib semua nota ada dan data lengkap tetapi ada indikasi penyalahgunaan pasti nanti akan ketahuan kalau di cek. Tapi yang paling banyak tidak digunakan sebagai mestinya.” Setelah mendapat informasi tersebut penulis melakukan wawancara serta meminta beberapa data yang berkaitan dengan pelaksanaan dana desa,
berikut
pernyataan yang disampaikan oleh bapak Wandi selaku Bendahara Desa tentang proses pelaksanaan Dana Desa di Grogol :
79 “Kegiatan dana desa tahun 2015 sudah dilaksanakan100% tetapi pelaksanakan dana desa tahun 2016 tidak sampai 100% dikarenakan ada 1 anggaran sebesar Rp. 6.000.000,- digunakan untuk anggaran Paralegal (sejenis LSM dll ), dana tersebut belum direalisasikan karena di belum ada lembaga sejenis yang berdiri di desa Grogol, sehingga uang sisa tersebut dimasukkan kedalam APBDesa tahun depan.” Dari segi pelaporan kegiatan, seluruh laporan dana desa di Grogol mulai tahun 2015 hingga 2016 dikatakan cukup lengkap tidak ada yang tertinggal, bahkan ketika penulis mencoba meminta laporan pelaksanaan APBDesa beliau langsung menyodorkan laporan tahun 2016 padahal jika dilihat dari waktu kegiatan wawancara tersebut terjadi di bulan November awal tetapi laporan pertanggung jawaban untuk tahun 2016 sudah jadi. Dalam berita yang diterbitkan oleh media online beritajatim.com pada tanggal 18 Mei 2016 menyatakan bahwa terdapat 8 desa dari 302 desa di kabupaten tidak bisa mencairkan dana desa tahun 2016 dikarenakan belum selesainya laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa tahun 2015 hingga kepala desa yang terlibat hukum, delapan desa tersebut diantaranya adalah desa Japanan, Mojowangi, dan Mojowarno (Kecamatan Mojowarno), Desa Pagerwojo dan Cangkringrandu (Kecamatan Perak), Desa Jabon (Kecamatan Jombang Kota), Desa Palrejo (kecamatan Sumombito), serta Desa Ngudirejo (Kecamatan Diwek). Dari peristiwa tersebut membuktikan bahwa pencairan dana di desa Grogol tepat waktu sehingga dapat dikatakan sebagai desa yang tertib administratif. Untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai pelaksanaan dan pembuatan laporan terkait dana desa di Grogol, penulis juga melakukan wawancara dengan sekertaris desa terkait hal ini, beliau mengatakan hal yang sama dengan apa yang yang disampaikan oleh bapak Wandi selaku bendahara desa, tetapi ada satu temuan yang membuat penulis tercengang yaitu pernyataan dari bapak Rumanto yang mengatakan bahwa :
80 “.......kalau SPJ di desa Grogol itu sebagian membuat sendiri dan ada yang ndamelaken katakanlah ndandakno (dibuatkan), ada rekanan tersendiri yang akan membuatkan SPJ nya tapi yang melengkapi nota dsb adalah perangkat desa”. Ketua Karangtaruna desa Grogol mengatakan hal yang mendukung pernyataan dari bapak Rumanto, berikut hasil wawancaranya : “Selama 5 tahun saya menjabat sebagai ketua, tidak pernah sekalipun organisasi saya membuat SPJ (Surat Pertanggung Jawaban), bahkan ketika menerima dana desa baik pada tahun 2015 maupun 2016 uang yang diterima oleh karangtaruna setelah dikurangi pajak langsung dikurangi lagi alasannya untuk pembuatan SPJ.” Ibu Sunarlik selaku bendahara PKK juga menyampaikan hal serupa, berikut pernyataannya : “Dalam segala kegiatan saya selalu mengumpulkan nota dan kwitansi kemudian saya kelompokkan, saya tulis tangan. Saya tapi tidak pernah membuat SPJ pakai komputer, nantinya kumpulan nota dan kwitansi yang telah saya pilah dan saya tempel, saya rapikan, akan diserahkan kepada ketua PKK untuk selanjutnya diberikan ke siapa saya juga kurang faham.” Dari hasil wawancara kepada bendahara PKK dan ketua karaangtaruna dapat dikatakan bahwa pernyataan bapak Rumanto selaku sekertaris desa memang benar, jika dilihat dari segi teoritis hal tersebut menyalahi aturan dikarenakan sebagian besar SPJ dibuatkan oleh pihak lain diluar pemerintahan desa, sehingga dikhawatirkan terjadi manipulasi data yang berimbas pada penggunaan dana yang tidak semestinya. Untuk mengatakan hal tersebut benar atau salah penulis melakukan wawancara dengan Bapak Rudi selaku kepala bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat BPMPD kabupaten Jombang, berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak Rudi : “Idealnya yang membuat laporan kegiatan adalah TPK (Tim Pelaksana Kerja), tetapi jika memang ada desa yang tidak mampu membuat laporan kegiatannya sendiri maka itu bisa dikatakan sebagai ikhtiar atau upaya desa untuk memenuhi peraturan yang ada, dengan catatan seluruh data mentah baik berupa nota, kwitansi atau yang lainnya harus berasal dari desa sendiri. Saya sangat menyayangkan jika ada desa yang seperti itu karena pemerintah kabupaten sudah menyiapkan pendamping yang berfungsi untuk membantu dan membina pemerintah desa dalam segala hal yang berkaitan dengan dana desa.”
