BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai masalah klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek klinis. Jumlah penduduk di Indonesia menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414 %, hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia akan mencapai 25,5 juta.
Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 % dari total penduduk, tahun 1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4 %,, seperti terlihat pada tabel 1. (Czeresna, 2006). Dokter yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry, 2009).
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya.
Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul " komunikasi terapiutik pada lansia".
Rumusan Masalah
Apa definisi komunikasi terapeutik ?
Apa manfaat komunikasi terapeutik ?
Bagaimana karakteristik lansia ?
Bagaimana cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
Bagaimana teknik komunikasi pada lansia ?
Apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?
Bagaimana terapi modalitas pada lansia ?
Tujuan
Untuk mengetahui definisi komunikasi terapeutik.
Untuk mengetahui manfaat komunikasi terapeutik .
Untuk mengetahui karakteristik lansia .
Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi.
Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia.
Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi dengan lansia.
Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan.
Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia.
Untuk mengetahui terapi modalitas pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Komunikasi Terapiutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan petugas kesehatan
Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru.
Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang mengikut sertakan dirinya
Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan
Apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini?
Apa yang bisa bantu…?
(Berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien).
Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya :
Saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakany, dan bila diperlukan kami dapat membantu.
Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien.
Bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..?
Bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?
Sabar dan Ikhlas
Diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
Meremehkan orang lain
Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
Menonjolkan diri sendiri
Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.
Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
Menarik diri bila di ajak berbicara
Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
Merasa tidak berdaya
Tidak berani mengungkap keyakinaan
Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
Tampil diam (pasif)
Mengikuti kehendak orang lain
Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
Keraskan suara anda jika perlu
Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia
Menunjukkan rasa hormat, seperti "bapak", "ibu", kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien.
Pertahankan kontak mata dengan pasien.
Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif.
Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya.
Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien.
Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien.
Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
Terapi Pada Lansia
Terapi Modalitas Pada Lansia
Pengertian
Terapi modalitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
Tujuan
Mengisi waktu luang bagi lansia
Meningkatkan kesehatan lansia
Meningkatkan produktivitas lansia
Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
Jenis Kegiatan
Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia, Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
Terapi aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, Co-leader, dan fasilitator serta observer.
Terapi Musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga eningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu, misalnya : lagu keroncong, musik dengan gamelan.
Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lomnok, dan lain-lain.
Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya :mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll
Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan, mislanya :membuat kipas, membuat keset, membuat bungan dari bahan ynag mudah didapat (pelepah pisang, botol bekas, biki-bijian, dll.), menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll).
Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun, seperti mengadakan cerdas cermat, mengisis Teka Teki Silang (TTS), tebak-tebakan, puzzle, dan lain-lain.
Life Riview Terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya.
Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisas, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu lansia, Bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama Keluarga, mengunjungi saudara, dll.
Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan menguatkan rasa nyaman. seperti mengadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama'ah, dll.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain saling ketergantungan dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Sundeen, 1998). Aktivitas Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain saling terikat dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klien dengan tujuan memberi terapi bagi anggotanya. Dimana berkesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon sosial.
Prinsip-prinsip memilih peserta terapi aktivitas kelompok
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas, yang dijabarkan antara lain :
Gejala sama
Misalnya terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.
Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.
Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.
Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia
Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain
Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku yang destrkutif dan maladaptif
Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain unutk menemukan cara menyelesaikan masalah
Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidakberesan dalam kehidupan seseorang. Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi, dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh. Bagi penyanyi dalam sebuah kelompok, musik memberikan suatu komunikasi yang intim dan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok secara individu, juga antara anggota itu sendiri, dan masih terjadi ketika hubungan antarpribadi itu menjadi terbatas dan pecah. Musik dapat mempersatukan suatu kelompok yang beraneka ragam menjadi suatu unit yang fungsional. Fungsi musik sebagai ungkapan perhatian dapat dilihat ketika musik dialami sebagai suatu pemberian dari orang-orang yang kelihatannya tidak memiliki apa-apa.
Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian
Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi tambahan bagi konseling pastoral melibatkan integrasi dari beberapa disiplin sejarah: pendidikan musik, pelayanan musik, dan terapi musik. Terapi musik merupakan yang paling muda dari ketiga bidang ini dan yang langsung berhubungan dengan aplikasi klinis musik. Kata "terapi" dalam konteks ini berarti lebih daripada sekadar "penyembuhan suatu penyakit". Di zaman stres, penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa, dan kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi untuk menstimulasi, memulihkan, menghidupkan, mempersatukan, membuat seseorang peka, menjadi saluran, dan memerdekakan. Terapi musik memiliki suatu kapasitas yang unik dan mapan sehingga memungkinkan terjadinya perubahan hidup. Musik merupakan bagian dari musik temporal, yaitu bahwa musik hadir dalam tari dan drama. Musik mengandung kumpulan yang sistematis dan teratur dari berbagai komponen suara irama, melodi, dan keselarasan untuk dapat dilihat dan dinikmati. Musik, seperti bentuk seni lainnya, merupakan ekspresi yang penuh gaya. Musik melibatkan pengelolaan serta keterampilan dari materi artistik sehingga dapat menyajikan atau mengomunikasikan suatu hal tertentu, gagasan, atau keadaan perasaan. Musik dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang: sejarah, teori, filsafat, estetika, atau fungsional.
Musik yang fungsi utamanya lebih bersifat sosiologis atau psikologis daripada estetika murni disebut musik fungsional. Dengan perkataan lain, ketika musik digunakan dengan tujuan utama lebih menitikberatkan pada musiknya, maka saat itu berarti musik telah digunakan secara fungsional. Penggunaan musik secara estetika, di pihak lain, merupakan "musik demi musik belaka" atau "musik demi kepuasan artistik".
Sebenarnya, pada batas tertentu kebanyakan musik memiliki kedua fungsi tersebut sehingga suatu klasifikasi yang eksak kadang-kadang sulit diperoleh. Suatu pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik secara terapis yang dibawakan dalam wujud informal dan tanpa bentuk dengan penggunaan terapi musik sebagai suatu dimensi khusus dari suatu cara terapi yang terintegrasi. Mula-mula pengalaman musikal dapat dipilih sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh terapis, mungkin dapat juga dilakukan dengan memasukkan aktivitas-aktivitas seperti berperan serta dalam paduan suara gereja atau koor umum, menghadiri pagelaran musik, ikut pelajaran musik, dan lain-lain. Ini mengingat terapi musik formal sering menggunakan irama sederhana dan instrumen perkusi yang dapat dimainkan oleh hampir setiap orang. Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh pengalaman musikal dengan "nilai terapetis" yang tidak berupa terapi musik formal. Misalnya, mereka dapat berpartisipasi dengan nyanyi bersama dalam acara rekreasi, mendengarkan rekaman musik yang inspiratif, atau menyanyikan lagu pujian di sisi tempat tidur pasien. Di pihak lain, terapi musik sebagai disiplin saintifik, menyangkut pemanfaatan secara hati-hati dan sengaja dari semua dinamika mendalam dan potensial yang berhubungan dengan pengalaman musikal, termasuk memilih, memasang, dan memainkan musik itu sendiri, selain hubungannya dengan interaksi antara terapis dan pasien.
Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat dijabarkan sebagai suatu aktivitas kelompok secara umum dari lingkungan pergaulan terapetik dalam bentuk kelompok nyanyi, koor atau ensambel musik, dan kelas apresiasi musik atau secara perseorangan dapat ditujukan kepada pasien tertentu berdasarkan kebutuhan terapi mereka yang unik dan kecakapan dalam bentuk vokal atau latihan instrumen dan teori musik dan pelajaran komposisi. Pilihan materi musik, medium musik, tingkat kompleksitas, dan sasaran terapetik merupakan keputusan dan kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan pasien. Seperti dalam semua cara terapi, terapi musik menyangkut penilaian terhadap pasien, aktivitas yang akan dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman terapetik, dan evaluasi. Kadang-kadang terapi musik dapat digabungkan secara efektif dengan aktivitas seni lain yang kreatif, misalnya menari, psikodrama, puisi dan tulisan kreatif, melukis dan membuat patung, dan bermacam bentuk terapi pertukangan (kerajinan tangan, perkayuan, dan hortikultura). Selanjutnya, setiap terapi tambahan dapat menjadi kapasitas yang unik untuk menstimulasi dan mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki individu. Secara psikologis, semua bentuk ekspresi artistik memiliki kapasitas untuk memberi kepuasan kebutuhan akan ego dasar dari individu, terutama untuk merasa memiliki, mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan, mengasihi dan dikasihi, dan mengembangkan suatu citra diri yang positif. Terapi musik menempati posisinya yang kuat di antara terapi- terapi seni kreatif karena beberapa alasan. Pertama, musik secara tradisional dan secara benar disebut sebagai "bahasa universal".
