ACARA IV INDENTIFIKASI DAN ANALISIS KEMASAN MAKANAN DAN MINUMAN DI PASARAN
A. Pendahuluan 1. Latar belakang Pengemasan produk pangan merupakan suatu proses pembungkusan dengan bahan pengemas yang sesuai untuk mempertahankan dan melindungi makanan hingga ke tangan konsumen, sehingga kualitas dan keamanannya dapat dipertahankan. Salah satu bahan pengemas yang sering digunakan adalah plastik yang selain mengandung bahan kimia yang cukup berbahaya, penggunaannya juga telah banyak menyumbangkan limbah yang sulit diuraikan. Kerusakan bahan pangan bisa dikelompokkan menjadi (i) kerusakan kimia, (ii) kerusakan fisik; dan yang paling utama adalah (iii) kerusakan biologi. Kerusakan mikrobiologi yaitu kerusakan yang diakibatkan oleh pertumbuhan dan aktivitas mikroba; khususnya kapang, khamir, dan bakteri. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan dan kebusukan bahan pangan. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba pada bahan pangan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu (i) faktor intinsik bahan pangan; meliputi ketersediaan zat gizi, ketersediaan air (aktivitas air; aw), nilai pH (keasaman), dan keberadaan senyawa antimikroba, kondisi sanitasi produk, dan (ii) faktor lingkungan, baik lingkungan di dalam maupun di luar kemasan pangan, meliputi suhu, oksigen, kelembaban, dan kebersihan (Gambar
1). Proses
pengawetan pada
dasarnya
dilakukan dengan
memperhatikan dan manipulasi faktor-faktor tersebut; untuk menghambat pertumbuhan atau menginaktivasi mikroba; sehingga diperoleh produk pangan dengan tingkat keamanan dan keawetan yang diinginkan. Proses pengalengan pangan pada umumnya merupakan proses panas produk pangan dalam kemasaan, dimana produk dalam kaleng akan
disterilisasikan dengan menggunakan ketel uap (retort). Proses pemanasan demikain berlangsung pada suhu 110-121 °C dalam waktu yang sangat lama. Tergantung pada jenis produk pangan dan ukuran kemasannya, proses pemanasan dengan retort bisa berlangsung dari 40-120 menit; atau bahkan lebih. Sebaliknya; proses panas HTST paling rendah dilakukan pada suhu 135-150°C selama sekitar 2-15 detik. Proses pamanasan pada suhu tinggi dalam waktu yang singkat ini bisa dilakukan dengan berkembangnya proses pengolahan aseptis. Pada prakteknya proses aseptis ini banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan dan pengawetan produk pangan cair (seperti sari buah, telur cair, santan, susu), produk pangan cair yang mengadung partikulat (bubur kacang hijau dan sup), dan produk pangan semi padat. 2. Tujuan Tujuan dari praktikum acara V “Indentifikasi dan Analisis Kemasan Makanan dan Minuman di Pasaran” adalah 1. Mengidentifikasi kemasan makanan dan minuman yang ada di pasaran (jenis, bahan, desain dan labelling). 2. Menganalisis kelebihan dan kelemahan kemasan minuman dan makanan yang ada dipasaran ditinjau dari segi fungsi utama dan fungsi penunjang. B. Tinjauan Pustaka Fungsi utama kemasan adalah melindungi produk. Fungsi kedua kemasan adalah untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi konsumen. Sebab dengan adanya kemasan ukuran dan desain produk dapat dirancang. Fungsi ketiga kemasan adalah untuk mempromosikan produk kepada konsumen. Sama seperti pakaian bagi orang, kemasan juga dapat meningkatkan daya tarik produk. Selain karena enak dipandang, pada kemasan juga dapat diinformasikan fitur, penggunaan, manfaat, dan citra produk. Setiap produk tentu ada mereknya, kalau merek adalah nama, simbol atau kode untuk mengidentifikasi produk, maka label adalah segala bentuk yang berfungsi deskriptif (menginformasikan) bagi produk. Label menjelaskan asal produk, kandungan produk, fitur produk, cara menggunakan produk, cara menyimpan produk, harga produk, tanggal kedaluarsa produk, dampak positif dan negatif
