IKONTINENSIA URIN DALAM KEHAMILAN
I. PENDAHULUAN
Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut, khususnya perempuan. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya, antara lain karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang memalukan untuk diceritakan. Pada wanita perubahan fisik akibat kehamilan, melahirkan dan menopause sering menyebabkan stres inkontinensia. Pada wanita menurunnya kadar estrogen dapat menyebabkan tekanan otot disekitar urethra lebih menurun sehingga meningkatkan kemungkinan kebocoran. Insiden inkontinensia stres meningkat pada wanita yang menopause.1,2
II. DEFINISI
Inkontinensia urin disebut juga ketidakmampuan menahan air kencing. Berdasarkan International Continence Society, inkontinensia urin adalah keluhan berkemih tanpa disadari (involunter) akibat gangguan fungsi saluran kemih bagian bawah yang dipicu oleh sejumlah penyakit sehingga menyebabkan pasien berkemih pada situasi yang berbeda.3,4
Inkontinensia Urine merupakan symptom storage. Dengan definisi sebagai berikut: 4
Keluhan setiap keluarnya urine yang tidak dapat dikendalikan (definisi ini untuk keperluan studi epidemiologi)
Keluarnya urine yang tidak dapat dikendalikan yang menyebabkan problem sosial dan hygiene.
III. EPIDEMIOLOGI
Inkontinensia urine adalah masalah kesehatan yang signifikan di seluruh dunia dengan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan sosial dan ekonomis pada individu dan lingkungannya. Hu dan rekan memperkirakan biaya total dari inkontinensia di Amerika Serikat pada tahun 2000 adalah sekitar 19,5 juta dollar. Inkontinensia memiliki pengaruh ekonomis yang lebih besar daripada penyakit kronis lainnya.5
Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria. Terdapat banyak penelitian epidemiologis mengenai inkontinensia pada wanita, tetapi berbeda dalam hal definisi, pengukuran inkontinensia, metodologi survei, dan pemilihan kohort membuatnya sulit untuk melakukan perbandingan. Terdapat penelitian epidemiologis di Amerika mengidentifikasi angka prevalensi sebesar 10-40% wanita tua yang mengalami inkontinensia. Hunskaar dan rekan (2005) meringkas data epidemiologis yang tersedia dan menyimpulkan bahwa prevalensi inkontinensia urine pada wanita tua mengalami peningkatan yang stabil (30% hingga 50%). Pada wanita tua inkontinensia yang sering terjadi adalah inkontinensia tipe campuran. Seperti yang telah disinggung diatas, resiko inkontinensia urine meningkat seiring dengan peningkatan usia. Telah lama dicurigai bahwa terdapat hubungan antara inkontinensia dengan menopause. Puncak prevalensi inkontinensia adalah pada wanita yang telah menopause.5,6
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH BAWAH
IV.I. ANATOMI
Sistem urinarius terbagi atas 2 sistem bagian, yaitu traktus urinarius atas dan traktus urinarius bawah7
Traktus urinarius atas terdiri atas ginjal dan ureter. Berfungsi untuk menyaring darah dan memproduksi urin.
Traktus urinarius bawah terdiri atas kandung kemih (blader), uretra dan spingter uretra. Berfungsi menyimpan dan mengeluarkan urin
KANDUNG KEMIH
Kandung kemih adalah organ berongga berotot yang biasanya terletak dibelakang simpisis pubis dan tertutup peritoneum dibagian superior dan anterior. Kandung kemih terdiri dari sincitium serat otot polos yang kenal sebagai otot detrusor. Kontraksi dari otot detrusor ini mengakibatkan penurunan diameter kandung kemih. Sel-sel otot polos dalam detrusor secara signifikan memiliki jumlah asetilkolin yang banyak, yang mana mewakili suplai saraf kolenergik parasimpatis.8
