BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Diskripsi Singkong
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring dengan eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di dunia dan terus mengalami peningkatan produksi dalam setiap tahunnya. Dari setiap berat singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16% dari berat tersebut. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Berdasarkan data BPS 2008, diketahui produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20.8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun.
Pada singkong juga memiliki spesifikasi kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi.Kalori 121 kalSingkong memiliki nama latin Manihot utilissima. Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Singkong merupakan makanan bersumber energi yang kaya karbohidrat, demikian juga dengan daun singkong yang telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan kita karena mengandung protein dan zat besi. Hampir semua bagian dari pohon singkong bisa dimanfaatkan mulai dari umbi hingga daunnya. Umbi singkong biasanya hanya diambil dagingnya dan untuk digoreng atau direbus, dan daun biasanya dijadikan lalap atau direbus sebagai sayur. Padahal,
Kulit singkong ini juga memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yang dapat dikonsumsi pula oleh manusia. Presentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.
Kalori 121 kal
Air 62,50 gram
Fosfor 40,00 gram
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 miligram
Vitamin C 30,00 miligram
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 miligram
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,01 miligram
2.2 Asam Sianida (HCN)
Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987). HCN dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel dalam tubuh.
Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN dapat menyebabkan sakit hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5 – 3,5 mg HCN/kg berat badan ) (Winarno, F.G. 2004 ).
2.3 Cara Mengurangi Kadar HCN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan HCN yang terdapat dalam singkong, yaitu dengan cara perendaman, pencucian, perebusan, pengukusan, penggorengan atau pengolahan lain. Dengan adanya pengolahan dimungkinkan dapat mengurangi kadar HCN sehingga bila singkong dikonsumsi tidak akan
membahayakan bagi tubuh. Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi/bahkan menghilangkan kandungan racun. Pada singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan difermentasi selama beberapa hari.
Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10- 40 mg/kg. Asam biru (HCN) dapat larut di dalam air maka untuk menghilangkan asam biru tersebut cara yang paling mudah adalah merendamnya di dalam air pada waktu tertentu.
Kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan ternak mengandung asam sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi bisa 5 sampai 10 kali lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass ketela pohon (termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari glukosida sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit singkong berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun kandungan sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman singkongnya.
Dilaporkan bahwa ternak domba mampu mentoleransi asam sianida pada konsentrasi 2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup. Sedangkan Tweyongyere dan Katongole (2002), melaporkan bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Tingginya kandungan asam sianida dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh ternak (domba/kambing).
2.4 Alat dan baahan
Pada pengolahan limbah singkong ini diperlukan beberapa alat agar mudah dalampembuatan pakan dari limbah kulit singkong. Alat-alat yang dibutuhkan antara lain pisau untuk memotong atau mengupas kulit singkong, telenan sebagai alas ketika memotong kulit singkong, wadah untuk merendam kulit singkong, kompor sebagai alat untuk merebus/ mengukus, tampah, dan saringan untuk meniriskan kulit.
2.5Teknologi Pengelolaan Limbah Kulit Singkong
Pengalaman peternak Cipambuan-Sukabumi, pemberian kulit singkong oleh peternak secara langsung dicampur dengan rumput atau diberikan setelah kambing/domba diberi makan rumput.
Kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan ternak mengandung asam sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi bisa 5 sampai 10 kali lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass ketela pohon (termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari glukosida sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit singkong berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun kandungan sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman singkongnya.Pada percobaan ini dilakukan proses pengolahan kulit singkong diantaranya:
1. Perendaman: dilakukan dengan cara memasukkan kulit singkong yang sudah dipotong kecil-kecil ke dalam ember yang kemudian diisi air sampai kulit singkong terendam dan dibiarkan semalaman (16 jam).
2. Pengukusan: dilakukan dengan membersihkan kulit singkong dari tanah yang melekat (dicuci) kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dikukus dalam panci yang ada saranganya yang berisi air dan didihkan selama 15 menit.
3. Dicampur dengan urea 3% BK: Kulit singkong dicuci kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dicampur dengan urea dengan konsentrasi 3% dari berat kering. Kemudian campuran terbut dimasukkan ke dalam plastik disimpan dalam kondisi kedap udara selama 1 minggu.
4. Fermentasi: dilakukan dengan cara kulit singkong yang sudah dicuci kemudian diiris kecil-kecil yang selanjutnya dikukus dalam panci yang berisi air mendidih selama 15 menit, setelah itu diangkat kemudian ditebar dalam nampan sampai dingin. Setelah dingin kulit singkong ini diinokulasi dengan menggunakan kapang Trichoderma resii, kemudian ditutup dengan nampan diatasnya dan dibiarkan selama 4 hari.
