BNO IVP (blaas nier oversight) atau KUB (Kidney Ureter Bladder) IVU (Intra Venous Urography)
Adalah suatu tindakan untuk memvisualisasikan anatomi, dan fungsi ginjal ureter dan kandung kencing. Termasuk didalamnya fungsi pengisian dan pengosongan buli. Pemeriksaan ini diindikasikan untuk: - Kecurigaan adanya batu disaluran kencing. - Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius. - Gross hematuria. - Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi antibiotik yang adekuat. - Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang yang bermakna. - Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan shok telah stabil. - Menilai/evaluasi/follow Menilai/evaluasi /follow up tindakan urologis sebelumnya. Untuk trauma traktus urinarius gold standard adalah CT scan dengan kontras. Dilakukan BNOIVP jika tidak dapat dilaksanakan CT scan (biaya, tidak adanya fasilitas). Untuk usia anak anak, jika terdapat terdapat hematuria hematuria berapapun berapapun (any degree degree of hematuria) hematuria) telah telah masuk indikasi indikasi BNO IVP, IVP, meskipun tidak terdapat riwayat shock.
Tindakan ini dikontraindikasikan bagi: - Pasien yang alergi terhadap komponen kontras (iodine). - Mengkonsumsi metformin. - Kehamilan
Untuk pasien yang mengkonsumsi metformin tidak diperkenankan BNO-IVP oleh karena dapat terjadi asidosis metabolik. Untuk pemeriksaan BNO-IVP pasien yang mengkonsumsi metformin harus stop minum metformin minimal 48 jam sebelum BNO-IVP dan minum metformin lagi setelah 72 jam. Syarat BNO-IVP adalah keatinin kurang dari 2 mg/dl. Jika kadar kreatinin lebih dari 2 mg/dL maka dilakukan BNO-USG dan renogram. Pesiapan BNO-IVP, seumpama foto dilakukan pukul 08.00 WIB, persiapan hari sebelumnya: - Diit rendah gas dan rendah residu minimal 24 jam sebelum foto. Biasa diberikan bubur kecap. - Stop makan pukul 20.00 WIB. - Berikan garam Inggris pukul 22.00. minum terakhir pukul 22.00. - Lavement dengan gliserin 125 cc pada pukul 05.00 WIB hari tindakan. - Foto BNO-IVP 08.00 WIB dengan didahului skin test kontras. Perlu diperhatikan, pasien harus puasa bicara sejak 1 hari sebelum tindakan PERSIAPAN
Persiapan BNO-IVP yang baik akan menghasilkan foto BNO-IVP yang baik dan dapat memberikan data yang akurat. Persiapan yang dilakukan minimal 1 hari sebelum rÖntgen. Persiapan yang perlu dilakukan berupa puasa bicara, dan berhenti merokok minimal 24 jam sebelum rÖntgen. Perlu diperhatikan pada penderita diabetes mellitus yang mengkonsumsi metformin. Pada pasien yang mengkonsumsi metformin harus dihentikan minimal 2×24 jam sebelum tindakan. Untuk sementara waktu obat anti hiperglikemik digantikan dengan obat jenis
yang lain. Pemberian metformin bersama dengan kontras iodine (contohnya urografin, iopamiro) dapat menyebabkan asidosis laktat. Persiapan yang dilakukan berupa pemberian diit rendah serat dan gas. Idealnya adalah sebagai berikut: Pukul
Jenis diit
07.00
Sereal dan juice orange 300cc
09.00
Juice avocado 300 cc
11.00
Juice orange 300 cc
13.00
Sereal dan juice orange 300 cc
15.00
Juice orange 300cc
17.00
Juice avocado 300 cc
19.00
Cereal dan juice orange 300 cc Untuk juice orange dapat diganti juice buah lainnya.
Hal ini sulit dilaksanakan di Indonesia oleh karena budaya yang kurang sesuai. Pemberian diit disesuaikan dengan ―lidah‖ Indonesia berupa bubur kecap encer sebanyak 4 kali, satu piring tiap
pemberian. Untuk minum dapat diberikan susu, teh, juice ataupun air putih. Pada pukul 20.00 merupakan makan dan minum terakhir. Pada pukul 22.00 diberikan 20 gram garam inggris yang dicampurkan dalan 300 cc air putih. Pada pukul 04.00 hari BNO-IVP pasien dilakukan lavemen dan dulcolax supp 2. Lavemen dilakukan dengan cara memasukkan gliserin
125 cc dengan NaCl 0,9% 250 cc kedalam anus. ditunggu 1 jam dan kemudian pasien disarankan BAB. setelah BAB Baru di masukkan dulcolak supp 2 tadi. Pada pukul 08.00 pasien dikirim ke departemen radiologi. Dilakukan skin test di antebrachii dengan kontras yang akan digunakan sebanyak 0,1cc. jika terdapat tanda alergi berupa kemerahan, gatal, bengkak dan sebagainya maka disarankan untuk tidak dilakukan BNO IVP dan diganti dengan modalitas diagnostic lainnya misalnya MRI. Perlu diperhatikan: pasien harus dalam kondisi hidrasi yang cukup. Seandainya pasien dalam kondisi under hidrasi maka kerja ginjal untuk mengekskresi kontras akan lebih berat dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal. Disarankan dipasang infus untuk menjamin hidrasi. Hal ini sedikit berbeda dari buku terdahulu (lebih tua dari 2004) yang menyarankan slight dehidration (dehidrasi ringan). MEINTERPRETASI FOTO
Membaca suatu foto radiologis memang gampang-gampang susah. Akan terasa mudah bagi yang memiliki dasar radiologis yang kuat dan sering melakukan pembacaan foto jenis tersebut. Untuk memudahkan membaca BNO-IVP akan saya berikan dasar foto. Pada foto BNO-IVP perlu diperhatikan : 1. bayangan dengan kepadatan yang tinggi akan tampak sebagai bayangan radioopak (berwarna lebih putih). Sedangkan bayanngan dengan kepadatan rendah akan berwarna hitam (radiolusen). Selain kepadatan, opasitas sangat dipengaruhi berat molekul (khusus hal ini kurang bermakna bagi jaringan tubuh manusia, hal ini berguna pada logam yang
berbeda contohnya, logam alumunium akan berwarna sedikit kehitaman dibanding timbal untuk ketebalan yang sama). 2. Persiapan yang buruk akan menghasilkan foto yang buruk pula. Persiapan pada hari sebelumnya seperti diit rendah gas dan rendah residu jika tidak dijalankan dengan baik akan mengakibatkan banyaknya artefak foto sehingga menyulitkan pembacaan. Misalnya kita melihat bayangan opak dikira batu saluran kencing ternyata feses. 3. Perhitungkan dan gunakan alat rontgen yang baik, kilovolt dan miliampere harus sesuai. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kualitas foto. 4. hindarkan benda di daerah eksposure. seperti kancing celana dan kancing BH akan mengganggu foto, sebaiknya disingkirkan. Foto BNO-IVP meliputi foto BNO, 5, 15, 30 dan 45 menit (full blaas) pasca penyuntikan kontras dan pengosongan buli. Dalam setyiap foto harus diperhatikan identitas foto dan waktu pelaksanaan foto. Foto BNO
Foto BNO bukanlah foto polos abdomen. perbadaan mendasar antara foto BNO dan foto polos abdomen antara lain: 1. foto BNO diawali dengan persiapan (baca artikel sebelumnya mengenai persiapan BNOIVP) sedangkan foto polos abdomen dapat dilakukan tanpa persiapan. Bahkan seringkali dilakukan tanpa persiapan, contohnya pada ileus obstruktif maka pasien difoto tanpa persiapan, bahkan sebelum dipasang NGT.
