BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum HACCP Nasional advisory committee on microbiological criteria for food
(committee) menganjurkan sistem HACCP sebagai pendekatan yang efektif dan rasional untuk menjamin keamanan pangan. Pada umumnya, pemantauan titik kendali kritis (CCP = Critical Control Point) dapat dilakukan dengan baik menggunakan hasil makanan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang diterapkan telah berhasil dengan baik (Fardiaz, 1996). Prinsip
HACCP
harus
didistribusikan
sehingga
memudahkan
pelaksanaannya oleh industri pangan dan memudahkan instansi yang berwenang dalam dalam memantau penerapan HACCP. HACCP. Berdasarkan rekomendasi National Academy of Sciences Sistem HACCP harus dikembangkan untuk setiap industri pangan, dan dikembangkan untuk setiap produk masing-masing kondisi pengolahan dan distribusinya (Fardiaz, 1996). 1. Definisi HACCP HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut (Fardiaz, 1996). 2. Prinsip HACCP a. Penetapan bahaya dan resiko Penetapan bahaya dan resiko yang berhubungan dengan bahan pangan sejak pemeliharaan, pemanenan/penangkapan/pemotongan, penanganan, pemilihan ingredient dan bahan tambahan, penyimpanan bahan, pengolahan, distribusi, Pemasaran, dan konsumsi. Analisis bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap produk pangan dan bahan mentah, ingredient serta bahan tambahan untuk menentukan resiko terhadap bahaya biologis, kimia dan fisik. Ada 2 tahap dalam penetapan bahaya resiko yaitu analisis bahaya dan
4
5
penetapan kategori resiko bahaya. Sedangkan persiapan yang perlu dilakukan yaitu menurut daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, proses,
mempersiapkan diagram alir proses yang
teliti untuk memproduksi memproduksi suatu produk., produk., keterangan / deskripsi deskripsi produk mengenai
kelompok
konsumennya,
cara
mengkonsumsi,
cara
penyimpanan, cara pengolahan. b. Penetapan CCP (Critical Control Points) Penetapan CCP yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya, misalnya CCP-1 menjamin dapat mencegah atau menghilangkan bahaya, CCP-2 mengurangi bahaya, tetapi tidak menjamin dapat mencegah atau menghilangkan bahaya. c. Penetapan batas kritis Penetepan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP yang telah ditetapkan. Kriteria yang umum digunakan sebagai batas kritis : suhu, waktu, kelembaban, nilai aw, nilai pH, keasaman (titrasi), bahan pengawet, konsentrasi garam, khlorin bebas, viskositas. d. Pemantauan CCP Penetapan prosedur untuk Memantau CCP dan batas kritis termasuk
pengamatan,
pengukuran,
dan
pencatatan.
Kegiatan
pemantauan meliputi meliputi : memeriksa apakah prosedur prosedur pengolahan pengolahan dan penanganan pada CCP dapat dikendalikan, pengujian atau pengamatan pengamatan jadwal terhadap efektifitas suatu untuk mengendalikan CCP dan batas kritis, pengamatan atau pengukuran batas batas kritis untuk menghasilkan menghasilkan data yang teliti dan ditujukan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk. Cara pemantauan meliputi : pengamatan, pengukuran terhadap terhadap : Proses (waktu, suhu, suhu, pH, dan lain-lain), lain-lain), sanitasi, misalnya misalnya terhadap terhadap bahan
mentah
(uji
kimia
terhadap
toksin,
bahan
tambahan,
kontaminan, dan lain-lain; mikrobiologi terhadap koliform E. Coli, Salmonela, dan lain-lain)
6
e. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan Penetepan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritis dari hasil pemantauan. 1) Produk beresiko tinggi Produk tidak boleh diproses atau diproduksi semua penyimpangan dikoreksi atau diperbaiki.
Produk ditahan atau
tidak dipasarkan, dan diuji keamanannya. Jika keamanan produk tidak memenuhi syarat, perlu dilakukan tindakan koreksi yang tepat. 2) Produk beresiko sedang Produk
dapat
diproses,
tetapi
penyimpangan
harus
dikoreksi dalam waktu singkat (dalam beberapa hari atau minggu). Pemantauan khusus diperlukan sampai semua penyimpanan dikoreksi. 3) Produk beresiko rendah Produk dapat diproses, penyimpangan harus dikoreksi atau diperbaiki jika waktu memungkinkan pengawasan rutin harus dilakukan untuk menjamin status resiko berubah menjadi resiko sedang atau tinggi. f.
Penyusunan sistem pencatatan yang efektif Penyusunan suatu sistem pencatatan yang efektif untuk mengarsipkan rancangan HACCP. Beberapa keterangan yang harus dicatat :
judul dan tanggal pencatatan,
keterangan produk (kode,
tanggal dan waktu produksi), bahan dan peralatan yang diperlukan, proses yang dilakukan, CCP,
batas Kritis yang ditetapkan,
peyimpangan batas kritis, tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan dan karyawan yang bertanggung jawab, identifikasi operator g. Penetapan prosedur verifikasi Penetapan prosedur untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilakukan secara efektif.
