1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada proses penyeduhan kopi, air digunakan untuk mengeluarkan cita rasa kopi (komponen transisi atau zat terlarut) dari bubuk kopi (bahan ekstraksi berfase padat dan mengandung komponen transisi). Pada proses tesebut seharusnya hasil yang terbentuk adalah berupa kopi cair yang dapat diminum (pelarut dan zat terlarut) dan bubuk kopi dalam fase padat berkurang dalam penyaring kopi. Tetapi hal tersebut tidak demikian pada kenyataannya, bubuk dengan fase padat masih mengandung komponen transisi setelah proses ekstraksi atau dengan kata lain komponen transisi hanya didapat dari permukaan bubuk kopi saja. Selain itu, beberapa pelarut juga masih terikat dengan padatan tersebut. Kebanyakan unsur-unsur biologis, organik dan anorganik terdapat dalam bentuk campuran dari komponen-komponen yang berbeda dalam padatan. Untuk memisahkan bagian yang diinginkan atau untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari fase padat, maka padatan dikontakkan dengan cairan (Geankoplis, 1993). Metode yang digunakan untuk proses tersebut disebut dengan ekstraksi padat-cair atau leaching . Leaching menurut contoh di atas adalah ekstraksi suatu konstituen (cita rasa kopi) yang dapat larut pada suatu solid suatu solid (bubuk kopi) dengan mempergunakan pelarut air atau dengan kata lain merupakan suatu proses pemisahan zat yang dapat larut dari campurannya campurannya dengan padatan lain yang tidak dapat larut (inert (inert ) dengan menggunakan pelarut cair. Pada prinsipnya ekstraksi padat-cair maupun ekstraksi cair-cair adalah sama, akan tetapi pada proses leaching ekstrak didapat dari padatan dan cairan (umpan), sementara pada ekstraksi cair-cair kedua komponen umpan berfase cair. Proses ekstraksi layaknya contoh yang disampaikan sebelumnya tersebut ditentukan oleh jumlah bubuk kopi yang akan dilarutkan, distribusi cita rasa kopi dalam bubuk kopi serta sifat dan ukuran bubuk kopi. Beberapa hal yang harus diperhatikan utuk tercapainya kondisi optimum ekstraksi yaitu senyawa dapat larut dalam pelarut dengan waktu singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa analit dari pelarut pengekstraksi (Fajriati,2011).
2
Bila konstituen yang dilarutkan tersebar merata pada solid , maka yang ada di permukaan akan larut ke dalam solvent terlebih terlebih dahulu (adsorpsi), selanjutnya, semakin lama pelarut akan semakin sukar menuju sisa solid untuk mencapai konstituen terdalam. Hal ini mengakibatkan kecepatan ekstraksi akan menurun, karena lapisan larutan tersebut sukar ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan dilarutkan merupakan bagian besar dari solid , maka sisa solid sisa solid yang yang berpori akan pecah menjadi solid halus dan tidak akan mengalami perembesan pelarut ke lapisan yang lebih dalam. Faktor – faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah jumlah konstituen(solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran partikel. Pada umumnya perpindahan solven kepermukaan terjadi sangat cepat dimana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solute – solvent, sehingga kecepatan difusi campuran solute – solvent kepermukaan solid merupakan tahapan yang mengontrol keseluruhan proses leaching . Kecepatan difusi ini tergantung beberapa factor yaitu : temperature, luas permukaan partikel, pelarut, perbandingan solute – solvent, kecepatan dan lama pengadukan. Untuk memisahkan minyak dari pelarutnya, dilakukan dengan cara distilasi (Pramudano, 2008). Pada dasarnya, proses ekstraksi padat-cair yang ditemukan pada proses penyeduhan kopi bukanlah satu-satunya contoh proses leaching . Masih ada banyak sekali aplikasi proses leaching dalam kehidupan sehari-hari seperti ekstraksi minyak dari kacang tanah atau biji bunga matahari, penyeduhan teh dan lainnya. Dalam dunia industri, ekstraksi padat-cair terdapat dalam industri logam dengan tujuan untuk pemurnian logam serta untuk memisahkan logam dalam bentuk gram yang dapat dapat larut. 1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan pengaruh jumlah tahap pencucian dan kecepatan putaran pengaduk terhadap konsentrasi NaOH yang dihasilkan serta untuk mengetahui mengetahui efisiensi reaktor.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi Padat-Cair
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstraksi adalah proses penyarian simplisia nabati atau hewani dengan pelarut atau cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solvent pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. Ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk operasi yang melibatkan perpindahan suatu konstituen padat atau cair ( solute) ke dalam cairan lain yaitu solvent atau pelarut. Istilah ekstraksi padat-cair terbatas pada kondisi di mana terdapat fasa padat dan mencakup operasi seperti leaching, lixiviation, dan washing. Leaching adalah pelepasan fraksi terlarut dalam bentuk larutan dari fraksi tidak larut yang berupa padatan permeable. Zat yang terlarut dapat berupa padatan ataupun cairan, yang terikat dengan ikatan kimia atau mekanik dalam struktur pori-pori pada material tidak larut. Padatan yang tidak larut dapat berukuran besar atau berpori, tetapi keseringan yang timbul adalah dalam bentuk partikel halus dengan permukaan terbuka yang dapat ditembus (Perry, 1988).
4
Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan ( solvent ) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan ( solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching . Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu: 1.
Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan komponen-komponennya
2.
Proses pembantukan fase seimbang
3.