2. oleh karena foto BNO berusaha untuk menampilkan traktus urinarius dari ginjal hingga kandung kencing, maka luas eksposure harus mencakup itu semua. oleh Karena saluran kencing radiolusen dan tidak tampak dalam foto polos (setelah disuntikkan kontras akan tampak), maka digunakan tulang sebagai skeletopi ( penanda). Dalam foto BNO harus tampak/ dibatasi bidang: batas sisi atas adalah setinggi vertebra thorax X, batas sisi lateral adalah kedua alae ossis ilii harus tervisualisasi sempurna dan batas bawah adalah 2 cm dibawah simfisis pubis. Sedangkan foto polos abdomen tidak perlu seluas itu. 3. sesuaikan kilovolt dan miliamper. Foto BNO sebaiknya dapat membedakan antara jaringan jaringan keras (tulang), jaringan lunak (otot dan kulit), serta udara. Ketiga hal tersebut harus dapat dibedakan. 4. oleh karena foto rontgen adalah foto 2 dimensi maka pengetahuan anatomi haruslah baik. Jaringan sisi depan akan tumpang tindih dengan jaringan sisi belakang. Contohnya batu kandung empedu mungkin dikira sebagai batu ginjal, oleh karena jika dilihat dengan sinar AP (dari depan ke belakang) batu kandung empedu berada di proyeksi ginjal. Seandainya ditemukan hal tersebut, sebaiknya dilakukan foto oblik atau lateral sehingga akan jelas di anterior atau posterior.
Dalam pembacaan foto BNO perlu dijawab beberapa pertanyaan berikut: 1. apakah identitas foto BNO dan foto lainnya sesuai dengan identitas pasien? 2. kapankan dilakukan foto BNO dan foto lainnya, apakah berurutan? 3. bagaimanakan kilovolt dan miliamper mesin rontgen apakah sudah sesuai? Dikatakan sesuai jika foto dapat membedakan antara jaringan keras (tulang) jaringan lunak dan
udara. Ketiga hal tersebut harus tampak sebagai gradasi. seandainya foto terlalu keras ( kilovolt) berlebih maka foto akan tampak lebih hitam, sehingga sistem tulang akan tampak nyata tetapi jaringan lunak tidak tervisualisasi dengan baik. Seandainya terlalu lunak foto akan tampak putih sehingga tidak dapat dibaca. 4. Apakah persiapan cukup ataukah kurang? Dikatakan persiapan cukup jika udara usus dan feses sangat sedikit. Dengan persiapan yang tidak baik maka foto akan sulit dibaca. 5. apakah sistema tulang intak? Dalam hal ini perlu diperhatikan kontinuitas tulang, adakah old fracture, union fracture, malunion ataupun non union fracture serta alignment tulang. Seandainya terdapat kelainan agar dikonsulkan dengan bagian terkait (bagian orthopedi). Gambaran tulang yang porotik harus menimbulkan kecurigaan adanya gangguan metabolisme tulang. Hal ini akan memperjelas kecurigaan kelainan metabolik pada pasien batu saluran kencing. Ditemukanya gibbus, bamboo spine dan abnormalitas sacroiliac joint mungkin menerangkan adanya nyeri pinggang yang bukan karena kelainan saluran kencing. Perhatikan pula adakah spina bifida (gambaran prosesus spinosus yang terbelah/terbagi menjadi 2) biasanya di daerah sakrum ataupun lumbal 4,5. 6. perhatikan bayangan musculus iliopsoas. M. ilioopsoas normal akan tervisualisasi, membentang secara oblik dari cranio media menuju laterokaudal. Terutama perhatikan tepin otot. Pengkaburan bayangan otot seandainya hal hal yang disebutkan diatas telah dilakukan dengan baik dapat dikarenakan oleh inflamasi otot, inflamasi retroperitoneal, ascites, ataupun peritonitis. 7. perhatikan preperitoneal fat. Preperitoneal fat normal akan tampak sebagai gambaran lebih lusen disisi lateral dinding perut. Pengkaburan atau tidak tampaknya preperitoneal fat suggestif peritonitis.