produk, informasi nutrisi, tipe produk dan servis yang tersedia. Khusus di Indonesia, label juga menginformasikan halal tidaknya produk, khususnya makanan dan minuman (Simamora, 2003). Kaca adalah salah satu bahan kemasan tertua yang telah digunakan sejak beberapa tahun. Kaca tidak mudah keropos dan kimia inert. Kemasan kaca dimaksudkan untuk menjaga isinya dari oksigen dan kelembaban, sehingga produk selalu dalam kondisi yang baik. Ini adalah salah satu alasan utama mengapa kaca banyak digunakan sebagai kemasan dari produk. Kaca juga merupakan produk yang berkelanjutan yang berarti dapat di daur ulang tanpa batas waktu dan tidak ada kerugian dalam kuantitas (Shivsharan, 2014). Kemasan gelas atau kaca memiliki keunggulan dibanding dengan bahan kemasan lain. Berikut keunggulannya: (1) bersifat inert atau lambat bereaksi terhadap bahan kimia dan tidak mengkontaminasi produk makanan yang dikemas, (2) mencegah penguapan sehingga cocok untuk mengemas bahan makanan cair, gas dan padat, (3) melindungi bahan pangan dari kontaminasi bau atau flavor dari luar, (4) menghalangi keluarnya cairan atau gas dari produk yang dikemas, (5) gelas transparan dan jernih akan mempermudah serta menarik pembeli untuk melihat langsung produk yang dikemas, (6) bahan gelas bersifat kokoh, tahan tekanan dan tahan panas sehingga sangat tahan terhadap pengaruh dari luar, memudahkan proses pengisian dan pengepakan makanan dan minuman, (7) mulut botol atau gelas yang terbuka dapat memudahkan pengisian, (8) kemasan botol kaca atau gelas dapat digunakan kembali sehingga menguntungkan pembeli dan otomatis biayanya lebih murah. Namun, kemasan kaca atau gelas juga memiliki kelemahan, sebagai berikut: (1) tidak disarankan untuk meletakkan ditempat yang memiliki cahaya terang karena akan mudah teroksidasi, (2) berat dan kurang praktis sehingga sulit dibawa, (3) mudah pecah (Yuyun, 2011). Secara umum fungsi pengemasan adalah sebagai berikut: sebagai wadah bagi produk yang bersangkutan, melindungi produk, menjaga keutuhan bentuk fisik, menjaga keawetan produk, memuat informasi mengenai produk yang bersangkutan, memudahkan proses distribusi, dan media atau sarana promosi produk. Berdasar jenisnya, kemasan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
kemasan inti, kemasan jual, dan kemasan transpor. Kemasan inti adalah kemasan yang kontak langsung dengan produk. Kemasan jual yaitu kemasan yang dipakai untuk menjual produk/isi secara eceran. Sedangkan kemasan transpor adalah kemasan yang digunakan untuk mengirim produk atau menyimpannya dalam gudang (Sutarmingsih, 2004). Pengelompokan dasar dari bahan-bahan pengemas yang digunakan untuk bahan pangan adalah sebagai berikut: 1) Logam seperti lempeng timah, baja, bebas timah, alumunium. 2) Gelas, 3) Plastik, termasuk beraneka ragam plastik tipis, yang berlapis laminates dengan plastik lainnya, kertas, atau logam alumunium. 