LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITOTOMI
A. Definisi Nefrolitotomi yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi pada p ada ginjal untuk mengangkat batu. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1466) Nefrolitotomi adalah pembedahan terbuka untuk mengambil batu pada saluran ginjal. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 65) Dua pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Nefrolitotomi adalah tindakan bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk mengeluarkan batu pada saluran ginjal. Seorang ahli bedah melakukan nefrolitotomi untuk menghilangkan rasa sakit atau penyumbatan yang disebabkan oleh batu ginjal. Pembedahan biasanya biasa nya hanya dilakukan pada pasien yang memiliki me miliki batu ginjal yang yan g lebih besar dari 2 cm diameternya, yang menghambat aliran urin dari ginjal, dan yang tidak dapat diobati dengan cara lain (misalnya dengan obat peluruh atau prosedur litotripsi). Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu didalam pelvis atau calyces ginjal atau saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal dalam saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan , penyumbatan penyumbata n alikan kemih atau infeksi. B. Indikasi Indikasi dilakukakannya Nefrolitotomi adalah 1. Batu pielum simpel dengan ukuran > 2 cm. 2. Batu kaliks ginjal, terutama batu kaliks inferior dengan ukuran 2 cm. 3. Batu multipel, pernah dilaporkan kasus batu multipel pada ginjal tapal kuda dan berhasil diekstraksi batu sebanyak 36 buah dengan hanya menyisakan 1 fragmen kecil pada kalis media posterior. 4. Batu pada ureteropelvic junction dan ureter proksimal. Batu pada tempat ini seringkali impacted dan menimbulkan kesulitan saat pengambilannya. Untuk batu ureter proksimal yang letaknya sampai 6 cm proksimal masih dapat dijangkau dengan nefroskop, namun harus diperhatikan bahaya terjadinya perforasi dan kerusakan ureter, sehingga teknik ini direkomendasikan hanya untuk yang berpengalaman. 5. Batu ginjal besar. . 6. Batu pada solitary kidney. kidne y. Batu pada solitary kidney lebih aman diterapi dengan PCNL dibandingkan dengan bedah terbuka (Nugroho dkk, Percutaneous dkk, Percutaneous Nephrolithotomy as Therapy for Kidney Stone, Stone, 2011).
C. Manfaat Nefrolitotomi sangat bermanfaat untuk mengurangi keluhan yang di derita oleh klien batu ginjal seperti Nyeri pinggang, Retensi urine yang menurun, Distensi abdomentdan Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal yang tinggal satu-satunya dimilki oleh pasien. Terlebih tindakan ini dilakukan untuk menghindari komplikasi yang akan diakibatkan jika batu ginjal tidak diberikan penangan secara khusus. Komplikasi yang dapat terjadi jika tidak dilakukan penangan secara tepat yaitu Nekrosis tekanan, Obstruksi oleh batu, Hidronefrosis, Perdarahan, Rasa nyeri, Infeksi, hingga menyebabkan penyakit Gagal ginjal. (Kowalak. 2002)
D. Prosedur 1) Instrumen dan Bahan Instrumen yang dibutuhkan dalam tindakan Nefrolithotomi adalah: 1. Klem Arteri 2. Klem Navuder 3. Klem Statinsky 4. Klem kocher 5. Klem elis (allys) 6. Doek klem 7. Sponge Holding Forcep 8. Angle Forcep 9. Mikulicz 10. Retractor Us Army 11. Buchwater ring retractor 12. Langenbeck 13. Pinset anatomi 14. Pinset cirugi 15. Scalpel 16. Mess 17. Hak atau eyelide 18. Nirbeken 19. Klem lurus 20. Klemm bengkok kecil 21. Klem bengkok besar 22. Needle holder 23. Gunting metzenbaum / jaringan 24. Gunting benang 25. Cucing 26. Forcep 27. Stone forceps,
28. Bengkok