Tujuan verifikasi terhadap program
7
HACCP : ntuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan, untuk menjamin bahwa rencana HACCP yang ditetapkan masih efektif (Fardiaz, 1996). Sedangkan kegiatan atau tahap verifikasi meliputi : penetapan jadwal verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali (review) rencana HACCP, pemeriksaan atau penyesuaian catatan HACCP, pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi atau perbaikan, pengamatan
atau
Inspeksi
visual
selama
produksi
untuk
mengendalikan CCP, pengambilan contoh dan analisis cara random, catatan tertulis mengenai kesesuaian dengan rencana HCCP atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi atau perbaikan yang dilakukan (Fardiaz, 1996). Verifikasi atau evaluasi dilakukan bila : secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan, diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena informasi terbaru mengenai keamanan makanan, produk yang dihasilkan diketahui sebagai penyebab keracunan makanan, kriteria yang ditetapkan belum mantap atau atas saran dari instansi berwenang (Fardiaz, 1996).
B. Pengolahan
1. Pengertian Pengolahan Pengolahan merupakan berbagai cara pengubahan hasil-hasil bahan pangan oleh budidaya manusia baik secara fisik, kimiawi atau biokimiawi menjadi produk-produk guna memenuhi kebutuhannya (Makfoeld, 1982). Pengolahan
bertujuan
untuk
memperoleh
pangan
yang
beranekaragam, berkualitas tinggi, tahan simpan, meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya (Astawan dan Made, 1988). Produk hasil pengolahan sering disebut sebagai hasil olah. Hasil olah ada yang dapat langsung memenuhi kebutuhan manusia disebut hasil jadi (final product) atau suatu hasil olah yang perlu diolah lebih lanjut untuk langsung
8
memenuhi kebutuhan disebut hasil setengah jadi (semi final product) (Makfoeld, 1982). 2. Pengolahan Suhu Tinggi Pengolahan suhu tinggi adalah pengolahan yang menggunakan panas, baik dari panas api maupun dari alat listrik. Pengaruh pemanasan terhadap bahan makanan dan zat-zat gizi yang dikandungnya adalah sangat penting. Pengaruh-pengaruh tersebut ialah: a. Pecahnya Dinding Sel Tumbuhan Dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari atas zat selulosa yang tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia. Dengan pemanasan dinding sel dirusak menjadi pecah, sehingga isi sel teerbuka terhadap pengaruh cairan pencernaan tubuh di dalam rongga usus. b. Pemanasan Membunuh Mikroba Panas yang cukup tinggi dan lama akan membunuh berbagai mikroba yang mungkin bersifat patogen dan menyebabkan penyakit, terutama penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan minuman. c. Panas Dapat Meniadakan Zat-zat Toksik Pemasakan
dengan
mempergunakan
panas
dapat
pula
menetralkan pengaruh beberapa zat toksik yang terdapat secara alamiah dalam berbagai bahan makanan, baik nabati maupun hewani. d. Panas Dapat Mengubah Berbagai Zat Gizi Secara Positip Pengaruh thermis memberikan pula perubahan-perubahan yang menguntungkan kepada karbohidrat dan protein yang terdapat di dalam makanan, sehingga meningkatkan nilai gizinya. e. Pemanasan Dapat Memberikan Pengaruh Negatip Penggunaan panas dengan suhu terlalu tinggi dapat mengadakan perubahan kimiawi kepada karbohidat dan protein yang bersifat negatip, yaitu merugikan dengan menurunkan nilai gizi zat-zat gizi tersebut.
9
f. Pemanasan Yang Terlalu Tinggi Dapat Menimbulkan Zat Carcinogenik Dalam bahan makanan yang hangus, baik nabati maupun hewani dapat terjadi ikatan-ikatan polycylik yang bersifat carcinogenik, yaitu merangsang trjadinya kanker. Zat-zat toksik ini misalnya terdapat dalam asap makanan yang hangus terbakar (Sediaoetama, 1993). C. Daging Ayam
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging ayam menghasilkan jumlah kalori yang rendah apabila dibandingkan dengan nilai kalori dari daging sapi. Oleh karena itu daging ayam dapat dipakai sebagai bahan makanan yang baik untuk mengawasi pertambahan berat badan, penyembuhan dari orang sakit dan untuk orangorang tua yang tidak aktif bekerja. Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis klasiikasi ayam penghasil daging, yaitu ayam kampung, ayam ras, dan ayam “cull” (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). 1. Ayam Kampung Ayam kampung atau ayam lokal adalah jenis ayam yang tidak atau belum mengalami pemuliaan. Dikenal juga dengan sebutan ayam buras. Berat badan ayam berumur dua tahun 2,5 kg bagi ayam betina dan 3-3,5 kg bagi ayan jantan. 2. Ayam Ras (Broiler) Ayam ras adalah jenis ayam yang telah mengalami upaya pemuliaan, sehingga merupakan ayam pedaging yang unggul. Mempunyai bentuk, ukuran, dan warna yang seragam. Di Indonesia ayam pedagimg dipanen pada umur 6 minggu dengan berat sekitar 1,33 kg per ekor.