4) Kertas, berupa paperboard atau fibreboard 5) Lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan tersebut. Pengemas yang flexibel terbuat dari kertas, paperboard, plastik tipis, foils, laminats, biasa digunakan untuk membungkus, sebagai kantung, amplop, sachet, pelapis luar, dll (Buckle, 1987). Menurut Codex (CAC/RCP 57-2004), shelf life produk susu dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain (1) kendali mutu mikrobiologis yang diterapkan, termasuk suhu penyimpanan; (2) metode pendinginan selama penanganan dan proses produksi; (3) jenis kemasan yang digunakan; (4) dan potensi atau kemungkinan kontaminasi pasca proses produksi. Shelf life produk susu juga dibatasi oleh perubahan mikrobiologis dalam susu (Haris, 2009). C. Metodologi 1. Alat a. Transparansi b. OHP 2. Bahan a. Kemasan tetrapack susu Milo b. Kemasan tetrapack susu Frissian Flag
3. Cara Kerja
Botol kaca sambal terasi ABC dan Indofood
Pengamatan kemasan yang meliputi bahan, jenis, desain, labelling
Penganalisisan kemasan terkait fungsi, kelebihan dan kekurangan kemasan D. Hasil dan Pembahasan Tabel 4.1 Pengamatan Desain Kemasan Tetrapack Susu Merk Produk Milo Frissian Flag Bentuk Tetrapack kotak Tetrapack kotak Ukuran 180 ml 180 ml Warna Hijau tua bergambar Pink (merah muda) bergambar Gambar Ilustrasi seorang Ilustrasi donal bebek menaiki perempuan yang berlari, sebuah sepeda, dan merek dilengkapi dengan dagang “Frissian flag MILKY” informasi kandungan vitamin dan mineral produk, flavor, dan merek dagang “MILO” Sumber: Hasil Pengamatan
Tabel 4.2 Pengamatan Labeling Kemasan Tetrapack Produk Susu Merk Produk Milo Frissian Flag Ada/tidak tanggal Ada Ada kadaluwarsa Ada/tidak kode Ada Ada produksi Ada/ tidak label Halal Ada Ada Ada/tidak komposisi Ada Ada Ada/tidak kandungan Ada Ada Gizi Ada/tidak merk Ada Ada dagang Jenis produk Susu Susu Berapa ukuran isinya 190 gram 180 gram Izin depkes BPOM RI BPOM MD.423713354001 MD.406409155031 Buatan dalam/luar Dalam negeri Dalam negeri negeri Ada/ tidak petunjuk Ada Ada penggunaan Ada/ tidak barcode Ada Ada Ada/tidak Identitas Ada Ada pembuat Ada/ tidak layanan Ada Ada konsumen Informasi promosi Iklan Iklan Ada/tidak Informasi Ada Ada teknologi pengolahan yang digunakan Sumber: Hasil Pengamatan
RI
Secara alamiah susu mengandung bakteri (terkontaminasi dari sumbernya : puting, ambing, dan rambut), jika susu tidak ditangani secara tepat, maka akan menimbulkan kondisi dimana jumlah bakteri dalam susu dapat berkembang dengan cepat. Mikroorganisma lainnya akan masuk ke dalam susu selama proses pemerahan, transportasi, dan penyimpanan, jika peralatan yang digunakan sepanjang ketiga proses dimaksud tidak bersih, terjaga, dan steril. Pada satu sisi, dengan kandungan gizi yang lengkap menempatkan susu sebagai pangan bernilai tinggi, di sisi lain dengan kandungan gizi yang lengkap susu juga menjadi media tumbuh paling baik
bagi perkembangbiakan mikroorganisma yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Sejalan dengan peradaban manusia dan perkembangan teknologi modern, manusia menemukan cara perlakuan dan praktik pengolahan terhadap susu, sehingga menghasilkan ragam produk susu yang tersedia di pasar bagi penduduk di seluruh dunia (Shearer, dkk., 1992). Dengan adanya pengolahan (processing) terhadap susu, maka produk susu yang dihasilkan dapat disimpan lebih lama sebelum dikonsumsi, memungkinkan bagi konsumen menyesuaikan pembelian produk susu dengan fungsi kebutuhan, kegunaan, dan seleranya. Setiap produk susu memiliki daya simpan (shelf life) yang berbeda, sedangkan daya simpan produk susu dipengaruhi terutama oleh kualitas bahan baku susu (raw milk) yang digunakan. Menurut Codex (CAC/RCP 57-2004), shelf life produk susu dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain (1) kendali mutu mikrobiologis yang diterapkan, termasuk suhu penyimpanan; (2) metode pendinginan selama penanganan dan proses produksi; (3) jenis kemasan yang digunakan; (4) dan potensi atau kemungkinan kontaminasi pasca proses produksi. Shelf life produk susu juga dibatasi oleh perubahan mikrobiologis dalam susu (misalnya karena pertumbuhan bakteri patogen sampai tingkat tertentu menyebabkan kerusakan produk susu). Susu merupakan bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Kalsium, Fosfor, Vitamin A, Vitamin B, dan Ribolflavin yang tinggi. Susu memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, komposisi susu terdiri dari air (87,1%), laktosa (5%), lemak (3,9%), protein (3,3%), dan mineral (0,7%). Susu yang rentan akan kontaminasi bakteri memerlukan pengolahan agar tidak mudah rusak (Eniza, 2004). Dari berbagai jenis susu olahan, yang paling disarankan adalah susu UHT. Susu yang diproses secara UHT dapat mempertahankan nilai gizi lebih baik daripada pengolahan lainnya. Susu UHT disebut juga sterlisasi yaitu susu yang dipasteurisasi dengan menggunakan Ultra High Temperature (UHT), 1430C dalam detik, diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (1351450C) dalam waktu singkat selama 2-5 detik. Pemanasan suhu tinggi
bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen). Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah, seperti susu segarnya (Ide, 2008). Produk susu UHT yang lebih dikenal dengan susu ultra adalah susu segar yang mengalami proses sterilisasi yang kemudian dikemas dengan kemasan aseptik yang terkenal dengan tetrapack sehingga mudah dikonsumsi dan dapat diminum kapan saja serta mudah penyimpanannya tanpa memerlukan alat pendingin. Dalam praktikum pengemasan, acara IV ini dilakukan pengamatan terhadap dua sampel susu kemasan tetrapack, dengan merek dagang Milo, dan Frissian Flag. Komposisi susu tetrapack Milo:air, susu bubuk skim, gula, sirup glukosa, sari malt (bari), minyak nabati, lemak susu, bubuk kakao, bubuk whey, penstabil nabati, 4 mineral, premiks vitamin, pengemulsi, lesitin kedelai, pemanis alami, glikosida steviol, dan perisa identik alami vanila. Sedangkan komposisi susu Frissian Flag adalah susu segar, air, sukrosa, susu skim bubuk, penstabil nabati,lemak susu, perisa identik alami, mineral (trikalsium fosfat), pewarna makanan Ponceau 4R Cl 16255, dan 7 vitamin (mengandung antioksidan tokoferol). Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi tersebut dapat menjadi salah satu faktor penting konsumen dalam pemilihan produk susu atau olahan pangan lain. Sehingga dengan adanya informasi nilai gizi, konsumen akan lebih selektif dalam memilih produk susu. Informasi nilai gizi, menjadi penting untuk media penarik perhatian konsumen. Adapun informasi nilai gizi yang terdapat pada susu tetrapack Milo adalah: Lemak total (lemak jenuh, kolesterol), protein, karbohidrat total (gula total, sukrosa, laktosa, maltosa), natrium, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B3, Vitamin B5, Vitamin B6, Vitamin B12, Vitamin C, kalsium, fosfor, magnesium dan besi. Untuk produk Frissian Flag, mengandung nilai gizi: lemak total (lemak jenuh, kolesterol), protein, karbohidrat total (gula, sukrosa), natrium, kalium, vitamin A, vitamin D3, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B6, vitamin B12, kalsium, dan fosfor.
