EKSTRAKSI EKSTRAKSI DAUN DAUN KAYU PUTIH PUTIH ( Melaleuca Melaleuca leucadendra leucadendra (L) MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL DENGAN METODE EKSTRAKSI MASERASI LAPORAN PENELITIAN
Disusu Disusun n oleh: oleh:
FAJAR LESTARI ASTUTI
3335092104
IBNU MA M AJAH APHARI
3335092255
JURUSAN JURUSAN TEKNI TEKNIK K KIMIA - FAKULTA FAKULTAS S TEKNIK TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILE CILEGO GON N - BANT BANTEN EN 2013
ABSTRAK
Kebutuhan industri dustri terhadap terhadap pengguna penggunaan an oleoresin oleoresin adala adalah sebagai bahan aditif bagi industri pangan, pangan, farmas farmasii dan kosme kosmetik, tik, maka maka perl perl u adanya suatu peng pengol olaahan han dala dalam m bentuk bentuk oleores oleoresin in yang yang lebih lebih mudah mudah da efektif dalam penggunaannya. Pro duksi oleoresin dapat diperoleh dengan etode ekstraksi. Tuju Tujuan an pene peneli liti tiaan ini adalah untuk mendapatkan kondisi ptimum dalam menghasilkan oleor sin daun kayu putih berdasarkan persen rendemen yang dihasilkan da d an me ganalisa komponen senyawa oleoresin yang terkandung mengg mengguna unaka kan n analis analisa GCMS. Ekstraksi dilakukan dengan etode ekstraksi mase masera rasi si.. Pela Pelaru rutt ya g diguna digunakan kan yait yaitu u etanol etanol 96%. 96%. var varias iasii rasi rasi pelaru pelarutt sebe sebesa sarr 1:5, 1:7 dan 1:9, kecepatan epatan peng pengad aduka ukan n sebes sebesar ar 300, 300, 400 dan dan 6 0 rpm dan suhu o ekstraks ekstraksii sebesar sebesar 30, 40 dan 50 C. Hasil proses ekstraksi di isahkan dengan o metode de destilasi dengan suh suhu u 70 C. Sete Setela lah h itu itu mela melaku kuka kan n anal anal sa kimia persen rendemen oleoresin daun kayu putih dan analisa GCM untuk mengetahui Hasil peneli penelitia tian n dipero diperoleh leh rendeme ndemen n oleores oleoresin in komponen senyawa dalam oleoresin. Hasil terbesar sebesar 23,52
o
pada pada kondis kondisii operas operasii suhu suhu 40 C, kecepatan pe gadukan 600 rpm
denga dengan n perba perband nding ingaa mass massaa samp sampel el dan dan pel pelar arut ut 1:7. 1:7. Komp Kompon onee n terbesar yang didapat pada hasil G MS yaitu alp alph ha-selin linene se sebesar 9, 9,07%. D ngan persentase kompone komponen n 1,8 Cineo Cineo seba sebaga gaii komp kompon onen en utam utamaa min miny yak ats atsir irii seb seb sar 4,66%. Kata kunci:
Oleoresin, kayu kayu putih, putih, Rendem Rendemen, en, 1,8 Cine Cineol ol
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universita Universitass Sultan Sultan Ageng Ageng Tirtayasa Tirtayasa iii iiiiii iii iii
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat AL AH SWT SWT yang ang telah
melimpahkan
rahmat
dan
hidayah-Nya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penul isan laporan penelitian dengan baik. Lapor an pene peneliti litian an ini adalah lah sa salah lah sa satu sya sya rat untuk untuk memenuh memenuhii syara syaratt mendapa mendapatkan tkan gelar sarjana teknik pada Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ucap Ucapan an teri terim ma kasi kasih h dan dan peng pengha harg rgaa aan n yang yang sebe sebesa sar-b r-bes esar ar ya kepada : 1. Kedua ora g tua tua penul penulis is atas atas yang yang telah telah mend menduku ukung ngaa baik moril dan materi. 2. Bapak Jayanud nudin, in, ST ST., M.E M.Eng se selak laku pe pembim mbimb bi ng yang telah melu meluan angk gkaan waktu untuk memberikan arahan dan
otivasi kepada
penulis dalam penulisan penulisan laporan laporan penelitian ini. 3. Ibu Dhen
Ria Barleany, ST., M.Eng selaku koord nator penelitian
yang telah memberika memberikan n araha arahan n dalam dalam penulisa penulisan n propos propos l penelitian ini. 4. Bapak Ru i Hartono ST., MT., bapak Rusdi ST.,MT. dan dan Ibu Ibu Widy Widyaa Ernayati,
.Si., .Si., M.Si M.Si sela selaku ku pen pengu guji ji yang yang mem member berika ikan masukan agar
sempurnan ya laporan ini. 5. Semua
teman-teman
teknik
kimia
2009
yang
saling
mengingat an,memberikan dukungan dan menyeman ati dala dalam m suka suka dan duka. erta pihakpihak-pihak pihak yang yang tidak tidak dapat dapat disebutk disebutkaa satu persatu. Penulis meny dari bahwa penulisan proposal penelitian penelitian in masih jauh dari kesem kesempur purna naan. an. Untu Untuk itu dengan segala kerendahan kerendahan hati penuli s mengharapkan kritik dan saran yang bersi rsifat membangun demi kesempurnaan pr posal penelitian ini. Penulis mengharapkan proposal penelitian ini dapat menjadi kontribusi yang berm berman anfa faaat bagi bagi sem sem a pihak.
Cilegon, November November 2013
Penulis Laporan Pe elitian elitian Daun Kayu Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universita Universitass Sultan Sultan Ageng Ageng Tirtayasa Tirtayasa iv
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................ .............
i
LEMBAR PENGES HAN ............................................................. .............
ii
ABSTRAK ....................................................................................... .............
iii
PRAKATA....................................................................................... .............
iv
DAFTAR ISI.................................................................................... .............
v
DAFTAR GAMBA ....................................................................... .............
vii
DAFTAR TABEL............................................................................ .............
viii
BAB I PENDAHU UAN 1.1 Latar B lakang ........................................................... .............
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................... .............
2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................ .............
2
1.4 Ruang ingkup Penelitian .......................................... .............
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu P tih Secara Umum........................................... .............
3
2.2 Kandun gan Kimia Kayu Putih ................................... .............
5
2.3 Oleoresin .................................................................... .............
6
2.4 Perkem angan Oleoresin di Indonesia ....................... .............
8
2.5 Ekstrak i Oleoresin..................................................... .............
10
2.6 Ethanol ........................................................................ .............
11
2.7 Gas Chr matographi and Mass Spectometry....................................
12
BAB III
METOD LOGI PENELITIAN 3.1
3.2
Tahap n Penelitian
16
3.1.1 Tahap Persiapan Bahan
16
3.1.2 Tahap Ekstraksi................................................. .............
17
Prosedur Penelitian
18
3.2.1
ahap Persiapan
18
3.2.2
ahap Ekstraksi Oleoresin
18
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa v
3.3
3.5
Alat d n Bahan
19
3.3.1
lat
19
3.3.2
ahan .............................................................. .............
