BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singkong merupakan produk pertanian yang cocok untuk di jadikan unit bisnis karena manfaat yang di peroleh komoditi tersebut cukup banyak dan bermanfaat melihat pangsa pasar yang cukup menggiurkan dengan bahan baku singkong. Singkong ( Manihot ( Manihot esculenta) esculenta) yang dikenal juga ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Ubi dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong pada awalnya banyak
ditemukan
tumbuh liar di hutan, h utan, kebun kebu n sendiri, bahkan tumbuh disembarang tempat. Sejalan dengan permintaan pasar yang terus meningkat, maka beberapa singkong dibudidayakan di Indonesia. Sebagai bahan makanan, singkong memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, kelebihan singkong terletak pada kandungan karbohidrat, lemak, protein, kalori, fosfor dan cita rasanya yang lezat. Selain memiliki rasa yang enak singkong juga memiliki gizi yang yang
tinggi pada kandungan vitamin B1, B2, C dan asam nitikonat. nitikonat.
Pengolahan singkong sangat tepat jika dikembangkan menjadi industri kreatif mengingat manfaat dan kegunaan singkong cukup luas, sehingga memungkinkan singkong lebih ditumbuh kembangkan di daerah – daerah daerah sentra produksi singkong. Dari segi produk – produk – produk produk olahan, mulai dari raw material singkong segar dapat dibuat menjadi produk olahan langsung dan produk awetan. Proses pembuatan keripik singkong terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu pengupasan kulit singkong, pencucian, perajangan, pencucian kembali, penirisan, pengorengan dan penambahan bumbu, penirisan, pengemasan, dan pengudangan. Untuk mencapai kualitas keripik singkong yang baik dan sesuai dengan SNI yang dipersyaratkan SNI Nomor (01-4305- 1996). Maka dalam setiap
tahapan prosesnya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian mutu, mulai dari penerimaan bahan baku hingga produk produk siap untuk dipasarkan. Selain itu perlu dilakukan penyusunan suatu konsep Hazard konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yaitu analisis resiko bahaya yang mungkin timbul pada setiap tahap
produksi yang yang bertujuan untuk meminimalisasi meminimalisasi bahkan menghilangkan
kandungan kontaminan yang mungkin terdapat pada produk keripik singkong tersebut. Hal ini agar mutu serta kualitas produknya tetap terjaga dan dipertahankan hingga ke tangan konsumen. Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan evaluasi tentang Pengendalian Mutu dan HACCP keripik singkong.
B. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana mutu yang baik berdasarkan SNI ? 2. Bagaimana proses penerapan HACCP Pada sebuah produk keripik singkong?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini: -Guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pangan. -Mengetahui kriteria produk -Mengetahui proses pengolahannnya berdasarkan implementasi HACCP -Mengetahui kemungkinan kerusakan yang terjadi dan titik kristis yang muncul.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Singkong
Deskripsi singkong Singkong adalah ubi hasil tanaman ubikayu ( Manihot esculenta Crant ) berupaumbi basah segar yang sudah dibersihkan dari tanah. Sedangkan nama lain dari singkong adalah cassava ,Ubi kayu , Kaspe, atau ketela pohon. Singkong merupakan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat dan Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut: Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi
: Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas
: Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Singkong merupakan jenis ubi yang paling banyak dikonsumsi masyarakat terutama ubi kayu yang berwarna putih sedangkan untuk ubi kayu yang berwarna kuning digunakan untuk produksi keripik singkong atau industri. Berdasarkan
kandungan
sianidanya,
singkong dibagi ke dalam
tiga jenis
(varietas) yaitu : 1. Singkong manis dengan kandungan HCN 50 mg/kg ubi segar . 2. Singkong (tidak manis dan tidak pahit) dengan kandungan HCN antara 50 – 100 mg/kg ubi segar. 3. Singkong pahit dengan kandungan HCN di atas 100 mg/kg ubi segar.
Singkong manis, umbi dan daunnya dapat dikonsumsi oleh manusia maupun ternak karena kandungan sianidanya rendah .Sedangkan singkong pahit yang mengandung sianida tinggi, umumnya digunakan untuk sumber bahan industri pembuatan
pati
(tepung
tapioka)
dan
tidak
digunakan
langsung sebagai
makanan manusia maupun ternak (Marlina, 1983).