Setiap kultur memiliki tradisi musikal yang mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial, estetika, dan komersial. Kedua, musik merupakan seni yang serba guna dan dapat diperoleh. Hampir setiap orang dapat terlibat dalam aktivitas musik dengan kadar kemampuan yang sama. Akhirnya yang ketiga, musik, terutama musik vokal dengan campuran musik dan puisi, mampu mengekspresikan dan membangkitkan seluruh tangga nada emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta pengalaman manusia.
Musik sebagai Terapi Tingkah Laku
Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih daripada sekadar pengalaman yang mendidik atau suatu aktivitas sosial, walaupun pada batas tertentu berfungsi sebagai penghiburan, bersifat mendidik, dan maksud-maksud sosial. Secara teknis, terapi musik telah didefinisikan sebagai "suatu sistem yang telah dikembangkan secara maksimal untuk menstimulasi dan mengarahkan tingkah laku untuk mencapai sasaran terapi yang benar-benar jelas". Salah satu penyajian yang terbaik dan paling singkat dari kerangka konseptual ini adalah yang diberikan oleh William Sears dalam makalahnya yang berjudul "Proces in Music Therapy".
Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen kepada aktivitas, untuk membuat aneka ragam komitmen, dan menumbuhkan kesadaran akan manfaat yang diperoleh. Dengan cara yang tidak memaksa, musik menuntut tingkah laku yang sesuai dengan urutan waktu, realitas yang teratur, kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur. Musik menimbulkan gagasan dan asosiasi ekstramusikal. Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri.
Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-nilai, dan pengertian seseorang. Sasaran harus memberikan kepuasan sehingga seseorang akan berusaha untuk memperoleh lebih banyak pengalaman serupa yang aman, baik, dan nikmat. Musik menyediakan kesempatan untuk ekspresi diri dan untuk memperoleh kecakapan baru yang memperkaya citra diri (terutama bagi yang memiliki keterbatasan tubuh/cacat).
Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar pribadi.
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana individu telah mengesampingkan kepentingannya demi kepentingan kelompok. Sasarannya ialah untuk memperbanyak jumlah anggota dalam kelompok, menambah jangkauan dan variasi interaksi, dan menyediakan pengalaman yang akan memudahkan melakukan adaptasi terhadap kehidupan di luar lembaga. Pengalaman kelompok memungkinkan seseorang berbagi rasa secara intens dalam cara- cara yang secara sosial dapat diterima; musik memberikan penghiburan dan rekreasi yang diperlukan bagi lingkungan terapi secara umum. Juga bantuan pengalaman dalam pengembangan kecakapan sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang dapat diterima secara lembaga dan kelompok sebaya dalam masyarakat.
Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : seperti baca majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian .
Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.
Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas kelompok
No.
Peran Perawat
Tugas/Fungsi
1.
Leader
Menyusun rencana pembuatan proposal
Memimpin jalannya therapi aktifitas kelompok
Merencanakan dan mengontrol terapi aktifitas kelompok
Membuka aktifitas kelompok
Memimpin diskusi dan terapi aktifitas kelompok
Leader memperkenalkan diri dan mempersilahkan anggota lainnya untuk memperkenalkan diri.
Membacakan tujuan terapi aktivitas kelompok
Menutup kegiatan TAK
2.
Co-Leader
Membantu leader mengorganisasi anggota
Apabila terapi aktivitas pasif diambil oleh Co-leader
Menggerakkan anggota kelompok
Membacakan aturan main
Mengambil alih posisi Leader jika Leader blocking
Menyerahkan kembali posisi kepada leader
3.
Fasilitator
Ikut serta dalam kegiatan kelompok untuk aktif jalannya permainan
Memfasilitasi anggota dalam diskusi kelompok
4.
Observer
Mengobservasi jalannya terapi aktifitas kelompok mulai dari persiapan, proses dan penutup
Mencari serta mengarahkan respon klien
Mencatat semua proses yang terjadi
Memberi umpan balik pada kelompok
Melakukan evaluasi pada terapi aktifitas kelompok
Membuat laporan jalannya aktivitas kelompok
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan terapeutik. Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. Sedangkan terapi modalitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
Saran
Seharusnya perawat melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia untuk membina suatu hubungan kerja sama antara perawat dan lansia. Untuk terapi modalitas harusnya dilakukan kegiatan promosi atau penyuluhan kesehatan pada lansia tentang bagaimana melakukan terapi modalitas untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Komunikasi terapeutik.pdf. (diakses tanggal: 10 Oktober 2014 pukul 15.00 WITA).
Http://dwaney.wordpress.com/2011/10/09/tak-lansia. (diakses 10 Oktober 2014 pukul 15.00 WITA).
Padila. 2013. Keperawatan Gerontik. Yokyakarta: Nuha medika.