19
Gamb r Alat
20
3.5 Variab l Penelitian
21
3.6 Metod Pengumpulan dan Data Analisa
21
BAB IV HASIL DA
PEMBAHASAN
4.1
Penga uh Ratio Pelarut dengan Hasil Rendemen Ol oresin
22
4.2
Penga uh Kecepatan Pengadukan dengan Hasil Ole oresin
24
4.3
Penga uh Suhu dengan Hasil Rendemen Oleoresin
25
4.4
Hasil
27
nalisa Oleoresin Daun Kayu Putih
BAB V KESIMPUL N DAN SARAN 5.1
Kesimp lan
30
5.2
Saran
30
DAFTAR PUSTAK LAMPIRAN A. Data Peneliti n dan Perhitungan B. Data Penduk ng
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Skema GC-MS
15
Gambar 2 Diagram
lir Tahap Persiapan Bahan
16
Gambar 3 Diagram
lir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembu tan
Oleoresin Daun kayuputih
17
Gambar 4 Gambar R ngkaian Alat Ektraksi
20
Gambar 5 Gambar R ngkaian Alat Distilasi
20
Gambar 6 Hasil Ren emen dengan Variasi Ratio Pelarut
22
Gambar 7 Hasil Ren emen dengan Variasi Kecepatan Pengaduka
24
Gambar 8 Hasil Ren emen dengan Variasi Suhu Ektraksi
25
Gambar 9 Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih
27
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Kadar Oleor sin dalam rempah-rempah
8
Tabel 2 Hasil Analis GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih
28
Laporan P nelitian Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan kayu putih sudah digunakan sejak lama untuk diambil minyak atsirinya. Bagian tanaman yang digunakan yaitu daun dan ranting, dimana pada bagian daun terkandung lebih banyak minyak atsirinya dibandingkan dengan bagian ranting. Tumbuhan kayu putih tumbuh di tempat yang tropis salah satunya di daerah Cilegon, Banten. Letaknya yang dekat dengan pantai membuat tanaman ini dapat tumbuh subur. Pada percobaan penyulingan daun kayu putih dengan cara distilasi uap yang telah kami lakukan, didapatkan hasil minyak atsiri yang sangat sedikit sehingga tidak dapat dipisahkan dari airnya. Hasil ini tentunya tidak sesuai dengan spesifikasi dari daun kayu putih yang memiliki rendemen berkisar antara 0,5% – 1,5% (Luthony, 1994). Metode yang kami gunakan merupakan metode yang pernah dilakukan untuk menghasilkan minyak atsiri daun cengkeh. Berdasarkan hasil penyulingan, maka kami mencoba untuk mengekstrak daun kayu putih untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam daun kayu putih. Ekstraksi daun kayu putih akan menghasilkan ekstrak yang didalamnya terdapat komponen seperti senyawa aktif dari daun kayu putih, getah, minyak atisiri dan senyawa yang dapat larut dengan pelarut yang digunakan. Penentuan kandungan ekstrak ini akan dilakukan dengan menggunakan GC-MS. Hasil identifikasi ektrak daun kayu putih akan menghasilkan komponenkomponen pembentuknya. Dalam komponen ini juga terdapat komponen minyak atsiri. Dari identifikasi ini diharapkan dapat diketahui konsentrasi komponen utama pembentuk minyak atsiri daun kayu putih yaitu 1,8 Cineol. Salah satu tahapan terpenting dalam pengambilan ekstrak daun kayu putih adalah proses ekstraksi. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, metode ekstraksi, lama ekstraksi,
2
dan suhu ekstraksi ( Nurur, 2013). Pada penelitian ini akan dig nakan beberapa variasi diantaranya r sio pelarut, suhu ekstraksi dan kecepatan pe gadukan. Dalam penelitian ekstraksi daun kayu putih diharapkan dapat diperoleh rendemen optimum ari berbagai variasi metode ekstraksi maser si. Pelarut yang digunakan adalah eta nol dengan pertimbangan tingkat toxic diban ingkan metanol yang bersifat karsinogenik namun dengan kepolaran yang tid k jauh berbeda dengan metanol. Ekstrak daun kayu putih memiliki efek analgetika. Menuru hasil penelitian Pratita (2007), ekstrak daun kayu putih dengan etanol mempunyai efek analgetika pada hewan percoba n dengan dosis 5,12 g/Kg BB. Efek analgeti a pada dosis ini setara dengan paraset amol dosis 65 mg/Kg BB. 1.2 Rumusan Masalah
Proses penyulingan daun kayu putih yang telah kami lakukan dengan metode distilasi uap menghasilkan minyak atsiri yang sedikit, sehingga tidak dapat dipisahkan d ri airnya. Untuk menentukan jumlah k mponen utama pembentuk minyak atisiri, kami mencoba melakukan proses ekstraksi dengan pelarut organik. Me ode ekstraksi memberikan keuntungan yai tu mendapatkan kondisi operasi opti um pada perolehan rendemen, maka perlu a danya penelitian ini. Ekstrak daun kayu putih diambil dengan metode ekst raksi. Ekstraksi dilakukan dengan
emvariasikan rasio massa sampel denga n pelarut, suhu
ekstraksi dan kecepat an pengadukan. 1.3 Tujuan Peneliti n
Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kondisi operas ekstraksi daun kayu putih berdasar kan perolehan rendemen yang maksimal
an menentukan
kandungan oleoresin daun kayu putih dengn menggunakan GC-M S Pirolisis. 1.4 Ruang Lingkup Percobaan
Batasan-batas an dalam penelitian ini diantaranya ad lah daun yang digunakan berasal d ri Perumahan Damkar KS, Cilegon, Bante . Variabel yang akan divariasikan ya itu rasio pelarut dengan massa daun kayu putih, kecepatan pengadukan dan su u ekstraksi untuk menghasilkan rendeme daun kayu putih. Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
maksimal dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu Putih Secara Umum
Tumbuhan kayu putih ( Melaleuca leucadendra (L). L), merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun tumbuhan ini mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling (Lutony, 1994). Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotiledonae
Ordo
: Myrtales
Family
: Myrtaceae
Genus
: Melaleuca
Spesies
: Melaleuca Leucadendra, L
Tumbuhan dari famili Myrtaceae merupakan salah satu sumber minyak atsiri yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Beberapa jenis dari famili ini yang terkenal sebagai penghasil minyak atsiri adalah tumbuhan dari marga Eucalyptus dan Melaleuca. Tumbuhan kayu putih ( Melaleuca leucadendra L)
merupakan tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak cabang yang menggantung ke bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah, sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas. Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering, di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin atau sentuhan air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas permukaan laut,
4
terbukti bahwa tana an yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang. (Luton , 1994). Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan produksi minyak at iri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai b sa dipangkas atau dipungut setelah beru ur lima tahun. Seterusnya dapat dil kukan setiap enam bulan sekali sampai tan aman berusia 30 tahun. Di beberapa
aerah yang subur, tanaman kayu putih tel h bisa dipungut
daunnya pada usia d ua tahun. Setiap pohon kayu putih yang tel h berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting. Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari ketinggian antara 5- 50 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang. Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan
ada pagi hari.
