ASUHAN KEPERAWATAN INTRACEREBRAL HEMORHAGE (ICH) ASUHAN KEPERAWATAN
INTRACEREBRAL HEMORHAGE #
I. Konsep Dasar Medis A. Definisi Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah. Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh – pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera. Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. B. Etiologi Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah : 1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala 2. Fraktur depresi tulang tengkorak 3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba 4. Cedera penetrasi peluru 5. Jatuh 6. Kecelakaan kendaraan bermotor 7. Hipertensi 8. Malformasi Arteri Venosa 9. Aneurisma 10. Distrasia darah 11. Obat 12. Merokok. C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler. ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena. Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua carayaitu: 1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak. 2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 4575 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS. ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen. ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard
1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan. Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk. D. Manifestasi Klinis Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu 1. 2. 3. 4. 5. 6.
: Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
E. Penatalaksanaan Medis
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang. Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obatobatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti : Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse Transfusi atau platelet Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan) Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan) Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut : Observasi dan tirah baring terlalu lama Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah Mungkin diperlukan ventilasi mekanis Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang.
Penyimpangan KDM Trauma/Kecelakaan
Perdarahan Intracerebral
Pecahnya Pembuluh Darah di Otak
Penekanan Pergeseran Jaringan Otak
Suplai Darah Terganggu Neutologis
Gangguan Sistem Peningkatan Tekanan Intrkranial (Sususnan Saraf Pusat) Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Perubahan Perfusi Cerebral
Gangguan Motorik
Koordinasi Pergerakan Tubuh Terganggu
Penurunan Tonus Otot Penurunan Tonus Otot
Gangguan Mobilisasi Fisik
Defisit Perawatan Diri
Kelemahan Otot Kelemahan Tonus Otot
II. Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. a. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2. Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3. Riwayat penyakit sekarang
4. 5. 6. 7. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. 8. a. b. -
d.
e.
f. g. h.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat psikososial Pola-pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pola nutrisi dan metabolisme Pola eliminasi Pola aktivitas dan latihan Pola tidur dan istirahat Pola hubungan dan peran Pola persepsi dan konsep diri Pola sensori dan kognitif Pola reproduksi seksual Pola penanggulangan stress Pola tata nilai dan kepercayaan Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi Pemeriksaan integumen Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis Rambut : umumnya tidak ada kelainan c. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan neurologi
9. a. -
Pemeriksaan nervus cranialis Pemeriksaan motorik Pemeriksaan sensorik Pemeriksaan refleks Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. - MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. - Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. - Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. b. Pemeriksaan laboratorium - Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. - Pemeriksaan darah rutin - Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. - Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
B. 1. 2. 3. 4.
Diagnosa Keperawatan Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Gangguan mobilisasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan . Observasi . Inspeksi kond fisik b.d kondisi yang keperawatan selama waktu 4X24 kondisi awal pasien melemah jam pasien diharapkan dapat fisik klien . Merencanaka melakukan mibilisasi fisik secara . Rencanakan porsi latihan optimal. proses latihan untuk menunj Kriteria hasil: yang efisien kesembuhan - Tonus otot bertambah bila perlu pasien - Mobilisasi ROM pasif menjadi kolaborasikan aktif dengan fisioterapi untuk Tidak mengeram kesakitan dalam menambah . Memberikan