81 Dari hasil wawancara dan analisis data diatas dapat dikatakan bahwa proses pelaksanaan kegiatan Dana Desa di Grogol pada tahun 2015 berjalan 100%, tetapi pada tahun 2016 tidak bisa terlaksana seluruhnya, selain itu laporan pertanggung jawaban kegiatan secara keseluruhan sudah terpenuhi, meskipun proses pembuatan SPJ tersebut tidak dilakukan sendiri oleh pihak pemerintah desa, melainkan ada pihak lain diluar kepemerintahan desa yang ikut terlibat.
4.2.1.3 Pencapaian Tujuan Indikator penulis untuk mengukur tercapainya tujuan adalah terserapnya seluruh anggaran dana desa tahun 2015 dan 2016 untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan yang penggunaannya mengacu pada hasil Musdes yang telah di sesuaikan dengan Peraturan Bupati tentang penggunaan dana desa. Pengukuran dari segi pembangun
dilihat berdasarkan adanya perubahan fisik pada fasilitas desa,
sedangkan pemberdayaan dilihat dari eksistensi lembaga desa dalam kegiatan kemasyarakatan (seperti PKK, Posyandu dll). Berikut perubahan signifikan terhadap kondisi fisik desa Grogol yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan dana desa tahun 2015 dan 2016. Gambar 4.3 : Kondisi jalan di Perbatasan Dsn Bongsorejo & Grogol Sebelum Rehabilitasi
Sesudah Rehabilitasi
82 Gambar 4.4 : Kondisi jalan di Dsn Dempok Gang Masjid Sebelum Rehabilitasi
Sesudah Rehabilitasi
Gambar 4.5 : Kondisi jalan di perbatasan Dsn Grogol & Bogem Grogol Sebelum Rehabilitasi
Sesudah Rehabilitasi
83 Gambar 4.6 : Kondisi jalan di Dsn Dempok Barat Sebelum Rehabilitasi
Sesudah Rehabilitasi
Gambar 4.7 : Kondisi jalan perbatasan Dsn Bongsorejo & Sentanan Sebelum Rehabilitasi
Sesudah Rehabilitasi
84 Gambar 4.8 : Kondisi jalan Dsn Tawar Sebelum Rehabilitasi
Sesudah Rehabilitasi
Gambar diatas merupakan bukti pelaksanaan pembangunan yang telah direncanakan dalam rencana kegiatan penggunaan dana desa hasil Musdes tahun 2015 dan 2016, pada tabel 4.10 dan 4.11 terlihat bahwa ada 6 target pembangunan fisik rehabilitasi jalan. Selain pembangunan fisik, dana desa juga digunakan untuk pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga desa yang telah dibentuk. Pada tahun 2016 ada 7 organisasi yang masing-masing mendapat anggaran biaya operasional, anggaran tersebut digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat, berikut pernyataan Bapak Fajriska selaku masyarakat dusun Bogem sekaligus sebagai ketua IPNU Ranting Grogol : “Tahun 2016 desa Grogol menjadi lebih hidup, banyak acara-acara yang dilakukan mulai dari karangtaruna yang mengadakan acara takbir keliling, jalan sehat dan lomba bola Voli. Selain meramaikan desa, acara tersebut dapat menjadi peluang bagi pedagang musiman yang ada di desa Grogol untuk menambah pendapatan yang lebih banyak dari hari-hari biasanya.”