Vesika urinaria (kandung kemih) umumnya mudah menampung 350 ml, akan tetapi dapat pula terisi cairan 600ml atau lebih. Struktur kandung kemih berbentuk piramid. Apeks piramid ini arahnya kedepan dan dari situ terdapat suatu korda fibrosa yaitu urakus, yang berjalan keatas menuju umbilikus menjadi ligamentum umbilikale media. Basis (permukaan posterior) kandung kemih berbentuk segitiga. Pada wanita diantara kandung kemih dan rektum ada vagina. Permukaan inferolateral vagina di inferior berbatasan dengan dasar panggul dan dianterior dengan lapisan lemak retropubis dan os pubis. Leher kandung kemih menyatu dengan prostat pada pria sedangkan pada wanita langsung melekat kefasia pelvis. Membrana mukosa kandung kemih membentuk lipatan bila kandung kemih kosong kecuali membrana yang melapisi basis (disebut trigonum) yang tetap halus. Angulus superior trigonum menendai pintu masuk orifisium ureter. Terdapat peninggian muskularis, yaitu lipatan intereureterika, yang berjalan diantara orifisium ureter. Angulus inferior dari trigonum ini berbatasan dengan meatus uretra interna. Lapisan otot kandung kemih terdiri dari tiga lapisan otot polos membentuk trabekula yang disebut (otot) detrusor. Detrusor menebal dileher kandung kemih dan membentuk sfingter vesika.4,9
Arteria vesicalis superior dan arteria vesicalis inferior dipercabangkan oleh arteria iliaca interna. Aliran darah venous dari daerah muara ureter dan dari collum vesicae bergabung dengan pembuluh vena dari prostat dan uretra dan bersama-sama bermuara kedalam vena iliaca interna. Plexus vesicalis dibentuk oleh serabut-serabut sympathis dan parasympathis, mengandung komponen motoris dan sensibel. Serabut efferent parasympathis (= nervus erigentis ) berasal dari medulla spinalis segmen sacralis 2 – 4 menuju ke m.detrusor, berganti neuron pada dinding vesica urinaria. Berfungsi pula sebagai penghambat (inhibitory fibers) bagi otot polos vesicae dan m.sphincter urethrae. Stimulus parasympathis menimbulkan kontraksi dinding vesica urinaria dan relaksasi sphincter urethrae. Stimulus sympathis menyebabkan kontraksi otot-otot trigonum vesicae, muara ureter dan sphincter urethrae, dan disertai relaksasi otot dinding vesica. Serabut sensibel membawa stimulus nyeri dan stimulus pembesaran vesica (distension, vesica terisi penuh). Stimulus nyeri dibawa oleh serabut-serabut sympathis dan parasympathis. Nyeri pada vesica dapat menyebar pada regio hypogastrica ( referr`ed pain ), sedangkan nyeri pada daerah trigonum vesicae dapat menyebar sampai ke ujung penis atau clitoris.10
SFINGTER URETRA
Dalam tubuh manusia, sfingter uretra internal dan eksternal adalah otot yang membantu mengontrol aliran urin dari tubuh. Manusia memiliki sfingter uretra internal dan eksternal. Sfingter uretra eksterna pada wanita hanya berfungsi untuk mencegah urin kelur, tetapi otot-otot yang sama pada pria juga membantu dalam ejakulasi dan mencegah air mani masuk ke vesica urinaria. Inkontinensia urin dapat terjadi ketika salah satu dari otot-otot sfingter yang rusak. Sfingter uretra internal terletak di dalam tubuh, di luar vesica urinaria. Sfingter uretra internal ditemukan setelah bagian bawah vesica urinaria. Sfingter ini merupakan lanjutan dari oto-otot polos vesica urinaria yang dikenal sebagai muskulus sfingter vesisae internus atau muskulus lisosfingter. Kontraksi otot sfingter ini adalah secara autonom, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat mengendalikannya. Sfingter uretra eksterna adalah otot lurik yang dapat dikendalikan atau disebut juga voluter. Sfingter ini disebut juga muskulus rabdosfingter eksternus.12
URETRA
Saluran terakhir dari sistem urinarius mulai dari orificium internum urethra sampai ke orificium urethra externa(tempat keluarnya urin).
Urethra laki-laki lebih panjang dari wanita karena pada laki-laki ada penis dan kelenjar prostat sedangkan pada wanita tidak ada.
Panjang Urethra laki-laki 18-20 cm sedangkan pada wanita hanya 5-8 cm
Terbagi 3 daerah pada pria ,yaitu: Urethra Protica yang dimulai dari orificium urethra internum sampai ke uretra yang ditutupi oleh kelenjar prostat dan berada dalam rongga panggul. Cairan mani ditambah dengan sperma masuk ke dalam urethra pars prostatica kemudian keluar melalui orificium urethra externa. Daerah yang kedua yaitu urethra pars membranacea yaitu dari pars prostatica sampai bulbus penis pars caverhosa (urethra ini paling pendek sekitar 1-2 cm). Daerah urethra yang terakhir adalah urethra pars cavernosa (Spongiosa), dari daerah bulbus penis sampai orificium urethra externum. Berjalan dalam corpus cavernosa urethra (penis) panjang 12-15 cm dan bermuara pada 2 macam kelenjar yaitu kelenjar para urethralis dan kelenjar bulbo urethalis.
Vascularisasi urethra : A. dorsalis penis dan A. bulbo urethalis.