Proses pemisahan kedua fase seimbang Sebagai tenaga pemisah, solvent harus dipilih sedemikian hingga
kelarutannya terhadap salah satu komponen murninya adalah terbatas atau sama sekali tidak saling melarutkan. Karenanya, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fase cairan yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang banyak mengandung diluent disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak mengandung solvent dinamakan ekstrak. Terbentuknya dua fase cairan, memungkinkan semua komponen yang ada dalam campuran terbesar dalam masing-masing fase sesuai dengan koefisien distribusinya, sehingga dicapai keseimbangan fisis (Dewi, 2010). Ekstraksi adalah pemisahan secara kimia atau fisika sejumlah bahan padat atau cair dari suatu padatan. Biasanya digunakan pelarut untuk mengekstraksi bahan tanaman. Ekstraksi berlangsung dalam dua proses secara paralel, yaitu pelepasan (release) bahan yang diekstraksi melalui sel tanaman yang telah dirusak dan pelepasan bahan yang diekstraksi melalui proses difusi. Ekstraksi padat-cair biasa disebut leaching , yaitu suatu proses pemisahan zat yang dapat larut dari suatu padatan yang tidak dapat larut menggunakan pelarut cair. Operasi ekstraksi padat-cair terdiri dari dua tahap yaitu: 1. Kontak antara padatan dan pelarut untuk mendapatkan perpindahan solute ke dalam solvent . 2. Pemisahan larutan dari padatan sisa.
5
Dalam menganalisis proses leaching , syarat-syaratnya sebagai berikut: 1. Zat padat tidak larut dalam solvent . 2. Pelarut harus cukup untuk melarutkan semua solute. 3. Tidak ada absorbsi solute oleh zat padat. 4. Keseimbangan tercapai bila solute telah larut. Anggapan
ini
harus
diperhatikan
walaupun
pada
dasarnya
ada
penyimpangan, misalnya solute yang tertahan pada padatan dan tidak semua solute tersekstrak (Mc. Cabe, 1987). Untuk mempercepat pendispersian solute dari partikel padatan dapat dilakukan dengan perlakuan pemanasan maupun dengna memperkecil ukuran partikel padatan. Sehingga memperluas kontak permukaan antara material padatan dengan zat pelarutnya. Untuk memperoleh jumlah oleoresin sangat dipengaruhi oleh jumlah material padatan yang dilarutkan dalam pelarut, temperatur, ukuran bahan serta waktu pelarutannya.
2.2 Mekanisme Ekstraksi
Ekstraksi adalah istillah yang digunakan untuk konstituen dari cairan yang dipindahkan ke cairan (pelarut). Istillah ekstraksi padat-cair terkait dengan penggunaan padatan dan operasi yang mencakup leaching dan pencucian. Ekstraksi padat-cair adalah proses pelepasan zat terlarut dari padatan dengan menggunakan pelarut cair. Ekstraksi padat cair banyak digunakan di industri kimia dimana metode pemisahan mekanik dan termal tidak dapat dilakukan. Ekstraksi gula dari tebu, minyak dari biji-bijian, produksi zat terlarut dengan konstentrasi tertentu dari material padatan merupakan contoh proses leaching yang paling sering dilakukan di dunia industri. Mekanisme proses leaching dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: 1. Difusi pelarut ke pori-pori partikel padatan. 2. Pelarut yang berdifusi melarutkan zat terlarut (perpindahan zat terlarut ke fasa cairan).
6
3. Perpindahan zat terlarut dari pori-pori padatan ke larutan utama (Brown, 1956). Prinsip dasar ekstraksi adalah berdasarkan kelarutan. Untuk memisahkan zat terlarut yang diiginkan atau menghilangkan komponen zat terlarut yang tidak diinginkan dari fasa padat, maka fasa padat dikontakkan dengan fasa cair. Pada kontak dua fasa tersebut, zat terlarut terdifusi dari fasa padat ke fasa cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat. Mekanisme difusi dari proses ekstraksi tersebut dinyatakan dalam hukum Fick, dimana difusifitas massa dari atau sistem biner didefinisikan ke dalam bentuk persamaan berikut: JA*=- c DAB XA Persamaan ini disebut sebagai hukum Fick I untuk suatu peristiwa difusi, ditulis dalam bentuk fluks difusi molar J A*. Persamaan ini menunjukan bahwa komponen A berdifusi (bergerak relatif dalam campuran) pada arah pembesaran dari fraksi mol komponenA, sebagaimana aliran panas pada konduksi pada arah pembesaran temperatur. Bentuk lain dari hukum Fick I ini menggambarkan tinjauan terhadap fluks molar relatif, NA terhadap koordinat stationer, dituliskan sebagai berikut : NA= x (NA + NB) - cDABXA Persamaan ini menunjukan fluks difusi, N A yang relatif terhadap koordinat stationer merupakan dua vektor kuantitas, yaitu vektor X A (NA + NB) yang merupakan fluks molar komponen A hasil dari gerakan bulk didalam fluida , dan vektor JA*= - cDABXA merupakan fluks molar A hasil dari difusi pada lapisan atas aliran bulk. Dengan demikian aliran bulk dan arah difusi adalah sama untuk A (karena A mendifusi searah aliran) dan berlawanan arah untuk B (karena B bergerak berlawanan terhadap aliran). Hukum Fick I menunjukan bahwa perpindahan massa terjadi karena adanya gradien konsentrasi massa. Untuk menerangkan perihal kelakuan difusi di dalam fluida tidak ada teori yang benar-benar tepat, tetapi biasanya digunakan teori termodinamika untuk melakukan perhitungan yang dianggap keadaan difusivitas terjadi pada suatu
7
partikel tunggal atau larutan molekul A melalui medium stationer B, persamaan yang digunakan sebagai berikut: DAB= kT Dimana UA/FA adalah gerakan partikel A (dalam hal ini pada kecepatan tetap dicapai oleh partikel dibawah aksi satu unit gaya). Suatu hubungan diantara di dalam aliran lambat dapat diperoleh dari hidrodinamik (Brown, 1956).