Alasannya, pada wa tu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak atsiri lebih tinggi de gan kualitas baik. Setelah pemungutan dau n yang pertama, pohon kayu putih
ipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan
menghasilkan daun ang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali p mungutan daun selalu diikuti dengan pemangkasan. (Lutony, 1994). Cara yang dit mpuh untuk memproduksi minyak kayu pu ih bisa langsung dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling
aun kayu putih
tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm
ari pucuk daun.
Apabila yang disuli g berikut dengan ranting daunnya sebaikn a menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena ranting daun hanya
engandung 0,1% minyak (Ketaren, 1985).
Minyak kayu putih disuling dari daun dan ranting (te minal branhlet) beberapa spesies me aleuca merupakan sejenis pohon yang tum uh melimpah di kepulauan hindia timur (Indonesia), semenanjung malaya, dan di beberapa tempat lainnya. Pasaran uta a bagi minyak atsiri cajeput oil antara lain
merika Serikat,
Jepang, Singapura, P rancis, dan Belanda. Tanaman ka u putih merupakan salah satu keluarga M yrtaceae dengan bentuk berupa poho n yang bermanfaat sebagai sumber miny k atsiri berupa Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
5
minyak kayu putih.
inyak atsiri yang dihasilkan dari daun ka u putih berguna
sebagai bahan baku obat gosok yang memiliki banyak fungsi, eperti analgesik atau pereda nyeri, d sinfektan atau pembunuh kuman, ekspekto an atau peluruh dahak dan antipasm dik atau pereda nyeri pada perut (Handit 2011). Minyak kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang cukup bervariasi. Dari hasil identifikasi ko ponen minyak atsiri yang diperoleh dari p nyulingan daun kayu putih segar de ngan menggunakan GC-MS diperoleh hasi bahwa minyak kayu putih pada daun tersebut mengandung 32 jenis komponen sedangkan dari penyulingan daun ka u putih kering diperoleh 26 jenis komponen yang menyusun minyak kayu putih y ng dihasilkan dari penyulingan. 2.2 Kandungan Ki ia Minyak Kayu Putih
Dari beberap komponen penyusun minyak kayu putih ya g diperoleh dari penyulingan daun kayu putih terdapat 7 komponen penyusun uta a minyak kayu putih dari daun segar, yaitu: 1. a-pinene 2. Sineol 3. a-terpineol 4. Kariofilen 5. a-karyofile 6. Ledol 7. Elemol (Si egar dan Nopelena 2010) Menurut Guenther (1990), menyebutkan bahwa komponen
tama penyusun
minyak kayu putih a alah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (CHO), limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C 15H). Komponen yang memiliki kandungan cukup b sar di dalam minyak kayu putih yaitu sin ol sebesar 50% sampai dengan 65%. Dari berbagai macam komponen penyus n minyak kayu putih hanya kandung an komponen sineol dalam minyak kayu putih yang dijadikan penentuan mutu minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak ats ri, seperti pada minyak kayu putih.
emakin besar kandungan bahan sineol ma a akan semakin
baik mutu minyak kayu putih (Sumadiwangsa, 1973). Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
6
2.3 Oleoresin
Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri pembawa aroma dan damar s bagai pembawa rasa. Oleoresin umumnya didapatkan dari ekstraksi rempah-re pah misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu manis, dengan pelarut tertentu. Pela ut yang dapat digunakan misalnya heksan,
etanol, alkohol,
aseton, isopropanol, dll. Dalam ekstraksi oleoresin, mula-mula bahan rempah ya g telah digiling diekstraksi beberap
kali dengan pelarut organik yang sesu ai dengan cara
maserasi. Ekstrak ya g tertinggal merupakan oleoresin yang bia anya bercampur dengan minyak, lem k, pigmen dan komponen flavor yang terek strak dari bahan asal. Oleoresin yan
diperoleh merupakan cairan yang kental atau semi padat
yang mempunyai kar akteristik rasa dan aroma sama dengan baha asalnya. Untuk memudahkan proses selanjutnya, oleoresin yang diperoleh dapat diencerkan dengan minyak atsiri hasil penyulingan dari bahan rempah yang sama. Oleoresin juga dapat diperoleh dari hasil samping dan limbah pengolahan rempah-rempah, misalnya lada enteng, kulit lada ataupun ampas sisa penyulingan
inyak atsiri.
Oleoresin ad lah campuran komplek yang diperoleh d ngan ekstraksi, konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (mi yak atsiri) dan komponen non volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam bentuk cairan kental atau pasta. Sedangkan minyak atsiri atau minyak esensial adalah fraksi volatil yang diperoleh dari proses destilasi rem ah-rempah dan bagian tanaman lain Purseglove, 1981). Ekstraksi dengan pelarut non polar akan menghasilkan
leoresin dengan
kandungan lemak ya ng tinggi sedangkan ekstraksi dengan men gunakan pelarut polar seperti etanol an aseton akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang rendah. Keuntungan
enggunaan oleoresin bagi suatu industri t rutama industri
makanan adalah seba gai berikut. 1.
Oleoresin yang diekstrak dari bahan mentah dengan meng gunakan pelarut organik akan ste ril.
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
7
2.
Mutu makanan akan lebih terkontrol, hal tersebut dis babkan variasi perbedaan pada kandungan kimia oleoresin yang diguna kan lebih kecil dibandingkan d ngan serbuk rempah-rempah yang mung in berasal dari daerah yang berl ainan sehingga kemungkinan kandungan ki ianya berbeda.
3.
Penggunaan oleoresin akan lebih ekonomis dan efisien
arena oleoresin
sudah merupakan ekstrak dari rempah-rempah, sehingga untuk mendapatkan tingkat flavor
yang diinginkan
memerlukan
lebih s dikit oleoresin
dibandingkan ji a menggunakan rempah-rempah dalam bent k serbuk. Oleoresin m ngandung bahan yang tidak menguap dal m jumlah besar dan akan memberik n rasa, walaupun minyak atsirinya telah
enguap (Fuad,
2008). Salah satu sen yawa yang tidak mudah menguap adalah res in, yaitu polimer yang terbentuk di alam juga dapat terbentuk selama proses pengo lahan (ekstraksi) minyak yang mem ergunakan tekanan dan suhu yang tin gi serta dalam penyimpanan (Ketar n, 1985 dalam Fuad, 2008). Oleoresin me iliki kelemahan yaitu sebagai berikut : 1.
Wujudnya ber pa cairan kental sampai semi padat sehingga sulit ditangani dan dicampurk n pada makanan tanpa pemanasan,
2.
