BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi dan Fisiologi Laring
Gambar 1 : Anatomi Laring
Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya Be ntuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas
lebih
besar
daripada
bagian bawah.
Batas
atas
laring
adalah aditus laring,
sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu : 1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di di bagian belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otototot lidah, mandibula dan tengkorak.
1
2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan
laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah
dari laring. Di setiap sisi
tulang
rawan krikoid
melekat ligamentum
krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior. Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu : 1. Otot-otot ekstrinsik : a. Otot elevator : M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid b. Otot depressor : M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid 2. Otot-otot Intrinsik : a. Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid, oblique dan M. transversum b. Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.Vokalis, M. Krikotiroid c. Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.
Gambar 2: Anatomi laring: (a) anterior ; (b) anterolateral.
2
Gambar 3: (a) The internal structure of the larynx - the lamina of the thyroid cartilage has been cut away. (b) The larynx dissected from behind, with cricoid cartilage divided, to show the true and false vocal cords with the sinus of the larynx between.
Gambar 4. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring : (A) laring dari posterior, (B) laring dari atas. Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita suara membuka (gambar 5), sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup (gambar 6) sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.
3
Gambar 5. Posisi pita suara
Gambar 6. Posisi pita suara
saat bernapas
saat Berbicara
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari tel inga manusia dan suatu sistem dalam laring
sendiri.
Fungsi
fonasi
dengan
membuat
suara
serta
menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat. Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi
pada
faring (tenggorok),
fase lidah,
menimbulkan perubahan
supraglotik/oral. bibir, suara,
dan
Kata
(word)
gigi. Disfungsi
yang
mungkin
saja
terbentuk pada di
sebagai
setiap
aktivitas
stadium
interpretasikan
dapat sebagai
hoarseness oleh seseorang/penderita. Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. Laring
khususnya berperan
sebagai
penggetar
(vibrator).
Elemen
yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari
4
glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri.
B. Defenisi Kanker Laring
Papiloma adalah salah satu tumor jinak laring. Tumor ini kecil, tumbuh seperti jengger yang diduga akibat virus. Papiloma dapat diangkat secara eksisi bedah maupun dengan laser. Ahli bedah harus berhati-hati karena bagian laring yang tidak ditumbuhi tumor harus dipertahankan untuk mempertahanka fungsi. Tumor jinak lain pada laring adalah nodul dan polip sering terjadi pada orang yang menggunakan suaranya secara berlebihan. Kanker laring diklasifikasikan dan diterapi berdasarkan lokasi anatomisnya. Kanker laring (kotak suara) dapat terjadi pada glotis (pita suara sejati), struktur supraglotis (di atas pita suara) atau struktur subglottis (di bawah pita suara). American Cancer Society memperkirakan 8.900 kasus baru kanker laring setiap tahun, kebanyakan terjadi pada pria. Akan tetapi insiden kanker laring pada wanita terus meningkat. Jika tidak diobati, kanker laring sangat fatal, 90% penderita yang tidak di terapi akan meninggal dalam 3 tahun. Kanker ini sangat mungkin dapat disembuhkan jika terdiagnosis dan diterapi lebih awal. C. Etiologi dan Faktor Resiko
Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok sigaret. Tiga dari 4 klien yang mengalami kanker laring adalah mantan perokok atau masih merokok. Alkohol juga bekerja sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan resiko perkembangan tumor ganas pada saluran pernapasan atas. Faktor risiko tambahan meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes, debu kayu, gas mustard, dan produk petroleum/minyak dan inhalasi asap beracun lain. Laringitis kronis dan penggunaan suara yang berlebihan juga dapat berkontribusi. Penelitian menunjukkan kaitan antara paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada karsinoma sel skuamosa dari kepala dan leher. D. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling sering menyerang laring, yang timbul dari membran pelapis saluran pernapasan. Metastasis kanker epiglotis tidak lazim terjadi karena aliran limfatik yang jarang berasal dari pita suara (plika vokalis). Kanker di laring akan menyebar lebih cepat karena terdapat banyak pembuluh limfe. Penyakit metastasis dapat dipalpasi sebagai masa leher. Metastasis jauh juga dapat terjadi di paru. 5
Faktor predisposisi (alkohol, rokok, radiasi) ↓ proliferasi sel laring ↓ Diferensiasi buruk sel laring ↓ Ca. Laring
Metastase
Plica vocalis
supraglotik
↓
mengiritasi serabut
Suara parau
syaraf
↓ Obstruksi lumen oesophagus ↓
↓
↓
Afonia
Nyeri
↓ Disfagia progresif
↓
Gangg. Komunikasi
Intake <
Menekan/
verbal
dipersepsikan ↓ Gangg. Rasa nyaman : nyeri
↓
Obstruksi jalan napas ↓ Mengiritasi sel laring ↓ Infeksi ↓ Akumulasi sekret
BB ↓ ↓ Gangg.Pemenuhan
↓ Stridor
Bersihan jalan napas tak efektif
nutrisi
6
E. Manifestasi Klinis
Tanda peringatan awal kanker laring bergantung pada lokasi tumor. Secara umum suara parau atau serat yang berlangsung lebih dari 2 minggu harus dievaluasi. Serak terjadi ketika tumor menginvasi otot dan kartilago di sekitar laring, menyebabkan kekakuan pita suara. Kebanyakan klien menunggu sebelum mencari pertolongan karena diagnosis serak kronis. Tumor pada glotis mencegah penutupan glotis selama berbicara yang akan menyebabkan suara serak atau perubahan suara. Tumor supraglotis dapat menyebabkan nyeri pada tenggorok (terutama saat menelan), aspirasi saat menelan, sensasi benda asing di tenggorok, massa leher, atau nyeri yang menjalar ke telinga melalui nervus vagus dan glosofaringeus. Tumor subglotis dapat tidak menunjukkan manifestasi klinis sampai lesi tumbuh dan mengonstruksi jalan napas. F. Penatalaksanaan Medis
Kanker laring terjadi pada 2 sampai 3% keganasan. Perawatan klien dengan kanker laring memberikan tantangan unik pada perawat karena deformitas fungsional sering terjadi akibat gangguan ini dan terapinya. Tumor jinak dan ganas stadium dini dapat diterapi dengan bedah terbatas dan klien dapat sembuh dengan sedikit penurunan fungsi. Tumor lanjut membutuhkan terapi ekstensif, meliputi bedah, radiasi dan kemoterapi. Jika dibutuhkan laringektomi total, pascaoperasi klien tidak dapat berbicara, bernafas lewat mulut atau hidung dan makan secara normal. Pembuatan trakeostomi permanen akibat bedah akan menghasilkan efek yang buruk pada kemampuan fungsional klien dan kualitas hidupnya. G. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
Diagnosa kanker laring dibuat dengan pemeriksaan visual pada laring dengan menggunakan laringoskopi direk/ langsung atau direk/tidak langsung. Nasofaring dan palatum molle posterior diinspeksi secara tidak langsung dengan kaca kecil atau instrumen menyerupai teleskop. Saat kaca kecil dimasukan, tekanan ringan diberikan pada lidah dan klien diminta mengucapkan "ei" lalu "i" yang akan mengangkat palatum molle. Instrumen sebaiknya tidak menekan lidah karena klien akan muntah. Nasofaring diinspeksi untuk melihat adanya cairan perdarahan, ulserasi, atau massa. Visualisasi langsung laring dapat dilakukan dengan penggunaan instrumen berbeda, 7
kebanyakan perangkat ini adalah endoskopi dengan cahaya. Klien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan pemeriksa dengan perlahan menahan lidah dengan spon kassa lidah dan menariknya ke depan. Kaca laringeal atau endoskop telescopic diinsersikan ke orofaring; sekali lagi, hindari menekan kuat lidah. Klien diminta bernapas keluar masuk melalui mulut atau "terengah-engah seperti anak anjing". Terengah-engah menurunkan sensasi muntah akibat pemeriksaan. Selama pernapasan tenang, dasar lidah, epiglotis, dan pita suara diperiksa untuk melihat adanya infeksi atau tumor. Klien diinstruksikan untuk mengucapkan “I” bernada tinggi untuk menutup pita suara. Pemeriksa mengamati gerakan pita suara warna membran mukosa