Solid
Pelarut
Liquid Sehingga terjadi pemisahan antara padatan dengan cairan :
Gambar 2.1 Mekanisme proses ekstraksi padat cair
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi
Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pelarut Kelarutan zat terlarut ( solute) dipengaruhi oleh sifat polar dan nonpolar pelarut. Umunya senyawa polar akan larut dalam pelarut polar demikian juga sebaliknya. Jenis pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan oleoresin adalah heksana, aseton, metanol, etanol, isopropanol dan metilen klorida. Pelarut ini harus mempunyai sifat mudah dipisahkan dari hasil ekstraksinya. Perolehan oleoresin dari kayu manis meningkat dengan meningkatnya
8
temperatur dan pada hasil penelitian, perolehan oleoresin tertinggi diacapai dengan pelarut etanol. 2. Temperatur Umumnya ekstraksi akan berlangsung lebih cepat bila dilakukan pada temperatur tinggi, tetapi pada oleoresin hal ini akan menyebabkan beberapa komponen mengalami kerusakan. Temperatur optimum untuk menghasilkan oleoresin adalah 50C. 3. Ukuran Bahan Ukuran bahan mempengaruhi waktu ekstraksi. Ukuran bahan yang lebih halus akan memberikan luas bidang kontak yang lebih besar dengan pelarut, jika ukuran bahan lebih besar, maka pelarut akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengekstrak semua oleoresin. Laju ekstraksi ditentukan oleh luas permukaan kontak antara zat terlarut dengan pelarut. Pada minyak atsiri dan sinamaldehid daun kayu manis tertinggi diperoleh pada derajat kehalusan bahan 40-60 mesh yaitu: 4,63%-5.9% (Rismunandar, 1989). 4. Waktu Pengontakan Waktu pengontakan yaitu lamanya kontak antara material padatan dengan pelarut. Lama ekstraksi berpengaruh pada rendemen oleoresin dan sisa pelarut yang dihasilkan. Waktu optimum menghasilkan oleoresin adalah 4 jam. 5. Pengadukan Pengadukan untuk menaikkan proses difusi, sehingga meningkatkan perpindahan material permukaan partikel ke zat pelarut.
2.4 Pelarut pada Proses Ekstraksi
Ekstraksi/pemisahan yang digambarkan sebagai proses perpindahan satu atau lebih komponen dari satu fasa ke fasa lain. Salah satu teknik ekstraksi adalah ekstraksi pelarut. Proses pemisahan jenis ini selalu melibatkan dua fasa. Idealnya kedua fasa ini tidak saling terlarut pada saat proses ekstraksi berlangsung. Sampel bisa merupakan suatu gas, cairan atau padatan.
9
Ekstraksi oleoresin umumnya dilakukan dengan pelarut organik, misalnya etilen diklorida, aseton, etanol, metanol, heksana, eter dan isopropil alkohol. Pemilihan pelarut yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas oleoresin yang diperoleh. Secara umum pengertian ekstraksi adalah adalah pemisahan zat dengan menggunakan pelarut yang khas, sehingga komponen-komponen lainnya dari campuran itu tidak akan melarut. Syarat ekstraksi ditentukan oleh zat yang akan diesktraksi dan zat pengekstraksi (pelarut), syarat-syarat pelarut yang baik adalah:
Harus dapat melarutkan semua zat yang diinginkan dengan cepat dan sempurna, sedikit mungkin melarutkan bahan seperti: lilin, pigmen senyawa albumin, dengan kata lain pelarut harus bersifat selektif.
Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi. Tapi titik didih pelarut juga tidak boleh terlalu rendah.
Pelarut tidak boleh larut dalam air.
Pelarut harus bersifat inert (tidak mudah bereaksi), sehingga tidak bereaksi dengan komponen.
Penggunaan pelarut campuran dapat menghasilkan rendemen minyak yang cukup tinggi. Pelarut yang digunakan harus memiliki titik didih yang sama, dan jika diuapkan pelarutnya tidak teringgal di dalam minyak.
Harga pelarut harus serendah mungkin, dan tidak mudah terbakar.