Flavornya bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya an jenis pelarut yang digunaka ,
3.
Mengandung t nin kecuali bila diperlukan secara khusus. Pembuatan o eoresin dapat dilakukan 2 tahap yakni eks raksi tahap satu
dan ekstraksi multi ahap. Ekstraksi tahap 1 yaitu tahap ekstraks i dengan pelarut yang cukup, sehing a semua zat terlarut (bahan aktif oleoresin) apat terekstrak. Ampas hasil ekstra si oleoresin masih mengandung pelarut yang juga masih mengandung zat ter larut (solute) oleoresin. Ekstraksi multi tahap yaitu dimana pelarut yang sama di pakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tahapan pen ing dalam oleoresin adalah dalam penga bilan oleoresin adalah proses ekstr ksi. Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis yaitu ukuran bahan, jenis pelarut, rasio pelarut, lama ekstraksi, dan s hu ekstraksi (Fajriani, 2008).
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
etode ekstraksi,
8
Tabel 1. Kadar oleoresin dalam rempah-rempah Kadar Oleoresin No.
Je is Oleoresin Jenis
Dalam Bahan Kering (%)
1
Lada
11 – 13
2
Cabe
19 – 21
3
Jahe
11 – 12
4
Kunyit Kunyit
5
Pala
24 – 30
6
Cengk eh Cengkeh
5 – 10
7
Kayu Manis Manis
10 – 12
5 – 7
Sumber: Ketaren 2004 2.4 Perkembangan
leoresin di Indonesia
Melimpahnya ketersediaan rempah-rempah di Indonesia, i ndustri oleoresin mempunyai prospek yang sangat menjanjikan baik untuk tujuan ekspor maupun untuk industri dala penyedap makanan
negeri. Pada penggunaan rempah-rempa
sebagai bahan
an minuman dapat dilakukan dengan ber agai cara yaitu
penggunaan dalam bentuk bahan asal, ekstrak atau oleoresin. Penggunaan oleoresin sendiri san gat luas, selain sebagai penyedap makana juga
banyak
digu akan pada
pembuatan
dan minuman,
parfum, kosm tik,
flavouring
(pengolahan susu, e kream, produk-produk roti, pudding dan lain-lain), untuk pengolahan daging, usu, keju, snack (dari oleoresin paprika), sebagai pemberi aroma dan citarasa alam makanan dan minuman, bahan aditif pada pembuatan parfum dan obat-obatan (dari cinnamom oleoresin), fragrance (household product, deodorant, obacco). Penggunaan pada parfum dan kos etik antara lain
berasal dari oleoresin cardamon, cumin, celery, chive, juniper, vanilla dan nutmeg. Selain itu oleoresin banyak juga digunakan atau berkha siat dalam dunia
kesehatan atau dunia kedokteran antara lain sebagai antimikroba ( black pepper, garlic,
cinnamom, nutmeg, cloves, ginger, cumin), untuk arthritis, shingles,
psoriasis, diabetic
europathy (dari capsicum oleoresin), mengobati migran,
antimual dan antimuntah, antiradang, pereda nyeri dan memperlancar aliran darah Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
9
(dari ginger oleoresin). Efek balsamic, digestive dan stimulatin , dispell anger, frustration dan tensi n, calming, camforting (dari vanilla oleoresi ).
Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan pen ekspor rempahrempah utama di du ia. Bahan baku oleoresin baik berupa rem ah-rempah hasil samping atau limba pengolahan rempah-rempah tersedia cuku kontinyu sehingga
melimpah dan
otensi ini sangat memungkinkan dikembangkan industri
oleoresin di Indonesi . Di dunia per agangan dikenal produk-produk oleoresin siap pakai yang berbentuk dispersed , at based , dan encapsulated . Bentuk dispers d dibuat dengan cara mencampur ole resin dengan media tertentu, yaitu garam, t pung, dan gula. Bentuk fat based dibuat dengan cara mencampurkan oleoresin dengan lemak atau minyak tumbuh-tumbuhan. Bentuk encapsulated merupakan
ubuk oleoresin
yang dimasukan ke dalam kapsul. Bentuk encapsulated tahan disimpan lama karena pengurangan asa dan aroma yang terjadi relatif kecil (Ti
lentera, 2002).
2.5. Ekstraksi Oleo esin
Ekstraksi adala
pemisahan satu atau beberapa bahan su tu padatan atau
cairan. Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstra dalam pelarut. Terjadi kontak antar muka bahan dan pelarut sehingga pada bid ng muka terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan pelarut mak
pelarut menembus kapiler dalam suatu
ahan padat dan
melarutkan ekstrak arutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan d ngan larutan diluar bahan (Bernasconi, dkk. 1995). Oleoresin
dida atkan
dari
rempah-rempah
dengan
cara
diekstraksi
menggunakan pelaru organik. Hasil ekstraksi mengandung min ak dan senyawa terlarut pada pelaru . Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak, seperti alkohol dan aseton .
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
10
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan
enjadi dua cara
yaitu: 1. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah proses pengam ilan komponen dalam suatu pa atan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Treybal, 1981). Interaksi antara solute dengan padatan, solute den gan pelarut dan pelarut dengan padatan sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini melalui pemanasan, solute yang terper ngkap di dalam padatan mulai
eleleh dan bergerak melalui pori-pori padatan. Adanya
penambahan pe larut menyebabkan pori-pori padatan m ngembang dan pelarut yang ma uk kemudian melarutkan solute dilanjutkan engan berdifusi keluar permuka n partikel padatan dan bergerak ke lapi an film sekitar padatan, untuk s lanjutnya ke badan cairan. 2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampu . Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstrak i tunggal dan ekstraksi multi tahap. 1. Ekstraksi tungg l adalah dengan mencampurkan bahan yan
akan diekstrak
dihubungkan sa u kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suat
keseimbangan.