proses latihan
proses latihan . Atur posisi senyaman mungkin . Mengajari pasien ROM pasif dan aktif . Biarkan pasien mempraktikan kembali yang sudah diajarkan Tujuan : setelah dilakukan tindakan tapi dengan keperawatan dalam waktu 6X24 jam pengawasan diharapkan pasien dapt terpenuhi perawat aktivitas sehari hari dengan normal . Observasi Kriteria hasil : kembali - Terjadi peningkatan tonus peningkatan otot gerak fisik - Pasien . Berikan dapat melakukan aktivitas sehari HE(healt hari dengan mandiri education)tenta - Tidak terasa sakit ng pentingnya bila melakukan latihan latihan ROM. . Observasi Gangguan intoleransi kondisi aktivitas b.d kelemahan fisik klien tonus otot . Rencanakan proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan Tujuan : setelah dilakukan tindakan fisioterapi untuk keperawatan dalam waktu 3X24 jam menambah diharapkan rasa nyeri yang dirasak proses latihan pasien dapat berkurang atau . Atur posisi bahkan hilang senyaman Kriteria Hasil : mungkin - Wajah tidak mengurung dan . Mengajari menahan kesakitan pasien ROM - Skala nyeri turun pasif dan aktif - Pasien tidak memegangi bagian . Biarkan pasien yang sakit mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat . Bila sudah bisa menyangga tubuh ajarkan
kenyamanan . Melakukan tindakan keperawatan . Monitoring tindakan yan sudah dilakuk
. Mengetahui perkembanga latihan . Memberikan informasi kepada pasie
. Inspeksi kond awal pasien . Merencanaka porsi latihan untuk menunj kesembuhan pasien
. Memberikan kenyamanan . Melakukan tindakan keperawatan . Monitoring tindakan yan sudah dilakuk
. Melanjutkan proses latiha keperawatan
. Memberi semangat unt
berjalan tapi Tujuan : setelah dilakukan tindakan dengan keperawatan dalam waktu 1X24 jam dammpingan diharapkan pasien terpenuhi dalam perawat perawatan dirinya secara optimal . Berikan Kriteria Hasil : dukungan -.Wajah tidak lesu dalam setiap Gangguan rasanyaman - Kulit tidak saling melengket tindakan yang Nyeri b.d peningkatan - Badan menjadi harum sudah tekanan intrakranial dilakukan. (TIK)
Defisit perawatan diri b.d kelemahan otot
. Observasi secara subjektiv skal nyeri yang dirasakan pasien . Beri posisi yang nyaman . Ajari metode relaksasi seperti distraksi, nafas dalam, dan bila emosi ajarkan imajinasi terpimpin . Anjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan . Kolaborasikan dengan pihak medis untuk terapi obat . Berikan HE tentang pentingnya ambulansi saat emergensi . Observasi penurunan skala nyeri yang dirasakan
menambah latihan.
. Inspeksi skal nyeri awal da pasien . Memberikan nyaman . Melakukan te perawatan
. Memantau adakah kelain dari pemeriks . Membantu mempercepat kesembuhan pasien . Memberi informasi sec lengkap
. monitoring perkembanga setelah dilaku tindakan keperawatan
. Obsevasi kon awal dari pasi
. Menyiapkan dari suatu ba tindakan keperawatan . Menghindari penolakan dri tindakan keperawatan . Menjaga priv pasien
. Observasi . Melakukan kondisi awal tindakan pasien keperawatan terutama fisik . Monitoring dan kebersihan tindakan yan . Siapkan alat sudah dilakuk untuk . Membantu melakukan PH memberikan informasi sec jelas. . Memberitahu maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan . Menutup gorden . Melakukan PH sambil mengajari keluarga . Observasi tindakan yang dilakukan . Beri HE pentingnya perawatan diri
D. 1. 2. 3. 4.
Evaluasi Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya. Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III , Bangkalan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN Dx MEDIS CVA BLEEDING LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN Dx MEDIS CVA BLEEDING A. KONSEP DASAR I.
DEFINISI Cerebrovaskuler Accident ( CVA ) Bleeding ya ng disebut dengan nama lain stroke hemoragik merupakan gangguan fungsi pada otak yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid. CVA Bleeding terbagi atas : a. Perdarahan Intraserebral (ICH :Intra Cerebral Hemorage) adalah suatu disfungsi neurologis fokal yang akut yang disebabkan oleh perdarahan primer didalam substantia otak, bukan karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena serta ka piter.
b.
Perdarahan subarachoid (SAH : Sub Arachnoid Hemorage) adalah k eadaan akut dimana terjadi perdarahan otak ke dalam ruang subarachnoid. ( Kapita Selekta. Kedokteran, 1999 )
II.
PATOFISIOLOGI
III.
PENATALAKSANAAN
a.