Ekstraksi menggunakan pelarut adalah cara pengambilan minyak yang lebih halus daripada penyulingan menggunakan uap air. Cara ini cocok untuk mengambil minyak bungan yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air. Pada ekstraksi ini, bahan pelarut dialirkan secara berkesinambungan melalui serangkaian penampan yang diisi bahan tumbuhan, menggunakan teknik berlawanan arus (counter-current tehnique), sampai ekstraksi selesai. Cairan ekstrak yang mengandung bahan pelarut dan unsur-unsur bahan tumbuhan itu disalurkan ke tabung hampa udara yang dipanaskan pada suhu sekedar untuk menguapkan bahan pelarut. Uap pelarut dialikan ke kondensor untuk dicairkan
10
kembali sedang unsur-unsur tumbuhan tertinggal dalam tabung hampa tersebut. Umumnya unsur-unsur tumbuhan ini berupa lilin padat. Secara umum cairan pelarut terdiri dari 2 macam yaitu pelarut air dan pelarut organik. Masing-masing pelarut tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pelarut air mempunyai kelebihan antara lain murah dan mudah diperoleh, tidak toksik, stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, dan alamiah, sedangkan kekurangannya antara lain dapat menyebabkan reaksi hidrolisa, dapat ditumbuhi jamur dan mikroba, tidak selektif, titik didih 100 oC (tidak cocok untuk senyawa yang terurai pada suhu tinggi), untuk pengeringan dibutuhkan waktu yang lama. Pelarut organik memiliki kelebihan yaitu banyak macamnya, tidak menghidrolisis senyawa, titik didih relatif rendah yang memungkinkan pemanasan dengan suhu yang rendah, tidak ditumbuhi jamur dan mikroba, sedangkan kekurangan dari pelarut organik yaitu mahal, beberapa pelarut organik bersifat toksik (karsinogenik), dan mudah terbakar. Pemilihan cairan penyari pada proses ekstraksi tergantung pada sifat kimiafisika senyawa yang akan disari yaitu: kelarutan, kepolaran, dan stabilitas senyawa. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini: 1. Murah dan mudah diperoleh 2. Stabil secara fisika dan kimia 3. Bereaksi netral 4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar 5. Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki 6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat 7. Diperbolehkan oleh peraturan
Pada prinsipnya cairan pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi Pharmaceutical grade. Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air atau alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanol dan lain-lain (alkohol turunannya), heksana (hidrokarbon alifatik), toluene dan lain-lain (hidrokarbon aromatic), CHCl 3 (dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan
11
sebagai pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khusus untuk metanol dihindari penggunaannya sehubungan dengan sifatnya yang toksik akut dan kronik.
2.5 Jenis-jenis Ekstraksi
Adapun jenis ekstraksi terbagi atas dua jenis, yaitu: 1. Ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan zat yang dapat larut dari campuran dengan zat padat yang tidak dapat larut. 2. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan dua zat yang saling bercampur dengan menggunakna suatu pelarut yang melarutkan salah satu zat dalam campuran tersebut. Cara ekstraksi dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu berdasarkan suhu, hasil yang diperoleh, bahan yang diekstrak dan pelarutnya, dan ekstraksi khusus. Berdasarkan suhu, ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi cara panas dan cara dingin. Ekstraksi cara panas antara lain perebusan, refluks, dan soxhletas. Ekstraksi cara dingin antara lain maserasi, maserasi kinetik, perasan ( press), dan perkolasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi sampai
kesetimbangan
dan
ekstraksi
sampai
habis.
Ekstraksi
sampai
kesetimbangan antara lain maserasi, infundasi, dan digesti. Ekstraksi ini dilakukan sampai zat yang terlarut dengan zat yang tertinggal dalam residu mencapai kesetimbangan, dapat dilakukan dengan pengadukan atau pemanasan. Ekstraksi sampai habis antara lain perkolasi, reperkolasi, dan soxhletasi. Ekstraksi ini dilakukan sampai semua zat tersari. Berdasarkan bahan yang diekstrak dan pelarutnya, ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat-cair apabila bahan yang diekstraksi padat dan pelarutnya cair. Ekstraksi cair-cair apabila bahan yang diekstraksi terlarut dalam cairan atau bahan yang diekstraksi cair dan Pelarutnya cair. Ekstraksi khusus antara lain destilasi, enfleurasi, dan ekstraksi cairan superkritik.
12
2.6 Metode Ekstraksi dengan Pelarut
Cara kerja ekstraksi dengan pelarut yaitu dengan memasukkan bahan ke dalam ketel ekstraktor khusus dan kemudian ekstraksi berlangsung secara sistematik pada suhu kamar dengan menggunakan petroleum eter sebagai pelarut yang akan berpenetrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak serta beberapa jenis lilin serta pewarna. Larutan tersebut kemudian dipompa ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada suhu rendah dalam keadaan vakum sehingga diperoleh minyak pekat. Minyak hasil ekstraksi dengan pelarut mempunyai keunggulan, yaitu mempunyai bau yang mirip bau wangi il miah. Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak atau lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing , karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum ester, gasoline karbon disulfida, karbon teteraklorida, benzen dan heksana. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5 persen. Bila lebih, seluruh sistem sovent esktraction perlu diteliti lagi. Pada ekstraksi minyak kayu manis digunakan pelarut etanol Etanol merupakan suatu alkhol yang mempunyai gugus hidroksil (OH) dan berbentuk cairan.