Hasil percobaan perlakuan terhadap kulit singkong dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa kulit singkong yang tidak diolah mempunyai kandungan HCN yang sangat tinggi (459,56 ppm).
Dengan berbagai proses pengolahan yang dilakukan pada percobaan ini terlihat bahwa kandungan HCN dapat turun secara drastis dan konsentrasi masih dibawah ambang toleransi, seperti proses fermentasi yang dapat menurunkan kadar HCN hampir hilang (0,77 ppm). Bahkan dengan proses yang paling sederhana dengan perendaman, kandungan HCN nya dalam batas yang aman.
Pembebasan spontan HCN dari tanaman tergantung pada adanya enzim glukosidase (linamarase) dan air (MONTGOMERY, 1969). Enzim linamarase adalah ekstra-seluler dan mudah mencapai senyawa glukosida sianogenik setelah perusakan fisik sel. Enzim ini akan bekerja pada kondisi dingin dan rusak oleh panas. Enzim linamarase mengalami kerusakan pada suhu 72°C. Proses otohidrolisis dipertinggi jika biomas tanaman direndam dalam air setelah terlebih dahulu dicincang. Perusakan fisik sel (pencincangan) tanpa perendaman akan memperlambat pembebasan sianida.
Dengan pengolahan fermentasi menggunakan kapang Trichoderma terlihat bahwa konsentrasi HCN hampir hilang (0,77 ppm) (Tabel 1), hal ini menunjukkan bahwa kapang Trichoderma mampu dengan sangat efisien mendegradasi/mendetoksikasi asam sianida.
2.5.1Teknik Perendaman Kulit Singkong
Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, setelah melalui proses pengolahan kulit singkong ini dapat diberikan kepada ternak sebagai bahan pakan substitusi dan bahkan dapat dikonsumsi oleh manusia. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.
Oleh karena kulit singkong ini dalam keadaan segar masih mengandung Asam Sianida (HCN) yang sangat tinggi (± 459,56 ppm). Berdasarkan pengalaman, salah satu cara penanganan kulit singkong agar kandungan asam sianidanya berkurang atau sampai pada batas aman dikonsumsi ternak (2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup) yaitu dengan perendaman. Cara perendaman kulit singkong sebagai berikut :
Bersihkan kulit singkong kemudian potong sesuai kebutuhan (disarankan tidak terlalu besar)
- Kulit singkong yang telah di potong kemudian dibersihkan di air yang mengalir agar kandungan racun yang ada dalam singkong terbuang
- Setelah dicuci, kulit singkong di rebus ± 15 menit hingga berwarna kecoklatan
- Setelah perebusan kulit singkong selanjutnya di cuci kembali
- Selanjutnya kulit singkong direndam.
- Merendam kulit singkong biasanya antara dua hingga tiga hari, dengan air rendaman diganti tiap harinya. Proses perendaman ini dapat menghilangkan getah pada kulit singkong.
- Selanjutnya kulit singkong yang telah direndam ditiriskan dan diangin-anginkan untuk selanjutnya bisa di berikan kepada ternak.
2.6 Cara Pemberian tehadap Ternak
Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, setelah melalui proses pengolahan kulit singkong ini dapat diberikan kepada ternak sebagai bahan pakan substitusi dan bahkan dapat dikonsumsi oleh manusia. Dalam pemberiannya limbah kulit singkong kepada ternak ada beberapa cara antara lain;
- Dicampurkan dalam bahan pakan lainnya yang sebelumnya kulit singkong sudah dipotong kecil-kecil, dan dilayukan pemberian dengan memeliki takaran yang sesuai dengan takaran dan kebutuhan yang diinginkan,
- Dilayukan dan dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kadar air 15-20%, agar tidak ditumbuhnya mikroorganisme (jamur). Kemudian diberikan ke ternak di siang hari
- Pemberian pakan limbah kulit singkong pada ternak domba dicampurkan pada air minumnya ("comboran" kalau bahasa jawanya) yang tercampur dengan bahan pakan seperti dedak padi ataupun dedag jagung.