Persarafan urethra : N. Pudendus -> N. Dorsalis Penis.12
IV.II. FISIOLOGI
Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali reflek kontraksi adalah 150 - 200 ml, namun volume ini masih bisa dikontrol oleh otak. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen. Pada saat kandung kemih berisi 300-400 cc terasa sensasi kencing dan apabila dikehendaki atas kendali pusat terjadilah proses berkemih yaitu relaksasi spingter (internus dan eksternus) bersamaan itu terjadi kontraksi otot detrusor buli-buli. Tekanan uretra posterior turun (spingter) mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai 40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra.10,5
Proses berkemih dibagi atas 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase pengosongan,
Fase Pengisian
Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun dalam serabut-serabut spiral, longitudinal dan sirkuler, tetapi batas yang jelas dari lapisan otot ini tidak terlihat. Kontraksi peristalitik yang reguler terjadi 1-5 kali permenit yang menggerakkan urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih, dimana urine masuk dengan cepat dan sinkron sesuai dengan gerakan gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding kandung kemih dan walaupun disini tidak terdapat alat seperti spingter uretra, jalannya yang miring cenderung membiarkan ureter tertutup, kecuali sewaktu gelombang peristaltik guna mencegah refluk urine dari kandung kemih. 12
Mekanisme miksi dipengaruhi oleh lantai pelvis, dinding abdomen dan diafragma thoracis. Sebelum miksi berlangsung, terjadi kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diafragma thoracis sehingga tekanan intrabdominal meningkat dan diikuti oleh relaksasi m.pubococcygeus. selanjutnya collum vesicae bergerak turun dengan segera diikuit oleh kontraksi detrusor. Pada saat yang sama terjadi kontraksi serabut-serabut longitudinal otot dinding uretra (berhubungan dengan m.detrusor) yang membuat uretra menjadi lebih pendek serta membuka ostium uretra internum, lalu urine mengalir keluar. Apabila m.pubococcygeus berkontraksi maka collum vesika terangkat kembali kekranial, diikuit oleh relaksasi m.detrusor dan serabut longitudinal otot dinding uretra, dengan demikian uretra menjadi penjang kembali (bentuk semula), ostium uretra internum menutup dan urin berhenti mengalir keluar. 12
Fase Pengosongan
Pengosongan kandung kemih melibatkan banyak faktor, tetapi faktor tekanan intra vesikal yang dihasilkan oleh sensasi rasa penuh adalah merupakan pertama untuk berkontraksinya kandung kemih secara volunter. Selama berkemih otot-otot perineal dan muskulus spingter uretra eksternus mengalami relaksasi, sedangkan muskulus detrusor mengalami kontraksi yang menyebabkan urin keluar melalui uretra.13
Pada awal mikturisi, aktivitas aferen kandung kemih mengaktifkan pusat mikturisi pontine, yang menghambat refleks spinal. Relaksasi otot uretra dimediasi oleh aktivasi jalur parasimpatis pada uretra yang memicu pelepasan neutrotransmiter inhibitor nitrat oksida dan dengan penghapusan input ekstitatori adrenergic dan kolinergik somatik . Leher kandung kemih terbuka dan uretra juga terbuka, dan terjadilah proses mikturisi.10,5
V. FAKTOR RESIKO DAN PATOFISIOLOGI
V.I. FAKTOR RISIKO
- Faktor risiko pada wanita
Kehamilan dan persalinan pervaginam merupakan faktor risiko yang signifikan, namun menjadi kurang penting dengan usia. Berlawanan dengan kepercayaan populer sebelumnya, menopause tampaknya tidak menjadi faktor risiko untuk inkontinensia urin dan ada bukti yang bertentangan mengenai histerektomi. Diabetes mellitus merupakan faktor risiko pada kebanyakan studi. Penelitian juga menunjukkan bahwa estrogen substitusi oral dan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko penting dimodifikasi untuk Inkontinensia urin. Meskipun hilangnya fungsi kognitif ringan bukan merupakan faktor risiko untuk inkontinensia urin, sehingga meningkatkan dampak dari inkontinensia urin. Merokok, diet, depresi, infeksi saluran kemih (ISK) dan olahraga bukan faktor risiko.13
Faktor risiko pada prolaps organ panggul
Prolaps organ panggul memiliki prevalensi 5-10% berdasarkan temuan dari massa menggembung di vagina. Melahirkan pervaginam membawa peningkatan risiko POP di kemudian hari, dengan meningkatnya risiko dengan jumlah anak. Tidak jelas apakah operasi caesar dapat mencegah perkembangan POP meskipun kebanyakan studi menunjukkan operasi caesar memiliki resiko morbiditas yang sedikit dibanding persalinan pervaginam. Beberapa penelitian menunjukkan histerektomi dan operasi panggul lainnya meningkatkan risiko POP. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan.13
V.II. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urin terjadi ketika ada disfungsi baik dalam fungsi penyimpanan atau kadang-kadang dalam fungsi pengosongan saluran kemih bawah. Disfungsi sfingter uretra dan disfungsi vesica urinaria dapat hadir berdampingan dan berbagai komponen dari mekanisme inkontinensia mungkin dapat mengkompensasi satu sama lain. Sebagai contoh, wanita mungkin mengalami cedera anatomis atau neuromuskuler selama persalinan namun tetap asimtomatik sampai ada hilangnya fungsi sfingter uretra akibat penuaan.14
Inkontinensia urin berdasarkan etiologi dapat dibagi seperti berikut ini :
Disfungsi vesica urinaria.