Metode ekstraks tunggal mempunyai kekurangan yaitu rende mennya rendah. 2. Ekstraksi multi tahap yaitu bahan yang akan diekstrak dihub ngkan beberapa kali dengan bah n pelarut yang baru dalam jumlah yang sa a besar. Setelah melalui beberap kali pencampuran dan pemisahan maka did patkan berbagai ekstrak dengan r ndemen yang lebih tinggi daripada ekstraksi tunggal. Susanto (1999) menjelaskan bahwa jumlah pelarut berpe garuh terhadap efisiensi ekstrak i, tetapi jumlah berlebihan tidak akan m ngekstrak lebih banyak dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. McCabe, et al (1999) menambahkan jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya oleoresin yang
iekstrak sampai titik keseimbangan, pada ekstraksi multi
tahap kepekatan ari zat yang akan diperoleh pada tingkat eks raksi berikutnya
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
11
selalu menjadi lebih rendah, karena bahan pelarut tidak terpakai secara optimum. Ekstraksi denga
pelarut berdasarkan pada sifat kelarutan komponen-
komponen terhadap pelarut dalam suatu campuran. Ekstraksi dapat dilakukan untuk komponen cai dari sistem campuran cair – cair maupun air – padat, dan komponen padat da ri sistem campuran padat – padat maupun padat – cair. Pemilihan jenis pela ut harus menjadi pertimbangan dan bersifat selektif. Pelarut harus mempunyai kemampuan melarutkan komponen yang aka dipisahkan dan mempunyai viskositas cukup rendah sehingga mudah disirkulasik n. 2.6 Ethanol
Etanol disebut j ga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis c airan yang mudah menguap, mudah terbak r, tak berwarna, dan merupakan alko hol yang paling sering digunakan dalam k hidupan seharihari. Etanol termas k ke dalam alkohol rantai tunggal deng n rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan
Et” merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5). Sifat-sifat fisika tanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaa gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat
erpartisipasi ke
dalam ikatan hidrog n sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organi lainnya dengan massa molekul yang sama. Etanol adalah p larut yang serbaguna larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi as m asetat, aseton, benzena, karbon tetraklo rida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan tolu ena. Etanol juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan seperti pentana d n heksana, dan juga
larut
dalam
senyawa
klorida
alifatik
seperti
tri loroetana
dan
tetrakloroetilena (Fajriani, 2008). Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C. Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis sehingga etanol dapat menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya d apat larut dalam banyak senyawa i on,
utamanya
natrium
hidroksida,
kalium hidroksida,
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
12
magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium bromida. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon non polar, sehingga juga larut d lam senyawa non polar. 2.7
Gas Chromatographi and Mass Spectometry
Sejak tahun 1960, GC-MS digunakan secara luas dalam Kimia Organik. Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini. Ada dua alasan utama terj adinya hal tersebut. Pertama adalah telah di temukannya alat yang dapat mengua kan hampir semua senyawa organik dan
engionkan uap.
Kedua, fragmen yan g dihasilkan dari ion molekul dapat dihu ungkan dengan struktur molekulnya.GC-MS adalah singkatan dari “Gas Chromatography -Mass Spectrometry”. Instr men alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, artinya sampel yang hendak diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (Gas Chromatography) selanjutnya diidentifikasi dengan alat MS (Ma s Spectrometry).
GC dan MS merup kan kombinasi kekuatan yang simultan un uk memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran. Adapun kegunaan al t GC-MS adalah : 1. Untuk menentu an berat molekul dengan sangat teliti sa pai 4 angka di belakang desim l. Guna menentukan sampai 4 angka di b elakang desimal contohnya adala sebagai berikut: senyawa-senyawa: CO Massa Molekul = 28 ; N 2 Massa Molekul = 28 ; H2C=CH2 Mass Molekul = 28. Bila dihitung massa masin -masing dengan teliti, massa masing-masing molekulnya akan berbeda. 2. Spektroskopi ma sa dapat digunakan untuk mengetahui Rum s Molekul tanpa melalui Analisa Unsur. Misalnya C 4H10O, biasanya memakai cara kualitatif atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris terlebih dulu (CxHyOz)n, kemudian ditentukan BM-nya. Adanya komputer pada ala t GC-MS dapat diketahui secara langsung Rumus Molekulnya. 3. Bila kita memasukkan senyawa dalam spektroskopi massa,
aka senyawa itu
akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan m ngalami reaksi fragmentasi. Molekul
akan
pecah
karena
tembakan
elektron dalam
spektrometer. P cahnya molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
13
dalam molekul t rsebut, melalui suatu corak tertentu dan tida secara random. Sebelumnya ha ya Spektrometri IR, Resonansi Magnit Inti yang bisa mengetahui gugus fungsi. Adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali senyawa terseb t, sehingga kita bisa mendapatkan cara
ambahan untuk
mengetahui apakah senyawa tersebut termasuk golongan alkohol, amin, karboksilat, ald hid dan lain sebagainya.GC-MS hanya
apat digunakan
untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehin gga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS. Kriteria menguap adalah pada: 1. Kondisi vaku
tinggi, tekanan rendah.
2. Dapat dipanas kan. 3. Uap yang diperlukan tidak banyak. Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang
ari 1000 dapat
diuapkan dan dapat ditentukan massa molekulnya dengan c ra spektroskopi massa. Analisis GC- S dengan predikat pemisahan yang “high esolution” serta MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, an ara lain bidang lingkungan, arkeolo i, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan lain sebagainya. Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatogra i menggunakan gas sebagai fasa pen ggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkan dal am kolom yang diisi dengan fasa tid k bergerak yang terdiri dari bahan terbagi h lus yang cocok. Gas pembawa meng lir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat dalam gas atau cair an, atau dalam bentuk padat pada keada n normal. Cara ini digunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian, atau untuk penetapan kadar. Kromatografi Gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat
igunakan untuk
menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah kompleks.
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
14
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau “mobile phase”) adalah sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas
urni, di dalam
bagian darisistem p pa-pipa kaca atau logam yang disebut k lom. Instrumen yang digunakan
ntuk melakukan
kromatografi
gas
disebut
gas
chromatograph (atau “aerograph”, ”gas pemisah”). Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kro atografi kolom (serta yang lainnya bentuk kromatografi, seperti HPLC, TLC), tapi memiliki beberapa
perbeda n penting.
Pertama,
proses memisahk an
komponen
dalam campuran dil kukan antara stationary fase cair dan gas fase bergerak, sedangkan pada kro atografi kolom yang seimbang adalah taha yang solid dan bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap prosedur adalah “kromatografi gascair”, merujuk ke ponsel dan stationary tahapan masing-masing.) Kedua, melalui kolom yang lolos t hap gas terletak di sebuah oven dimana temperatur gas yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya tidak memiliki kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas adalah hanya salah satu fun si dari tekanan uap dari gas. Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyuling n, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdas rkan titik didih (atau tekanan uap)
erbedaan. Pecahan penyulingan biasanya
igunakan untuk
memisahkan komponen campuran pada skala besar, sedan kan GC dapat digunakan pada skal yang lebih kecil (yakni microscale).