8. perhatikan dan ukur kontur ginjal. pada foto polos kontur ginjal sering tidak tervisualisasi. 9. Adakah bayangan radioopak yang tampak dalam foto? Seandainya ada ukur dan perhatikan letak. Untuk mempermudah menentukan letak gunakanlah tulang sebagai penanda (perhatikan skeletopinya). Foto 5 menit
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menilai foto 5 menit antara lain 1. apakah kontras telah mengisi kedua sistem pelvikokaliks? Normal kedua ginjal akan tampak dan sistem pelvikokaliks telah terisi kontras. Pada menit 1 hingga 3 pasca penyuntikan kontras, kontras telah mengisi korteks ginjal, pada saat ini akan dapat dilihat kontur atau bayangan tepi ginjal. Coba perhatikan antara bayangan kontur ginjal pada BNO dibanding dengan 5 menit, jika masih sama berarti kontras belum memasuki korteks, seandainya kontras telah berada di korteks maka bayangan ginjal akan lebih tampak jelas. 2. apakah bentuk kaliks ginjal normal atau terdistorsi? jika terdapat gambaran seperti ―labalaba memeluk telur‖ maka dicurigai terdapat kista ginjal.
3. Seandainya pada BNO terdapat bayangan radioopak, pada foto inidapat disimpulkan letak batu tersebut, apakah di kaliks superior, medius ataupun kaliks inferior ataupun di pyelum. 4. Seandainya terdapat satu bagian atau polus yang tidak terisi kontras tetapi bagian lain terisi dengan baik, kita harus mencurigai adanya tumor ginjal. 5. ukurlah panjang dan lebar tiap leher kaliks.
Foto 15 menit
Pada foto 15 menit, sebelum melihat lebih jauh, perhatikan diatas allae ossis ilii. Terdapat 2 aliran besar pada tehnik foto 15 menit. Aliran teori pertama adalah melakukan pembendungan ureter yang dilakukan dengan menekankan 2 buah separuh bola tenis di sekitar lumbal 5. Pada foto akan tampak sebagai 2 buah bayangan radioopak. Tindakan ini dimaksudkan agar ureter dan sistema pelvikokalis terisi kontras yang akan memudahkan identifikasi jika terdapat stenosis atau batu kecil. Tetapi pada tindakan ini sistem pelvikokalis akan tampak hidronefrosis, sehingga kesimpulan hidronefrosis tidak boleh diambil pada foto ini. Aliran kedua, adalah aliran yang tidak melakukan pembendungan ureter. Pada foto 15 menit kita akan menilai pasase ureter, bentuk ureter dan adanya stenosis serta batu di ureter. Jika pada BNO terdapat bayangan radioopak di sekitar proyeksi ureter maka pada foto ini carilah bayangan tadi. Apakah bayangan opak tadi di ureter taupun tidak. Foto 30 menit
Pada foto ini perhatikanlah: 1. apakah terdapat hidronefrosis pada kedua ginjal? 2. pada ureter distal saat akan memasuki kandung kencing. Jika terdapat gambaran ―Fish hook appearance‖ (seperti mata kail) maka hal ini sangat khas pada pembesaran prostat. JIka terdapat ―Cobra Head appearance‖ kita akan mencurigai adanya divertikel ureter.
Foto 45 menit /full bladder/buli penuh
Pada foto ini:
1. Apakah dinding buli reguler? adakah additional shadow (divertikel) ataupun filling defect (masa tumor) dan indentasi prostat? 2. gambaran dinding yang menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis. 3. bentuk buli terkadang membantu penegakan diagnosis neurologis. gambaran buli yang bulat dan besar sangat mungkin menderita neurogenik bladder tipe flaksid. Gambaran buli yang kecil dengan den gan divertikel yang banyak ban yak (divertikulosis) dengan den gan bentuk bentu k ―christmas tree appearance‖ patognomonik pada neurogenik bladder tipe spastik.
Foto Pengosongan Buli
Kita harus menilai apakah setelah pasien berkemih kontras di buli minimal? Seandainya terdapat sisa yang banyak kita dapat mengasumsikan apakah terdapat sumbatan di distal buli ataupun otot kandung kencing yang lemah. Setelah Membaca tiap tiap tahap BNO-IVP maka harus disimpulkan:
bagaimanakah fungsi kedua ginjal?
bagaimanakah kondisi anatomik ginjal dan ureter, adakah hidronefrosis, kingkin ureter?
bagaimanakah kondisi buli? adakah tumor buli?
bagaimanakah fungsi pengosongan buli?
adakah vesikoureteral refluks.
IPSS ( International Prostate Symptom Score )
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut
kualitas
hidup
pasien
diberi
nilai
dari
1
hingga
7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0 – 7, (2) sedang: skor 8 – 19, dan (3) berat: skor 20 – 35
SISTOSKOPI
Sistoskopy atau cystoscopy berasal dari kata cysto (kandung kemih) dan scopein (melihat) adalah suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk melakukan penilaian kandung kencing, bladder neck, protrusi prostat dan verumontanum. Tindakan dapat dilakukan dengan pembiusan ataupun dengan anestesi lokal. Secara tehnis pasien dilakukan dalam posisi litotomi. Kemudian dimasukkan jeli larut air sekitar 10 cc ke uretra. Kemudian sheath dimasukkan secara gentle ke vesica urinaria. Buli dikembangkan secara optimal dengan mengisikan sterilized water for irrigation sekitar 350 cc. Saat sistoskopi dilakukan penilaian, dengan hasil minimal: 1. apakah bladder neck tinggi? 2. adakah protrusi lobus medius? 3. apakah mukosa buli hiperemis? 4. adakah trabekulasi otot detrusor buli? jika ada apakah ringan, sedang ataukah berat? 5. adakah saculasi dan divertikel buli? jika ada dimana? 6. adakah masa/tumor? deskripsikan bentuk apakah papiler, pedunculated, velvety, cancerous? apakah rapuh? berada dimanakah tumor tersebut? apakah rapuh? 7. adakah batu? 8. apakah kedua muara ureter teridentifikasi? apakah terdorong oleh masa? tipe muara ureter juga harus disebutkan. Ataukah muara ureter tidak teridentifikasi karena tertutup lobus medius? 9. Seberapa panjangkah Kissing lobe prostat? 10. bagaimanakah verumontanum?