Sedangkan bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah: 1. Cairan irigasi NaCl 0,9%, 2. Kontras, 3. Metillen blue 4. Benang jahit 5. Kasa 6. Deppers 7. Spuit 8. Desinfektan 9. Folley catheter 10. Tabung Drain 11. Plester 12. Bag urinal 13. Set infus 2) Persiapan Pemeriksaan laboratorium meliputi, darah lengkap, urin lengkap, fungsi ginjal dan liver, kultur urin dan sensitifitas tes serta yang sangat penting adalah fungsi hemostasis. Pastikan bahwa hasil laboratorium ini bukan kontra indikasi untuk tindakan anestesi. Pemeriksaan radiologi meliputi foto toraks, foto polos (KUB) dan bila memungkinkan
IVP
yang
akan
memberikan
gambaran
anatomi
dan
fungsi
ginjal. Evaluasi batu itu sendiri meliputi tiga katagori, yaitu ukuran batu, lokasi dan komposisi batu. Persiapan preoperative standar antara lain meliputi jaminan tersedianya tranfusi darah, pasien dengan ISK harus diterapi dengan antibiotika oral yang sensitif selama 1 minggu sebelum operasi dan kemudian secara intavena saat akan dilakukan tindakan. Tidak perlu antibiotika profilaksis pada urine yang steril, tetapi beberapa pusat studi menggunakan “protokol pendek” antibiotika, yang terdiri pemberian cephalosforin generasi pertama sesaat sebelum tindakan dan diteruskan 24 jam pasca tindakan. 3) Pelaksanaan Pada tindakan pembedahan ini didahului dengan melihat foto-foto di light box oleh operator, lalu dilakukan tindakan pembiusan secara general. Setelah dibius, dilakukan desinfeksi untuk memaasang kateter 16 Fr dan urobag, perlu diperhatikan kesesuaian marker/lokasi yang akan dilakukan tindakan operasi. Lalu meletakkan pasien pada posisi lumbotomi, sesuai dengan bagian ginjal yang akan dilakukan tindakan pada posisi diatas. Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine 10% (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus dibagian depan,linea skapularis belakang dan papilla mama). Persempit lapangan operasi dengan doek steril. Lalu, Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI (SIC XI-XII) sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15 cm. Insisi
diperdalam lapis demi lapis dengan memotong fascia eksterna, muskulus intercostalis dibelakang dan muskulus oblikus abdominis di depan sampai didapatkan fascia abdominis internus. Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penempelannya pada fascia seperlunya ( sampai ke tepi luka insisi kulit ). Identifikasi fascia gerota kemudian dibuka lebih kurang sepanjang tepi ginjal. Identifikasi ureter dan diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak perirenal dibersihkan dengan menggunakan pinset anatomis dan gunting Metzembaum bila perlu dilakukan kauterisasi terlebih dahulu. Pasang Buchwater ring retractor Bebaskan ginjal dari lemak perirenal. Identifikasi pembuluh darah baik vena maupun arteri renalis lalu
klem
pembuluh darah ginjal dengan menggunakan klem Statinsky. Insisi secara tajam kapsul ginjal sampai 2 cm lalu melakukan pengangkatan batu renal. Parenkim ginjal pada daerah reseksi dan kapsul ginjal ditutup dan dijahit dengan menggunakan benang chromic catgut dengan jahitan horizontal mattres. Pasang suction drain lalu ginjal dikembalikan pada posisi anatomis dan lapisan ditutup mulai dari fasia gerota otot sampai kulit lalu mencatatan laporan prosedur tindakan. E. Perawatan Perioperatif Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. PRE OPERATIF Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien). A. Persiapan Psikologi Pada Pre Operatis hal hal yang perlu dikaji sebagai berikut 1. Pengetahuan tentang peristiwa prosedural tindakan sebelum operasi. 2. Pengetahuan alat alat khusus yang diperlukan. 3. Pengetahun prosedur pembedahan dan lingkungan operasi (meliputi dokter operator, dokter anastesi, dan perawat). 4. Pengetahuan pengobatan setelah operasi. B. Persiapan Fisiologi 1. Diet sebelum tindakan pembedahan. 2. Persiapan Perut / Pemberian lavement. 3. Persiapan Kulit (pembersihan area bedah dari rambut atau bulu badan) 4. Hasil Pemeriksaan (Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lainlain.