Disfungsi vesica urinaria terbagi menjadi 2 yaitu:
Inkontinensia Urge. Proses terjadinya inkontinensia urge meliputi mekanisme Overactivity muskulus detrusor baik yang nonneurogenic maupun neurogenic serta poor compliance. Urge incontinence terjadi ketika tekanan kandung kemih cukup untuk mengalahkan mekanisme sfingter. Peningkatan kandung kemih atau tekanan detrusor cenderung membuka leher kandung kemih dan uretra. Peningkatan tekanan detrusor dapat terjadi dari kontraksi kandung kemih intermiten (over activity detrusor) atau karena kenaikan tambahan tekanan dengan volume kandung kemih meningkat (poor compliance). Over activity detrusor mungkin idiopatik atau mungkin berhubungan dengan penyakit neurologis (detrusor overactivity asal neurogenik). Over activity detrusor umumnya terjadi pada orang tua dan mungkin berhubungan dengan obstruksi kandung kemih.15
Inkontinensia overflow. Inkontinensia overflow terjadi pada volume kandung kemih yang ekstrim atau ketika volume kandung kemih mencapai batas sifat viskoelastik kandung kemih. Hilangnya urin didorong oleh peningkatan tekanan detrusor. Inkontinensia overflow terlihat ketika ada pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap disebabkan baik oleh obstruksi atau kontraktilitas kandung kemih yang buruk.15
Disfungsi Uretra (inkontinensia stres)
Inkontinensia terkait uretra, atau inkontinensia stres, terjadi karena hipermobilitas uretra atau defisiensi sfingter intrinsik. Inkontinensia terkait dengan hipermobilitas uretra telah disebut inkontinensia anatomi, karena inkontinensia adalah karena malposisi unit sfingter. Pemindahan dari uretra proksimal di bawah tingkat dasar panggul tidak memungkinkan untuk transmisi tekanan perut yang biasanya membantu dalam menutup uretra. Ada wanita dengan mobilitas leher kandung kemih atau uretra yang tidak mengalami inkontinensia. defisiensi sfingter intrinsik baru biasanya terjadi setelah kegagalan dari satu atau lebih operasi untuk inkontinensia stres. Penyebab lain defisiensi sfingter intrinsik termasuk myelodysplasia, trauma, dan radiasi. Beberapa penulis telah berteori bahwa semua pasien mengompol harus memiliki unsur defisiensi sfingter intrinsik dalam rangka untuk benar-benar bocor. Pasien dengan inkontinensia stres akan bocor urin dengan peningkatan mendadak tekanan perut. Pada pasien dengan defisiensi sfingter intrinsik berat, dibutuhkan hanya sedikit peningkatan tekanan perut untuk menyebabkan kebocoran, dan karena itu pasien dapat bocor urin dengan aktivitas minimal.15
VI. KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS
Klasifikasi dibawah ini telah disetujui oleh ICS (International Continence Society):
Stress urinary incontinence
Strees inkotinensia terjadi karena mekanisme spingter uretral yang tidak adekuat untuk menahan urine pada saat keluar dari kandung kemih. Pasien biasanya menggambarkan pengeluaran urin sedikit-sedikit secara tidak sengaja pada saat melakukan aktivitas yang meningkatkan tekanan intraabdominal, seperti batuk, tertawa, bersin atau mengangkat beban. Seringkali stress inkontinensia urin terjadi pada wanita dewasa (dengan riwayat hamil dan melahirkan pervaginam), inkontinensia stress biasanya disebabkan oleh kelemahan dasar panggul dan lemahnya sphincter vesikouretral. Pada keadaan normal tekanan penutupan uretra merespon terhadap pengisisan kandung kemih, perubahan posisi, stress seperti batuk dan bersin. Spingter memiliki mekanisme sendiri untuk meningkatkan resistensi uretra dengan demikian menghalangi perembesan urin.16,17
Stress inkontinensia dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:18
Tipe 0 : pasien mengeluh adanya kebocoran namun tidak dapat dibuktikan melalui pemeriksaan.