10
3. Ayam “Cull” Ayam “cull” berasal dari ayam petelur yang diapkir. Mutu daging ayam “cull” umumnya lebih rendah dari ayam ras karena sudah tua dan ukurannya tidak seragam serta jumlahnya sedikit. Karkas adalah bagian dari tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Bentuk pemotongan ayam pedaging untuk dipasarkan ada dua macam, yaitu “New York Dressed”, 10 % hilang dari bobot tubuh dan “Ready to Cock”, 25 % hilang dari tubuh. Karkas terdiri dari komponennya yaitu otot, tulang lemak, dan kulit. Pengkelasan mutu karkas unggas didasarkan pada faktor penampakan, peletakan daging, lemak, sisa-sisa bulu dan cacat. Berat karkas juga dapat dimasukkan sebagai
faktor
mutu
untuk
menjamin
kesegaran
daging
ayam.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Karkas ayam dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas mutu yaitu: A, B dan C. Karkas yang termasuk dalam kelas mutu A, B dan C kondisinya harus lolos pemeriksaan dan bebas dari bulu-bulu yang menonjol, memar/luka, sisa-sisa organ dalam, feces, darah, pakan, gemuk dan bahan asing lain. (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Memilih daging ayam hendaknya daging ayam terlihat segar, bersih, dengan daging paha dan dada penuh membulat dan padat. Warna daging tidak ada hubungannya dengan rasa. Warna kuning yang kadang-kadang dipulaskan pada daging hanya sekedar untuk daya pikat saja. Tidak memilih daging ayam yang telah kadaluwarsa (terlihat layu, kebiru-biruan). Memilih daging ayam yang belum pernah mengalami pendinginan lebih diutamakan. Spesifikasi standar
kelas
karkas
dapat
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
dilihat
pada
tabel
berikut.
11
Tabel 1 SPESIFIKASI STANDAR KARKAS AYAM No Faktor 1 Penampakan Tulang dada Punggung Kaki dan sayap 2 Peletakan Daging 3 Lemak
4 5
7
Mutu A Normal Sedikit melengkung Normal Normal Gemuk, dada agak panjang dan membulat Banyak, terutama pada dada
Bulu halus Daging yang terlihat Sendi yang lepas Tulang patah
Tidak ada Dada dan kaki, bagian lain Tidak ada
Bagian hilang
Ujung sayap dan ekor
Cacat karena pembekuan
Sedikit gelap pada punggung dan paha bawah. Sedikit bercakbercak
Mutu B Agak menyimpang Agak bengkok Agak bengkok Agak menyimpang Sedang
Mutu C Abnormal Bengkok Bengkok menyimpang Kurus
Sedang, pada dada dan kaki (di bawah kulit) Sedikit Dada dan kaki, bagian lain 2 sendi lepas dan tidak ada tulang patah atau 1 sendi lepas dan 1tulang retak Ujung sayap, 1 sayap dan ekor Terdapat bagian yang kering tidak lebih dari 0.5 inci (diameter), warna pudar
Sedikit, pada Seluruh bagian karkas Agak banyak Tidak ada Tidak ada
Ujung sayap, 2 sayap dan ekor Banyak bercak-bercak dan bagian yang kering luas
Sumber. Muchtadi & Sugiyono, 1992
D. Rempah-rempah
Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber cita rasa dan aroma. Rempah-rempah sebagian mengandung oleoresin sehingga cita rasa dan aroma tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari-hari rempah-rempah ini sering digunakan untuk memasak. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri parfum., farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Bahan rempah-rempah dapat dihasilkan dari umbi, biji, kulit batang, bunga, daun dan buah. Rempah-rempah yang merupakan umbi atau rimpang misalnya jahe, kunyit, temulawak, kencur, kunci, lengkuas atau laos, temu
12
ireng dan lempuyang. Rempah yang berasal dari biji misalnya pala, kemiri, dan lain-lain. Kayu manis merupakan rempah yang berasal dari kulit batang. Rempah-rempah yang berasal dari bunga misalnya cengkeh. Lada merupakan rempah yang berasal dari buah (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Bakteri yang terdapat pada rempah-rempah antara lain Clostridium perfringens, B. cereus, Salmonella, Staphylococcus aureus, Y. enterocolitica, L. monocytogenes (Industry Council for Development, 1996). E. Air
Air dalam pengolahan makanan perlu mendapat perhatian khusus karena berperan besar dalam semua tahapan proses. Pada tahap persiapan, air digunakan untuk merendam, mencuci, dan semua kegitan membersihkan bahan makanan mentah. Pada tahap selanjutnya, air digunakan, untuk media penghantar panas selama proses pemasakan, khususnya pada makanan yang diolah dengan teknik pengolahan panas basah, seperti merebus, mengukus dan mengetim. Pada bagian lain air juga berperan sebagai media pembersih bagi peralatan, ruangan, maupun arang yang terlibat dalam proses pengolahan makanan (Purnawijayanti, 2001). Air yang dapat digunakan dalam proses pengolahan makanan minimal harus memenuhi syarat air yang dapat diminum. Adapun syarat-syarat air yng dpat diminum adalah dapat dilihat pada tabel berikut (Purnawijayanti, 2001). Tabel. 2 SYARAT AIR BERSIH NO 1
Syarat Air Bersih Bebas
dari
bakteri
berbahaya
serta
bebas
dari
ketidakmurnian kimiawi. 2
Bersih dan jernih.
3
Tidak berwarna dan tidak berbau.
4
Tidak mengandung bahan tersuspensi (penyebab keruh).
5
Menarik dan menyenangkan untuk diminum.