dan adanya lesi. Sebelum terapi definitif untuk tumor perlu dilakukan panendoskopi dan biopsi untuk menentukan lokasi pasti, ukuran, dan penyebaran tumor primer. CT atau MRI digunakan untuk membantu proses ini. Analisis laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, penentuan kadar elektrolit serum meliputi kalsium, dan uji fungsi ginjal dan hati. Data ini membantu menentukan kesiapan klien secara fisik untuk menjalani pembedahan. Oleh karena jalan nafas akan terganggu setelah operasi, klien membutuhkan pengkajian menyeluruh pada paruh dengan analisis gas darah arterial untuk identifikasi gangguan paru yang akan mengganggu pernapasan. Klien yang menjalani laringektomi parsial harus memiliki cadangan paruh yang adekuat untuk menghasilkan batuk yang efektif pascaoperasi. Operasi juga berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi, dan klien harus dapat batuk untuk menghindari aspirasi pada saluran pernapasan. Untuk memastikan penyebaran tumor atau tumor primer lain, perlu dilakukan radiografi dada dan dengan kontras barium peroral atau esofagografi. Setelah tumor dapat diidentifikasi, dan dilakukan biopsi, tumor dapat ditentukan stadiumnya. Penentuan stadium ini penting untuk pilihan terapi dan prognosis. Penting untuk menentukan luas tumor untuk memilih intervensi yang paling tepat. Penentuan stadium dapat dilakukan dengan (1) mengukur ukuran tumor primer, (2) menentukan adanya kelenjar getah bening yang membesar, (3) menetukan adanya metastasis jauh.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian a. Pengumpulan data 1) Identitas 8
a) Identitas Klien Nama
: Tn.U
Umur
: 53 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Status marital
: Kawin
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pegawai Koperasi
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Tanggal masuk RS
: 11 Maret 2016
Tanggal Pengkajiaan
: 13 Maret 2016
Diagnosa Medis
: Suspect Carsinoma Laring+Post Tracheostomi
b) Riwayat Kesehatan i) Riwayat Kesehatan Sekarang Keluhan utama saat masuk rumah sakit Sejak 3 bulan yang lalu klien mengeluh sesak nafas yang dirasakan bertambah berat disertai dengan suara sakit. Klien bisa makan dan minum termasuk makanan padat, keluhan disertai batuk, klien juga mengeluh ada benjolan di leher sebelah kirinya. 5 hari yang lalu klien berobat ke POLI THT, dan dilakukan tracheostomi untuk memudahkan bernafas. Klien dinyatakan tumor laring dan dianjurkan dirawat. Klien dibawa ke RS lain pada tanggal 11 Maret 2016 dan dinyatakan Suspect Carsinoma Laring dengan post Tracheostomi. Keluhan utama saat dikaji Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Maret 2016 pukul 08.00 klien mengeluh batuk disertai secret berwarna putih dan encer. Batuk dirasakan ketika tenggorokannya terasa gatal dan banyak secret,
9
batuk berhenti bila dilakukan suctioning , batuk tidak dapat dikontrol dan hilang timbul.
ii) Riwayat Kesehatan Dahulu Kurang lebih 1 tahun yang lalu klien mengatakan sering batuk – batuk dan radang tenggorokan, walaupun sudah berobat ke Dokter radang tenggorokan klien tidak sembuh, walaupun sembuh tapi timbul lagi, klien merokok dari usia 20 tahun, 1 hari rata-rata menghabiskan 1 bungkus rokok, baru berhenti 3 bulan yang lalu. iii) Riwayat Kesehatan Keluarga Menurut pengakuan klien dan keluarganya, tidak ada yang mempunyai penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, jantung, hipertensi, asma, tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit infeksi. 2) Pemeriksaan Fisik Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada cyanosis, tidak ada secret pada hidung, tidak ada deviasi septum, pada leher terpasang tracheostomi, balutan tracheostomi kotor, terdapat secret yang kering pada kasa balutan. Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri, pada saat diraba mempunyai ukuran seperti kelereng, benjolan teraba keras dan sulit digerakan. Pergerakan dada simetris, tidak ada deviasi trakea, tidak ada retraksi interkostalis,. Suara nafas stridor. Pada saat diperkusi suara paru terdengar resonan, frekuensi nafas 22 x/menit
10
b. Analisa Data NO
DATA
KEMUNGKINAN PEYEBAB
MASALAH
DAN DAMPAK
1
Suspek Ca Laring
DS
Klien mengeluh batuk disertai
secret
berwarna
putih
dan
encer.