Pemberian kulit singkong harus dibatasi sesuai dengan kebutuhan dan bahan pakan campuran lainnya, untuk menghidari hal-hal yang merugikan ternak maupun peternak. Sehingga perlu dilakukan dengan mencacahnya/di potong kecil-kecil terlebih dahulu kemudian dilayukan sebelum diberikan ke ternak sebagai bahan pakanalternatif
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Ternak domba mampu mentoleransi asam sianida pada konsentrasi 2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup. Bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Hasil analisa kandungan HCN pada kulit singkong yang diambil adalah 459,56 ppm. Tingginya kandungan asam sianida dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh ternak (domba/kambing) terlalu banyak. Pemberian kulit singkong harus dibatasi sesuai dengan kebutuhan dan bahan pakan campuran lainnya, untuk menghidari hal-hal yang merugikan ternak maupun peternak. Sehingga perlu dilakukan dengan mencacahnya terlebih dulu kemudian dilayukan sebelum diberikan ke ternak
manfaat kulit singkong RINGKASAN. bram
RINGKASAN
Sebagai tanaman pangan, ubi-ubian masih tergolong kelompok yang paling kurang mendapat perhatian atau penghargaan masyarakat dibanding dengan padi-padian dan kacang-kacangan. Pemanfaatan singkong seringkali menghasilkan sampah yang memenuhi bahkan mencemari lingkungan. Permasalahan sampah yang harus dilaksanakan secara terpadu. Teknologi pengolahan sampah kota secara terpadu menekankan pada pemecahan masalah sampah perkotaan dengan melihat sampah sebagai sumberdaya. Sal;ah satu pengolahan limbah singkong adalah dengan menmanfaatkan kulit singkong yang biasanya terbuang percuma menjadi suatu produk yang bernilai ekonomi dan memiliki nilai tambah.
Kulit singkong dapat dijadikan cemilan keripik berbagai macam rasa dan dibuat secara higienis. Dikarenakan kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yang dapat dikonsumsi pula oleh manusia. Presentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk / hancur ) secara alami.
Kulit singkong dapat dijadikan sebagai pakan alternatif ternak kambing dan domba dikarenakan kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan ternak mengandung asam sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi bisa 5 sampai 10 kali lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass ketela pohon (termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari glukosida sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit singkong berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun kandungan sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman singkongnya. Dilaporkan bahwa ternak domba mampu mentoleransi asam sianida pada konsentrasi 2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup. Sedangkan TWEYONGYERE dan KATONGOLE (2002), melaporkan bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Hasil analisa kandungan HCN pada kulit singkong yang diambil dari Desa Cipambuan dan Bojongkembar adalah 459,56 ppm. Tingginya kandungan asam sianida dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh ternak (domba/kambing).
Kulit ubi kayu/singkong sering dianggap remeh dan menjadi limbah rumah tangga padahal ada banyak manfaat yang didapat dari kulit singkong.Meningkatnya pembangunan fisik menyebabkan kebutuhan bahan bangunan juga makin meningkat.Salah satu bahan bangunan yang sering digunakan adalah paving block. Paving block digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti tempat parkir mobil di pertokoan, maupun sebagai perkerasan jalan pada komplek-komplek perumahan.Melihat permasalahan yang ada muncul ide untuk memanfatkan sampah kulit singkong sebagai paving block sebagai upaya mengurangi timbulan sampah.
Bahwa Singkong merupakan umbi akar yang dimana kulit nya mempunyai fungsi sebagai bahan untuk kompos yang selama ini masyarakat telah menganggapnya sebagai limbah yang di mana tidak mempunyai nilai fungsi. Dalam hal ini menurut penelitian (Ankabi,2007) kompos kulit singkong bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida tumbuhan tanaman. Kulit singkong memiliki kandungan yang di butuhkan tanaman diantaranya yaitu sebagai berikut:
Kandungan
C
H
O
N
S
H2O
persentase
59,31
9,78
28,74
2,06
0,11
11,4
Pada table di atas di dapat kandungan C di dapat59,31% yangberarti terdapat carbon yang tinggi pada kulit singkong, pada H di dapat 9,78%, O(28,74%) , N dengan kandungan 2,06 % , S dengan kandungan 0,11% dan H2O dengan kanndungan 11,4%.
Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang mampu mengurangi kadar logam berat berbahaya. Logam-logam yang dapat diserap seperti timbal (Pb (II)), tembaga (Cu (II)), dan cadmium (Cd (II)). Disebut logam berat berbahaya karena konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Logam berat berbahaya dari limbah industri diindikasi dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, makanan, dan minuman. Logam timbal tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga bila mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh logam, dapat mengganggu kesehatan manusia. Bila terkonsumsi, tubuh manusia akan mengeluarkannya zatnya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Adanya logam Pb dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurolog (susunan saraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem saraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 miligram/dl dalam darah. Suharso mengatakan, limbah kulit singkong berpotensi mengikat ion logam berat karena mengandung sellulosa non-reduksi. Ia juga memiliki kelebihan lain, selain biaya yang lebih murah, efektif, tidak memiliki efek samping juga bahan yang mudah didapat. Cara pemanfaatan limbah singkong, diawali dengan membersihkan bagian kulit singkong yang berwarna putih untuk kemudian dihaluskan hingga menyerupai serbuk. Selanjutnya, diaktifiasi (diaktifkan) sebanyak dua kali. Pertama mereaksikannya dengan asam nitrat (HNO3) 0,3 M dengan cara merendamnya selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bio molekul terlarut yang mungkin berinteraksi dengan ion logam. Selanjutnya, dicuci dengan air bebas ion sampai diperoleh derajat keasaman (pH) 7,1 dan dikeringkan di udara. Setelah itu, direaksikan kembali dengan asam merkaptoasetat (MAA) 0,5 M atau 1 M. Terakhir, diaduk selama 24 jam pada suhu 30 °C dan keasaman 7,1.
Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Salah satu bahan berpati yang berpotensi untuk pembuatan etanol yaitu singkong, mengingat singkong dapat tumbuh di lahan kritis, mudah ditanam dan masyarakat telah mengenal dengan baik tanaman singkong ini. Pada tahun 2005 Indonesia mampu menghasilkan singkong sebanyak 19.7 juta ton (sumber: BPS, 2006). Dari produk pengolahan singkong yang begitu besar dihasilkan limbah berupa kulit singkong yang biasanya hanya dibuang atau untuk campuran pakan ternak. Kulit singkong merupakan salah satu sumber bioetanol dari bahan berserat. Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15%. Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hirolisa asam dan enzimatis yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Karbon Aktif Kulit Singkong sebagai Filter Air. Dengan pori-pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong sangat potensial mengenyahkan bau dan warna air yang keruh. Dua siswa SMA Semesta Semarang, Jawa Tengah, berhasil menyulap kulit singkong menjadi karbon aktif. Setelah diuji laboratorium, karbon aktif dari kulit singkong ternyata mampu menyerap 99,98 persen kandungan tembaga air limbah. Bentuk karbon aktif bisanya berupa butiran kristal dan tepung (powder) yang memiliki pori-pori. Fungsi pori-pori itu menyerap zat magnetik serta menjernihkan air dari warna keruh serta menghilangkan bau tak sedap. Maka tidak heran jika karbon aktif juga digunakan sebagai filter dalam pengolahan air minum. Caranya dengan membakar kulit singkong didalam ruang tertutup agar arang sisa pembakaran kulit singkong tidak berubah menjadi debu. Kemudian dilakukan aktivasi karbon dari arang tersebut dengan menggunakan soda kimia. Setelah itu dianalisis karbon aktifnya di bawah AAS (atomic absorption spectrophotometer). Proses aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori-pori karbon. Dengan demikian, daya absorpsi (serap) karbon aktif menjadi tinggi terhadap zat warna dan bau pada air. Agar penelitan kulit singkong mereka sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, maka dilakukan pengujian karbon aktif dalam laboratorium. Dalam uji laboratorium, mereka menguji 20 mililiter limbah sintetis yang mengandung tembaga dengan dua gram karbon aktif kulit singkong hasil karya mereka. Setelah diuji selama 40 menit, karbon aktif dari kulit singkong itu ternyata mampu menyerap 99,98 persen kandungan tembaga (Cu) pada air limbah.