Sumber. Purnawijayanti, 2001
13
F. Keracunan Makanan
1. Penyebab Makanan
yang
dapat
menyebabkan
keracunan
nampak
kurang
membahayakan, misalnya warna, rasa dan kenampakannya normal dan tidak ada tanda-tanda kerusakan. Jka terjadi kerusakan makanan, makanan menjadi tidak sedap, karena warna, rasa dan kenampakannya telah berubah, walaupun mungkin tidak membahayakan. Ada tiga tipe keracunan makanan: a. Keracunan Makanan Secara Kimiawi Keracunan makanan secara kimiawi disebabkan karena terdapatnya bahan kimia beracun dalam makanan. Keracunan dapat disebabkan oleh akumilasi logam tertentu (timah, merkuri dan kadmium) di dalam tubuh. Keracunan timah dapat timbul oleh air minum yang melewati pipa yang terbuat dari timah hitam. Selain itu bahan kimia yang dapat membahayakan bagi tubuh adalah pestisida. Pestisida berasal dari kata pest dan sida (cide). Pest artinya hama, sedangkan sida artinya pembunuh (racun) jadi pestisida bearti pembunuh hama. Jenis-jenis pestisida yang kit akenal adalah insektisida (racun serangga), fungisida (racun jamur), bakterisida (racun bakteri), akarisida (racun tungau), rodentisida (racun tikus), nematisida (racun nematode), dan herbisida (racun herbal/gulma). Sebagian besar pestisida khususnya insektisida yang digunakan saat ini merupakan racun saraf. Insektisida jenis ini bekerja dengan jalan mengganggu koordinasi saraf. Di samping itu juga ada insektisida yang cara membunuhnya melalui pernapasan, racun otot, dan racun fisik. Menurut cara masuknya ke dalam tubuh serangga, insektisida dibagi menjadi racun perut, racun kontak, dan fumigant. Racun perut menunjukkan bahwa masuknya, insektisida tersebut melalui perut. Racun kontak menunjukkan bahwa masuknya insektisida melalui kontak serangga dengan insektisida. Fumigan menunjukkan insektisida
14
tersebut masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Pada saat ini ada racun sistemik yang menunjukkan bahwa insektisida tersebut dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman dan akan meracuni hama apabila bagian tanaman yang sudah mengandung insektisida dimakan hama. Jadi racun sistemik sebenarnya merupakan racun perut (Khaerudin, 1996). b. Keracunan Makanan Secara Biologik Keracunan makanan secara biologik disebabkan karena memakan tumbuhan yang mengandung substansi yang terdapat secara alami dan bersifat membahayakan (Khaerudin, 1996). c. Keracunan Makanan Karena Mikroorganisme Penyebab utama keracunan makanan adalah mikroorganisme patogen. Makanan yang terkontaminasi oleh mikrorganisme patogen rasa dan aromanya tidak beruabah sehingga tidak bisa dideteksi oleh mata telanjang. Faktor kurangnya pengetahuan tentang pencegahan keracunan makanan dan faktor penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar juga turut mempengaruhi timbulnya keracunan makanan (Fardiaz, 1992). Sebelum menjadi penyebab keracunan, mikroorganisme harus menempuh dua tahap kejadian. Pertama, kontaminasi dan kedua berkembang biak. Pada umumnya yang memakan manderita sakit, kalau makanan yang dimakan terkontaminasi mikroorganisme patogen cukup banyak dan telah melampui daya tahan tubuh (Fardiaz, 1992). Untuk
berkembang
biak
dan
memperbanyak
diri,
mikroorganisme patogen membutuhkan lingkungnan yang basah, hangat, dan netral, yaitu lingkungan yang tidak basa maupun asam, dan waktu untuk memperbanyak diri (Fardiaz, 1992). Keadaan yang sangat menunjang perkembangan bakteri salah satunya pada daging giling mentah yang dibiarkan di udara terbuka pada suhu biasa. Daging dalam keadaan seperti itu menjadi media yang baik untuk berkembang biak bakteri. Suhu yang menunjang untuk
15
berkembangbikan bakteri berkisar 4,4
o
o
C – 60 C. Sekali bakteri
berada pada kondisi yang baik, maka perkembanganya akan sangat cepat (Fardiaz, 1992) . Tiga jenis bakteri yang bisa menimbulkan racun pada makanan yaitu: (1) Salmonella Salmonella berasal dari alat pencernaan manusia dan
hewan. Bakteri itu juga terdapat pada daging mentah, telur mentah, dan sea food mentah. Salmonella masuk kedalam makanan dengan perantara tangan manusia, serangga, peralatan masak, dan transportasi. Salmonella akan mati bila terkena panas yang tinggi (Sumaprastowo, 2000). Pemanasan pada suhu 70
o
C selama 2
6
menit biasanya cukup untuk membunuh 10 Salmonella. Oleh karena itu, dengan memasak makanan dengan baik akan terhindar dari mikroorganisme Salmonella (Fardiaz, 1992). Keracunan Salmonella menunjukkan tanda-tanda pusing, sakit perut, diare, dan demam. Tanda-tanda ini timbul sekitar 12-36 jam setelah makan (Sumaprastowo, 2000). Rentang tumbuh bakteri Salmonella adalah pada suhu o
o
o
o
(minimum : 5 C – 7 C, optimum : 35 C – 37 C, maksimum : o
47 C), pH 4,5 – 9,0 ( optimum 6,5 – 7,5 ), garam ( relative sensitive
terhadap
garam,
konsentrsi
maksimum
untuk
pertumbuhan adalah 5,3 % (Winarno, 1993). (2) Colstridium perfringens
Jenis bakteri ini terdapat di tanah, debu, dan alat pencernaan manusia dan hewan. Lalat banyak membawa jenis bakteri ini. Jenis bakteri ini dapat membentuk spora yang melindungi dirinya terhadap panas yang tinggi dan masih bisa hidup
pada
suhu
memasak.