11. berapakah perkiraan volume kandung kencing? Sebaiknya laporan sistoscopi dilengkapi dengan gambar. Resiko tindakan sistoscopi antara lain: 1. urosepsis, jika terjadi refluks pada pasien dengan urine terinfeksi. Kondisi akan lebih berat jika terdapat vesicoureteral refluks. 2. perforasi (berlubangnya) kandung kencing. 3. perforasi bladder neck. 4. perforasi urethra. 5. trauma uretra yang dapat berakibat striktur uretra dimasa datang, meskipun semua resiko ini amat sangat jarang terjadi, tetapi tetap harus disampaikan kepada pasien. Ureterolitotomi
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengambil batu ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah). Operasi ini dengan menggunakan sayatan di kulit. Letak irisan sangat bergantung letak batu. Untuk batu di ureter atas, irisan berada di pinggang berbentuk garis lurus yang oblik. Untuk batu di ureter bawah maka irisan di perut bawah garis lurus yang sejajar tubuh. Panjang irisan sangat bergantung gemuk tidaknya pasien. Semakin gemuk maka irisan makin panjang. Semakin kecil batu irisan juga makin panjang. Seandainya batu tersebut bergerak gerak maka sangat mungkin irisan lebih lebar. Tehnik operasi ini saat ini saat ini mulai ditinggalkan. Hal ini karena irisan yang panjang akan mengakibatkan nyeri dan secara kosmetik tidak bagus. Tetapi tehnik operasi ini masih digunakan untuk batu yang besar (lebih dari 1cm), terdapat kelainan ureter yang perlu dikoreksi dan batu ureter dengan ureter
yang melebar di atasnya. Lama operasi sekitar 1 jam jika tidak terdapat penyulit selama operasi. Setelah dilakukan operasi akan dipasang drain (selang pengalir darah kotor). Biasanya selang ini dipertahankan selama 2 hari, tetapi jika produksi cairan yang melalui selang tersebut masih banyak (lebih dari 20 cc) akan tetap dipertahankan. Selama selang tersebut terpasang maka antibiotic diberikan dengan suntikan. Setelah drain dicabut, antibiotic dan analgetik masih dilanjutkan hingga 7 hari. Jika selama operasi didapatkan batu yang sangat melekat pada permukaan ureter atau ureter yang sangat kecil atau ureter yang berkelok-kelok maka sering dipasang DJ stent. (keterangan menenai DJ stent silahkan dibaca di artikel DJ stent). Perlu diingat, seandainya dipasang DJstent harus dilepas sebelum 2 bulan, seandainya terlalu lama dikhawatirkan akan muncul batu sehingga DJ stent tak dapat dilepas. Untuk mencabut DJ stent dapat dilakukan dengan rawat jalan. Sistoscopi
Sistoscopi adalah suatu tindakan untuk melihat dan memeriksa kandung kencing dari dalam mengunakan alat bernama sistoskop dan kelengkapannya. Alat ini dimasukkan melalui lubang kelamin. Saat pemeriksaan ini mungkin terlihat batu. Tindakan untuk memecah batu disebut litotripsi. Alat yang digunakan untuk memecah batu menggunakan alat yang disebut Hendrikson dan/atau stone punch. Tindakan ini berada dalam pembiusan, keterangan pembiusan akan diterangkan oleh dokter anestesi. Terdapat beberapa resiko sistoscopi dan litotripsi, antara lain seperti tersebut dibawah ini. Resiko umum:
1. terjadinya infeksi yang memerlukan antibiotic dan perawatan setelah tindakan. Di RS …., antibiotic profilaksi diberikan sebelum operasi dan dilanjutkan beberapa hari setelah operasi hingga tidak ditemukan tanda infeksi (demam, menggigil, suhu tubuh naik, hitung sel darah putih tinggi). 2. Perdarahan, terjadinya kondisi pendarahan yang memerlukan transfusi untuk operasi ini di RS ini belum pernah terjadi, meskipun demikian hal ini perlu kami sampaikan. Resiko perdarahan akan meningkat pada pengguna obat pengencer darah seperti warfarin, aspirin, clopidogrel (plavix atau iscover) atau dipiridamol (persantin atau asasantin). 3. Pada pasien kegemukan/obesitas meningkatkan resiko infeksi luka operasi, gangguan jantung dan paru-paru paru-paru serta pengenda pengendapan pan darah (thrombosis meningkat). meningkat). 4. Resiko kematian meskipun sangat kecil, bahkan belum pernah ada laporan mengenai kematian oleh karena sistoskopi dan litotripsi. Resiko khusus: 1. Kerusakan urethra yang mungkin mengakibatkan penyempitan saluran kencing. 2. Kerusakan kandung kencing sehingga diperlukan operasi terbuka. 3. Pembengkakan saluran kencing sehingga memerlukan pemasangan kateter hingga bengkak mereda. 4. Bakteri memasuki aliran darah yang mengakibatkan septicemia sehingga memerlukan antibiotic. 5. Pendarahan yang mengakibatkan urine berwarna kemerahan dan kadang jendalan darah mengakibatkan kencing tersumbat. 6. Rasa nyeri saat kencing dan berlangsung beberapa hari.
7. Pecahan batu di kandung kencing mungkin keluar sendiri kadang menimbulkan rasa nyeri. Kadang terdapat batu yang tersisa. Saya telah mengerti tentang hal-hal yang disampaikan dokter. 1. Tentang kondisi medis, terapi yang disarankan, resiko yang mungkin terjadi dan terapi tambahan jika diperlukan. 2. Resiko anestesi yang akan diterangkan oleh dokter anestesi. 3. Terapi medis yang lain untuk menangani penyakit saya termasuk resiko dan keterbatasan sarana. 4. Prognosis atau harapan kedepan mengenai penyakit saya. 5. Dalam pernyataan ini juga sekaligus persetujuan pengguanaan antibiotic serta transfuse darah serta obat lainnya. Penentuan obat sesuai dengan kamar dan cara pembayaran.
DJ STENT
Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan urolog dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu ekornya berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih.
Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga memudahkan memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di kaliks minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir di dalam lubang DJ stent dan juga antara DJ stent dengan ureter. DJ stent dipasang ketika (indikasi pemasangan DJ stent):
1. menyambung ureter yang terputus. 2. jika saat tindakan URS URS lapisan dalam dalam ureter terluka. terluka. 3. setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter bengkak sehingga urine tidak dapat keluar. 4. stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang penyempitan tersebut menjadi longgar. 5. setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS lapisan dalam ureter kurang baik. 6. operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan batu sisa. Jika tidak dipasang dapat terjadi bocor urine berkepanjangan. 7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak dipasang maka serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri. 8. untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix. 9. untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru dapat diterapi pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ stent. 10. pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (tidak dapat dilakukan nefrostomi karena hidronefrosis kecil). Resiko pemasangan DJ stent: 1. berlubangnya saluran kencing. 2. urosepsis yaitu kuman saluran kencing beredar di aliran darah. 3. munculnya batu di DJ stent, oleh karena itu DJ stent diangkat/diganti setelah suatu waktu tertentu. Lama usia usi a DJ stent bervariasi, bervari asi, umumnya umumn ya 2 bulan dan terdapat yang dapat
berusia 1 tahun. Jika tidak diberikan keterangan, biasanya DJ stent berusia 2 bulan. Disarankan DJ stent dicabut atau diganti setelah 2 bulan. 4. DJ stent tak dapat ditarik. Seandainya hal ini terjadi maka diperlukan operasi terbuka.
BSK
Batu buli atau batu kandung kemih dalam bahasa kedokteran disebut vesicolithiasis. Batu kandung kencing digolongkan menjadi 3 macam. Batu sekunder,
Dikatakan batu sekunder jika batu di kandung kencing oleh karena suatu proses yang dapat diketahui atau diterangkan dengan jelas sebab musababnya. Contohnya batu saluran kencing karena gangguan aliran kencing karena pembesaran prostat, penyempitan saluran (striktur uretra). Kencing yang lama tidak mengalir akan mengendap. Jika endapan ini berlanjut maka terbentuklah batu kandung kencing. Contoh lainnya: batu kandung kencing karena pembuangan garam kalsium berlebih seperti pada kelainan kelenjar tiroid. Pada pasien dengan kadar asam urat yang tinggi sering didapatkan kadar asam urat yang tinggi pula dalam kencingnya. Jika komponen pembentuk batu banyak di air kencing maka kemungkinan untuk menjadi batu akan besar. Hal yang mungkin dikeluhkan pada pasien ini antara lain: kencing yang tersendat, pancaran kencing melemah, sering bangun malam untuk kencing, pancaran kencin yang terbelah, pancaran kencing yang kecil. Ataupun tanda penyakit asam urat seperti jika makan jeroan jempol kaki
bengkak, sendi badan sakit. Gondok yang membesar, dengan tangan yang gemetaran. Riwayat infeksi saluran kencing. Batu migrans/migrating stone
Dikatakan migrating stone jika sebetulnya batu berasal dari ginjal (tepatnya di tubulus colectivus renalis) dan turun mengikuti aliran kencing. Setelah di kandung kencing batu tersebut membesar oleh karena banyak zat pembentuk batu dari kencing yang ikut menempel. Keluhan yang sering dikatakan pasien ini antara lain pernah merasa nyeri pinggang atau punggung yang tidak jelas/tidak terlalu nyeri, nyeri pinggang sangat tajam/menusuk yang kadang menyebar ke perut dan paha. Batu primer
Dikatakan batu primer jika tidak dapat diklasifikasikan dalam kedua kelompok diatas. Pada pasien batu kandung kencing menimbulkan beberapa gejala yang khas. 1. Rasa nyeri di akhir kencing yang kadang diikuti keluarnya darah. 2. Rasa nyeri di ujung penis. — kencing lagi. Hal ini karena saat kandung 3. Intermitensi, yaitu kencing — berhenti —
kencing mengosongkan kencing, batu saluran kencing ikut hanyut dan menutup lubang kencing bagian dalam (orificium uretra internum). Saat kencing berhenti, batu terlepas lagi sehingga kencing dapat mengalir lagi. Hal ini terjadi jika batu masih kecil. Jika batu sudah besar mala tidak dapat terjadi.
4. Kencing tiba-tiba terhenti/tidak dapat kencing yang sebelumnya dapat kencing lancar tanpa keluhan. Hal ini karena batu kandung kencing menyumbat dan tidak terlepas lagi. 5. Dalam buku text mungkin tertulis kencing terhenti dan mengalir lagi jika berubah posisi. Hal ini sulit untul dibawa ke penjelasan klinis, karena kita biasanya tidak berubah
posisi jika kencing, maksudnya tetap saja berdiri atau jongkok. Mungkin tidak pernah ada yang melakukan saat kencing terhenti terus nungging agar mengalir lagi. Meskipun demikian pernyataan ini tetap kita hormati. 6. Pada anak kecil yang belum dapat berkomunikasi dengan baik atau pada retardasi mental pasien sering menarik penis. Bahkan pernah dijumpai pasien retardasi datang dengan patahnya penis (rupture penis) dan saat dilakukan pemeriksaan lanjut ditemukan adanya batu kandung kencing. Penanganan pasien batu kandung kencing terutama menghindari terhentinya /tidak dapatnya kencing. Jika kencing terhambat maka lambat laun akan terjadi gagal ginjal. Hal ini dilaksanakan dengan pemasangan selang kateter ataupun aspirasi supra pubik untuk pertolongan pertama. Hal lainnya adalah kemungkinan infeksi. Batu di saluran kencing dapat menjadi ―markas‖
bakteri/kuman penyakit. Hal ini karena bakteri membentuk biofilm yang tidak dapat ditembus antibiotic di permukaan batu, bakteri bersembunyi dibawah biofilm. Diberikan antibiotic bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan bakteri yang tidak terlindungi biofilm sambil menunggu tindakan operasi. Batu pada kandung kencing memerlukan terapi bedah jika tidak dapat keluar dengan sendirinya. Hal ini karena komponen penyusun batu mayoritas berupa struvit (alumunium magnesium
sulfat), oksalat dan kapur. Zat sat ini tidak akan larut dengan obat pelarut biasa. Terapi bedah dapat berupa bedah terbuka ataupun minimal invasif. Operasi terbuka dilaksanakan dengan jalan membuka kandung kencing dan kemudian mengeluarkan batu dari lubang tersebut. Operasi minimal invasive dengan jalan memasukkan alat kedalam kandung kencing melalui lubang kemaluan (penis). Alat tersebut kemudian memecahkan batu. Dengan tehnik ini tidak didapatkan luka sayatan operasi.