85 Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu Tituk selaku masyarakat dusun Grogol, berikut pernyataan yang disampaikan : “Ada beberapa acara yang di dibuat oleh organisasi PKK, diantaranya ada pelatihan pembuatan berbagai jenis kue, dari pelatihan-pelatihan tersebut saya mendapatkan ilmu baru terkait dengan pembuatan kue, bahkan sekarang ini saya sedang merintis usaha-usaha kecil-kecilan yaitu membuka pesanan kue untuk acara hajatan maupun dikonsumsi sendiri, itu juga menambah pemasukan saya. Untuk menjalankan bisnis tersebut, saya mendapatkan pinjaman dari PKK, karena memang PKK punya program simpan pinjam untuk masyarakat dengan bunga yang rendah.” Selain untuk biaya operaional, Dana Desa tahun 2016 juga digunakan untuk memajukan kesenian tradisional yang ada di desa Grogol yaitu kesenian patrol dan ishari, berikut penuturan ibu Erna selaku anggota grup patrol Grogol terkait dengan penggunaan dana desa untuk group patrol yang diikutinya : “Alhamdulillah saiki group patrolku ndue sragam dewe wesan, uangnya disumbang dari desa.” Pernyataan yang sama disampaikan oleh bapak As‟ad selaku pengurus ishari : “Sebelumnya alat musik ishari yang digunakan sudah kusam dan beberapa sudah jebol, tetapi sekarang alat-alat tersebut sudah diperbaiki bahkan ada beberapa alat yang baru.” Selain kesenian tradisional dana desa juga diberikan kepada ta‟mir masjid dan penjaga makam dalam bentuk bantuan sosial, berikut pernyataan yang disampaikan oleh bapak saiful selaku penjaga makam dusun Grogol : “Sebelum adanya dana desa kulo kantok upah hasil membersihkan seluruh makam saking jumlah uang di kotak amal, biasane kulo buka dua minggu sekali, tapi alhamdulillah sakniki kulo juga dapat gaji dari desa.” Keberadaan BUMDES (Badan Usaha Ml\ilik Desa) tidak mempunyai kontribusi besar bagi pemberdayaan masyarakat di desa Grogol, berikut pernyataan dari Bapak Fajriska selaku bendahara BUMDES : “Untuk saat ini BUMDES belum bisa berjalan maksimal, rencana awal BUMDES akan mendirikan sebuah bisnis Travel dan Koperasi simpan pinjam yangmana dana berasal dari selain DD, semua perlengkapan sudah dibeli dan dipersiapkan, bahkan tempat BUMDES sudah disewa, tetapi untuk selanjutnya belum ada tindakan apapun
86 alasannya tidak adanya pengalaman anggota BUMDES dalam bidang tersebut, sisa anggaran pendirian BUMDES (berasal dari selain DD) digunakan untuk membeli POM Mini yang dioperasikan di daerah Ngoro, biaya operasional yang diberikan dari anggaran Dana Desa sejauh ini tidak memberikan pengaruh apa-apa untuk BUMDES, dikarenakan dana tersebut seluruhnya digunakan untuk pelatihan pengelolaan keuangan dan aplikasi pembukuan untuk anggota BUMDES yang dilaksanakan di daerah Malang atas intruksi dari kabupaten langsung. Selain itu terdapat anggaran Paralegal sebesar Rp. 6.000.000 yang diperuntukkan untuk lembaga-lembaga hukum yang ada di desa Grogol tidak terealisasi. Berikut penuturan Bapak Wandi selaku bendahara desa : “Anggaran tersebut sampai sekarang masih utuh, karena belum adanya lembaga-lembaga hukum yang ada di desa Grogol, sehingga anggaran tidak bisa realisasikan. Anggaran tersebut disimpan dan akan ditambahkan dalam penganggaran kegiatan Dana Desa tahun 2017.” Dari hasil wawancara dan analisis data diatas, dapat dikatakan bahwa penggunaan anggaran Dana Desa untuk pembangunan dan pemberdayaan telah terealisasi dan tercapai tujuan, meskipun ada beberapa indikator yang masuk dalam kegiatan pemberdayaan yaitu anggaran Paralegal dan BOP BUMDES yang tidak bisa berjalan dengan maksimal, tetapi dari segi realisasi anggaran 90% sudah terlaksana. 4.2.2 Faktor-faktor pendukung Implementasi Kebiajakan Dana Desa 4.2.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan Untuk melihat sejauhmana standar dan sasaran kebijakan Dana Desa telah direalisasikan, penullis menggunakan dua indikator yaitu realisasi program dan ketapatan sasaran. Berikut tabel realisasi program kegiatan Dana Desa tahun 2015 dan 2016