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
15
Umumnya t rdiri dari pencadang gas pembawa (i jector), tempat penyuntikan zat, kol m terletak dalam thermostat, alat pendeteksi (detector) dan alat pencatat (rekorder) yang ditampilkan pada komputer. Susu an alat tersebut dapat dibuat seperti skema berikut:
Gambar 1. Skema GC-MS
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Simulasi Kimia Organik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan beberapa tahapan proses. 3.1. Tahapan Penelitian
Tahap dari penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Tahap Persiapan Bahan dan Tahap Ekstraksi Daun Kayuputih. 3.1.1 Tahap Persiapan Bahan
Daun kayu putih
Pembersihan
Pengeringan
Penghalusan
Pengayakan
Gambar 2. Diagram Alir Tahap Persiapan Bahan
17
3.1.2 Tahap Ekstraks i Daun Kayu Putih
Alat Ekstraksi
Etanol
Penyaringan Residu Resid
Filtrat
Destilasi
Etanol Etanol
Hasil Ekstrak
Analisa GCMS
Gambar 3. Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oleoresin dalam Pembuatan Oleoresin daun kayu putih
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
18
3.2
Prosedur pe elitian
3.2.1 Tahap persiapa Daun yang t lah dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dan
kemudian
dihaluskan. 3.2.2 Tahap ekstraksi oleoresin Pada ekstraksi oleoresin daun kayuputih, pertama
elakukan yaitu
merangkai alat kemudian memasukan campuran daun dan pelar t etanol dengan perbandingan 1:5, 1::7 dan 1:9, selanjutnya melakukan proses
kstraksi dengan
o
mengatur suhu 30, 40 dan 50 C (jangan melewati titik di ih etanol), dan mengatur kecepatan pengaduk 300 rpm, 400 rpm, 600 rpm. Kemudian hasil oleoresin dan pelarut di destilasi sampai didapat hasil oleores n (suhu di atur berdasarkan titik di ih etanol). Tahap akhir yaitu menentuka
rendemen dan
menganalisa hasil oleoresin dengan menggunakan GC-MS. 3.2.3 Prosedur Analisa GCMS Shimadzu QP-2010
1.
Buka tabung as helium kekiri setengah putaran
2.
Sambungkan olokan dari stabilizer ke listrik dan on-kan stabilizer
3.
On-kan Instrument (GC-MS dan Pyrolizer) kemudian PC an Printer
4.
Pada display C pilih icon GCMS Real Time Analysis admin tanpa p assword
5.
Klik TOP
OK
Pilih icon Vacuum Control
ada tulisan complete 6.
Klik icon tuning
Klik auto st rt up sampai
Close
Klik icon detail
sesuai dengan kondisi analysis 7.
ser ID isi
atur suhu masin -masing unit
OK
Untuk menga tifkan Pyrolizer pada display PC klik icon PY-2020iS Control Atur suhu furnace dan Interface.
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
19
3.2.4 Kondisi Operasi GCMS Shimadzu QP-2010 Merk
: Shimadzu Type GCMS-QP2010
Gas
: Helium
Detektor
: FID
kolom
: kapiler tipe fase RTX-5MS (60 m ; 0.25 mmID)
Temperatur kolom
: 50 C
Inlet Press
: 100 kpa
Laju Alir Kolo
: 0.85 ml/min.
Split Rasio
: 112,3
Temperatur SPL
: 280 C
MS Interface
: 280 C
Ion Sources
: 200 C
Pirolisis Temp ratur
: 400 C
0
0
0 0 0
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat Proses ekstra si dilakukan secara batch alat yang digunak n adalah a) Labu leher tiga yang dilengkapi dengan sebuah pe dingin balik b) Ther ometer c) Penga uk d) Alat destilasi ( dengan kondensor ) e) Pema as 3.3.2 Bahan Bahan yang d igunakan dalam penelitian ini adalah a) Daun kayu putih segar b) Etano 96 %
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
20
3.4 Gambar Alat
5
4
3 2
1
Gambar 4. Rangkaian Alat Ekstraksi 6 4 3 2 7 1
Gambar 5. Rangkaian Alat Destilasi Keterangan Alat: 1. Heater 2. Oil Bath 3. Labu Leher Tiga 4. Termometer 5. Kondensor Untuk Ekstraksi 6. Kondensor Untuk Distilasi 7. Erlenmeyer
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
21
3.5 Variabel Penelit an
Variabel – variabel yang menjadi batas penelitian kali ini terdapat 2 jenis variabel. Variabel be as dan variabel tetap. a) Variabel Beb s -
Perbandingan pelarut
= 1:5, 1:7 dan 1:9
-
K cepatan pengaduk
= 300, 400, 600 rpm
-
Suhu ekstraksi
= 30, 40, 50 °C
b) Variabel Tetap
3.6
-
Waktu ekstraksi
= 6 jam
-
K nsentrasi etanol
= 96%
Metode Pen umpulan dan Analisis Data
Parameter hasil dari penelitian ini akan dilakukan deng n menggunakan analisa GC-MS (g s chromatograph mass spectrometer) untuk mengetahui kandungan kimia pada oleoresin daun kayu putih.
Laporan Pe elitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Te nik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian oleoresin dari daun kayu putih ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya perbandingan kecepatan pengadukan, rasio pelarut ethanol dengan massa sampel, dan suhu ekstrasi yang digunakan untuk mengekstrak daun kayu putih terhadap perolehan rendemen oleoresin kayu putih yang dihasilkan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa didapatkan hasil sebagai berikut : 4.1
Pengaruh Rasio Pelarut dengan Hasil Rendemen Oleoresin
Dari hasil penelitian ekstraksi daun kayu putih dengan variasi rasio perbandingan massa ethanol 1:5, 1:7, dan 1:9 dengan waktu ekstraksi selama 6 o
jam, temperatur ekstraksi 30 C dan kecepatan pengadukan 300 rpm, didapatkan hasil rendemen dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Hasil Rendemen dengan Variasi Rasio Pelarut
23
Dari gambar
diperoleh hasil rendemen pada rasio pelaru 1:5 adalah 2,23
gram dengan massa sampel sebanyak 10,71 gram dan perse ntase perolehan rendemen sebesar 2 ,81%. Pada rasio pelarut 1:7 didapatkan hasil rendemen sebanyak 2,30 gra
dengan massa sampel sebanyak 10,71 dan persentase
perolehan rendemen sebesar 21,47%. Untuk rasio pelarut 1:9 hasil rendemen sebanyak 2,43 gram dengan massa sampel 11 gram dan pers ntase rendemen sebesar 22,68%. Hasil rende en tertinggi diperoleh dari rasio 1:9 yang merupakan konsentrasi pelarut ertinggi dibandingkan dengan rasio 1:5 d an 1:7. Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah pelarut yang di gunakan proses pengontakan antar
uka bahan dan pelarut semakin baik dan pendistribusian
semakin merata ke se luruh permukaan sampel. Semakin bes r volume pelarut yang digunakan maka ren emen oleoresin yang dihasilkan jug semakin besar, sehingga hasilnya akan be rtambah sampai pada titik jenuh pelarut (Suryandari, 1981 dalam Rizki, 2013). Pada volume pelarut dengan jumlah yang kecil, maka rendemen oleoresin yan dihasilkan juga kecil,
sebab
adan a
keterbatasan pelarut dalam
mengek trak oleoresin.