Tipe 1 : inkontinensia urin dapat terjadi dengan pemeriksaan manuver stress dan ada sedikit penurunan uretra pada leher vesica urinaria.
Tipe 2 : inkontinensia urin terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher vesica urinaria 2 cm atau lebih.
Tipe 3 : uretra terbuka (lead peep) dan area leher vesica urinaria tampak kontraksi.
Urge urinary incontinence
Yaitu inkontinensia yang berhubungan dengan aktivitas detrusor, disebut juga instabilitas detrusor. Jenis inkontinensia ini dikarakteristikan dengan tidak adanya pembatasan kontraksi kandung kemih dan banyak terjadi pada orang tua. Pasien seringkali menggambarkan gejalanya tidak dapat mengontrol keinginan untuk mengosongkan kandung kemih. Simptom lainnya adalah meningkatnya frekuensi brekemih dan terjadina nokturia.3
Mixed urinary incontinence
Mixed urinary incontinence merupakan gabungan gejala inkontinensia urgensi dan inkontinensia stress. Pada inkontinensia jenis ini terjadi disfungsi detrusor (motorik atau sensorik)dan berhubungan dengan aktivitas spingter uretra. Yang berarti terjadi pengeluaran urin yang tidak disengaja yang berkaitan dengan urgensi dan juga dengan batuk dan bersin.16
Inkontinensia fungsional
Selain ketiga inkontinensia diatas juga terdapat inkontinesia fungsional atau transien. Inkontinensia fungsional terkait dengan gangguan kognitif, fisiologis, atau fisik yang membuatnya sulit untuk mencapai toilet atau kencing dengan cara yang benar. Singkatan yang berguna untuk mengingat penyebab inkontinensia urine fungsional atau transien adalah DIAPPERS: Delirium, Infeksi, Atrofi, Farmakologi, Psikologi, esccesive urin production, Retriksi Mobilitas , dan Stool Impaksi.17
Inkontinesia overflow
Overflow inkontinensia merupakan keluarnya urin secara tidak terkendali yang dihubungkan dengan overdistensi dari kandung kemih. Dua proses yang melibatkan yaitu retensi urin akibat obstruksi kandung kemih atau tidak adekuatnya kontraksi kandung kemih. Hal ini dapat terjadi secara sekunder dari kerusakan otot detrusor yang memicu kelemahan otot detrusor. Selain itu obstruksi uretra juga dapat memicu distensi kandung kemih.16
VII. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis inkontinensia urin itu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya keluhan penderita yaitu:
- Kencing keluar pada waktu batuk, tertawa, bersin dan latihan.
- Keluarnya kencing tidak dapat ditahan.
- Kencing keluar menetes pada keadaan kandung kencing penuh.
Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi pemeriksaan abdomen, vaginal, pelvis, rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa didapatkan distensi kandung kemih, yang menunjukkan suatu inkontinensia luapan, dan dikonfirmasi dengan kateterisasi. Inspekulo bisa tampak prolaps genital, sistokel dan rektokel. Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip ('the cotton swab test'), merupakan test sederhana untuk menunjukan adanya inkontinensia stres sejati. Penderita disuruh mengosongkan kandung kemihnya, urine ditampung. Kemudian spesimen urine diambil dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter merupakan volume kandung kemih. Volume residual menguatkan diagnosis inkontinensia luapan. Spesimen urine dikirim ke laboratorium.3,13
Untuk menegakkan diagnosis, hal yang perlu dievaluasi sebagai faktor-faktor terjadinya inkontinensia urin yaitu:3,19
Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis inkontinensia urin adalah sebagai berikut:2,3
Sitoskopi : dipakai untuk menentukan adanya radang, tumor, striktur, perubahan struktut vesika urinaria yang kiranya dapat menimbulkan inkontinensia.
Urethrosistografi : dapat memperlihatkan keadaan urethra, vesika urinaria, dan sudut antara urethra dan vesica urinaria untuk memicu etiologi inkontinensia urin.
Sfingterometri : menunjukkan bahwa tahanan dari muskulus rhabdosfingter lebih tinggi daripada muskulus lissosfingter dengan memanfaatkan miografi.
USG : untuk melihat kelainan pada vesica urinaria
Foto konvensional : untuk melihat kelainan pada panggul.