2.7 Metode Ekstraksi dengan Soxhlet Apparatus
Prinsip pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik di bagian luar dinding sel, sehingga larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Ekstraksi minyak dari suatu bahan yang mengadung minyak dapat dilakukan menggunakan soxhlet apparatus. Ekstraksi dengan menggunakan alat
13
soxhlet apparatus merupakan cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan padat pada umumnya membutuhkan waktu esktraksi yang lebih lama, karena itu dibutuhkan pelarut yang lebih banyak. Soxhlet apparatus merupakan alat yang memanfaatkan daya kelarutan suatu zat yang berada dalam suatu bahan padat dengan pelarut tidak saling bercampur. Untuk mencapurkan kedua zat tersebut dilakukan dengan pemanasan sehingga pelarut akan teruapkan dan uap ini akan bersentuhan dengan bahan padat. Pada saat bersentuhan inilah terjadi peristiwa perpindahan sejumlah massa, dari bahan padatan menuju pelarut. Produk dipisahkan lagi sehingga diperoleh ekstrak yang terpisah dengan pelarut. 2.8 Metode Ekstraksi dengan Perkolasi
Pemisahan komponen kimia secara perkolasi dilakukan dengan cara serbuk sampel dimaserasi selama 3 jam, kemudian sampel dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, pelarut dialirkan dari atas ke bawah melalui sampel tersebut, pelarut akan melarutkan komponen dalam sel-sel sampel yang dilalui sampai keadaan jenih. Gerakan ke bawah disebabkan karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Rendemen ekstraksi menggunakan pelarut berbeda-beda bergantung pada bahan tumbuhan yang diambil minyaknya. Namun, pada umumnya hasil ekstraksi menggunakan pelarut lebih tinggi. Dalam penentuan kadar minyak, contoh yang diuji harus cukup kering dan biasanya digunakan contoh dari bekas penentuan kadar air. Jika contoh masih basah, maka selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu suling sehingga kaan mempersulit penentuan berat tetap dari labu suling.
2.9 Metode Ekstraksi dengan Gelombang Mikro dan Tekanan Tinggi
Ekstraksi padat cair dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro, sonikasi, dan tekanan tinggi.
14
Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro merupakan proses ekstraksi yang memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dengan frekuensi 2.450 MHz dalam bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik. Energi ini dapat menyebabkan pergerakan molekul dengan migrasi ion dan rotasi dari dua kutub, tetapi tidak mengubah struktur molekulnya. Pemanasan akibat gelombang mikro menyebabkan dinding sel hancur, sehingga analit yang akan diekstrak keluar dari sel dan dapat berdifusi ke pelarut. Sedangkan metode sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 kHz yang dapat menghancurkan sel daun sehingga mempercepat proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel ke pelarut (Dean,1998). Metode ekstraksi tekanan tinggi (high pressure extraction) merupakan proses ekstraksi yang menggunakanpelarut dalam kondisi tekanan tinggi. Ekstraksi tekanan tinggi merupakan metode turunan dan penyederhanaan dari metode SFE. Metode ekstraksi tekanan tinggi hanya menggunakan tekanan dengan rentang.
2.10 Metode Pengontakan Padat-Cair
Dalam operasi ekstraksi padat cair dikenal dua metode pengoperasiannya yaitu; operasi secara Batch (unsteady state) dan operasi secara kontinyu ( steady state).
Operasi secara Batch
Operasi ini sering dilakukan di pertambangan (leaching of area). Pelarutan dituangkan pada setumpuk bahan atau dialirkan unggun bahan. Larutan yang diperoleh
dikeluarkan
sekaligus.
Tembaga
diambil
dari
bijinya
dengan
menggunakan asam sulfat sebagai pelarut. Cara ini disebut sistem operasi batch bertahap tunggal seperti terlihat pada Gambar 2.2
15
Padatan
Pelarut
Ke unit pemisah
Gambar 2.2 Sistem operasi bertahap tunggal
Operasi secara batch dapat juga dilakukan dengan sistem bertahap banyak dan aliran berlawanan. Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet atau dalam lingkungan yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi (ekstraktor battery). Dalam sistem ini padatan dibiarkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya masih menurun, sehingga padatan hampir tidak mengandung solute meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedang larutan pekat sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru didalam tangki yang lain. Langkah dari sistem ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Mc Cabe, 1987).
Langkah pertama
Langkah kedua
Gambar 2.3 Operasi batch bertahap banyak dengan aliran berlawanan.
16
Operasi Secara Kontinyu ( steady state)
Sistem
ini
banyak
digunakan
dalam
industri
karena
sistem
ini
memungkinkan diperoleh jumlah solute yang tinggi. Operasi ini dapat dilakukan dengan cara : 1. Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar (aliran selang) 2. Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan (Mc Cabe, 1987).
17
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Bahan dan Alat a. Bahan
1. Na2CO3 2. CaO 3. Aquadest 4. Larutan standar HCL 0,1 M 5. Indikator Phenolptalein b. Alat
1. Erlenmeyer 2. Gelas ukur 100 ml 3. Buret 4. Spatula 5. Magnetic Stirer 6. Kertas saring 7. Kaca arloji 8. Labu ukur 250 ml
4 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah Secukupnya 1 buah 1 buah
3.2 Perlakuan dan Rancangan Percobaan 3.2.1 Variabel Tetap
1. Volume pelarut (Air) 2. Waktu pengadukan 3. Waktu pengendapan 3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 M
1. Konsentrasi HCl pekat di dalam botol dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ρ × 10 × kadar N= BM 2. Ditargetkan berapa ml kira-kira HCl 0,1 M yang akan digunakan melalui perhitungan dengan rumus pengenceran sebagai berikut:
18
× = 2 × 2 Dengan N1 : Konsentrasi HCl pekat dalam botol (N) V1 : Volume HCl pekat yang dibutuhkan (ml) N2 : Konsentrasi HCl yang diinginkan (N) V2 : Volume HCl yang diinginkan (ml) 3. HCl pekat diambil dari botol dengan menggunakan pipet volume sesuai dengan kebutuhan lalu ditambahkan aquadest 4. Diambil 50 ml dan dimasukkan ke dalam buret untuk proses ekstraksi. Langkah-langkah operasi ekstraksi bertahap 4 dengan aliran berlawanan ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut:
1
4
2
4
3
3
4
3
2
4
3
2
1
3
2
1
4
2
1
4
3
1
4
3
2
4
3
2
4
5
6
7
8
Gambar 3.1 Diagram Ekstraksi Padat-Cair
1
19
1. Langkah 1 sampai dengan langkah 4 merupakan langkah pendahuluan, sedang langkah-langkah 5 adalah langkah operasi yang sesungguhnya. Diharapkan pada langkah yang disebut terakhir ini operasi telah berada pada keadaan tunak. 2. Jumlah tahap yang digunakan pada operasi ini adalah empat tahap. 3. Pada langkah pertama, campuran larutan jenuh Na 2CO3 dan bubur CaO dengan perbandingan dari penugasan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 4; kemudian pada campuran ditambahkan sejumlah tertentu aquadest . 4. Setelah diaduk dan didiamkan , larutan dipisahkan dari padatan yang ada. 5. Pada langkah kedua, pelarut baru ditambahkan ke dalam erlenmeyer 4 yang masih berisi padatan sisa pada langkah pertama. 6. Setelah diaduk dan dibiarkan selama jangka waktu tertentu, larutan dipisahkan dari padatannya, dan ditambahkan ke dalam erlenmeyer 3 yang telah diisi campuran larutan jenuh soda abu Na 2CO3 dan bubur CaO. 7. Demikian seterusnya, langkah-langkah percobaan ini dilakukan seperti yang digambarkan skema di atas.