Batuk
dirasakan
ketika
tenggorokannya terasa gatal
Tindakan medis (trakheostomi )
tidak efektif
Canul trachea merupakan benda asing bagi tubuh Merangsang sel goblet Mengeluarkan secret berlebihan
dan
banyak
secret,batuk
berhenti
Secret terakumulasi dijalan nafas
bila
dilakukan
termasuk dilubang trakheostomi
suctioning
,
batuk
Bersihan jalan napas
Ventilasi terganggu
tidak dapat dikontrol dan hilang timbul.
DO
Frekuensi
nafas
22
x/mnt
Klien tampak sering batuk disertai secret putih dan encer
Suara napas tambahan
11
12
2.
DS : -
Tindakan trakheostomi
DO :
Klien berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh
(menggerakan
bibir,
tangan, dan anggukan kepala )
Klien bernafas melalui stoma Plika vokal suara tidak berkontrasi
Gangguan komuniksai verbal
Suara tidak keluar Klien tidak dapat berkomunikasi secara verbal
Klien terpasang kanul trakheostomi
2.
Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik : trakeostomi
3.
Intervensi Keperawatan
13
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
• Respiratory status : ventilation
Airway suction
Pastikan kebutuhan tracheal suctioning
Bunyi nafas stridor sebelum di suction ,
Sputum dalam jumlah yang KRITERIA HASIL : berlebihan •
•
Suara napas tambahan (stridor)
•
Kesulitan
berbicara
Frekuensi
setelah di suction bunyi nafas bersih
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
atau
sianosis dan dispneu (mampu
•
22x/menit
Menunjukkan jalan napas yang paten
Gunkan alat yang steril setiap melakukan tindakan
(frekuensi pernapasan normal, tidak ada suara napas abnormal) •
Minta klien napas dalam sebelum dilakukan suctioning
mengeluarkan sputum mampu ) pernapasan
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
suara napas yang bersih, tidak ada
mengeluarkan suara •
NIC
• Respiratory status : airway patency
Batasan karakteristik : •
NOC
Airway Managemen
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Mampu mengidentifikasi dan
ventilasi
mencegah faktor yang dapat
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
menghambat jalan napas
Auskultasi suara napas, catat bila ada suara tambahan
14
Hambatan komunikasi verbal b.d hambatan fisik : trakeostomi
Berkomunikasi menggunakan
dengan bahasa
NIC
• Anxiety self control
•
• Coping
Batasan karakteristik :
NOC
• Sensory function
tubuh KRITERIA HASIL :
(menggerakan bibir, tangan, dan
•
anggukan kepala )
Communication Enhancement : Speech Deficit
Gunakan penerjemah, jika diperlukan
Berikan satu kalimat simpel setiap bertemu, jika diperlukan
Komunikasi : penerimaan, interpretasi,
Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
ekspresi pesan
Terpasang kanul trakheostomi •
Komunikasi ekspresif (kesulitan
secara perlahan dan untuk mengulangi
berbicara) : ekspresi pesan verbal dan
permintaan
atau non verbal yang bermakna. •
Dengarkan dengan penuh perhatian
Berdiri di depan pasien ketika berbicara
Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,
Komunikasi reseptif (kesulitan mendengar) : penerimaan komunikasi dan interpretasi pesan verbal dan atau non verbal.
•
Dorong pasien untuk berkomunikasi
Gerakan terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan dalam menggunakan isyarat.
bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata bahasa asing, komputer, dll. Untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal
15
Hambatan komunikasi verbal b.d hambatan fisik : trakeostomi
Berkomunikasi menggunakan
dengan bahasa
NIC
• Anxiety self control
•
• Sensory function
•
anggukan kepala )
Gunakan penerjemah, jika diperlukan
Berikan satu kalimat simpel setiap bertemu, jika diperlukan
tubuh KRITERIA HASIL :
(menggerakan bibir, tangan, dan
Communication Enhancement : Speech Deficit
• Coping
Batasan karakteristik :
NOC
Komunikasi : penerimaan, interpretasi,
Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
ekspresi pesan
Terpasang kanul trakheostomi •
Komunikasi ekspresif (kesulitan
secara perlahan dan untuk mengulangi
berbicara) : ekspresi pesan verbal dan
permintaan
atau non verbal yang bermakna. •
Dengarkan dengan penuh perhatian
Berdiri di depan pasien ketika berbicara
Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,
Komunikasi reseptif (kesulitan mendengar) : penerimaan komunikasi dan interpretasi pesan verbal dan atau non verbal.