B. Keripik singkong
Deskripsi keripik singkong Keripik singkong adalah produk makanan ringan, dibuat dari umbi singkong ( Manihot sp) diiris/dirajang, digoreng dengan atau tanpa penambahan bahanmakanan yang lain dan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 014305-1996).
Keripik
singkong
diolah
dengan
garam. Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa
memberikan penambahan gurih
sekaligus
dapat
memperpanjang umur simpan. Dalam pembuatan keripik singkong tidak hanya garam yang diberikan tetapi juga bawang putih untuk mencegah tumbuh nya mikroorganisme (SNI 01- 4305-1996). Pembuatan keripik singkong melewati beberapa tahap antara lain penyiapan bahan baku, pengupasan kulit, pencucian, penirian, perajangan, pengorengan, penirisan, pengemasan, keripik singkong kemas, dan pengudangan. Diagram alir pembuatan keripik singkong dapat dilihat pada Gambar. Bahan baku singkong Pengupasan kulit
Pencucian
Perajangan Perendaman
Penirisan Bumbu (bawang Penggorengan
putih, garam , air, msg
Penirisan
Pengemasan
Keripik singkong
Penggudangan
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan keripik singkong
Proses pembuatan singkong menurut (Anonima ,2012) adalah sebagai berikut : a.) Pengupasan : Pengupasan kulit singkong dilakukan dengan menggunakan pisau tajam agar hasil potongan sesuai dengan tehnik memotong diterap-kan
untuk
menghasilkan
yang
telah
potongan singkong yang baik. Maka pisau
yangakan dipergunakan harus diasah terlebih dahulu agar tekstur singkongyang akan diproduksi tidak lecet, tentunya tidak banyak terbuang. b.) Pencucian : Pencucian singkong dilakukan denganmenggunakan air yang mengalir. Sehingga singkong benar-benar bersih dari kotoran tanah dan tentunya Higienis. Sesuai dengan standar dariDinas Kesehatan dan POM. c.) Perendaman : perendaman dilakukan untuk mengurangi sedikit pati yang ada dalam singkong, agar dapat membuat minyak tidak boros karena
penyerapan
terlalu banyak dan untuk membuat singkong renyah. d.) Penirisan I : Hasil cucian singkong tersebut dimasukkan kedalam tempat atau wadahyang berlubang. Supaya
air dari sisa pencucian singkong bisa
mengalirkeluar dengan lancar dan akan menghasilkan singkong yang bersih dankering. e.) Pemotongan : Singkong hasil cucian yang telah benar-benar tiris/ kering kemudiandirajang satu persatu dengan ukuran rata-rata 1 mm untuk dijadikan keripik singkong yang renyah. f.) Penggorengan : Penggorengan Singkong dilakukan dalam wajan besar selama kuranglebih3- 5 menit dengan suhu sekitar 70-80oC dengan menggunakan minyak goreng. g.) Pembubuan : Dalam keadaan minyak panas dan keripik siap angkat, diberikam bumbu yang terbuat dari bawang putih, garam, msg, dan semua bumbu tersebut dihaluskankemudian ditambahkan air. h.) Penirisan II: Keripik singkong yang sudah benar-benar matang kemudian diangkat dan ditiriskan dengan mengunakan serok untuk mengangkat
keripik
singkong yang sudah matang dari wajan pengorengan,ini dilakukan agar keripik tidak banyak mengandung minyak/basah. i.) Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan 5 fungsi utama; yang pertama harus dapat mempertahankan produk agar bersih, kedua harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, ketiga harus berfungsi secara benar efisien dan ekonomis, keempat
harus
mempunyai
tingkat kemudahan
untuk
dibentuk
menurut
rancangan dan kelima harus memberi penerangan keterangan dan daya tarik penjualan (Buckle, et al, 1985). j.) Penggudangan : Tahap akhir sebelum produk dipasarkan disimpan dalam gudang, dandisusun rapi di atas papan kayu atau meja yang berjajar agar tidak terjadi kontak langsung dengan lantai yang dapat mengakibatkan kerusakan pada produk karena suhu lantai lembab.