Trauma Penis (terjemah bebas)
Pendahuluan
Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, terkena mesin pabrik, ruptur
tunika
albuguinea,
atau
strangulasi
penis.
Pada trauma tumpul atau terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan dan dilakukan penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total) dan bagian distal dapat
diidentifikasi, dianjurkan dicuci dengan larutan garam fisiologis kemudian disimpan di dalam kantung es, dan dikirim ke pusat rujukan. Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan) secara mikroskopik.
Fraktur Penis Fraktur penis adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis yang terjadi pada saat penis dalam keadaan ereksi. Ruptura ini dapat disebabkan karena dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya, atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual. Akibat tertekuk ini, penis menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada penis dengan disertai rasa nyeri. Untuk mengetahui letak ruptura, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto kavernosografi yaitu memasukkan kontras ke dalam korpus kavernosum dan kemudian diperhatikan adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albuginea.
Tindakan Eksplorasi ruptura dengan sayatan sirkuminsisi, kemudian dilakukan evakuasi hematoma. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika albuginea. Robekan yang cukup lebar jika tidak dilakukan evakuasi hematom dan penjahitan, dapat menyebabkan terbentuknya jaringan ikat pada tunika yang menimbulkan perasaan nyeri pada penis dan bengkok sewaktu ereksi. Strangulasi Penis Strangulasi penis adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan gangguan aliran darah pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis menjadi iskemia dan edema yang
jika dibiarkan dibiarkan akan akan menjadi nekrosis. nekrosis. Jeratan ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Pada orang dewasa penjeratnya berupa logam, tutup botol, atau karet yang biasanya dipasang pada batang penis untuk memperlama ereksi. Pada anak kecil biasanya jeratan pada penis dipasang oleh ibunya untuk mencegah ngompol (enuresis) atau bahkan secara tidak sengaja terjadi pada bayi yang terjerat tali popok atau rambut ibunya. Jeratan pada penis harus segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau penjerat yang melingkar pada penis. Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam sulit untuk dilepaskan. Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah: (1) memotong logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi dalam hal ini energi panas yang ditimbulkan dapat merusak jaringan penis, penis, (2) melingkarka melingkarkann tali pada penis penis pada sebelah sebelah distal distal logam dan dan kemudian kemudian melepaskannya perlahan-lahan seperti pada Gambar 6-7, atau (3) melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan membuang cairan (edema) sehingga logam dapat dikeluarkan.
Cara melepaskan logam yang melingkar pada penis, a. Cincin logam melingkar di pangkal penis, b. Seutas tali dimasukkan di antara penis dan cincin, c. Bagian tali yang berada di sebelah distal penis dilingkarkan pada batang penis sehingga d. diameter penis di sebelah distal cincin lebih kecil daripada diameter lumen cincin, e. Perlahan-lahan cincin dapat ditarik ke luar dengan tetap menambah lingkaran tali pada penis, f. Cincin dapat dikeluarkan dari penis. Trauma luka pada alat kelamin jarang terjadi, sebagian karena mobilitas penis dan skrotum. Tahap phalik luka trauma tumpul biasanya menjadi perhatian hanya dengan penis tegak, ketika fraktur albuginea tunika dapat menghasilkan. Secara umum, mendorong bedah rekonstruksi dari kebanyakan penis biasanya menyebabkan cedera yang cukup dan dapat diterima kosmetik dan hasil fungsional.
Fracture Penis
Etiology
Fraktur penis adalah gangguan dari tunika albuginea dengan pecahnya corpus cavernosum. Patah tulang kuat biasanya terjadi selama hubungan seksual, ketika penis yang kaku slip keluar dari
vagina dan perineum pemogokan atau tulang kemaluan (kecerobohan du coit), mempertahankan kelukan cedera. Tunika albuginea adalah struktur bilaminar (dalam lingkaran, luar longitudinal) terdiri dari kolagen dan elastin. Lapisan luar menentukan kekuatan dan ketebalan tunika, yang bervariasi di lokasi yang berbeda sepanjang poros (Hsu et al, 1994; Brock et al, 1997). Kekuatan tarik albuginea tunika luar biasa, menolak tekanan intracavernous pecah sampai naik ke lebih dari 1500 mm Hg (Bitsch et al, 1990). Ketika penis ereksi tikungan tidak normal, yang tiba-tiba peningkatan tekanan intracavernosal melebihi kekuatan tarik tunika albuginea, dan robekan melintang poros proksimal biasanya hasil. Sedangkan penis patah tulang yang paling sering dilaporkan dengan hubungan seksual, hal itu juga telah dijelaskan dengan masturbasi, berguling atau jatuh ke ereksi penis, dan berbagai berbagai skenario lainnya. Di Timur Tengah, akibat perbuatan diri fraktur mendominasi; yang ereksi penis bengkok secara paksa selama masturbasi atau sebagai sarana untuk mencapai detumescence cepat, praktek taghaandan. Mydlo (2001) melaporkan bahwa 94% dari patah tulang di Philadelphia, Pennsylvania, adalah akibat dari hubungan seksual; Zargooshi (2000) menggambarkan 69% dari patah tulang di Kermanshah, Iran, sebagai akibat manipulasi diri. Air mata yang biasanya tunical melintang dan 1 hingga 2 cm panjangnya (Asgari et al, 1996; Mydlo, 2001). Cedera biasanya sepihak, walaupun air mata di kedua kopral jenazah telah dilaporkan (Mydlo, 2001; El-Taher et al, 2004). Meskipun situs rupture dapat terjadi di mana saja di sepanjang batang penis, sebagian besar distal ke suspensori ligament.