•
Dorong pasien untuk berkomunikasi
bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata bahasa asing, komputer, dll. Untuk
Gerakan terkoordinasi : mampu
memfasilitasi komunikasi dua arah yang
mengkoordinasi gerakan dalam
optimal
menggunakan isyarat.
15
•
Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial.
Ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan
Beri anjuran kepada pasien dan k eluarga tentang penggunaan alat bantu biacara
Berikan pujian positif
Anjurkan pada pertemuan kelompok
Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi
Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi atau bahasa isyarat
•
Communication Enhancement : Hearing Deficit
•
Communication Enhancement : Visual Deficit
•
Anxiety Reduction
•
Active Listening
16
•
Mampu mengkomunikasikan
Ajarkan bicara dari esophagus, jika
kebutuhan dengan lingkungan sosial.
diperlukan
Beri anjuran kepada pasien dan k eluarga tentang penggunaan alat bantu biacara
Berikan pujian positif
Anjurkan pada pertemuan kelompok
Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi
Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi atau bahasa isyarat
•
Communication Enhancement : Hearing Deficit
•
Communication Enhancement : Visual Deficit
•
Anxiety Reduction
•
Active Listening
16
I. Perawatan Trakeostomi
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah (stoma) ke dalam trakea melalui kulit. Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk hal-hal berikut. 1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar (kimiawi atau inhalasi) 2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi 3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret 4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral 5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.
Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang paling memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas dan glottis,
I. Perawatan Trakeostomi
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang terletak di atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah pembentukan lubang bedah (stoma) ke dalam trakea melalui kulit. Terdapat banyak indikasi untuk prosedur ini, termasuk hal-hal berikut. 1. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea obstruktif waktu tidur, trauma perdarahan, tumor, pembengkakan jaringan, infeksi atau luka bakar (kimiawi atau inhalasi) 2. Akses untuk ventilasi mekanis kontinu, dengan tidak mampu disapih (didefinisikan secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi 3. Mendorong hygiene paru dengan mengakses jalan napas untuk membuang secret 4. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilateral 5. Ketidakmampuan melindungi jalan napas sendiri.
Trakeostomi sampai saat ini masih menjadi saluran pernapasan buatan yang paling memuaskan. Metode ini membuat jalan pintas pada saluran pernapasan atas dan glottis, membuat perlekatan perlengkapan pernapasan lebih stabil dan mudah untuk pengisapan jika dibandingkan tipe jalan napas buatan lain. Klien tetap dapat makan dan berbicara (bergantung tipe slang yang digunakan) dan dapat meningkatkan kualitas hidup kelebihan pemasangan trakeostomi pada klien dengan sakit kritis meliputi lebih sedikit membutuhkan sedasi meningkatkan mobilitas dan mengurangi komplikasi dari imobilitas. 1. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi Indikasi dari trakeostomi antara lain: a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam keadaan koma. c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator). d. Apabila terdapat benda asing di subglotis e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa. f. Obstruksi laring
17
1) karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika, laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring 2) karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas, trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna, infeksi, tumor. h. Cedera parah pada wajah dan leher i.
Setelah pembedahan wajah dan leher
j.
Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi laring
Kontraindikasi dari trakheostomi antara lain : Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, seperti hemofili.