20
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data Tabel 4.1 Hasil pengolahan data ekstraksi NaOH dari campuran 20,9 gram
Na2CO3 dan 11,2 gram CaO dengan pengadukan selama 5 menit
Tahap
Reaktor
Konsentrasi NaOH dalam filtrat /Me (N)
1
4 4
0,53 0,38
Berat NaOH dalam filtrat /Ws (gr) 4 1,3
3 4
0,92 0,29
9,8 0,7
62,07 4,51
3 2
0,11 0,7
0,6 8,7
3,84 54,86
4
0,05
0,1
3 2
0,11 0,08
0,5 0,5
3,13 3,15
1 3
1,09 0,02
13,6 0,1
86,23 0,24
2 1
0,04 0,88
0,2 9
1,04 57,32
2
3
4
5
Berat NaOH dalam Reaktor /Wm(gr)
Efisiensi Reaktor (%)
Efisiensi Total (%)
25,24 8
15,77
0,75
23,8
Tabel 4.2 Hasil pengolahan data ekstraksi NaOH dari campuran 20,9 gram
Na2CO3 dan 13,4 gram CaO dengan pengadukan selama 5 menit
Tahap
Reaktor
Konsentrasi NaOH dalam filtrat /Me (N)
1
4 4 3 4 3
0,96 0,67 1,03 0,58 0,79
2 3
Berat NaOH dalam filtrat /Ws (gr) 7,4 1,4 9 1,6 3,8
Berat NaOH dalam Reaktor /Wm(gr)
Efisiensi Reaktor (%) 46,9 8,67 56,94 9,8 23,8
Efisiensi Total (%)
21
2 4 3 2 1 3 2 1
4
5
1,41 0,24 0,55 1,02 1,51 0,31 0,27 1,76
14,5 0,5 2,2 8,4 12,9 0,8 1,2 12,2
15,77
91,89 2,92 14,23 53,54 81,94 5,19 7,81 77,66
37,03
Tabel 4.3 Hasil pengolahan data ekstraksi NaOH dari campuran 20,9 gram
Na2CO3 dan 16,8 gram CaO dengan pengadukan selama 5 menit
Tahap
Reaktor
Konsentrasi NaOH dalam filtrat /Me (N)
1
4 4 3 4 3 2 4 3 2 1 3 2 1
1,1 0,67 1,15 0,58 0,93 1,42 0,34 0,76 1,14 1,91 0,02 0,07 1,75
2
3
4
5
Berat NaOH dalam filtrat /Ws (gr) 8,5 1,7 9,7 1,2 7,3 14,2 0,7 4,4 11 13,7 0,1 0,6 10,5
Berat NaOH dalam Reaktor /Wm(gr)
Efisiensi Reaktor (%)
Efisiens i Total (%)
15,77
54 10,59 61,24 7,69 46,15 90,02 4,18 27,82 72,06 87,03 0,56 4,09 66,44
37,03
4.2 Pembahasan
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dimana komponen mengalami perpindahan massa dari suatu padatan ke cairan atau dari cairan ke cairan lain yang bertindak sebagai pelarut. Ekstraksi padat-cair biasa disebut leaching adalah proses pemisahan zat yang dapat melarut dari suau campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair (Santosa, 2014).