Diagnosis and Imaging
Diagnosis fraktur penis sering langsung dan dapat dibuat dipercaya oleh sejarah dan pemeriksaan fisik saja. Pasien biasanya menggambarkan retak atau suara muncul sebagai tunika air mata, diikuti oleh rasa sakit, detumescence cepat, dan perubahan warna dan pembengkakan pada batang penis. Jika fasia Buck tetap utuh, hematom penis tetap berisi antara kulit dan tunika, mengakibatkan cacat terung yang khas (Gambar 83-1). Jika fasia Buck terganggu, hematom dapat memperluas ke skrotum, perineum, dan daerah suprapubik. Yang bengkak, lingga ecchymotic sering menyimpang ke sisi yang berlawanan dengan tunical air mata karena massa hematom dan efek. Garis yang patah tulang di tunika albuginea dapat teraba. Bekuan darah secara langsung terhadap situs fraktur bisa teraba; yang ―bergulir tanda‖ menggambarkan suatu
perusahaan, mobile, diskrit, pembengkakan lembut di mana kulit penis dapat digulung (Naraynsingh dan Raju, 1985). Karena rasa takut dan malu yang umumnya terkait, presentasi pasien ke klinik gawat darurat atau kadang-kadang secara signifikan tertunda.
Gambar 1 ―Eggplant deformity,‖ deformity,‖ ‖Terong cacat,‖ penampilan klasik fraktur fraktur penis selama
hubungan seksual berkelanjutan Insiden cedera uretra secara signifikan lebih tinggi di Amerika Serikat dan Eropa (20%) dibandingkan di Asia dan Timur Tengah (3%), mungkin karena etiologi yang berbeda-hubungan seksual versus trauma cedera akibat perbuatan sendiri (Eke, 2002; Zargooshi , 2002; Jack et al, 2004). Sebagian besar cedera uretra yang berhubungan dengan hematuria gross, darah di meatus, atau ketidakmampuan untuk membatalkan, meskipun tidak adanya temuan ini tidak mengesampingkan definitif cedera uretra (Tsang dan Demby, 1992; Mydlo, 2001; Jack et al, 2004). Mengingat bahwa cedera uretra tidak jarang terjadi dan bahwa urethrography adalah kajian sederhana dan dapat diandalkan, dokter harus memiliki ambang yang rendah untuk uretra evaluasi dalam semua kasus fraktur penis. Khas sejarah dan presentasi klinis fraktur penis biasanya membuat studi pencitraan ajuvan yang tidak perlu. Meskipun telah cavernosography menganjurkan untuk membantu dalam diagnosis, studi negatif palsu telah dilaporkan (Mydlo, 2001); false-positif dapat hasil penelitian dari memadai kopral mengisi satu tubuh dan salah tafsir drainase vena yang rumit (Pliskow dan
Ohme, 1979; Beysel et al, 2002). Cavernosography tidak disarankan dalam evaluasi fraktur penis yang dicurigai karena memakan waktu dan tidak familiar bagi kebanyakan urolog dan ahli radiologi (Morey et al, 2004). Ultrasonography, meskipun non-invasif dan mudah dilakukan, juga telah dikaitkan dengan studi studi falsenegative falsenegative signifikan signifikan (Koga (Koga et al, 1993; Fedel Fedel et al, 1996). 1996). Magnetic Resonance Imaging adalah non-invasif dan sangat akurat sarana menunjukkan gangguan dari tunika albuginea (Fedel et al, 1996; Uder et al, 2002). Argumen yang menentang penggunaan rutin Magnetic Resonance Imaging adalah biaya, terbatasnya ketersediaan, dan waktu persyaratan yang terlibat dengan studi. Magnetic Resonance Imaging adalah wajar dalam evaluasi pasien tanpa presentasi yang khas dan temuan fisik fraktur penis. Patah tulang palsu telah dilaporkan pada pasien yang hadir dengan penis pembengkakan dan ecchymosis, meskipun mereka tidak menggambarkan klasik ―snap- pop‖ pop‖ atau detumescence cepat
biasanya berkaitan dengan fraktur. Pemeriksaan fisik mungkin tidak memadai untuk diagnosa definitif kopral air mata dalam kondisi berikut (Shah et al, 2003). Pembedahan eksplorasi atau evaluasi dengan pencitraan resonansi magnetik harus dipertimbangkan. Kondisi lain yang mungkin meniru fraktur penis dorsal pecahnya arteri atau vena penis selama hubungan seksual (Bagus et al, 1992; Armenakas et al, 2001).
Management
Beberapa publikasi kontemporer menunjukkan bahwa penis yang diduga patah tulang harus segera diperbaiki dieksplorasi dan pembedahan. Sebuah menyunat distal sayatan (Gambar 83-2) yang pantas dalam kebanyakan kasus, sehingga memberikan pemaparan ke semua tiga penis kompartemen (Morey et al, 2004). Penutupan tunical sela cacat dengan 2-0 atau 3-0 jahitan
diserap dianjurkan; dalam vaskular kopral débridement bahu ligasi atau berlebihan dari jaringan ereksi yang mendasari halus harus dihindari. Cedera uretra parsial harus oversewn jahitan diserap dengan baik melalui kateter uretra. Lengkap cedera uretra harus débrided, dimobilisasi, dan diperbaiki dalam mode bebas dari ketegangan di atas kateter. Antibiotik spektrum luas dan 1 bulan pantang seksual dianjurkan.
Gambar 2 Transverse kiri lecet corpus cavernosum penis berhubungan dengan patah tulang, berhasil diperbaiki melalui sayatan sunat.