2. Slang Trakeostomi Lubang trakeostomi dibuat pas dengan selang untk mempertahankan kepatenan saluran napas. Slang trakeostomi bervariasi dalam komposisi jumlah bagian terpisah, bentuk, dan ukuran. Slang trakeostomi dipilih secara spesifik untuk setiap klien. Slang yang tidak pas dapat mencetuskan kerusakan yang dapat mengancam jiwa. Diameter slang trakeostomi harus lebih kecil dibandingkan trakea sehingga dapat terletak dengan nyaman di dalam lumen trakea udara sebaiknya dapat melewati dinding luar slang trakeostomi dan mukosa trakea dan memungkinkan perfusi adekuat ke jaringan trakea. Walaupun tidak ada standar system pengukuran slang trakeostomi, semua kemasan mengindikasikan diameter bagian dalam dan luar dalam millimeter. Ukuran yang umum untuk slang trakestomi dewasa berkisar antar 6-8 mm. Slang trakeostomi terbuat dari beragam substansi seperti plastic nonreaktif, stainless steel, sterling silver, atau silicon. Slang plastic bersifat sekali pakai dan hanya digunakan untuk satu orang. Slang metal/logam dapat digunakan lagi setelah disterilkan. Suatu slang arus memiliki
18
hub berukuran 15mm untuk melekatkan pada sirkulasi ventilasi mekanik atau kantong resusitasi manual. Panang dan kelengkungan slang trakeostomi penting untuk diperhatiakan. Slang trakeostomi dapat panjang atau pendek. Dapat bersudut, denagn sudut antara 50 sampai 90 derajat. Slang pendek atau slang yang agak pendek dengan sudut sekitar 60 derajat adalah slang yang paling banyak digunakan. Suatu selang harus cukup panjang untuk mencega lepasnya slang ke jaringan paratrakeal ketika klien batuk atau berubah posisi kepala. Ujung bawa slang trakeostomi sebaiknya terletak di atas carina. Kelengkungan slang harus memungkinkan ujung pada posisi lurus dengan trakea dan bukan menekan dinding anterior atau posterior trakea. Slang bervariasi dalam material dan perusahaan pembuat menghasilkan produk standar serta slang buatan khusus untuk memenuhi kebutuhan klien. Ahli bedah telinga, hidung, tenggorok memilih slang berdasarkan kebutuhan tetapi seiring perkembangan waktu, pemilihan ini dapat juga ditentukan oleh perawat tempat tidur, tim perawat, terapi pernapasan, dan penyedia layanan kesehatan yang menentukan slang mana yang paling baik untuk klien. Slang dapat memilki kanula tunggal atau dapat memiliki kanula di bagian dalam. Kanula di bagian harus dilepaskan secara berkala untuk dibersihkan kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang. Slang
trakeostomi
dapat
menggunakan
manset
atau
tidak.
Manset
yang
dikembangkan memungkinkan ventilasi mekanis. Manset yang mengembang mencegah secret dari jalan napas atas mengalir ke jalan napas bawah, tetapi tidak membuat barier yang absolute. Manset trakeostomi tidak menahan slang pada tempatnya. Manset dapat dikembangkan denagn udara, air steril, atau busa.
3. Jenis-Jenis Kanula
19
4. Pengisapan Trakeostomi a. Peralatan 1) Kateter pengisap 2) Sarung tangan 3) Goggles untuk pelindung mata 4) Spuit 5-10 ml 5) Normal saline steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi 6) Bag
yang
dapat
mengembang
sendiri
milik
pasien(resusitator
tangan)dengan oksigen supplemental(kantung diganti setiap hari untuk mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi) 7) Mesin pengisap
b. Prosedur 1) Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memulai dan berikan ketenangan selama pengisapan,karena pasien mungkin gelisah berkenaan dengan tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi. 2) Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh 3) Hidupkan sumber mesin pengisap (tekanan tidak boleh melebihi 120 mm Hg)
20
4) Buka kit kateter pengisap 5) Isi basin dengan normal salin steril 6) Ventilasi pasien dengan bag resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi 7) Kenakan sarung tangan pada tangan yang dominan 8) Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan dan hubungkan ke pengisap 9) Hiperinflimasi hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa kali bernapas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri 10) Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan isapan, cukup untuk menstimulus reflex batuk. 11) Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik,karena pasien dapat menjadi hipoksik dan mengalami distritmia,yang dapat mengarah pada henti jantung) 12) Reoksigenasiakan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali nafas. 13) Masukkan 3-5 ml normal saline ke dalam jalan nafas hanya jika reflex batuk tertekan. 14) Ulangi empat langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih. 15) Bilas kateter dalam basin dengan normal saline steril antara tindakan pengisapan bila perlu. 16) Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal. 17) Bilas selang pengisap. 18) Buang kateter,sarung tangan,dan basin.
4.
Perawatan Trakeostomi Prosedur
Rasional
Cuff Trakeostomi b. Selang
Balon
(udara
Tujuan dari penggunaan selang balon adalah
disuntikkkan ke dalam cuff )
untuk
diperlukan
ventilasi tekanan-positif dan untuk mencegah
selama
mekanis yang lama.
ventilasi
mencegah
kebocoran
udara
selama
aspirasi trakea dan kandungan lambung.Seal 21
yang adekuat diperlukan karena kebocoran udara dari mulut atau trakeostomi yang tidak tampak atau halus,bunyi gurgling.udara yang datang dari tenggorok yang tidak tampak.