Keterbatasan ini dis babkan karena larutan alkohol sudah jenuh dan tidak dapat lagi melarutkan oleoresin yang ada. Kejenuhan pelarut ini dapa t diatasi dengan cara menambah juml h pelarut yang digunakan. Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung jumlah terlarut berlebih pada suhu te rtentu, sehingga kelebihan zat terlarut itu tidak mampu untuk dilarutkan kembali.
rtinya larutan tersebut telah mencapai titik seimbang dengan
zat pelarutnya dan ko nsentrasinya telah maksimal. Jika jumlah elarut bertambah maka kemampuan untuk melarutkan juga semakin besar. Ju lah pelarut yang semakin besar pada s uatu titik akan menghasilkan
nilai rendemen yang tidak jauh berbeda deng n perbandingan
sebelumnya. Ini dik renakan gradien konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut sudah seimbang. Se ingga perpindahan zat terlarut menuju pelarut sudah tidak terjadi lagi (Mc.Cabe, 2005).
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
24
4.2
Pengaruh K cepatan Pengadukan dengan Hasil Oleor sin
Kecepatan suatu pengaduk merupakan salah satu faktor y ng berpengaruh terhadap hasil rende en. Variasi kecepatan pengadukan sebesar 00, 400 dan 600 o
rpm. Rasio massa bahan dan pelarut sebesar 1:7 dan pada su u 30 C. Hasil penelitian dengan va iasi Kecepatan Pengadukan dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Hasil Rendemen dengan Variasi Kecepatan Peng adukan
Pada gambar 7 dapat terlihat bahwa semakin besar
ecepatan suatu
pengaduk maka ren emen oleoresin yang dihasilkan juga sem kin besar. Dari data diatas dapat di lihat pada kecepatan pengadukan 300 rp rendemen 2,23 gra
dengan massa
didapatkan persentase sebesar 20,81%. Pada kecepatan
pengadukan 400 rpm dengan massa rendemen 2,30 gram persent se rendemennya sebesar 21,47%. Se angkan pada kecepatan 600 rpm dengan
assa rendemen
2,43 didapatkan pers ntase rendemen sebesar 22,68%. Semakin cepat putaran pengadukan maka nilai koefisien transfer massa cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena semakin cepat put ran pengadukan maka akan menaikk an turbulensi (tumbukan) sehingga kontak antara padatan dengan pelarut sema in sering akibatknya difusi pada permukaan padatan dengan pelarut semakin banyak dan koefisien tranfer massa semakin besa (artati,2007). Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
25
Pada kecepat an pengadukan 300 rpm tidak terlihat adanya pencampuran sempurna antara ba an dengan pelarut sehingga bahan masih banyak terdapat didasar wadah. Seda ngkan pada kecepatan pengadukan 400 rp pencampuran laruta
terlihat adanya
dengan bahan tetapi bahan tidak sepenu nya bercampur
dengan baik, namun masih ada sebagian bahan yang terdapat di dasar wadah. Pada kecepatan peng adukan 600 rpm pengadukan terlihat lebih
erata keseluruh
permukaan bahan da tidak ada lagi bahan yang tertinggal didasar wadah. Pada penelitian oleoresin dengan kecepatan pengadukan 600 rpm dapat mengasilkan rendem n yang tinggi karena terjadi pencampuran yang merata pada bahan dan didapatk n persentase rendemen sebesar 22,68%.
rtinya, semakin
besar kecepatan pe gadukan maka nilai persentase rendemen oleoresin juga meningkat. Proses perpi dahan massa zat terlarut menuju pelarut atau yang biasa disbut difusi, tidak h nya terjadi dikarenakan adanya perbedaan k onsentrasi. Pada percobaan ini difusi juga dipengaruhi oleh adanya exter al force yaitu pengadukan (Mc.Cabe. 2005) 4.3
Pengaruh Su hu dengan Hasil Rendemen Oleoresin
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Variasi suhu yang digunakan sebesar 30, 40 dan 50
o
C dengan
kecepatan pengaduk n 600 rpm dan rasio massa bahan dan pel rut sebesar 1:7. o
Hasil penelitian dengan variasi Suhu Ektrakai ( C) dapat dilihat p da gambar 8.
Gambar . Hasil Rendemen dengan Variasi Suhu Ekt aksi Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
26
Gambar 8 menunjukkan pengaruh suhu ekstraksi terhada hasil rendemen o
oleoresin. Pada variasi suhu 30 C didapatkan rendemen sebesar 22,68%. Variasi o
o
suhu 40 C didapatkan rendemen sebesar 23,52 % dan pada va iasi suhu 50 C rendemennya sebesa 14,84 %. o
Hasil rendemen terbesar didapatkan pada suhu 40 C ebesar 23,52%. Semakin tinggi su u maka nilai difusivitas dan koefesien transfer massa cenderung
mening at.
Difusivitas
meningkat
karena
kenaikan
suhu
mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehing ga proses difusi berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Pada penelitian ini sem kin besar suhu, o
rendemen yang dihas ilkan semakin besar. Akan tetapi, pada suhu 50 C rendemen o
yang dihasilkan lebih kecil dari hasil pada suhu 40 C. o
Pada suhu ek straksi sebesar 50 C mulai terjadi pengua an pada pelarut etanol, sehingga ju lah etanol tidak cukup untuk proses ekt raksi (Daryono, 2010). Pada percoba n yang dilakukan, penguapan pelarut etanol apat dibuktikan dengan adanya kond nsat yang ada pada dinding kondensor. Pe guapan ini akan menyebabkan pelaru yang kontak dengan bahan baku berkurang sehingga proses ekstraksi tidak berjal n dengan baik. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap kinetika ekstraksi, dimana konsentrasi oleoresin dalam pel rut pada akhir o
ekstraksi meningkat seiring dengan naiknya suhu. Suhu 40 C merupakan suhu optimum yang me berikan hasil rendemen tertinggi. Kenaikan suhu akan menyebabkan gerak n molekul etanol sebagai pelarut semakin cepat dan acak. (Ramadhan, 2010). Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan mengembang sehin ga memudahkan etanol sebagai pelarut
ntuk mendifusi
masuk ke dalam pori -pori padatan jahe dan melarutkan oleoresin. Oleh karena itu, oleoresin yang be interaksi
semakin besar dan menyeba kan terjadinya
perpindahan massa olut dari padatan menuju pelarut semakin besar (Treyball, 1981).