87 Tabel 4.12 : Realisasi Program Kegiatan Dana Desa pada Tahun 205 dan 2016 No
1 2
Kegiatan
Dana setiap organisasi (Rp) TAHUN 2015 Rahabilitasi Jalan Dsn Dempok Gang 190.000.000 Masjid Rehabilitasi Jalan perbatasan Dsn Bongsorejo & Grogol
115.364.000
TOTAL
305.364.000
Realisasi
Terealisai Terealisai
TAHUN 2016 1 2 3 4 5
1
2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13
14 15
PEMBANGUNAN Rehabilitasi Jalan Dsn Dempok Barat Rehabilitasi Jalan Dsn Bongsorejo Perbatasan Dsn Sentanan Rehabilitasi Jalan Dsn Tawar Rehabilitasi Jalan perbatasan Dsn Grogol dengan Bogem Tembok Penahan Tanah (TPT) Dusun Grogol Utara PEMBERDAYAAN BOP Posyandu 1. Pos Posyandu Balita 2. Pos Posyandu Lansia 3. Posyandu Remaja BOP PKK BOP LPMD Honor Kader Pemberdayaan Desa Bantuan Sosial Lainnya 1. Penjaga Makam Seluruh Desa 2. Takmir Masjid dan Majelis Gereja Pelatihan BUMDES Kelompok Pengajian/Majlis Ta'lim Operasional Linmas BOP FKMD (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) BOP Karangtaruna BOP GSI (Gerakan Sayang Ibu) oleh Bidan Desa BOP Posko Sambung Rasa Lembaga Kesenian Tradisional 1. Ishari Dsn Grogol & Dempok 2. Patrol Dsn Grogol Timur & Utara Honor Guru PAUD Desa Grogol Anggaran Paralegal (LSM)
183.500.000 167.000.000 131.500.000 38.797.705 23.750.000
Terealisai Terealisai Terealisai Terealisai Terealisai Terealisai
27.000.000
40.000.000 6.000.000 3.000.000 7.000.000
Terealisai Terealisai Terealisai Terealisai
6.000.000 10.000.000 10.000.000
Terealisai Terealisai Terealisai Terealisai
2.000.000 3.500.000 2.000.000
Terealisai Terealisai
5.000.000 3.000.000
Terealisai Terealisai
2.250.000
Terealisai Tidak Terealisai
6.000.000
TOTAL 677.297.705 Sumber : APBDesa Tahun 2015 & 2016. Data diolah
88 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa anggaran Dana Desa pada tahun 2015 seluruhnya digunakan untuk kegiatan pembangunan di desa dan terealisasi 100%, anggaran tersebut berdasar atas keputusa Musdes (Musyawarah Desa) yang diadakan pada awal tahun 2015. Prioritas tersebut digunakana karena pada saat itu kondisi fisik jalan desa Grogol sangat memperihatinkan. Sedangkan anggaran Dana Desa tahun 2016 sebesar 80% digunakan untuk pembangunan fisik jalan dan tembok penahan tanah sungai, sedangkan sebesar 20% digunakan untuk pemberdayaan yang dibagikan ke masing-masing lembaga/organisasi pemerintahan desa.Dalam penggunaan dana untuk pemberdayaan, terdapat satu anggaran yang tidak dapat terealisasi yaitu anggaran yang diperuntukkan kepada Paralegal, dikarenakan tidak adanya organisasi sejenis paralegal di desa Grogol, sehingga anggaran tidak dapat disalurkan. Menurut hasil wawancara penulis yang dituangkan pada sub bab 4.2.1.3 paragraf terahir memperlihatkan bahwa selain anggaran yang diperuntukkan kepada Paralegal ada satu anggaran lain yang penggunaannya tidak tepat sasaran, yaitu anggaran untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), ketidak tepatan itu dapat dilihat dari penggunaan anggaran BOP BUMDES yang seluruhnya digunakan untuk pelatihan pengelolaan keuangan dan aplikasi pembukuan, padahal BUMDES di desa Grogol belum bisa berjalan dari mulai awal berdiri (tahun 2015) hingga sekarang. Dari fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa penentuan standar dan sasaran sasaran kebijakan merupakan salah satu faktor yang mendukung implementasi kebijakan Dana Desa. 4.2.2.2 Karakteristik Badan Pelaksana Ada tiga fenomena yang digunkan untuk mengukur karakteristik badan pelakasana yaitu Pembentukan Struktur organisai Pelaksana, Pembagian tugas dan Koordinasi dari pelaksana kebijakan.