Cuff
tekanan rendah mengeluarkan tekanan
minimal c. Cuff tekanan rendah.
ada
mukosa
trakea
dan
dengan
demikian mengurangi bahaya ulserasi trakea dan striktura.
Selang Trakeostomi dan perawatan
Balutan trakeostomi diganti ssesuai kebutuhan
kulit.
untuk
1. Inspeksi
balutan
terhadap
trakeostomi
kelembaban
atau
menjaga
kulit
tetap
bersih
dan
kering.Jangan biarkan balutan basah tetap terpasang datas kulit.
drainase. Pencucian tangan mengurangi bakteri pada tangan. 2. Cuci tangan.
Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah dan membutuhkan penenangan dan dukungan terus3. Jelaskan prosedur pada pasien.
menerus.
Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh dengan 4. Kenakan sarung tangan,lepaskan
balutan
yang
terkontaminasi
mengurangi kontaminasi-silang.
balutan yang basah dan buang. Dengan menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan
memungkinkan
prosedur
5. Siapkan peralatan steril,termasuk diselesaikan dengan efektif. hydrogen peroksida,normal saline
22
atau air steril,aplikator berujung kapas,balutan. Meminimalkan transmisi flora permukaan pada 6. Kenakan sarung tangan steril.
saluran pernafasan yang steril.
Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan sekresi yang mongering . pembilasan mencegah residu kulit. 7. Bersihkan
luka
selang
dan
lempeng
trakeostomi
dengan
hydrogen peroksida.Bilas dengan saline steril.
Memberikan
perlindungan
bakteriostatik
topikal. 8. Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika diresepkan.
Ini akan memberikan ketebalan ganda pada tali sekitar leher.Selang trakeostomi dapat terlepas
9. Jika
tali
yang
lama
telah
dengan gerakan atau batuk yang kuat jika
basah,letakkan tali twill dalam dibiarkan posisinya
untuk
mengamankan
selang
trakeostomi.Masukkan
satu ujung tali melalui lubang samping
tidak
diikat.Akan
sulit
untuk
memasukkan selang trakeostomi kembali,dan gawat
nafas
dapat
terjaid
jika
selang
trakesotomi terlepas.
kanula
terluar.Lingkarkan
tali
sekeliling
pasien
leher
ikatkan
tali
lubang
yang
tersebut
tersebut
dan
melalui
berlawanan
dari
kanula terluar.kumpulkan kedua ujungnya
sehingga
bertemu
pada
keduanya satu
sisi
leher.Amankan
dengan
simpulan.Kencangkan
sampai
hanya
dua
jari
yang
dapat
23
menyusup diantara tali tersebut.
10. Lepaskan tali yang lama dan buang.
Balutan yang terlepas-lepas benangya tidak digunakan disekitar trakeostomi Karena bahaya dari material , kain tiras , atau beenang yang
11. Gunakan
balutan
trakeostomi
steril,dan paskan dengan baik di
dapat masuk ke Dallam sselang, dan akhirnya tersangkut
ke
bawah tali twill dan flange selang menyebabkan trakeostomi tertutup.
sehingga
insisi
dalam obstruksi
trakea, atau
sehingga
pembentukan
abses . Balutan khusus yang tidak mempunyai kecenderungan
terlepas-lepas
benangnya
digunakan untuk keperluan ini.
24
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Kanker laring merupakan keganasan yang terjadi pada laring. Penyebab kanker laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap terjadinya kanker laring. Penelitian epidemiologi menggambarkan beberapa hala yang diduga menyebabkan kanker lariny yang kuat yaitu rokok, alkohol dan oleh sinar radioaktif. Terbanyak didapatkan pada klien berusia 50-60 th. Penatalaksanaan keganassan dilaring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi belumlah lengkap. Pengobaytan untuk konisi ini bervariasi sejalan dnegan keluasan malognansi. Pengobatan pilihan termasuk pembedahan dan terapi radiasi. Yang terpenting pada penanggulangan pada karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif karena tumor masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama yaitu mengerluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fungsi fonasi serta f ungsi spingter laring.
25
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Jakarta. Medi Action Publishing Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel Edisi 8. Jakarta: EGC.
26