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
27
4.4
Hasil Analis Oleoresin Daun Kayu Putih
Analisa hasil oleoresin daun kayu putih dilakukan deng n menggunakan GC-MS Pirolisis (Py-GC-MS) di Balai Departemen Kehutanan kota Bogor. Analisis dilakukan p da 2 sampel oleoresin. Sampel A merupak n hasil ekstraksi o
o
pada suhu 30 C, sedangkan sampel B merupakan hasil ekstraksi p ada suhu 40 C. Py-GCMS adalah metode instrumental yang memungkin an karakterisasi dari makromolekular volatile dan kompleks. Perbedaan dengan GCMS biasa yaitu ada pada jenis co toh yang dianalisis. Pada Py-GCMS contoh langsung diinjeksikan kedalam ruang kuarsa dalam pirolisis unit yang kem dian dipanaskan dalam lingkungan bebas oksigen pada suhu yang sudah ditentuk n. Pada analisis o
oleoresin daun kayu utih suhu yang digunakan yaitu 400 C. Hasil analisa GCMS pada sampel oleoresin daun kayu p tih dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Hasil Analisa GCMS Oleoresin Daun Kayu Putih
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
28
Gambar 9 merupakan hasil berupa peak dengan jumlah 45 komponen (Lampiran C). Masing-masing komponen pada sampel ditentu an berdasarkan waktu tinggal dalam kolom. Komponen terbesar pada ekstrak aun kayu putih dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Komponen hasil ekstrak daun kayu putih NO
Komponen
Konsentrasi K nsentrasi (%)
1
Alpha.-s Alpha.-selinene elinene
9.07
2
Guaiol
7.47
3
2-Hexa 2-Hexadecen-1-ol, ecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl-, [R[R*,R*[R*,R*-(E)]](E)]]- (CAS) Phytol 1,2,4-C 1,2,4-Cyclopentanetrione, clopentanetrione, 3-(2-pentenyl)(CAS) 3 3,2-PENTENYL-1,2,4,2-PENTENYL-1,2,4CYCLO CYCLOPENTANETRIONE PENTANETRIONE
4
5.24 4.90
5
trans-C trans-Caryophyllene ryophyllene
4.78
6
10-epi-. 10-epi-.gamma.-eudesmol amma.-eudesmol
4.69
7
1,8-Cin 1,8-Cineole ole
4.66
8
Hexade Hexadecanoic anoic acid (CAS) Palmitic acid
4.23
9
4-ISOP 4-ISOPROPYL-5-METHYL-HEXA-2,4OPYL-5-METHYL-HEXA-2,4DIEN-1 DIEN-1-OL -OL 2-Prope 2-Propen-1-one, -1-one, 1-(2,6-dihydroxy-4methox methoxyphenyl)-3-phenyl-, phenyl)-3-phenyl-, (E)- (CAS) Pinostro Pinostrobin bin
10
3.79 3.71
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pada sampel B di apat komponen terbesar yaitu Alpha Selinene dengan konsentrasi sebesar 9,07 %. 1,8 Cineole yang didapat sebesar 4,66 %. Persentase yang didapat
erupakan hasil
perhitungan berdasar kan rasio luas area pada masing-masing sa pel dengan total luas area yang dida at. Luas area menunjukkan kuantitas kom ponen yang ada pada sampel. Pada ekstraksi dengan pemanasan didapatkan komponen ang lebih besar, ini menunjukkan pe anasan berpengaruh terhadap proses ekst aksi daun kayu putih. Semakin ting i suhu maka nilai difusivitas dan koefesie Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
transfer massa
29
cenderung
mening at.
Difusivitas
meningkat
karena
kenaikan
suhu
mengakibatkan pori-pori daun cenderung lebih terbuka, sehing ga proses difusi berlangsung lebih cepat (artarti, 2007). Jumlah luas area yang idapatkan pada sampel B lebih besa bila dibandingkan dengan jumlah luas area pada sampel A. Luas area sampel B sebesar 6.810.894.553 dan pada sa pel A sebesar 2.820.725.396. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemana an menentukan jumlah komponen yang dapat dilarutkan. 1,8 cineol merupakan komponen utama dari minyak atsiri aun kayu putih. Jika dilihat pada h sil sampel, 1,8 cineol yang didapat sebes ar 4,66%. Pada percobaan penyulingan daun kayu putih dengan metode distilas uap yang telah dilakukan, tidak did patkan minyak atsiri dari daun kayu putih yang digunakan. Hal ini dapat terjadi arena kecilnya komponen 1,8 cineol yang d idapatkan ketika daun kayu putih diekstraksi dengan etanol.
Laporan P nelitian Oleoresin Daun Kayu Putih Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi operasi yang menghasilkan rendemen terbesar 23,53% yaitu pada o
rasio massa bahan dan pelarut 1:7, suhu ekstraksi sebesar 40 C dengan kecepatan putaran 600 rpm. 2. Pada hasil analisa GCMS didapatkan kandungan terbesar pada sampel oleoresin daun kayu putih yaitu komponen Alpha-selinene sebesar 9,07% dan 1,8 Cineol sebesar 4,66%.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Melakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pengadukan diatas 600 o
rpm dan pemanasan pada suhu sekitar 40 C sehingga dapat menghasilkan rendemen yang optimum. 2. Sampel yang akan dianalisa dalam keadaan fresh untuk mendapatkan hasil analisa GCMS yang valid. 3. Suhu pada saat destilasi sebaiknya konstan agar perolehan rendemen oleoresin yang diperoleh lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Artati, Fadillah, 2010, Jurnal Penelitian Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan dan Suhu Operasi Pada Ekstraksi Tanin dari Jambu Mete Dengan Pelarut Aseton, Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Budi, Faleh, 2009, Pengambilan Oleoresin dari Ampas Jahe ( Hasil Samping Penyulingan Minyak Jahe ) Dengan Proses Ekstraksi, Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Budiman, Arief, dkk, 2009, Pengaruh Pelakuan Daun dan Suhu Terhadap Waktu Distilasi Pada Isolasi Minyak Cengkeh, Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada. Dwi Haryono, Elvinanto, 2010, Oleoresin Dari jahe Menggunakan Proses Ektraksi Dengan Pelarut Etanol, Teknik Kimia Fakultas Teknik, Institut Teknologi Nasional. Mc Cabe, Warren L., 2005, Unit Operation Of Chemical Engineering Hal. 527, International Edition: Mc Graw Hills Companies. Supranto, 2010, Perancangan Pabrik Minyak Atsiri, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. SNI No. 06-3954-2006, Standar Mutu Kayu Putih, Badan Standarisasi Nasional.
LAMPIRAN A. Data Penelitian dan Perhitungan Tabel L.1 Pengar h Rasio Pelarut Terhadap Rendemen RUNNING TAHA 1 (Variasi : Ratio Alkohol : Daun Kayu Putih) No 1 2 3
m Daun 15.00 10.71 11.00
m Alkohol 75 75 99
Ratio 1:05 1:07 1:09
m Rendemen 2.89 2.23 2.73
% Rendemen 19.27% 20.81% 24.82%
Tabel L.2 Pengar h Kecepatan Pengadukan Terhadap Rende en RUNNING TAHA 2 (Variasi : Kecepatan Stirrer) No 1 2 3
Ratio 1:07 1:07 1:07
Kecepatan 300 400 600
m Rendemen 2.23 2.30 2.43
% Rendeme Rendemen 20.81% 21.47% 22.68%
Tabel L.3 Pengar h Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen RUNNING TAHAP T HAP 3 (Variasi : Suhu Ekstraksi)
No 1 2 3
Ratio 1:07 1:07 1:07
Kecepatan K cepatan 600 600 600
Suhu 30 40 50
m Rendemen 2.43 2.52 1.59
Laporan Penelitian Oleoresin Kunyit Jurusan Tek ik Kimia Fakultas Teknik – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
%R Rendemen ndemen 22.68% 2 .68% 23.52% 2 .52% 14.84% 1 .84%