Bila
kondisi
lingkungan
menguntungkan, maka spora tersebut berubah kembali menjadi
16
bakteri yang hidup dan siap berkembang biak (Sumoprastowo, 2000). (3) Staphylococcus aureus
Setengah dari jumlah penduduk dunia membawa jenis bakteri ini dalam hidung, tenggorakan, rambut, dan kulit. Jenis makanan yang digemari oleh mikroorganisme ini adalah daging yang telah dimasak, makanan yang mengandung krim, telur, dan saus yang mengandung susu dan telur (sumoprastowo, 2000). Rentang tumbuh Staphylococcus aureus pada suhu minimum 6,5 o
o
o
C, optimum 37 – 40 C, maksimum 48 C. dan pH 4,0 –9,8
(Industriy Council For Development, 1996). Tabel. 3 WAKTU DAN SUHU UNTUK PEMUSNAHAN MIKROORGANISME PATOGEN o
Suhu ( C)
Waktu
o
Suhu ( C)
(mnt:dtk)
Waktu (mnt:dtk)
60
43:29
73
00:48
61
33:44
74
00:35
62
23:16
75
00:26
63
17:06
76
00:19
64
12:40
77
00:14
65
09:18
78
00:10
66
06:49
79
00:06
67
05:01
80
00:05
68
03:43
81
00:04
69
02:43
82
00:03
70
02:00
83
00:02
71
01:28
84
00:02
72
01:05
85
00:01
Sumber. For Development Industry Council, 1996
17
Beberapa mikroorganisme indikator untuk daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL 4 MIKROORGANISME INDIKATOR UNTUK DAGING AYAM Indikator Keamanan
Mikroorganisme Salmonella Staphylococcus aureus Clostridium perfringens Clostridia mesofilik o Sanitasi Total hitungan cawan aerobik pada 35-37 C Koliform Escherichia coli Enterokoki o o Daya tahan simpan Total hitungan cawan aerobik pada 4-10 C dan 20-30 C Kapang dan khamir Bakteri asam laktat Pseudomonas Sumber. Purnomo & Adiono, 1992 Mikroorganisme indikator pada produk-produk daging ayam dilakukan untuk beberapa tujuan tertentu yaitu untuk menjamin keamanannya secara mikroorganisme biologis, mengetahui kondisi sanitasi selama pengolahan, dan mengetahui daya simpan produk. Alasan menggunakan mikroorganisme indikator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan, kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan. (1). Indikator Keamanan Pangan Produk-produk daging ayam sering merupakan sumber keracunan makanan. Bakteri patogen yang sering mencemari produk-produk tersebut teerutama adalah Staphylococcus aureus, Salmonella dan Clostridium perfringens. S. aureus sering mencemari produk-produk daging yang
diolah dengan kadar garam relatif tinggi seperti sosis dan ham, sedangkan Salmonella sering ditemukan pada daging ayam yang masih mentah atau telah diolah setengah matang, dan C. perfringens sering ditemukan pada daging ayam yang dipanggang atau dibakar. Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan daging ayam yaitu:
18
(1.1)
Penetapan proses terkontrol. Dalam proses pengolahan produkproduk daging ayam terdapat dua titik kontrol kritis yang harus dimonitor yaitu penggunaan suhu dan waktu yang tepat untuk pemanasan dan pendinginan produk, mencegah kontaminasi silang daging mentah ke daging yang telah dimasak
(1.2)
Formulasi produk. Berbagai bahan dapat ditambahkan ke dalam produk-produk daging olah untuk mencegah pertumbuhan mikroba patogen.
(1.3)
Penggunaan wadah pengemas dan label yang tepat.
(1.4)
Kombinasi dua atau tiga cara di atas.
(2). Indikator Sanitasi Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi dilakukan segera setelah pengolahan, dan untuk mengetahui sumber pencemaran pada produk akhir sebaiknya juga dilakukan pengujian terhadap peralatan dan bahan-bahan yang digunakan. Untuk bahan pangan mentah, jumlah koliform dan E. coli menunjukkan pemotongan
tingkat hewan.
mikroorganisme
kontaminasi Selama
mungkin
pada
proses
pengolahan
dapat
meningkat
penyenbelihan
daging
ayam,
pada
beberapa
/
jumlah tahap
pengolahan. Pengolahan daging ayam di dalam ruangan pada suhu kamar o
20 C akan mengakibatkan pencemaran oleh berbagai varietas bakteri termasuk bakteri indikator enterik. Pencemaran tersebut biasanya juga terjadi karena pertumbuhan bakteri pada alat-alat pengolahan yang tidak dicuci dan dibersihkan dengan baik. (3). Indikator Kebusukan Daya tahan simpan produk-produk daging ayam dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Jenis kebusukan yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan suhu serta waktu penyimpanan (Purnomo dan Adiono, 1992).