Pengalaman Pakan Pengembangan Kambing Boer
Di
MendhoFarm
Jl. Rata Gisting Atas, Desa Gisting, No.983, Blok 18, Rt.03/07, Kec. Gisting, Tanggamus, Lampung
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.1122535439316.15509.1704992201&type=3
Bahan pakan yang bisa di didapat dari sekitar kita baik itu limbah pertanian maupun limbah agroindustri adalah sebagai berikut :
1. Jenis rumput (rumput; gajah, raja, setaria, mexiko, lapang dll)
2. Daun pisang
3. Hati pohon pisang
4. Pisang afkir dari gudang penampungan pisang
5. Kulit pisang dari limbah pembuatan keripik pisang
6. Daun singkong
7. Kulit singkong dari limbah keripik singkong atau pabrik tapioka
8. Onggok singkong dari limbah pembuatan tapioka
9. Kulit kakao
10. Jermi padi
11. Bekatul
12. Kulit jagung
13. Jenjet atau kulit ari pembukus biji jagung
14. Janggel jagung yaitu hati buah jagung giling halus
15. Ampas tahu
16. Kulit ari kedelai dari limbah pembuatan tempe
17. Air rebusan kedelai dari limbah pembuatan tempe
18. Ubi jalar afkir
19. Kulit kacang tanah
20. Kulit bawang putih dan bawang merah
21. Kulit kepala kedelai
22. Bungkil sawit
23. Bungkil kelapa
24. Ampas kulit nanas
25. Molase/tetes tebu
26. Garam
27. Mikro Organisme Lokal (MOL)
28. Roti afkir/ roti kadaluarsa
29. Daun ubi jalar
30. Pucuk daun tebu
Ada limbah apalagi di sekitar kita.... mari manfaatkan untuk pakan ternak dengan dibuat fermentasi
PEMBUATAN PAKAN DARI LIMBAH Proses penyimpanan pakan yang sudah di ramu dan di aduk dengan menggunakan ember bekas cat, jika padat bisa mencapai 17 kg per ember
PAKAN BULAN SEPTEMBER 2011 Bahan : Ubi jalar afkir Rumput gajah Bekatul Bungkil sawit Jenjet/tumpi jagung Mineral Air beras Molase Mikro Organisme Lokal
FERMENTASI UNTUK PAKAN KAMBING Komposisi sesukanya. Bahan ada di sekitar kita. Kriteria bahan : tidak beracun, murah, belum termanfaatkan dengan maksimal. Contok bahan yang saya campur ini : bekatul padi, kulit kopi, kulit singkong, jenjet/tumpil jagung, ampas tahu, kulit ari kedelai dari limbah produksi tempe, onggok singkong, kulit pisang limbah produksi keripik pisang, pisang afkir, mineral mix, garam, tetes tebu. Proses : campur saja semua limbah, masukkan ke tong / ember bekas cat, simapan dah selama 21 hari, atau minimal 5 hari, tutup rapat. Jadi deh itu roti kambing.
KULIT KAKAO Limbah dari pertanian buah kakao
KULIT SINGKONG DAN DAUN SINGKONG Dengan pengolahan dan manajemen yang baik dapat menjadikan ternak kambing berkwalitas
DAUN SINGKONG TAPIOKA Kelompok Ternak "BERKAH JAYA" Di Poncowati, Lampung Tengah. Integrasi pertanian singkong bahan baku tapioka dengan ternak kambing. Obat keracunan daun singkong obat yang kami punya saat ini cukup lumayan membantu jika ada keracuanan yaitu disuntik dalam vena leher dengan antropin sulfat secara perlahan dan di tambah obatnorit 3-5 tablet atau arang kayu sebanyak 1 ons yang dihaluskan
UBI JALAR AFKIR Limbah dari pertanian ubi jalar yang tidak layak jual karena terlalu kecil atau terserang boleng.
PAKAN BULAN SEPTEMBER 2011 Bahan : Ubi jalar afkir = 100 kg Rumput gajah = 7 kg Bekatul = 18 kg Ampas tahu = 60 kg Bungkil sawit = 3 kg Jenjet/janggel jagung = 10 kg Mineral = 0,5 kg Air beras = 20 liter Molase = 3 kg Mikro Organisme Lokal = 0,5 liter
BAK PAKAN SAPI Kapasitas 10 ton. Bahan pakan di ramu berlapis lapis, bagian atas bekatul kering dan tutup rapat selama fermentasi.
MIKRO ORGANISME LOKAL/STARTER MIKROORGANISME Fungsi : untuk starter fermentasi limbah / silase dan untuk campuran air minum Bahan : 1. Teter tebu/molase (dapat diganti gula merah afkir/gulo gemlong) : 2 kg 2. Biang (EM4, starbio atau merek lain) : 1/4 liter 3. Air kelapa : 5 liter 4. Air cucian beras : 5 liter 6. Air tuak nira : 1 liter 7. Buah-buahan busuk : 2 kg 8. Terasi : 1/4 kg 9. Rumen ternak sapi/kambing : 1 kg 10. Bisa ditambah bahan lain yang mempunyai pritein tinggi. Pembuatan : Dicampur jadi satu dalam ember cat 15 liter bahan yang besar dihaluskan, jika kurang penuh ditambahkan air. Di tutup rapat, disimpan di tempat teduh. Fermentasi berlangsung minimal 10 hari. Setiap 2 hari sekali diaduk dan dibuang endapan diatas. Siap dah digunakan.
AIR LIMBAH PENCUCIAN BERAS
MOLASES / TETES TEBU Limbah pabrik gula tebu
Banker pakan "TanggamusFarm" Kapastas : 5 ton