5.
Persetujuan Operasi / Informed Consent
C. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan perawat OK) 1.
Mencegah Cidera a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement). b. Cek gelang identitas / identifikasi pasien. c. Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci. d. Lepas perhiasan e. Bersihkan cat kuku. f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan. g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas. h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran. i. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap tromboplebitis. j. Kandung kencing harus sudah kosong. k. Catatan tentang persiapan kulit (tanda lokasi pembedahan). a) Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN) b) Pemberian premedikasi c) Pengobatan rutin. d) Data antropometri (BB, TB) e) Informed to Consent f) Pemeriksan laboratorium.
2.
Pemberian Obat Premedikasi
D. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah A.
Data Subyektif a) Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu. 1. Pengertian tentang bedah yang duanjurkan 1. Tempat 2. Bentuk operasi yang harus dilakukan. 3. Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di bedah. 4. Kegiatan rutin sebelum operasi. 5. Kegiatan rutin sesudah operasi. 6. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi. 2. Pengalaman bedah terdahulu 1. Bentuk, sifat, roentgen 2. Jangka waktu b) Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah 1. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.
2. Metode-metode penyesuaian yang lazim. 3. Agama dan artinya bagi pasien. 4. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah. 5. Keluarga dan sahabat dekat 1. Dapat dijangkau (jarak) 2. Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan. 6. Perubahan pola tidur 7. Peningkatan seringnya berkemih. c) Status Fisiologi 1. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah. 2. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester. 3. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran. 4. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, a noreksia. 5. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal). 6. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas. 7. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi. B.
Data Obyektif 1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris. 2. Tingkat interaksi dengan orang lain. 3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas). 4. Tinggi dan berat badan. 5. Gejala vital. 6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran. 7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik. 8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir. 9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah). 10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh. 11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, d uduk, atau bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
C.
Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul a. Takut b. Cemas
c. Resiko infeksi d. Resiko injury e. Kurang pengetahuan D.
Intervensi Keperawatan
INTRA OPERATIF Pada stase intra operatif terdapat beberapa hal yang harus dipahami oleh petugas kamar operasi . A. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril : 1. Anggota steril 1) Ahli bedah utama / operator 2) Asisten ahli bedah. 3) Scrub Nurse / Perawat Instrumen 2. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : 1) Ahli atau pelaksana anaesthesi. 2) Perawat sirkulasi 3) Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit). B. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi. 1. Persiapan Psikologis Pasien 2. Pengaturan Posisi
Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah : 1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi. 2) Umur dan ukuran tubuh pasien. 3) Tipe anaesthesia yang digunakan. 4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman. b. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. c. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan. d. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
e. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus. f.
Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
g. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien. h. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan. i.
Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
3. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit. 4. Penutupan Daerah Steril 5. Mempertahankan Surgical Asepsis 6. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh 7. Monitor dari Malignant Hyperthermia 8. Penutupan luka pembedahan 9. Perawatan Drainase 10. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU. C. Pengkajian 1. Selama dilaksanakannya operasi a. Pengkajian mental (Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.) b. Pengkajian fisik - Tanda-tanda vital - Transfusi - Infus - Pengeluaran urin D. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut : 1.
Cemas
2.
Resiko perlukaan/injury
3.
Resiko penurunan volume cairan tubuh
4.
Resiko infeksi
5.