19
Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keamanan produk-produk daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL 5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEAMANAN PRODUK-PRODUK DAGING AYAM Faktor Penentu Intrisik: PH Jenis dan jumlah karbohidrat Pertumbuhan bakteri asam laktat Penggunaan asidulan atau fosfat Garam
Konsentrasi garam
Residu nitrit
Jumlah nitrit Nilai pH produk Suhu dan waktu pengolahan dan penyimpanan Kandungan besi Pertumbuhan mikroba penurun nitrat
Askorbat, iso askorbat
Suhu dan waktu pengolahan dan penyimpanan
Besi
Jenis daging dan bahan tambahan
Fosfat
Jenis dan jumlah yang ditambahkan
Bahan lain (asap)
Jenis dan jumlah yang ditambahkan
Ekstrinsik: Suhu pengolahan
Suhu dan waktu pemanasan dan pendinginan
Kondisi penyimpanan
Suhu dan waktu penyimpanan
Mikroba kompetitif
Jenis dan jumlah mikroba nonpatogen yang ada setelah pengolahan atau karena kontaminasi setelah proses
Pengemasan
Jenis pengemas Jumlah oksigen setelah penutupan dan selama penyimpanan Keterangan untuk penanganan atau penyimpanan produk
Sumber. Fardiaz, 1992 2. Pencegahan
20
Cara mencegah keracunan makanan sangat penting untuk diketahui. Berikut pokok-pokok yang harus diperhatikan: a. Sesuaikan suhu pendingin selama menyimpan makanan. Suhu dalam o
o
lemari es sebaiknya 4,4 C dan freezer –17,8 C. b. Hindari waktu penundaan makanan yang panjang antara sesudah dimasak dan saat dihidangkan. c. Sediakan cukup waktu dan suhu untuk memasak. Usahakan suhu o
dalam memasak daging mencapai 77 C dan sedikan cukup waktu untuk memanasi d. Sesuaikan suhu pemanasan untuk menyimpan makanan yang perlu disajikan panas. e. Perhatikan kebersihan dan ketelitian dalam memasak. (1). Pemasak Pemasak harus bebas dari penyakit, cuci tangan sebelum mulai memasak, cuci tangan sehabis dari kamar mandi dan kamar kecil, cuci tangan sehabis memegang bahan makanan mentah yang berasal dari hewan, keringkan tangan setelah dicuci bersih dengan tisu atau kain lap yang kering dan bersih, tutup mulut sewaktu bersin atau batuk, kemudian cuci tangan sampai bersih dan keringkan, pemasak harus memakai celemek yang bersih, kuku jari pemasak harus bersih dan pendek, pemasak tidak perlu memakai perhisan karena perhiasan merupakan tempat bakteri. (2). Bahan makanan / masakan Bersihkan bahan makanan sebelum dimasak, simpan bahan makanan mentah yang berasal dari hewan dalam bungkus yang rapat agar tidak mengotori makanan yang lain dalam lemari es, daging ayam beku harus dicairkan (“thawed”) dulu sebelum dimasak, jangan memasak daging setengah matang yang kemudian dipanasi kembali tapi harus dimasak secara sempurna, potongan daging yang memiliki berat lebih dari 2,7 kg harus dipotong menjadi potongan yang lebih kecil sebelum dimasak,
21
daging yang sudah masak harus dipegang dengan alat, jangan menyimpan makanan disembarang tempat, tutup masakan yang disimpan dalam lemari es, cegah jangan sampai lalat mencapai tempat meyimpan makanan, jangan menyantap makanan langsung dari wadahnya dan menyimpan kembali sisa makanan itu. (3). Tempat menyimpan bahan makanan, alat memasak dan ruang pengolahan Bersihkan bekas-bekas daging pada rak, lemari es, atau tempat menyimpan lainya, gunakan peralatan yang berbeda untuk keperluan masak yang berbeda-beda, gunakan sendok atau alat masak lain yang berbeda untuk memproses daging mentah dan daging yang telah dimasak, gunakan lap yang selalu bersih dan kering. Lap yang sudah digunakan merupakan sumber bakteri, cuci telenan segera setelah digunakan sebagai alas mengiris daging mentah, cuci telenan 2 kali seminggu dengan sikat kawat, cuci kembali pisau yang telah digunakan untuk mengiris daging, pencucian peralatan secara teratur dengan air deterjen yang tidak mengandung
toksin,
secara
kimiawi
stabil
dan
mudah
o
dihilangkan, suhu air pencuci sebaiknya 63 C karena pada suhu tersebut hampir semua kotoran dan lemak dapat dihilangkan, apabila pencucian dilakukan dengan tangan digunakan sekurangkurangnya dua bak pencelup, sterilkan seluruh peralatan setelah digunakan, ruang penyiapan dan peralatan untuk daging mentah dan daging yang telah diolah harus dipisahkan, peralatan dan permukaan tempat bekerja harus terbuat dari bahan kedap, mudah dibersihkan dan tidak bereaksi dengan bahan pangan, bangunan mudah dibersihkan, penyinaran dan ventilasi cukup. (4). Penanganan Limbah Kotoran tidak boleh terakumulasi atau tinggal dala ruang tempat pengelolaan makanan, kecuali jika tak bisa dihindarkan, limbah disimpan dihalaman luar ruangan tempat penyiapan
22
makanan, limbah disimpan dalam bak tertutuprapat untuk mencegah serangan binatang-binatang kecil terhadap makanan, bak harus dikosongkan dan dicuci secara teratur, bak didirikan pada jarak 30 cm di atas dasar yang terbuat dari beton dan mudah dikeringkan. (5). Pengendalian hama Bangunan pengelolaan pangan harus dijaga bersih dan dalam perawatan baik, saluran yang tidak terpakai lagi, lubang-lubang di dinding,
lantai
dan
langit-langit
harus
ditutup,
pipa-pipa
pembuangan harus ditutup rapat pada tempat masuknya ke gudang dan pada tempat lewat dari satu ruangan ke ruangan yang lain Ruang tempat penyimpanan harus dibersihkan secara teratur dan semua stol harus dijaga paling tidak 45 cm di atas lantai dan digunakan dengan sistem rotasi (Fardiaz, 1992). G. Hygiene Sanitasi
1. Pengertian Secara Umum Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanankan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur
faktor-faktor
lingkungan
yang
berkaitan
dengan
rantai
perpindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan
penerapan
dari
prinsip-prinsip
yang
akan
membantu
memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan kesehatan yang baik pada manusia ( Purnawijayanti, 2001). Berkaitan
dengan
proses
pengolahan
pangan
secara
kusus
mendefinisikan sanitasi sebagai penciptaan atau pemeliharaaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan oleh makanan.