Dalam pembuatan keripik singkong terdapat bahan tambahan seperti bawang putih, garam, air, MSG, dan pengemas, serta dalam pembuatan keripik singkongjuga mengunakan bahan pembantu seperti minyak goreng untuk mengoreng singkong menjadi keripik singkong (Anonimb , 2012). Bawang putih memiliki manfaat dan kegunaan yang besar bagi kehidupan manusia, karena bisa dijadikan bumbu sehari-hari dan bisa dijadikan obat, dan bisa juga dapat digunakan sebagai penguat rasa pada makan termasuk pada proses pembuatan keripik singkong, sedangkan kandungan senyawa yang sudah ditemukan pada bawang putih diantara nya adalah Allisin dan sulfur amino acid alliin, sedangkan sulfur amonia acid alliin ini oleh enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia, dan allisin anti mikroba. Selanjutnya allisin mengalami perubahan menjadi diallin sulfida, dan inilah yang mempuyai banyak kegunaan dan berkhasiat sebagai obat (Rukmana, 1995). Garam
tidak
hanya
berfungsi
sebagai
pembentuk
flavor.
Garam
mempunyai peran yang cukup menentukan yaitu memberikan kelezatan produk, mempertahankan
flavor
dari
bahan-bahan
yang
digunakan. Garam akan
berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga membentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6 %). Sedangkan mikroorganisme patogenik termasuk Clostridium botulinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12 % dan garam jaga dapat mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan (Buckle, et al, 1985). MSG atau Monosodium glutamat adalah penyedap rasa yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan, yang dapat membuat rasa menjadi lebih gurih dan nikmat walau pun dalam kandungan MSG membahayakan tubuh (Jenie, 2001). Fungsi air dalam pembuatan keripik sebagai pembersih singkong setelah perajangan dan perendaman singkong untuk mengurangi kadar pati dalam singkong sebelum digoreng dan air memiliki Standart mutu air antara
lain
:
bebas dari coliform, bebas dari cemaran polusi, babas darirasa dan bau yang disebabkan mikroorganisme yang mengeluarkan bahan dan menghasilkan rasa dan bau. Hal ini dapat dicegah dengan penanggulangan polusi air. Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan untuk dikonsumsi harus mempunyai berbau,
jernih,
mangan
(Mn),
mengganggu
tidak mempunyai serta
kesehatan
dapat dan
syarat-syarat rasa,
diterima
tidak
berwarna, tidak
tidak mengandung besi (Fe) dan
secara
bakteriologis
yaitu
tidak
tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan
yang diolah (Anonimc , 2012). Dalam pengemasan terdiri dari 3 jenis kemasan, yaitu : a.) Kemasan primer adalah materi yang pertama menyelubungi produk. Hal ini biasanya adalah unit terkecil dari distribusi atau penggunaan dan paket yang berhubungan langsung dengan isi. b.) Kemasan sekunder di luar kemasan utama, digunakan untuk mengelompokkan paket-paket utama bersama-sama. c.) Kemasan tersier digunakan untuk penanganan massal, gudang penyimpanan dan
transportasi
pengiriman.
Kemasan
yang
paling
umum
adalah
palletizedbebanunit kemasan (berbentuk persegi dan datar agar barang yang dikemas dapat terangkat dengan stabil) yang erat dengankontainer (Soroka, 2002). Minyak goreng berfungsi dalam pembuatan keripik terutama dalam tahap pengorengan dan minyak goreng yang bisa menjadikan singkong mentah menjadi keripik singkong siap makan, merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (Rosita dan Widasari, 2009).
C. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
HACCP atau Hazard Analysis and Critical Control Point
dipelopori
oleh
Pillsbury Company yang bekerjasama dengan National Aeronautic and Space Administration (NASA), Natick Laboratories dan United States Air Force Laboratory Project Group. Sistem ini mulai dirintis sejak tahun 1960 untuk menjamin makanan yang akan dikonsumsi oleh para astonot di luar angkasa benar-benar terbebas dari bakteri, virus dan bahan kimia lain yang dapat menyebabkan para astronot sakit atau cedera (Prasetyono, 2000). HACCP adalah suatu alat (tools) yang digunakan untuk
menilai tingkat bahaya, menduga perkiraan risiko dan menetapkan ukuran
yang tepat dalam pengawasan, dengan menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses dari pada pengujian produk akhir yang biasanya dilakukan dalam cara pengawasan tradisional (Suklan, 1998). Titik - titik kritis ini harus dikontrol secara ketat untuk menjamin mutu produk dan menjaga kadar kontaminan tidak melebihi critical limit (Prasetyono, 2000). Menurut Ermina (2010) manfaat dari sistem HACCP adalah sebagai berikut : 1. Menjamin keamanan pangan (a) Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat; (b) Memberikan bukti sistem produksi dan penanganan produk yang aman; (c) Memberikan rasa percaya
diri
pada
produsen
akan
jaminan keamanannya; (d) Memberikan
kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional. 2. Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangann ya. 3. Mencegah / mengurangi terjadinya kerusakkan produksi atau ketidakamanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja. 4. Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif.
5. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan. HACCP merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya tertentu
dan
tindakan
pencegahan
yang
perlu dilakukan untuk
pengendaliannya. Menurut Taheer (2005) sistem ini terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut: 1. Prinsip 1 : Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubunga dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Peningkatan kemungkinan
terjadinya
bahaya
dan menentukan tindakan pencegahan, untuk
pengendaliannya. 2. Prinsip 2 : Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya
atau mengurangi kemungkinan
terjadi bahaya tersebut. CCP (Critical Control Point) berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan /atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya. 3. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada. 4. Prinsip 4 : Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan. 5. Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. 6. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur.
BAB III METODELOGI PENELITIAN PENERAPAN HACCP
A. Tahap 1. Pembentukan Tim Haccp
Langkah pertama dalam penyusunan HACCP adalah membentuk tim yang terdiri dari beberapa anggota dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja yang beragam (multi disiplin). Jumlah Tim HACCP terdiri dari 5-6 orang dari berbagai bagian atau latar belakang keilmuan misalnya ahli mikrobiologi, sanitasi, ahli kimia, ahli rekayasa, bagian pembelian, bagian QA/QC. Orang-orang yang dilibatkan dalam Tim yang ideal adalah meliputi : (1) Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control; (2) Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi) (3) Personil dari bagian Teknis/Engineering (4) Ahli Mikrobiologi. Salah seorang anggota selanjutnya dipilih sebagai ketua Tim. Ketua Tim hendaknya sudah memahami penyusunan rencana HACCP atau diantara tim harus sudah ada yang mengikuti pelatihan HACCP dan/atau audit HACCP. Tim yang dibentuk bertugas menyusun suatu rencana HACCP. Untuk itu tim harus bertemu secara rutin untuk melakukan diskusi danbrainstorm dalam menyusun Rencana HACCP.
B. Tahap 2. Mendeskripsikan Produk
Langkah kedua dalam penyusunan rencana HACCP adalah mendeskripsikan produk. Tim HACCP harus memilih produk mana yang akan dibuat rencana HACCP nya jika memiliki lebih dari satu jenis produk. Informasi yang harus ada pada saat mendeskripsikan produk meliputi komposisi, karakteristik produk jadi, metode pengolahan yang diterapkan kepada produk tersebut , metode pengawetan yang diterapkan kepada produk tersebut, pengemas primer, pengemas untuk transportasi,
kondisi penyimpanan, metode distribusi, umur simpan yang direkomendasikan, pelabelan khusus, petunjuk penggunaan, pengawasan khusus dalam distribusi dan dimana produk akan dijual.
C. Tahap 3. Penentuan Pengguna Produk
Pada tahap ini, Tim HACCP mengidentifikasi cara penggunaan produk oleh konsumen, cara penyajian, serta kelompok konsumen yang mengkonsumsi produk. Penting diketahui apakah produk akan langsung dikonsumsi (ready to eat) atau akan dimasak terlebih dahulu oleh konsumen. Harus diingat terdapat kelompok konsumen berisiko tinggi yang meliputi bayi, lansia, kelompok immunocompromised (ibu hamil, orang sakit, orang yang menjalani kimoterapi, pasien AIDS). Untuk Keripik Singkong ini deskripsi pengguna produknya adalah sebagai berikut : dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen dari semua kalangan masyarakat, baik orang dewasa, remaja dan Anak-anak.
D. Tahap 4. Penyusunan Diagram Alir
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.
E. Tahap 5. Verifikasi Diagram Alir di Tempat
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna,
maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan. Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua tahapan dan jam operasi serta merubah digram alir dimana yang tepat. Diagram alir proses yang harus diverrfikasi ditempat dengan c ara : • Mengamati aliran proses • Kegiatan penambilan sampel • Wawancara • Operasi rutin/non-rutin
F. Tahap 6. Melakukan Analisa Bahaya
Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara negatif yang meliputi bahan biologis, kimia atau fisik di dalam, atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Langkah ke enam ini merupakan penjabaran dari prinsip pertama dari HACCP, yang mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisa bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan.