22
Metode ekstraksi padat cair meliputi dua metode, yaitu: metode searah dan berlawanan arah. Pada percobaan yang telah dilakukan menggunakan Metode Ektraksi Padat-Cair Searah. Untuk metode searah menggunakan larutan dan padatan baru. Metode yang digunakan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid , sifat solid dan ukuran partikel. Dalam percobaan ini, NaOH akan diekstrak dari campurannya dengan CaCO 3 dengan menggunakan pelarut air. Air digunakan sebagai pelarut karena memiliki viskositas yang kecil, sehingga sirkulasinya saat kontak dengan zat padat dapat berlangsung dengan sempurna, dan waktu pengendapannya akan menjadi semakin kecil. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CaO + H2O Ca(OH)2 + Na2CO3
Ca(OH)2 2 NaOH + CaCO3
Atau juga dapat dituliskan sebagai berikut : CaO + Na2CO3 + H2O
2 NaOH + CaCO3
Pada reaksi pembentukan Ca(OH) 2 terjadi pelepasan kalor, atau dengan kata lain reaksi tersebut merupakan reaksi eksotermis yang dapat memudahkan Na2CO3 untuk larut dan terekstrak menjadi NaOH. Kelarutan suatau padatan akan semakin besar dengan bertambahnya suhu, karena pada suhu tinggi pelarut dan zat terlarut akan melarut dengan sempurna (Mc Cabe, 1987). Faktor yang mempengaruhi leaching antara lain ukuran partikel, jenis pelarut, temperature, dan pengadukan. Zat terlarut dari fasa padat dapar diekstrak dengan menggunakan pelarut. Caranya yaitu dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut seperti etanol, methanol, air, etil asetat dan heksana mampu memisahkan senyawa-senyawa penting dalam suatu bahan. Pada prinsipnya, suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya dan gugus polar dari suatu senyawa tersebut (Septiana,dkk ,2012). Percobaan yang dilakukan pada praktikum ini adalah ekstraksi pdat-cair dengan sampel yang digunakan adalah 20,9 gram Na 2CO3 dan 11,2 gram CaO untuk rasio 1:1 , kemudian 20,9 gram Na 2CO3 dan 13,4gram CaO untuk rasio 1:1,2 , dan 20,9 gram Na2CO3 dan 16,8 gram CaO untuk rasio 1:1,5. Kecepatan pengaduk
23
yang digunakan sebesar 100 rpm. Zat yang akan diekstrak adalah NaOh dari padatan Na2CO3 dan CaO yang dilarutkan ke dalam pelarut berdasarkan banyaknya tahapan pemisahan hingga membentuk slurry lalu ditambahkan aquadest. Air digunakan sebagai pelarut karena mudah didapatan dan pelarut universal karena dapat melarutkan bahan-bahan kimia. Reaktor yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer. Pengadukan dilakukan selama 5 menit dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya kontak antara padatan dan pelarut sehingga menyebabkan perpindahan massa zat yang terlarut. Dengan adanya pengadukan, maka aliran dalam reactor menjadi turbulen sehingga laju difusi akan bertambah dan perpindahan material (NaOH) dari permukaan ke dalam larutan akan bertambah cepat. Setelah proses pengadukan, sampel disaring menggunaka kertas saring, ekstrak yang dihasilkan diukur dan dititrasi dengan larutan HCL 0,1 M dan indikator Phenolptalein sebanyak 2 tetes yang membuat larutan berubah warna menjadi merah jambu menjadi bening. Hasil volume titrasi digunakan untuk mengetahui konsentrasi ekstraksi dari NaOH.
4.2.1 Hubungan Jumlah Tahap Pencucian terhadap konsentrasi NaOH
Pengadukan sangat berpengaruh pada konsentrasi NaOH. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat terjadinya kontak antara padatan sehingga menyebabkan perpindahan massa zat terlarut (NaOH) dari permukaan padatan ke larutan merata. Dengan adanya pengadukan maka aliran akan menjadi turbulen, sehingga laju difusi bertambah. Oleh karena itu proses dari pengadukan dan lamanya pengadukan akan mempercepat laju reaksi pembentukan NaOH. Selain itu tahap pencucian juga dapat mempengaruhi konsentrasi ekstrak yang terbentuk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1
24
2.5
) M ( 2 H O a N1.5 i s a r 1 t n e s 0.5 n o K
rasio 1:1 rasio 1:1,2 rasio 1:1,5
0
4
3
2
1
1
Tahap Pencucian Setiap Reaktor Gambar 4.1 Hubungan jumlah tahap pencucian terhadap konsentrasi NaOH
Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat bahwa konsentrasi NaOH pada setiap reactor serta rasio perbandingan molnya cenderung menigkat. Semakin banyak tahap pencucian, kandungan NaOH yang terdapat pada endapan akan semakin besar karena semakin banyak NaOH yang telah terekstrak sehingga konsentrasi NaOH yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini dibuktikan dari reaksi berikut ini: CaO + Na2CO3 + H2O
2 NaOH + CaCO3
Pada proses diatas disebut proses non elektrolisa Natrium hidroksida dengan penambahan air kapur. Dari proses non elektrolisa ini maka konsentrasi NaOH yang diperoleh akan semakin besar. Kemudian terlihat bahwa konsentrasi NaOH yang di dapat untuk rasio 1:1,5 adalah 1,1 ; 1,15 ; 1,42 ; 1,91 ; dan 1,75. Rasio 1:1,2 didapatkan hasil 0,96 ; 1,03 ; 1,41 ; 1,51 ; dan 1,76. Dan rasio 1:1 didapatkan hasil 0,53 ; 0,92 ; 0,73 ; 1,09 ; dan 0,88. Dapat dilihat bahwa setiap reactor serta perbandinganmolnya cenderung meningkat. Secara teori, semakin lama waktu kontak maka akan semakin besar NaOH yang terbentuk. Akan tetapi, pada rasio 1:1 terjadi penyimpangan, Underwood (2002) menyatakan pemisahan yang tidak sempurna akibatnya