Perdarahan Intra serebral Management non bedah dimulai dari menjaga jalan nafas, kateterisasi urinaria, tetapi hipertensi penurunan tekanan arteri terlalu cepat harus dihindari. Turunkan sistol sampai 140 mmHg dan diastol sampai 90 mmHg dengan anti hipertensi parental. Edema harus diterapi bila memang menimbulkan gangguan kesadaran atau herniasi. Observasi adanya tekanan intrakronial yang meningkat.
b.
Perdarahan Subarachnoid Perawatan umum meliputi menghindari tekanan darah yang mengikat fenoborbital menghindari kegelisahan dan tensi yang meningkat. Bila kejang dapat diberikan anti konvulson yang efektif dengan dosis 30 mg peroral 3 kali perhari. Untuk menghindari mengejang diberikan pelunak feses misal dioksil suksinat sedium 100 mg peroral perhari. Ruangan perlu ketenangan, Pemberian anti fibrolitik dianggap bermanfaat untuk memecah perdarahan ulang akibat lisis atau bekuan darah ditempat yang mengalami perdarahan tadi. Operasi dilakukan dalam dua hari pertama setelah perdarahan yang dianggap untuk mengurangi perdarahan ulang.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Pemeriksaan darah untuk mengetahui sejauh mana terjadinya perdarahan.
b.
CT Scan untuk mengetahui terjadinya perdarahan pada otak.
B. ASUHAN KEPERAWATAN I.
a.
PENGKAJIAN
Pengumpulan Data Adalah kegiatan dalam menghimpun informasi dari penderita dan sumber-sumber lain yang meliputi unsure bio psiko sosio spiritual yang komprehensif dan dilakukan pada saat penderita
1.
2.
3.
4.
5.
1.
masuk. Identitas Penderita Identitas penderita meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk RS, diagnosa medik. Keluhan utama. Penderita dengan CVA bleeding datang de ngan keluhan kesadaran menurun, kelemahan / kelumpuhan pada anggota badan (hemiparese / hemiplegi), nyeri kepala hebat. Riwayat penyakit sekarang. Adanya nyeri kepala hebat atau akut pada saat aktivitas, kesadaran menurun sampai dengan koma, kelemahan / kelumpuhan anggota badan sebagian atau keseluruhan, terjadi gangguan penglihatan, panas badan, tinitus. Riwayat penyakit dahulu Penderita punya riwayat hipertensi atau penyakit lain yang pernah di derita oleh penderita seperti DM, tumor otak, infeksi paru, TB paru. Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, pe nyakit lain seperti hipertensi. Pola-Pola Fungsi Kesehatan. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan Penderita CVA bleeding mempunyai latar belakang hipertensi, DM, obesitas, merokok. Hal tersebut berkaitan dengan ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang persepsi hidup sehat, biasanya penderita menolak dengan pengobatan yang dianjurkan.
2.
Pola nutrisi Dengan adanya perdarahan diotak dapat berpengaruh atau menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena mual, muntah sehingga intake kurang atau menurun.
3.
Pola eliminasi
Karena adanya CVA Bleeding terjadi perdarahan dibagian serebral atau subarachnoid, hal ini dapat berpengaruh terhadap reflek atau mengalami hilangnya kontrol spingter sehingga terjadi inkontinensia atau imobilisasi lama dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. 4.
Pola aktivitas dan latihan Adanya perdarahan serebral dapat menyebabkan kekakuan motor neuron yang berakibat kelemahan otot (hemiplegi / hemiplegi) sehingga timbul keterbatasan aktivitas.
5.
Pola perawatan diri Biasanya penderita dengan CVA Bleeding terjadi perubahan kesadaran dari ringan sampai berat, paralise, hemiplegi sehingga penderita mengalami gangguan perawatan diri berupa self toilting self eating.
6.
Pola persepsi dan konsep diri Penderita mengalami penurunan konsep diri akibat kecacatannya.
7.
Pola persepsi sensori kognitif Perdarahan intraserebral mempengaruhi saraf-saraf perifer dimana penderita kehilangan sensoris (nyeri, panas, dingin).
8.