89 Struktur organisasi pelaksana kegiatan desa Grogol baik pembangunan fisik dan pemberdayaan telah dibentuk (sebagaimana termuat dalam lampiran), untuk pembangunan fisik terdapat 2 SK yang dikeluarkan untuk TPK tahun 2015 dan 5 SK yang dikeluarkan untuk TPK tahun 2016, penulis hanya bisa mendapatkan bukti SK tahun 2016 sebagaimana terlampir, untuk SK TPK tahun 2015 tidak diberikan dengan alasan sudah masuk kedalam laporan RPJMDesa tahun 2015. Untuk susunan organisasi lembaga-lembaga desa sudah terbentuk sejak sebelum Dana Desa muncul, sehingga tidak ada pembaharuan keorganisasian kecuali Karang Taruna yang saat ini sudah terbentuk susunan organisasi baru dikarenakan masa jabatan organisasi yang lama telah habis. Bapak
Rumanto
mengatakan
bahwa
untuk
pelaksanaan
fisik
TPK
menggunakan sistem swakola. Menurut analisis penulis pengadaan barang dan jasa di desa yang pembiayaannya bersumber dari APBDes seluruhnya menggunakan sistem swakelola sesuai Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP ) No. 13 tahun 2013, sehingga proses tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk pelaksanaan kegiatan dibidang pemberdayaan rata-rata dikelola oleh organisasi masing-masing, tetapi ada beberapa anggaran yang tidak bisa dikelola oleh organisasi seluruhnya, contoh untuk BOP PKK, berikut pernyataan dari Ibu Sunarlik selaku bendahara PKK : “Anggaran 40 juta untuk PKK tidak digunakan secara langsung dan dikelola oleh PKK sendiri, tetapi 20 juta diserahkan kepada kecamatan untuk pelaksanaan pelatihan-pelatihan rutin yang diselenggarakan oleh kecamatan, 20 juta yang diberikan kepada dipotong 3% dari total 40 jt (12 juta) untuk pajak, jadi sisa bersih yang dikelola oleh PKK secara murni adalah 8 juta.” Selain itu BOP untuk BUMDES sebesar 6 juta seluruhnya digunakan untuk pelatihan anggota BUMDES atas intruksi dari kabupaten, sehingga tidak ada anggaran real yang digunakan secara langsung untuk BUMDES.
90 Jadi dapat dikatakan bahwa karakteristik masing-masing organisasi merupakan faktor yang mendukung kebijakan Dana Desa di desa Grogol 4.2.2.3 Sumberdaya Untuk mengukur sumberdaya maka fenomena yang digunakan adalah Kemampuan sumberdaya manusia dalam pelaksanaan kebijakan Dana Desa Penyediaan fasilitas-fasilitas yang mendukung kebijakan Dana Desa. Kemampuan Sumberdaya yang digunakan tidak seluruhnya dapat mendukung keberlangsungan kegiatan Dana Desa, berikut pernyataan dari Sekertaris desa “Untuk peran BPD secara real tidak seperti yang diharapkan, dikarenakan ketua yang seyogyanya mengatur seluruh kegiatan dan mengawasi kegiatan cenderung pasif, sehingga ada beberapa kegiatan yang seharusnya dikelola oleh BPD tetapi dalam kenyataannya dilaksanakan oleh perangkat desa. Selain itu tidak adanya kemampuan anggota BUMDES untuk mengelola bisnis yang direncanakan, alhasil untuk saat ini BUMDES seolah-oleh tidak berfungsi karena tidak memberikan kontribusi apapun dalam masyarakat maupun pendapatan desa.” Fasilitas yang tersedia untuk kegiatan Dana Desa belum mencukupi, berikut pernyataan dari Ibu kepala desa Grogol : “Untuk saat ini ada beberapa orgainsasi desa yang belum mempunyai fasilitas gedung sendiri, contoh LPMD, BPD, Karangtaruan dan FKMD sehingga proses operasionalnya terkadang menumpang di rumah salah satu anggota masing-masing, bahkan terkadang dilaksanakan didalam kantor desa. Tetapi untuk fasilitas mobil dan motor sudah tersedia sejak sebelum Dana Desa muncul.” Dari hasil penelitian tersebut dapat terlihat bahwa sumberdaya merupakan faktor yang sangat penting dalam proses implementasi kebijakan Dana Desa. 4.2.2.4
Lingkungan Untuk mengukur bagaimana peran lingkungan dalam proses implementasi,
penulis menetapkan beberapa indikator, yaitu : 4. Kemampuan
Badan
Permusyawaratan
Desa
dan
kemasyarakatan dalam mendukung kebijakan Dana Desa
lembaga-lembaga
91 5. Kestabilan peran Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga kemasyarakatan dalam mendukung kebijakan Dana Desa 6. Kompleksitas, yaitu banyaknya campur tangan lembaga-lembaga diluar organisasi pelaksana kebijakan Dana Desa yang mempengaruhi kebijakan. Kemampaun Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk pembangunan fisik sejauh ini belum sesuai dengan yang diharapkan, dikarenakan personal individu yang cenderung pasif, sehingga kegiatan Dana Desa banyak yang diselesaikan oleh pihak lain yaitu perangkat desa. Kemampuan lembaga kemasyarakatan yang mendukung kegiatan pemberdayaan
sudah
sesuai
dengan
yang
diharapkan,
dikarenakan
lembaga