Dalam kemasan susu tetrapack sampel Milo dan Frissian Flag, keduanya mencantumkan Merek Dagang masing-masing. Produk susu merupakan produk yang rentan mengalami kerusakan. Sehingga untuk menghindari kerusakan tersebut, dan memperpanjang umur simpannya, kemasan tetrapack merupakan salah satu solusi kedua masalah tersebut. Kemasan tetrapack Milo berwarna hijau, dengan ilustrasi gambar seorang pelari perempuan. Kemasan tetrapack Milo memiliki volume 190 ml. Milo mencantumkan ijin DepKes dalam kemasan susu tetrapack yang diproduksinya yaitu BPOM RI MD.423713354001. Susu Milo diproduksi oleh PT. Nestle Indonesia di Kota Kejayan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dalm kemasan Milo juga terdapat bagaimana cara penggunaannya, yaitu dengan mengocok kemasan susu sebelum diminum, dan langsung dikonsumsi setelah dibuka atau dapat disimpan di lemari es. Kemasan tetrapack Milo juga tercatum barcode, informasi layanan koonsumen, dan informasi teknik pengolahan yang digunakan. Kemasan tetrapack Susu Frissian Flag memiliki warna pink (merah muda) dengan ilustrasi gambar donal bebek. Kemasan susu Frissian Flag dapat menampung volume 180 ml susu cair. Dalam kemasan susu Frissian flag tetrapack tercantum ijin Depkes RI yaitu BPOM RI MD.406409155031, barcode, informasi layanan konsumen, dan informasi teknologi pengolahan yang digunakan. Susu Frissian flag kemasan tetrapack dibuat dan diproduksi oleh PT. Frissian Flag Indonesia di Jl. Raya Bogor Km. 26, Jakarta. Dalam kemasan susu kemasan tetrapack Frissian flag juga terdapat petunjuk penggunaan, dengan cara mengocok kemasan susu sebelum diminum, menyimpan kemasan susu ditempat yang sejuk dan kering, dan anjuran untuk segera menghabiskan/ mengkonsumsi susu setelah kemasan dibuka.
E. Kesimpulan Dari pembahasan acara VI “Indentifikasi dan Analisis Kemasan Makanan dan Minuman di Pasaran” dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Setiap produk susu memiliki daya simpan (shelf life) yang berbeda, sedangkan daya simpan produk susu dipengaruhi terutama oleh kualitas bahan baku susu (raw milk) yang digunakan. 2. shelf life produk susu dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain (1) kendali mutu mikrobiologis yang diterapkan, termasuk suhu penyimpanan; (2) metode pendinginan selama penanganan dan proses produksi; (3) jenis kemasan yang digunakan; (4) dan potensi atau kemungkinan kontaminasi pasca proses produksi. 3. Kemasan tetrapack susu Milo dan Frissian Flag keduanya samasama mencantumkan informasi nilai gizi, komposisi, cara penggunaan, label halal, ijin Depkes RI, barcode, kode produksi dan tanggal kadaluarsa
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., R.A Edwards., G.H Fleet., dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Yuyun dan Delli Gunarsa. 2011. Cerdas Mengemas Produk Makanan dan Minuman. Agromedia Pustaka. Jakarta. Sutarminingsih, Lilies. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius. Yogyakarta. Harjani, Siwi. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Protein Susu Sterilisasi Suhu Ultra Tinggi Pada Suhu Ruang. Institut Pertanian Bogor. Budiyono, Haris. 2009. Analisis Daya Simpan Produk Susu Pasteurisasi Berdasarkan Kualitas Bahan Baku Mutu Susu. Jurnal Paradigma Vol X. No. 2. Werdhani, Retno Asti, Dkk. 2010. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Protein Susu Sterilisasi Suhu Ultra Tinggi Pada Suhu Ruang. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta
LAMPIRAN GAMBAR