VIII. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi
Penggunaan obat untuk overactivitas bladder/overactivitas destrusor
Baru-baru ini besar meta-analisis dari obat antimuscarinic paling banyak digunakan telah jelas menunjukkan obat ini memberikan manfaat klinis yang signifikan terhadap inkontinensia urin. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan obat terbaik untuk pengobatan lini pertama, kedua, atau ketiga. Tak satu pun dari obat antimuscarinic umum (darifenacin, fesoterodine, oxybutynin, propiverine, solifenacin, tolterodine dan trospium) digunakan sebagai pengobatan lini pertama yang ideal untuk semua pasien. Pengobatan yang optimal harus individual, mengingat co-morbiditas pasien, penggunaan obat yang bersamaan dan profil farmakologi dari obat yang berbeda.3,15,22
Penggunaan obat pada stress inkontinensia
Farmakologi pengobatan stress inkontinensia bertujuan untuk meningkatkan kekuatan penutupan intrauteral dengan meningkatkan kontraksi otot halus dan lurik uretra. Beberapa obat dapat menyebabkan peningkatan semacam itu. Namun penggunaan klinis obat-obatan ini dibatasi oleh keberhasilan yang rendah dan / atau efek samping yang tinggi.15
Penggunaan terapi hormonal
Estrogen membantu menjaga kesehatan jaringan yang penting untuk transmisi tekanan normal di dalam uretra. Yang termasuk jaringan tersebut adalah termasuk otot sphincter, jaringan urothelium dan pembuluh darah, serta sekresi uretra yang dapat membantu untuk menciptakan sebuah 'segel'. Estrogen pengganti (sintesis) telah dipromosikan sebagai solusi untuk inkontinensia urin pada wanita menopause, meskipun modus tindakan utamanya tidak jelas.15,21
Terapi fisik
Latihan otot-otot dasar panggul
Program rehabilitasi dasar panggul ditujukan untuk memperkuat otot-otot dasar panggul. Otot-otot ini termasuk kelompok levator ani, sfingter anal eksternal, dan lurik sfingter uretra. Program rehabilitasi dapat mencakup informasi lisan atau tertulis yang sederhana, latihan dilakukan dengan biofeedback, kontraksi otot panggul dirangsang oleh stimulasi listrik fungsional atau kombinasi di atas. Pelatihan otot lantai panggul (juga disebut Kegel) adalah pengobatan yang efektif bagi wanita dengan inkontinensia stres dan campuran. Hal ini juga mungkin efektif dalam mengobati inkontinensia mendesak bila digunakan dalam kombinasi dengan pelatihan kandung kemih. Penilaian terhadap kekuatan otot dasar panggul dengan pemeriksaan dubur atau vagina digital idealnya harus dilakukan selama penilaian sebelum memulai pelatihan dasar otot panggul. Fokus dari pelatihan ini adalah untuk membangun kekuatan, daya tahan, dan koordinasi otot-otot dasar panggul. Sebuah program yang efektif dapat meningkatkan kekuatan kontraktil dan meningkatkan nada istirahat dari dasar panggul, yang memberikan dukungan baik dari organ panggul. Instruksi dapat diberikan oleh dokter perawatan primer, atau dengan bantuan seorang terapis fisik. Direkomendasikan bahwa pasien melakukan 8-12 kontraksi maksimal dengan lambat dan berkelanjutan selama 6-8 detik masing-masing sebanyak tiga kali sehari, seolah-olah pasien sedang menahan kencing. Pelatihan otot dasar panggul harus dilanjutkan selama 3-4 bulan sebelum menilai hasil.3,15,20,22
Vaginal cones/kerucut vagina
Karena pelatihan otot dasar panggul memiliki tingkat penghentian yang tinggi, vaginal cones dikembangkan untuk membuatnya lebih mudah untuk melakukan kontraksi otot panggul. Kerucut ditempatkan di vagina di atas tingkat otot-otot dasar panggul. Kontraksi otot ini diperlukan untuk mencegah kerucut tergelincir keluar dari vagina. Biasanya dianjurkan dilakukan dua kali sehari selama 15 menit. Kerucut vagina adalah dari berbagai berat, dan seorang wanita memasukkan kerucut berat semakin berat karena ia mampu mempertahankan itu. Keuntungan menggunakan kerucut sebagai metode melatih otot-otot panggul termasuk kemudahan penggunaan, kurva belajar dangkal, dan komitmen waktu yang singkat setiap hari, yang semuanya dapat menyebabkan kepatuhan meningkat.22
Stimulasi listrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam pakaian penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode vaginal : ring, Hodge pessary, silindris.20,23
Terapi magnetik