Pola istirahat dan tidur Penderita mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang meningkat sehingga penderita mengalami gangguan pemenuhan.
9.
Pola peran dan hubungan Akibat perdarahan intraserebral terjadi gangguan bicara, penderita mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan melaksanakan perannya.
10. Pola tata nilai dan keyakinan diri Penderita mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadahnya karena adanya kelumpuhan. Pemeriksaan fisik. 1.
Breath (Pernafasan) Pada dada berbentuk normal, sedangkan pernafasannya terdapat dyspnea suara ronchi dan pada pernafasan tidak teratur.
2.
Blood (Sirkulasi Darah) Pada klien dengan CVA bleeding tekanan darah cenderung meningkat, sedangkan pada suhu tubuh biasanya meningkat sedangkan denyut nadi juga normal.
3.
Brain (Otak) Kesadaran biasanya menurun dan kadang juga pada gangguan sensori tidak terjadi gangguan sensori (penglihatan, pendengaran, pembicaraan) tetapi juga tergantung letak lesinya.
4.
Bledder (Perkemihan) Pada klien dengan CVA bleeding didapatkan incontinensia urine atau anuria tetapi pada bleder terkadang penuh.
5.
Bowel (Penemuan) Pada perut terdapat kembung dan juga terdapat penurunan peristaltic usus.
6.
Bone (Sistem Muskuluskeletal) Terdapat kelemahan otot tetapi juga terdapat kontrktur sendi.
b. Analisa Data Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep toeri prinsip yang relevan yang membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan perawatan. (Nasrul Effendy 1995 : 20). II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. 2. 3. 4. 5.
III.
Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan perdarahan otak, pemutusan aliran darah otak, vasospasmo otak, odema otak. Potensial terjadi kurangnya penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan melemahnya otot-otot yang digunakan mengunyah dan menelan. Potensial terjadi konstipasi atau gangguan eliminasi alvi sehubungan dengan immobilisasi yang lama, intake cairan yang tidak adekuat dan intake nutrisi yang tidak adekuat. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan sirkulasi otak, ganngaun neuromuskuler, kehilangan tonus otot muka atau mulut, kelemahan seluruh tubuh. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dangan immobilisasi, incontinesia menurunnya pergerakan dan sensori PERENCANAAN DX 1 Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan perdarahan otak, pemutusan aliran darah otak, vasospasmo otak, odema otak. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan otak dapat diatasi. Kriteria hasil :
a.
Kesadaran normal.
b.
Tidak ada tanda-tanda tekanan intrakanial meningkat atau tanda-tanda vital normal.
a. b. c. d. e. f.
a. b. c. d.
IV.
Rencana Tindakan : Monitor dan catat status neurologis serta bandingkan dengan standart normal. Monitor TTV adanya hipertensi atau hipotensi dan bandingkan antara tekanan darah lengan kanan dan lengan kiri. Ciptakan lingkungan tenang, batasi pengunjung. Perawatan setempat / bedrest atau aktivitas jika ada indikasi. Kolaborasi dengan dokter. Observasi tanda-tanda TIK.
Rasional Resolusi kerusakan ssp dan meluasnya lesi dengan mencegah peningkatan TIK. Variasi tekanan darah akan terjadi karena tekanan intra serebral atau l uka pada vasomotor. Istirahat absolut dan tenang diperlukan untuk mengurangi peningkatan. Hipertensi perlu tindakan hati-hati karena penatalaksanaan yang agesif menambah resiko kerusakan jaringan. PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI Adalah mengelola dan mewujudkan dari rencana perawatan, meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan Rumah Sakit. (Nasrul Effendi, 1995).
V.
EVALUASI Evaluasi juga merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan juga merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang tela h ditetapkan dengan cara melibatkan pasien sesama tenaga kesehatan. (Nasrul E ffendi, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juail, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta,2000. FKUI, kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta, 1999 Lab / UPF Ilmu Penyakit Saraf, Pedoman Diagnosa dan Terapi, Rumah Sakit Umum Daerah Soetomo, Surabaya, 1994. Marilyn E. Doengos, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2003.