23
Karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan sangat besar, penerapan sanitasi pada personil yang terlibat di dalamnya perlu mendapat perhatian kusus. Dalam hal ini pemahaman mengenai higyene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan, sangat penting.
Dalam Ensiklopedi
Indonesia (1982)
disebutkan
pengertian higyene adalah ilmu yang berhubungan
bahwa
dengan masalah
kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Hygiene juga mencakup upaya perawatan kesehatan diri, termasuk ketetapan sikap tubuh. 2. Sanitasi Pekerja Ada 3 kelompok penderita penyakit yang tidak boleh dilibatkan dalam penanganan makanan, yaitu penderita penyakit infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan penyakit kulit. Ketiga jenis penyakit ini dapat dipindahkan
kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau
disajikan penderita, Orang sehat pun sebetulnya masih milyaran mikroorganisme di dalam mulut, hidung, kulit, dan saluran pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan penyakit kepada manusia. Dengan demikian, pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolahan makanan adalah pencucian tangan, kebersihan, dan kesehatan diri. a.
Pencucian Tangan Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus parogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun
24
dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan mikrobia yang terdapat pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikrobia. Frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat, setelah tangan menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan atau cemaran. Berikut ini adalah beberapa pedoman praktis, pencucian tangan yang harus dilakukan: (1) Sebelum
memulai
pekerjaan
dan
pada
waktu
menangani
kebersihan tangan harus dijaga. (2) Sesudah waktu istirahat. (3) Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya merokok, makan,
minum,
bersin,
batuk,
dan
setelah
menggunakan
toilet/kamar mandi (buang air kecil atau besar). (4) Setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan misalnya telepon, uang, kain atau baju kotor, bahan makan mentah atau pun segar, daging, cangkang telur, dan peralatan kotor. (5) Setelah mengunyah permen karet atau setelah menggunakan tusuk gigi. (6) Setelah menyentuh kepala, rambut, hidung, mulut, dan bagian– bagian tubuh yang terluka. (7) Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan. Misalnya, menyapu atau memungut benda yang terjatuh dilantai. (8) Sesudah menggunakan bahan-bahan pemersih dan atau sanitaiser kimia. (9) Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja. Fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai adalah bak cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan
25
tertutup, kran air panas, sabun, dan handuk kertas atau tissue atau mesin pengering. Bak air yang digunakan untuk pencucian tangan harus terpisah dari bak pencucian peralatan dan bak untuk preparasi makanan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk 10 orang karyawan. Tempat cuci tangan harus diletakkan sedekat mungkin dengan tempat kerja ( Purnawijayanti, 2001 ). b.
Kebersihan dan Kesehatan Diri Syarat utama pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan pekerjaan melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan Rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernapasan. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi pengolahan makanan di dapur rumah sakit. Ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para pengolah makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: (1). Berpakaian dan Berdandan Pakaian pengolahan dan penyajian makanan harus selalu bersih. Apabila tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, pakaian sebaiknya tidak bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada pakaian mudah dilihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian. Disarankan untuk mengganti dan mencuci pakaian secara periodik, untuk mengurangi risiko kontaminasi. Pekerja harus mandi setiap hari. Pengunaan make-up dan deodoran yang berlebihan harus dikurangi. Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong pendek, dan sebaiknya tidak dicat. Perhiasan dan asesoris misalnya cincin, kalung, anting, dan jam tangan sebaiknya dilepas, sebelum pekerja memasuki daerah pengolahan makanan. Kulit di bagian bawah perhiasan sering
26
sekali menjadi tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembang biak bakteri. Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh digunakan sebagai lap tangan. Setelah tangan menyantuh celemek, sebaiknya segera dicuci menurut menurut prosedur yang telah dijelaskan. Celemek harus ditanggalkan bila pekerja meninggalkan ruangan pengolahan. Pekerja juga harus memakai sepatu yang memadai dan selalu alam keadaan bersih. Sebaiknya dipilih sepatu yang tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya.
Sepatu
boot
disarankaan
untuk
dipilih
(Purnawijayanti, 2001). (2). Rambut Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah atau menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak terjatuh kedalam makanan. Meskipun rambut yang jatuh bukan penyebab utama kontaminasi bakteri, tetapi adanya rambut dalam makanan amat tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena itu pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan disarankan menggunakan topi /tutup kepala atau jala rambut. Setiap kali tangan menyentuh, menggaruk, menyisir, atau menyikat rambut, harus segera dicuci sebelum digunakan lagi untuk menangani makanan. Untuk pekerja laki-laki yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya. Tetapi akan lebih baik jika kumis atau jengot tersebut dicukur bersih (Purnawijayanti, 2001). (3). Kondisi Sakit Pekerja yang sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan, sampai gejala-gejala penyakit tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka tersebut dengan menutup pelindung dengan pelindung yang kedap air, misalnya
27
plester, sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak terpindahnya mikrobia yang terdapat pada luka ke dalam makanan. Selain hal-hal tersebut di atas, berikut ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam pengolahan makanan, sebagai berikut: a.
Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misalnya permen karet, tembakau, dan lain-lain) selama melakukan aktivitas penanganan makanan.
b.
Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan.
c.
Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau bersin. Sedapat mungkin batuk dan bersin tidak di dekat makanan.
d.
Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari.
e.
Gunakan sendok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang sesuai.
f.
Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagian tubuh misalnya mulut, hidung, telinga, atau menggaruk bagianbagian tubuh pada waktu menangani makanan.
g.
Seminimal mungkin menyentuh makanan yang siap disajikan dengan mengunakan tangan. Pada waktu memegang gelas minum pun dilarang untuk menyentuh bibir gelas.
h.
Jangan sekali-kali duduk di atas meja kerja.
3. Sanitasi Peralatan Peralatan
dapur
harus
segera
dibersihkan
dan
disanitasi/
desinfeksikan (dibersihkan agar tidak terkontaminasi kembali) untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa pada peralatan dapur seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), dan alat saji merupakan sumber kontaminan potensial bagi makanan.
28
Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung pada jenis alat yang digunakan. Alat saji dan alat masak harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah digunakan. Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lain Kadang-kadang untuk membantu proses pembersihan peralatan. diperlukan bantuan kain lap/serbet. Serbet makan yang digunakan bersamaan dengan penyajian makanan harus bersih, kering dan tidak digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang digunakan untuk melap peralatan dapur yang secara langsung bersentuhan dengan makanan, harus bersih dan sering dicuci serta disanitasi dengan bahan sanitaiser yang sesuai. Serbet atau spon tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lain. Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual juga diterapkan pada pan, baskom adonan, pengaduk, serta pisau. Pembersihan menyeluruh dilakukan setiap kali setelah pemakaian. Peralatan kemudian dicuci dengan larutan deterjen, setelah semua kotoran dihilangkan, peralatan kemudian dibilas, dikeringkan, dan disimpan dirak /lemari ( Purnawijayanti, 2001 ). 4. Sanitasi Ruang Pengolahan Makanan Ruang pengolahan makanan atau dapur juga berperan penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan. Dapur yang bersih dipelihara dengan baik akan merupakan tempat yang higienis sekaligus menyenangkan tempat kerja. Dapur seperti itu juga dapat menimbulkan citra (image) yang baik bagi institusi yang bersangkutan.Dua hal yang menentukan dalam menciptakan dapur yang saniter adalah kontruksi dapur dan tata letak. a. Kontruksi Dapur
29
Salah satu hal utama yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dapur yang baik, adalah kontruksi bangunan yang anti tikus. Tikus merupakan pembawa mikroba patogen, serta merusak bahan makanan selama penyimpanan. Lubang-lubang yang ada di dalam dapur yang dapat menjadi pintu keluar masuk tikus yang harus ditutup dengan kawat kasa langit-langit dan dinding dapur sebaiknya dibuat dari bahan-bahan yang tidak menyerap partikel dan mudah dicuci. Lantai dapur dan daerah penyajian sebaiknya dari keramik atau bahan-bahan lain yang tidak licin. Sistem ventilasi dapur harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat dihindari terjadinya kondensasi di ruangan dapur yang dapat memacu pertumbuhan jamur dan baktei. Ventilasi yang baik didisain untuk dapat mengeluarkan asap, uap, kondensasi, kelebihan panas, dan bau dari ruangan. Dengan demikian, dapur memerlukan alat penghisap, atau paling tidak dilengkapi cerobong dengan sungkup asap. Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa peralatan yang digunakan di dapur dan di ruangan penyajian dalam keadaan bersih. Selain itu pencahayaan yang memadai juga sangat penting untuk menjamin keberhasilan pekerjaan, pengolahan, penyajian, dan penyimpanan makanan. Kontruksi dapur sebaiknya menghindari terbentuknya sudutsudut dan celah mati yang sulit dibersihkan. Bagian ruang seperti ini kemungkinan besar akan menjadi tempat akumulasi kotoran, atau tempat bersarangnya serangga dan hewan pengerat. b. Tata Letak Dapur Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus memenuhi tuntutan yaitu: 1. Memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara runtut dan efisien.
30
2. Terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kontor, dan limbah pengolahan. Penataan alat pengolahan dan fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan yang harus dilalui, dari bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi, pengolahan atau pemasakan, dan penyajian. Kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah dapat dihindari apabila jalur yang ditempuh produk makanan terpisah dari jalur bahan mentah. Penanganan peralatan kotor harus menggunakan fasilitas penampung air yang berbeda dengan yang akan digunakan untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan untuk makanan masak dipisahkan dari makanan mentah. Sanitasi dapur dapat diupayakan dengan pembersihan secara rutin, diikuti aplikasi sanitasi apabila diperlukan. Makanan yang tercecer dilantai harus segera dibersihkan. Lantai juga harus disapu dan dipel setiap hari dengan cairan sanitaiser. Dinding dan langit harus dibersihkan sekurang-kurangnnya 1 bulan sekali, dengan metode pembersihan yang sesuai. Misalnya dengan menggunakan busa. (Purnawijayanti, 2001)
H. Kerangka Konsep
Bahan Pangan
Pengolahan daging ayam
Pengawasan Mutu Makanan HACCP
Produk yang aman