Kerusakan integritas kulit
E. Intervensi Keperawatan
Post Operasi A. Fase Pasca Anaesthesi Periode segera sesudah anaesthesi adalah ga wat. Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi : A. Mempertahankan ventilasi pulmonari 1.Mengatur posisi jalan napas aman. 2.Saluran nafas buatan. Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction. 3.Terapi oksigen O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar. B. Mempertahankan sirkulasi. Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan. C. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Pemberian
infus
merupakan
usaha
pertama
untuk
mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor. D. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurn ya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter. Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan. B. Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang pemulihan :
1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi fowler. 2. Pasang pengaman pada tempat tidur. 3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit. 4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea. 5. Beri O2 2,3 liter sesuai program. 6. Observasi adanya muntah. 7. Catat intake dan out put cairan. Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis -
Tekanan sistolik < 90 – 100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
-
HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
-
Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
-
Meningkatnya kegelisahan pasien
-
Tidak BAK + 8 jam post operasi.
C. Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien : 1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi. 2. Tanda-tanda vital harus stabil. 3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh. 4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil. 5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna. 6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan. 7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing. 8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan. 9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut. D. Pengangkutan Pasien keruangan Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain : - Keadaan penderita serta order dokter. - Usahakan pasien jangan sampai kedinginan. - Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktuwaktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat. E. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi 1) Pengkajin awal 1. Status Respirasi Melipuiti :
-
Kebersihan jalan nafas
-
Kedalaman pernafasaan.
-
Kecepatan dan sifat pernafasan.
-
Bunyi nafas
2. Status sirkulatori Meliputi : -
Nadi
-
Tekanan darah
-
Suhu
-
Warna kulit
3. Status neurologis Meliputi : tingkat kesadaran 4. Balutan Meliputi : -
Keadaan drain
-
Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan Meliputi : -
Terdapat nyeri
-
Mual
-
Muntah
6. Keselamatan Meliputi : -
Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
-
Kabel panggil yang mudah dijangkau.
-
Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan Meliputi : -
Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
-
Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri Meliputi : -
Waktu
-
Tempat.
-
Frekuensi
-
Kualitas
-
Faktor yang memperberat / memperingan
2) Data Subyektif
Tanyakan apa yang dirasakan setelah pulih sadar meliputi mual, pusing, lemas, dan nyeri
3) Data Objektif 1. Sistem Respiratori 2. Status sirkulatori 3. Tingkat Kesadaran 4. Balutan 5. Posisi tubuh 6. Status Urinari / eksresi.
4) Pengkajian Psikososial Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah. 5) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi. Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain : 1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap. 2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
6) Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul A. Diagnosa Umum a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi. b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi. c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan. d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama. B. Diagnosa Tambahan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak. c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi. d. Cemas
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang
prosedur
pembedahan. e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit. f.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual. h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi. 7) Intervensi
Daftar Pustaka
Nugroho, Dimas dkk. 2011. Percutaneous Nephrolithotomy sebagai Terapi Batu Ginjal Maj Kedokt
Indon,
Volum:
61,
Nomor:
3,
Maret
2011.
https://ww
w.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja& uact=8&ved=0CFwQFjAIahUKEwihqOnIvOTHAhVFoJQKHaSBDAI&u rl=http%3A%2F%2Findonesia.digitaljournals.org%2Findex.php%2Fidnm ed%2Farticle%2FviewFile%2F344%2F342&usg=AFQjCNEoLkZaVW9t3CBWzXI2eGuGzmDRg&sig2=YoiGGzxNTPYhaZ80IK0vfA&bvm=b v .102022582,d.dGo. Diakses 31 Oktober 2017. Sam Z, Abdollah N, Basiri A : PCNL in the Management of Lower Pole Caliceal Calculi, Urology Journal UNRC/IUA,2004; Vol 1 (3):174-176 Soebadi DM : Terapi Invasif Minimal Batpi Invasif Minimal Batu Ginjal dan Ureter dengan Ekstraksi dan Litotripsi Perkutan, Surabaya Journal of Surgery February-April 1999; Vol 11 (1):4-10 Kowalak-welsh-Mayer. 2002. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC. Campbell’s Urology, 9th ed., Section 3, Chapter 6, Tahun 2007 Smith’s General Urology, Edisi 17, Tahun 2008, hal. 155 – 156 Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua, Tahun 2007, hal. 227 – 229