kemasyarakatan sudah dibentuk sebelum dana desa diturunkan, proses pembentukan anggota dan pengurusdidasarkan pada standar yang telah disesuaikan, sehingga pengalaman organisasi untuk pelaksanaan sebuah kegiatan sudah tidak diragukan lagi. Berikut pernyataan dari Kepala desa Grogol : “Sejauh ini peran lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk kegiatan Dana Desa sangat stabil, beliau juga menuturkan bahwa kestabilan itu tidak hanya terjadi pada kegiatan Dana Desa saja, tetapi kegiatan yang lain diluar Dana Desa.” Berikut pernyataan dari Sekertaris desa : “Kompleksitas atau campur tangan lembaga lain diluar organisasi sejauh ini tidak ada, karena di desa Grogol tidak ada lembaga/organisasi lain selain lembagalembaga desa, semua organisasi ada di bawah naungan desa.” Dari fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan merupakan faktor penting pendukung implementasi kebijakan Dana Desa. 4.2.2.5
Komunikasi Untuk mengukur komunikasi penulis menggunakan indikator :
d. Intensitas sosialisasi kebijakan Dana Desa e. Kejelasan komunikasi kebijakan Dana Desa dari pelaksana f. Konsistensi perintah-perintah kebijakan Dana Desa
92 Berikut pernyataan dari Bapak Wandi selaku bendahara desa terkait dengan intensitas sosialisasi Dana Desa: “Setiap tahun desa Grogol sudah melakukan sosialisasi, baik ketika awal penerimaan Dana Desa maupun akhir pertanggung jawaban kegiatan.” Berikut pernyataan Bapak Ulil Abshor selaku ketua Karangtaruna desa Grogol terkait dengan intensitas sosialisasi Dana Desa: “Setiap ada penerimaan anggaran baik dari Dana Desa maupun penerimaan yang lain, beliau selalu diundang untuk menghadiri acara sosialisasi.” Berikut pernyataan Bapak Karno selaku Kepala Dusun Grogol serta ketua TPK rehabilitasi jalan dusun Grogol tahun 2016 terkait dengan komunikasi kebijakan : “Setiap ada perintah dari atasan maka saya selalu mengkomunikasikan perintah tersebut kepada tim yang ada dibawah saya, sehingga tidak ada miskomunikasi. Pemerintah desa tidak pernah berpindah-pindah pemikiran dalam memerintah tim-tim TPK yang lain, artinya semua harus konsisten” Bapak Muslih selaku ketua TPK (Tim Pelaksana Kegiatan), )rehabilitasi Tembok Penahan Tanah (TPT) juga mengungkapkan hal yang sama, berikut pernyataannya : “Jelas mbak, saya selalu berkomunikasi baik dengan pemerintah desa maupun anggota dari tim saya, kalau nggak ada komunikasi ya kegiatan tidak bisa berjalan dengan lancar. Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa komunikasi merupan faktor yang peling penting dalam pelaskasanaan Dana Desa di desa Grogol. 4.2.2.6
Sikap Untuk mengukur sikap, maka dalam penelitian ini akan mengacu pada tiga
indikator, yaitu : Persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan Dana Desa, Tindakan pelaksana kebijakan Dana Desa dan Respon pelaksana kebijakan Dana Desa
93 Dari hasil penelitian penulis menemukan bahwa hampir seluruh badan pelaksana kegiatan Dana Desa mempunyai persepsi yang sama, yaitu kegiatan dilakukan sesuai dengan tujuan awal, karena kegiatan tersebut dapat menjadikan desa Grogol menjadi lebih maju, sehingga tidak boleh ada tindakan yang menyalahi aturan yang dapat merugikan masyarakat. Ketidak sesuaian tindakan ini terkadang muncul dari rasa ketidak tahuan anggota pelaksana dalam suatu kegiatan tertentu. Dari seluruh informan yang di wawancarai oleh penulis mengungkapkan seluruhnya memberikan respon yang sangat positif terhadap kegiatan Dana Desa, karena hal tersebut dapat membangun dan memberdayakan masyarakat di desa Grogol. Dari fenomena-fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa sikap badan pelaksana merupakan faktor penting dalam proses implementasi Dana Desa di wilayah Grogol.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa 1. Implementasi Kebijakan Dana Desa dalam menunjang pembangunan di desa Grogol telah terlaksana, dapat dilihat dari anggaran yang ditetapkan dalam Musdes (Musyawarah Desa) pada awal tahun 2015, dalam kesepakatan tersebut 100% anggaran digunakan untuk kegiatan pembangunan jalan di desa dikarenakan pada saat itu kondisi fisik jalan desa Grogol sangat memperihatinkan. Sedangkan dalam hasil Musdes (Musyawarah Desa) awal tahun 2016, anggaran Dana Desa tahun 2016 sebesar 80% digunakan untuk pembangunan fisik jalan dan tembok penahan tanah sungai. Seluruh anggaran tersebut telah terealisasi dengan baik. 2. Implementasi Kebijakan Dana Desa dalam menunjang pemberdayaan masyarakat di desa Grogol tahun 2015 tidak dapat berjalan, dikarenakan tidak ada anggaran Dana Desa yang digunakan pada bidang pemberdayaan, sedangkan pada tahun 2016 sebesar 20% anggaran digunakan untuk pemberdayaan, anggaran tersebut tidak dapat direalisasikan seluruhnya, dikarenakan ada satu lembaga yaitu lembaga Paralegal (sejenis LSM) belum berdiri di desa Grogol, sedangkan anggaran tersebut masih tetap di cantumkan pada APBDesa tahun 2016, dengan alasan penganggaran tersebut harus disesuaikan dengan Peraturan Bupati No. 12 tahun 2015. 5.2 Saran 1. Seharusnya pemerintah desa Grogol melakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap orang yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan pembangunan fisik dalam kegiatan Dana Desa, sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar tanpa membebani salah satu pihak. 94