G. Tahap 7. Penetapan Titik Kenddali Kritis Atau CCP
Tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya bahaya (hazards) yang sudah diidentifikasi. CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya
serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan panga
H. Tahap 8. Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)
Merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta obesrvasi unit produksi. Batas kritis ini tidak boleh terlampaui,karena batas-batas kritis ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus
selalu
tidak
dilanggar
untuk
menjamin
bahwa
CCP
secara
efektif
mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses produksi,sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi.
I. Tahap 9. Menetapkan Prosedur Monitoring
Prosedur
Pemantauan
(Monitoring)
adalah
tahapan
pengamatan
atau
pengukuran batas kritis secara terencana untuk menghasilkan rekaman yang tepat dan ditujukan untuk meyakinkan bahwa batas kritis tersebut mampu mempertahankan keamanan produk. Tim HACCP menetapkan rangkaian prosedur pemantauan untuk tiap-tiap batas kritis yang ditetapkan yang mencakup apa, siapa, di mana, kapan dan bagaimana pemantauan tersebut dilakukan. Pertanyaan apa dijawab dengan apa yang harus dimonitor, yaitu berdasarkan batas kritis yang ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan mengapa dijawab dengan alasan bahwa apabila
tidak dimonitor dan melampaui batas kritis akan menyebabkan tidak terkendalinya bahaya
tertentu dan
memungkinkan menyebabkan
tidak amannya
pro-duk.
Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada titik mana atau pada lokasi mana monitoring harus dilakukan.Pertanyaan bagaimana menanyakan metode monitoring, apakah
secara
sensori,
kimia,
atau
pengukuran
tertentu.Berikutnta
adalah
pertanyaankapan dila-kukan monitoring, idealnya minimal dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau data lain yang menetapkan periode suatu monitoring. Terakhir adalah pertanyaan siapa yang melakukan monitoring, dimana idealnya adalah personil yang mempunyai akses yang sangat mudah pada CCP, mempunyai keterampilan dan pengetahuan akan CCP dan cara monitoring, sangat terlatih dan berpengalaman. Dengan menetapkan batas kritis maka diperoleh data dan informasi untuk mendasari keputusan-keputusan, mendapat early warning jika ada penyimpangan, mencegah/meminimalkan kehilangan produk, menunjukkan sebabsebab timbulnya masalah dan menyediakan dokumen bahwa produk telah dihasilkan sesuai dengan rencana HACCP. Semua dokumen dan pencatatan yang berhubungan dengan monitoring CCP harus ditandatangani oleh seseorang yang melakukan monitoring dan oleh penanggung jawab.
J. Tahap 10. Menetapkan Tindakan Koreksi
Tindakan Koreksi adalah semua tindakan yang diambil jika hasil pemantauan pada CCP menunjukkan penyimpangan batas kritis (kehilangan kendali) karena jika kendali hilang,maka produk menjadi tidak memenuhi syarat. Dalam pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu : a. Tindakan Segera (Immediete Action), yaitu penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali dan menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan. b. Tindakan Pencegahan (preventive Action), yaitu pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi.
K. Tahap 11. Menetapkan Prosedur Verivikasi
Tim HACCP menyusun suatu prosedur untuk meyakinkan bahwa rencana HACCP
sudah
valid
dan
bahwa
rencana
HACCP
yang
disusun
sudah
diimplementasikan seperti yang direncanakan.Verifikasi adalah aplikasi suatu metode, prosedur, pengujian atau evaluasi lainnya untuk menetapkan kesesuaian suatu pelaksanaan dengan rencana HACCP. Verifikasi memberi jaminan bahwa rencana HACCP telah sesuai dengan kegiatan operasional sehari-hari dan akan menghasilkan produk (makanan) dengan mutu baik dan/atau aman untuk dikonsumsi. Secara spesifik, prosedur verifikasi harus menjamin bahwa: • Rencana HACCP yang diterapkan benar -benar tepat untuk mencegah timbulnya bahaya proses dan bahaya produk. • Prosedur pemantauan dan tindakan koreksi masih diterapkan. • Internal audit, pengujian mikrobiologi/kimia pada produk akh ir tercatat.