menyebabkan
padatan
inert
dan
volumenya
mempengaruhi
25
konsentrasiekstrak. Maka dari itu dibutuhkan perbandingan mol Na 2CO3 dan CaO yang lebih besar agar konsentrasi ekstrak yang diperoleh pun lebih besar. 4.2.2 Hubungan Tahap Pencucian Terhadap Efisiensi Reaktor
Konsentrasi ekstrak akan mempengaruhi efisiensi reaktor, dimana semakin besarnya konsentrasi ekstrak (NaOH) maka efisiensi yang dihasilkan semakin besar. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor atau tahapan proses adanya penambahan padatan ataupun umpan dengan pelarut baru. Zat terlarut bertambah menyebabkan konsentrasi ekstrak dan laju ekstrak meningkat dan efisiensi reaktor pun meningkat. Untuk nilai efisiensi yang terjadi pada masingmasing tahap dapat dilihat pada Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.3. Dari tabel tersebut dapat dilihat semakin besar konsentrasi NaOH yang terbentuk maka semakin besar efisiensi yang dihasilkan. 100
) 90 % ( 80 r 70 o t k 60 a e 50 R i s 40 n e 30 i s i f 20 E 10
rasio 1:1 rasio 1:1,2 rasio 1:1,5
0 4
3
2
1
1
Tahap Pencucian Setiap Reaktor Gambar 4.2 Hubungan tahap pencucian terhadap efisiensi reaktor
Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan efisiensi reaktor dengan tahap pencucian dari campuran 20,9 gram Na 2CO3 dan 11,2 gram CaO dengan pengadukan selama 5 menit adalah 25,24% ; 62,07% ; 5,86% ; 86,23% ; dan 57,34%. Untuk campuran 20,9 gram Na 2CO3 dan 13,4 gram CaO dengan pengadukan selama 5 menit adalah 46,98% ; 56,94% ; 91,89% ; 81,94% ; dan 77,66%. Dan untuk campuran 20,9 gram Na 2CO3 dan 16,8 gram CaO dengan pengadukan selama 5 menit adalah 54% ; 61,24% ; 90,02% ; 87,03% ; 66,44%.
26
Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali akan memberikan tingkat efisienitas yang lebih tinggi daripada ekstraksi dengan satu kali pencucian, meskipun volume yang digunakan dalam pelarut yang sama (Wibawa, 2012). Efisiensi reaktor dalam hal ini menunjukkan besarnya kinerja reaktor. Nilai efisiensi reaktor di atas masih tergolong rendah, Hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian pada saat praktikum, seperti penimbangan bahan, proses pengadukan yang tidak efisien dikarenakan alat yang sudah tidak bekerja dengan baik, pada saat pemisahan ekstrak dari padatan dengan menggunakan kertas saring, dan kurangnya ketelitian pada saat titrasi. Sehingga reaktor yang digunakan pada praktikum ini kurang ideal terhadap proses ekstraksi padat-cair yang dilakukan. Langkah yang dapat dilakukan untuk memperbesar efisiensi reaktor adalah dengan cara memperbesar kecepatan pengadukan, memperbanyak proses pencucian, dan menambah waktu pengendapan sampai terendapkan semua.
27
BAB V KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Semakin banyak tahap pencucian maka konsentrasi yang dihasilkan akan semakin besar.
2.
Semakin banyak tahap pencucian maka efisiensi reaktor semakin tinggi.
3.
Ekstraksi dipengaruhi oleh lamanya pengadukan dan kecepatan putaran pengaduk.
4.
Semakin besar rasio perbandingan mol antara Na 2CO3 dengan CaO maka semakin besar konsentrasi NaOH yang dihasilkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.G. 1956. Unit Operation. Manila. Webster School and Officer Supplier. Dewi, Maulida. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) dari Buah Tomat dengan Menggunakan Solvent Campuran, n-Heksana, Aseton dan Etanol. pdf. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Fajriati, I., Malawati, R., dan Muzzaky. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair Menggunakan Pelrut HF dan HNO 3 pada Penentuan Logam Cr dan Cu Dalam Sampel Sedimen Sungai di Sekitar Calon PLTU Muria. Jurnal Ilmu Dasar . 12(1):13-22 Geankoplis, C.J. 20033. Transport Processes And Unit Operations. Edisi Keempat. Prentice Hall Of International, Inc. Englewood Cliffts, New Jersey.
, Mc Cabe, W.L, and J.C. Smith. 1987. Unit Operation of Chemical Engineering Singapore. McGraw Hill. Perry, H. Robert. 1988. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook. San Francisco. Mc. Graw Hill. Pramudono, Bambang, dkk. 2008. Ekstraksi Kontinyu dengan Simulasi Bacth Tiga Tahap Aliran Lawan Arah: Pengambilan Minyak Biji Alpukat Menggunakan Pelarut N-Hexane dan Iso Profil Alkohol. Fakultas Teknik, UNDIP. Semarang Rismunandar. 1989. Kayu Manis. Jakarta. Penebar Swadaya Santosa, I dan Endah, S. 2014. Ekstraksi Abu Kayu dengan Pelarut Air Menggunakan Sistem Bertahap Banyak Beraliran Silang. Chemical Journal . 5(1):33-39 Septiana, A.T dan Ari, A. 2012. Kajian Sifat Fosikokimia Ekstrak Rumput Laut Coklat Sargassum Duplicatum Menggunakan Berbagai Pelarut Dsan Metode Ekstraksi Jurnal Agrointek . 12(1): 14-16
29
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimakro. Edisi Kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka Underwood. 2003. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga Wibawa, I. 2012. Ekstraksi Cair-Cair . Lampung : Teknik Kimia Universitas Lampung