95 2. Komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah desa Grogol terhadap kegiatan dana desa sudah berjalan baik, tetapi agar komunikasi tersebut tidak hanya berhenti pada tingkat kepengurusan paling bawah (RT/RW), sebaiknya diadakan sosialisasi kepada masyarakat yang tidak mempunyai peran apapun dalam pemerintah, agar tidak ada kecemburuan sosial dari segi penggunaan Dana Desa. 3. Pemerintah pelaksanaan
desa serta
Grogol
sebaiknya
pelaporan
membuat
anggaran
Dana
pelatihan Desa
pengalokasian,
bersama
dengan
lembaga/organisasi kemasyarakatan desa yang di fasilitasi oleh orang-orang luar desa yang berkompeten dibidangnya, sehingga ilmu yang diberikan lebih mengena kepada anggota-anggota kemasyarakatan. 4. Desa diharapkan segera membentuk Lembaga Paralegal sejenis, agar anggaran yang ditetapkan untuk organisasi tersebut dapat terserap secara maksimal. 5. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah periode penelitian dan melakukan penelitian di desa yang mempunyai ciri khas tertentu sehingga dapat melihat lebih jelas lagi tentang bagaimanaketerlibatan Dana Desa dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. AR-RUZZ Media. Yogyakarta. Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kulaitatif. Edisi II. Prenada Media Group. Jakarta. Danil, Moehar. 2003. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. PT Bumi Aksara. Jakarta. Devaczy, Johan P Adrianus. 2015. Implementasi Kebijakan Anggaran Alokasi Dana Desa Di Desa Sidahari Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten Ketapang. http://jurmafis.untan.ac.id/index.php/governance/article/viewFile/566/pdf_2 8. htm[8 Nopember 2016]. Direktorat Jendral Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2016. Pokok-pokok Kebijakan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016. Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Jakarta. Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan RI. 2016. Kebijakan Dana Desa TA 2016. www.djpk.keu.go.id.htm[1 Desember 2016]. Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif teori & Praktik. Cetakan II. Bumi Aksara. Jakarta. Hargono, Didiek Setiabudi. 2010. Efektivitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat Desa Di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. http://lib.ui.ac.id. Htm[29 Desember 2016]. Islamy, Irfan M. 2009. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. Kementrian keuangan Republik Indonesia. 2015. Hulu ke Hilir Dana Desa. www.kemenkeu.go.id.htm[29 Oktober 2016]. Kuncoro, Mudjarad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. 2004 : Erlangga Mardalis. 2014. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta. Redaksi Sinar Grafika. 2015. Amandemen Undang-undang PEMDA (UU RI NO. 9 Tahun 2015). cetakan I. Sinar Grafika. Jakarta. Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi No. 21 Tahun 2015 tentang Penetapa
96
97
n Prioritas Penggunaan Dana Desa. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1934. Jakarta. ___. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495. Jakarta ___. 2015. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi No. 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 297. Jakarta. ___. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694. Jakarta. ___. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558. Jakarta. ___. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587. Jakarta. ___. 2015. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587. Jakarta. ___. 2015. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438. Jakarta. Robandi, Imam. 2008. becoming the winner Riset, Menulis Ilmiah, Publikasi Ilmiah, dan Presentasi. Andi. Yogyakarta. Sanusi, DB.Paranoan, Achmad Djumlani. 2015. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Di Desa Balansiku Kecmatan Sebatik Kabupaten Nunukan. http://ar.mian.fisip-unmul.ac.id.htm[7 Nopember 2016] Strauss, Anslem dan Juliet Corbin. 2013. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka Belajar. Yogyakarta. Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Cetakan III. Bandung : PT Refika Aditama. Suparman, Dedi Kunadi, Dwi Haryono. 2014. Implementasi Program Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Sukadana kabupaten Kayong Utara. http://download.portalgaruda.org.htm[8 Nopember 2016].