Terapi magnet bertujuan untuk merangsang otot-otot dasar panggul dan / atau akar sacral dengan menempatkan mereka dalam medan elektromagnetik. Terapi stimulasi magnetik disampaikan melalui perangkat portabel untuk pengobatan inkontinensia urin selama 8 minggu. Dalam studi pertama, pada wanita dengan inkontinensia stres, urgensi atau campuran, secara signifikan memperlihatkan banyak perempuan dalam kelompok terapi magnet melaporkan perbaikan gejala.22,23
Behavioural terapi
Bladder training (pelatihan kandung kemih)
Pelatihan kandung kemih adalah pendekatan perilaku secara luas digunakan dan sangat membantu untuk inkontinensia. Hal ini bertujuan untuk mengurangi episode mengompol karena kontraksi detrusor tak terbatas dengan menempatkan pasien pada program berkemih dijadwalkan dengan peningkatan bertahap dalam durasi antara void, dan menggunakan teknik penekanan mendesak dengan gangguan atau relaksasi. Pendekatan ini paling sering digunakan untuk pengobatan urge inkontinensia, tetapi juga dapat meningkatkan gejala stres dan inkontinensia campuran. Hal ini paling efektif untuk pasien yang tidak mempunyai gangguan secara fisik dan kognitif, dan membutuhkan pasien yang termotivasi. Hasil ditingkatkan dengan pendidikan pasien dan dukungan positif oleh para profesional kesehatan.24,25
Alat Mekanis ('Mechanical Devices')
Tampon : Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan. Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.
Edward Spring : Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita dg inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi ulserasi vagina.
Bonnas's Device: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal.20
Penanganan operasi
Penanganan operasi untuk inkontinensia overflow
Stimulasi saraf sacral
Prinsip neuromodulation adalah bahwa stimulasi listrik sesuai jalur refleks sacral akan menghambat perilaku refleks kandung kemih. Permanen implan stimulator akar sacral telah dikembangkan untuk memberikan rangsangan kronis langsung ke akar saraf S3. Pasien pertama menjalani evaluasi perkutan saraf di mana jarum dimasukkan melalui foramina sacral di bawah anestesi lokal. Hal ini terhubung ke sumber rangsangan eksternal dan dibiarkan di tempatnya selama beberapa hari. Mereka yang menunjukkan respon yang memuaskan untuk evaluasi saraf perkutan kemudian dapat melanjutkan ke implan permanen.22
Cystoplasty Augmentation
Cystoplasty Augmentation bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih fungsional dengan bivalving dinding kandung kemih dan menggabungkan segmen usus ke dalam cacat yang dihasilkan. Paling umum, dilakukan pada segmen ileum tetapi kadang-kadang digunakan segmen ileocaecal dan sigmoid. Segmen usus lain yang tervaskularisasi telah digunakan, dengan dan tanpa permukaan epitelnya, namun teknik ini kebanyakan diterapkan kepada anak-anak.22
Urinary diversion
Urinary diversion menunjukkan bahwa drainase urin telah dialihkan jauh dari uretra. Hal ini paling sering dicapai dengan cara transposing ureter ke segmen terisolasi dari ileum, yang digunakan untuk membuat kulit tetap stoma (ileum saluran). Urine yang mengalir terus menerus, dikumpulkan dalam kantong stoma, yang melekat pada kulit dinding perut. Segmen usus lain dapat digunakan termasuk segmen jejunum dan kolon tetapi ini tidak biasa. Kontinen diversi urin dapat dicapai dengan penciptaan stoma abdominal catheterisable, atau dengan pembentukan kandung kemih dubur. Teknik-teknik ini sebagian besar digunakan pada anak-anak dan pasien dengan disfungsi kandung kemih neurogenik dan jarang pada wanita dewasa dengan UI.22
Detrusor myectomy
Detrusor myectomy bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih fungsional dengan excising otot kandung kemih dari fundus kandung kemih dengan meninggalkan mukosa secara utuh, sehingga menciptakan diverticulum lebar berleher permanen. Cacat ini biasanya ditutupi dengan segmen omentum dimobilisasi. Secara teoritis, tindakan ini dapat menghindari komplikasi yang berkaitan dengan perlengketan penempatan usus.22
Penanganan operasi untuk inkontinensia stress
Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi :
Operasi untuk menambah penutupan sfingter
Prosedur di bagian ini meliputi suntikan agen bulking uretra dan implan yang bertujuan untuk menyumbat uretra.23
suspensi abdominal leher kandung kemih, misalnya colposuspension, Marshall Marchetti Krantz (MMK).
Metode sling seperti ension-free vaginal tape (TVT), Aldridge sling.