L. Tahap 12. Dokumentasi Dan Rekaman Yang Baik
Dokumen atau Rekaman Data adalah bukti tertulis bahwa suatu tindakan telah dilakukan.Dokumen diisusun dengan menggunakan formulir/boring. Dokumen tersebut dapat digunakan (1) untuk keperluan inspeksi (2) untuk mempelajari kerusakan yang mengakibatkan penyimpangan dan
menemukan tindakan koreksi
yang sesuai. Jenis Dokumen (Rekaman Data) yang harus ada dalam penyusunan rencana HACCP adalah: - Rencana HACCP dan semua materi pendukungnya - Dokumen Pemantauan - Dokumen Tindakan Koreksi - Dokumen Verifikasi. Dengan telah disusunnya sistem dokumentasi, maka selesailah penyusunan rencana HACCP. Rencana HACCP dapat berubah jika terjadi perubahan pada bahan baku, tata letal pabrik, penggantian peralatan, perubahan program pembersihan/sanitasi, penerapan prosedur-prosedur baru dan perubahan kelompok konsumen produk.
Metode Penerapan CCP
Untuk melihat cara penerapan HACCP dapat dilihat pada Gambar 2 untuk penerapan CCP bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan untuk penerapan CCP setiap tahapan proses dapat dilihat pada Gambar 4. Identifikasi Bahaya (Fisik, Kimia, Mikrobiologis). CCP
Batas kritis CCP Pemantauan CCP
Bila terjadi penyimpangan
Tindakan koreksi Tindakan verifikasi Do umentas Gambar 2. Langkah penyusunan dan Implementasi sistem HACCP CCP DECISION TREE BAHAN BAKU
Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya (mikrobiologi/kimia/fisik)
Ya
Tidak
Bukan CCP
Apakah penanganan/pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya
Ya
Bukan CCP
Tidak
CCP
CCP DESSISSION TREE Setiap Tahap Proses Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang di identifikasi?
Ya
Tidak
Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman?
Tidak
Ya
CCP
Apakah Kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya
Tidak
Bukan CCP
Apakah tahap Proses Selanjutnya dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan CCP
Tidak
CCP
Gambar 4. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan
utama
dalam
proses
pembuatan
keripik
singkong adalah
singkong. Singkong diperoleh dari pemasok yang setiap minggunya menggirim singkong. Singkong yang sudah dikirim diletakkan ditempat penyimpanan bahan baku
agar
disortasi
memudahkan dalam
oleh pekerja
sehingga
penanganan
selanjutnya
kemudian
langsung
mengurangi
kerusakan.
Pengendalian
mutu
singkong dilakukan dengan melakukan sortasi, bertujuan agar dapat membedakan singkong yang baik dan yang kurang baik, bisa membedakan singkong yang cacat, busuk dan singkong yang layak dijadikan produk keripik singkong atau tidak. Sortasi juga berguna membersihkan kotoran yang ada, seperti tanah dan kayu. Sedangkan kriteria singkong yang baik adalah dengan memilih singkong yang berwarna putih, tidak busuk atau cacat dalam waktu pencabutan dan ukuran yang seragam. Singkong yang baru dicabut dari kebun merupakan singkong yang berkualitas baik untuk pembuatan keripik singkong.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Hazard
Analysis
Critical
Control
Point (HACCP) merupakan
suatu
pendekatan untuk mencegah dan mengontrol penyakit karena keracunan makanan. Penentuan CCP dapat diperoleh dari analisis bahaya yang telah dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan (CCP Decision Tree). Proses pembuatan keripik singkong didapatkan 4 (empat) bahaya CCP antara lain terdapat pada bahan baku (singkong), bahan tambahan (garam), pencucian dan Proses pengorengan.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., et al. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta. Ermina.2010.Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP Jenie, Umar Anggara. 2001. Penjelasan Pembuatan Monosodium Glutamat. Yogyakarta: Bioteknologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada. Prasetyono AT. 2000. Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan. Jurnal Teknologi Industri. IV(3): 187-194). Rosita, A. F. dan Wenti Arum Widasari. 2009. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dari KFC dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif. Soroka 2002 : “Fundamentals of Packaging Technology”, Institute of Packaging Profesionals. Standar Nasional Indonesia. 1998. Syarat Mutu Susu Segar. No.01-3141-1998. Badan Standarisasi Nasional. Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical ControlPoints). PT Bumi Aksara. Jakarta. 308 hal.
PENERAPAN SIMULASI HACCP KERIPIK SINGKONG
Oleh Muhamad Wahyu Restu Nugraha Damanuri 201520075
Tugas Akhir Sanitasi dan Keamanan Pangan
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS PAPUA MANOKWARI 2017