98
Sutoro, et.Al. 2016. Dana Desa Untuk Membangun Indonesia (Tanya Jawab Seputar Dana Desa). Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Jakarta. Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Wida, Siti Ainul. 2016. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (ADD) di Desadesa Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/73553/1208103010 96--Siti%20Ainul%20Wida-1-63.pdf?sequence=1 [15 Oktober 2016] Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli bulat dan utuh. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. ___. 2009. Otonomi daerah dan daerah otonom. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Wisakti, Daru. 2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Di Wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Tesis Adminitrasi Publik Undip. 12 oktober 2016. Wasistiono, S. & Tahir, M.I. (2007). Prospek Pembangunan Desa. Penerbit Fokusmedia. Bandung
Daftar Pertanyaan 1 Daftar petanyaan kepada Bapak Rudi selaku Kepala Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Bapak Eko selaku staff BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 1. Pandangan bapak mengenai pembuatan SPJ yang dibuat oleh orang lain bagaimana ? 2. Pencapaian tujuan kegiatan dana desa di wilayah kabupaten Jombang khususnya kecamatan diwek menurut pandangan anda selama ini bagaimana ? 3. Sejauhmana komunikasi BPMPD dalam kegiatan ini ? 4. Fasilitas yang ada di desa untuk kegiatan DD ini menurut panjengen gimana ? 5. Bagiaman pandangan bapak tentang adanya dana desa ?
Daftar Pertanyaan 2 Daftar pertanyaan wawancara kepada Bapak Wandi dan Bapak Rumanto 1. Bagaimana proses perencanaan kegiatan Dana Desa di wilayah Grogol ? 2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan Dana Desa di wilayah Grogol ? 3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban kegiatan Dana Desa di wilayah Grogol ? 4. Bagaimana intensitas sosialisasi dan kejelasan komunikasi kebijakan Dana Desa di Grogol ? 5. Sejauhmana konsistensi pesan yang disampaikan ? 6. Bagaimana kemampuan sumberdaya manusia dalam pengelolaan kegiatan Dana Desa ? 7. Bagaimana fasilitas pendukung kegiatan Dana Desa ? 8. Bagaimana pandangan dan respon Bapak sebagai pihak pelaksana kegiatan tentang keberadaan Dana Desa ini ? 9. Bagaimana kejelasan struktur organisasi, koordinasi dan pembagian tugas dalam kegiatan Dana Desa ini ? 10. bagaimana kemampuan BPD dan lembaga Kemasyarakatan desa dalam mempengaruhi kebijakan Dana Desa ? 11. Bagiaman kestabilan peran BPD dan Lembaga kemasyarakatan desa dalam mendukung kebijakan Dana Desa ? 12. Seberapa banyak campur tangan masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan terhadap pelaksanaan Dana Desa ? 13. Bagaimana kesesuaian program Dana Desa dan sejauhmana ketepatan sasarannya ?
Daftar Pertanyaan 3 Daftar pertanyaan wawancara dengan Bapak M.Chalil SH, M.Si selaku Sekertaris Inspektorat Jombang 1. Bagaimana pandangan bapak tentang kegiatan Dana Desa di wilayah Jombang ini ? 2. Sejauhmana peran Inspektorat dalam kegiatan Dana Desa ini ? 3. Bagaimana menurut pandangan bapak tentang banyaknya kasus terkait dengan dana desa ?