Periurethral injectables
Endoscopic bladder neck suspension
Anterior repair
Artificial urinary sphincter.22,24
IX. KESIMPULAN
Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang dapat dijumpai pada semua umur, khususnya pada perempuan dengan derajat dan variasi perjalanan penyakit. Inkontinensia urin terjadi ketika ada disfungsi baik dalam fungsi penyimpanan atau kadang-kadang dalam fungsi pengosongan saluran kemih bawah. Penegakan diagnosis inkontinensia urin itu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Klasifikasi inkontinensia urin dapat dibagi menjadi lima secara garis besar, yaitu stress inkontinensia urin, urge inkontinensia urin, overflow inkontinensia urin, mixed inkontinensia urin, dan fungsional inkontinensia urin. Untuk mendiagnois inkontinensia urin kita dapat melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan inkontinensia urin dapat secara konservatif, behavioural, dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
Setiati Siti, Dewa I Putu P. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif. Sudoyo Aru W,dkk. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal: 1392-99.
Jenis inkotinensia urin. [cited on 2013] . [online on marc 2013]. http://www.news-medical.net/health/Types-of-Urinary-Incontinence
Iman, B susanto. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Dalam : Maj Kedokt indon. Volume 58 No 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. H. 258-64
Buku ilmu kandungan biru hal 460-7
Iman, B susanto. Definisi Klasifikasi dan Panduan Tatalaksanaa Inkontinensia Urine. Dalam : 3rd International Consultation on Incontinence Monaco. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2004
Urinary Incontinence: Epidemiology, Pathophysiology, Evaluation, and Management Overview. In: Victor W. Nitti MJGB, MD, editor. Campbell-Walsh Urology. 9th ed: Saunders, An Imprint of Elsevier; 2007.
Epidemiology of Urinary Incontinence. In: Horst-Dieter Becker AS, Diethelm Wallwiener and Tilman T. Zittel, editor. Urinary and Fecal Incontinence. New York: Springer Berlin Heidelberg; 2005. p. 1-10.
Lower Urinary Tract Anatomy and Physiology. [cited on 2012] . [online on descember 2012]. http://www.life-tech.com/education/urology-education/introduction-to-urodynamics/lower-urinary-tract-anatomy-and-physiology/
Robinson K., Cardozo L., Urinary Incontinence. In: Dewhurst's Textbook of Obstetrics and Gynaecology. 7th edition. London: Queen Charlotte and Chelse Hospital;2007
Faiz O., Moffat D., Pelvis II Isi Dalam Panggul. In: At a Glance Series Anatomy. Jakarta: Erlangga;2008
Diktat anatomi system UROGENITALIA. Prof. Abd Razak Datu, PhD,PAK. Bagian anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
What is the uretral. [cited on 2012] . [online on descember 2012]. http://www.wisegeek.com/what-is-the-urethral-sphincter.htm
Amithia Sarah. Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Vesika Urinaria dan Uretra. [cited on 2011] . [online on descember 2012]. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2240925-anatomi-makroskopis-dan-mikroskopis-vesika/
Furqan., Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan Kateter Menetap : Pertama Kali fan Berulang. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2007
A. Schröder, P. Abrams, Et al. Guidelines on Urinary Incontinence. European Association of Urology. 2010.P:1-10
Santiagu Stanley K, Arianayagam Mohan, Wang Audrey. Urinary incontinence Pathophysiology and management outline. Reprinted from Australian Family Physician Vol. 37, No. 3; 2008. P:1-5.
American Urological Association. Urinary Incontinence. [cited on august 2012] . [online on descember 2012]. www.aua.org/urinaryinkontinence.pdf
Urinary Incontinence. In: Emil A. Tanagho M, Anthony J. Bella, MD, & Tom F. Lue, MD, editor. Smith's General Urology. 17th ed. New York McGraw-Hill Companies; 2008. p. 486-502.
Geriatric Medicine. Harrison's Internal Medicine. New York: The McGraw-Hill Companies; 2005.
INKONTINENSIA URIN. [cited on august 2012] . [online on descember 2012]. http://digilib.unsri.ac.id/download/INKONTINENSIA%20URINE.pdf
Jackowski Leslie, Rowett Debra, Scheurer Danielle. Diagnosing and treating urinary incontinence. Pennsylvania. 2010. P:1-56
Welsh Andrew. Urinary incontinence the management of urinary incontinence in women. Chapter 3 and 4. London; RCOG Press: 2006. P:21-85.
Robert Magali, Ross Sue. Conservative Management of Urinary Incontinence. 2006. P: 1-6
Elder Rose , Kelleher Cornelius. Urogynaecology. Rosevear Sylvia K . In: Handbook of Gynaecology Management. Chapter 9. London; Blackweel Science. 2002. P: 292-320