Outcome and Complications
Bedah rekonstruksi langsung menghasilkan pemulihan lebih cepat, penurunan morbiditas, tingkat komplikasi yang lebih rendah, dan insiden rendah jangka panjang lekukan penis (Nicolaisen et al, 1983; Orvis dan McAninch, 1989; Hinev, 2002; El-Taher et al, 2004; Muentener et al, 2004). Pengelolaan konservatif hasil fraktur penis dalam lekukan penis di lebih dari 10% pasien, abses atau melemahkan plak di 25% hingga 30%, dan secara signifikan lebih lama rawat inap kali dan pemulihan (Meares, 1971; Nicolaisen et al, 1983; Kalash dan Young,
1984; Orvis dan McAninch, 1989). Zargooshi (2002) melaporkan dalam serangkaian bedah pribadi dari 170 pasien bahwa pengelolaan bedah penis patah tulang mengakibatkan fungsi ereksi dibandingkan dengan kontrol dari populasi. Waktu operasi dapat mempengaruhi keberhasilan jangka panjang. Di antara pasien yang diobati dengan pembedahan, yang mengalami perbaikan dalam waktu 8 jam dari cedera yang secara signifikan lebih baik hasil jangka panjang daripada mereka yang menjalani operasi operasi tertunda 36 jam setelah terjadi fraktur (Asgari et al, 1996; Karadeniz dkk, 1996) Gunshots and Penetrating Injuries
Luka tembakan
Mayoritas luka menembus ke alat kelamin disebabkan oleh tembakan (Mohr et al, 2003), dan paling membutuhkan eksplorasi bedah. Prinsip pengobatan segera meliputi eksplorasi, berlebihan irigasi, eksisi benda asing, antibiotik profilaksis, dan bedah penutupan. Tembakan cedera pada lingga terisolasi jarang luka; 77% hingga 80% dari korban luka-luka yang berhubungan signifikan, termasuk Genitourinary tambahan, perut, panggul, ekstremitas bawah, pembuluh darah, atau cedera inguinalis (Goldman et al, 1996; Bandi dan Santucci, 2004 ).
Excellent kosmetik dan hasil fungsional yang dapat diharapkan dengan segera rekonstruksi (Gomez et al, 1993; Goldman et al, 1996). Cedera uretra telah dilaporkan terjadi pada 15% sampai 50% dari luka tembak penis (Miles et al, 1990; Goldman et al, 1996; Mohr et al, 2003). Urethrography retrograde harus benar-benar dipertimbangkan dalam menembus setiap pasien dengan cedera pada penis, terutama dengan kecepatan tinggi rudal cedera, darah di meatus, atau kesulitan buang air kecil dan ketika sedang berada di dekat lintasan peluru uretra (Goldman et al, 1996; Mohr et al , 2003; Bandi dan Santucci, 2004); alternatif, uretra mundur intraoperative suntikan metilena nila biru atau merah tua dapat mengidentifikasi situs cedera dan kecukupan penutupan. Cedera uretra harus ditutup terutama dengan menggunakan prinsip-prinsip urethroplasty standar; hasil yang sangat baik telah dilaporkan (Miles et al, 1990; Bandi dan Santucci, 2004). Pasien dengan cedera uretra di hadapan kerusakan jaringan luas dan efek ledakan dari kecepatan tinggi senjata atau senapan jarak dekat ledakan biasanya membutuhkan membutuhkan perbaikan dan kencing dipentaskan dipentaskan pengalihan pengalihan (Bandi dan Santucci, 2004). Gigitan Hewan dan Manusia
Morbiditas gigitan binatang secara langsung berhubungan dengan keparahan luka awal. Kebanyakan korban adalah laki-laki, dan gigitan anjing adalah cedera yang paling umum (Gomes et al, 2001; Van der Horst et al, 2004). Komplikasi infeksi yang biasa dicari perawatan sejak dini. Pengelolaan awal gigitan anjing berlebihan termasuk irigasi, débridement bahu, dan segera penutupan utama bersama dengan profilaksis antibiotik spektrum luas (Cummings dan Boullier, 2000). Imunisasi tetanus dan rabies harus digunakan sebagaimana mestinya. Karena polymicrobial risiko infeksi, empiris pengobatan dengan antibiotik spektrum luas seperti
cephalexin cefazolin atau dianjurkan. Wolf dan koleganya (1993) menyarankan penggunaan tambahan penisilin V (500 mg empat kali sehari) untuk menyediakan cakupan terhadap Pasteurella multocida, yang hadir dalam 20% sampai 25% dari luka gigitan anjing. Atau, kloramfenikol sendirian (50 mg / kg setiap hari selama 10 hari) adalah mudah tersedia, murah pilihan yang telah terbukti efektif di negara-negara berkembang (Gomes et al, 2001). Menggigit manusia terkontaminasi berpotensi menghasilkan luka yang sering tidak boleh ditutup terutama. Kebanyakan korban gigitan manusia mencari perhatian medis setelah penundaan yang substansial dan dengan demikian lebih mungkin hadir dengan infeksi kotor. Administrasi antibiotik empiris dibenarkan dengan cara yang sama seperti dengan gigitan anjing, meskipun bakteriologi dari luka-luka tidak identik. Amputasi
Traumatik amputasi dari penis, meskipun jarang, biasanya merupakan hasil genital melukai diri sendiri. Enam puluh lima persen menjadi 87% dari pasien melakukan mutilasi diri alat kelamin adalah psikotik (Greilsheimer dan Groves, 1979; Aboseif et al, 1993; Romilly dan Ishak, 1996). Konsultasi psikiatri harus dicari dalam semua kasus. Pasien harus dipindahkan ke fasilitas dengan kemampuan microsurgical, namun jika ini tidak tersedia, makroskopik anastomosis dari uretra dan kopral badan dapat dilakukan dengan hasil ereksi yang baik, meskipun dengan sedikit sensasi dan kehilangan kulit yang lebih besar. Rekonstruksi uretra dan reanastomosis dari microsurgical kavernosum dengan perbaikan kapal dan saraf penis mencapai hasil yang sangat baik. Setiap upaya harus dilakukan untuk mencari, bersih, dan melestarikan potongan bagian dalam tas ganda teknik. Distal penis harus dibilas
berulang kali dalam larutan garam, terbungkus kain kasa basah garam, dan disegel di dalam kantong plastik yang steril. Tas kemudian harus ditempatkan dalam kantong luar dengan es atau lumpur (Jezior et al, 2001). Termal cedera pada segmen diamputasi dapat terjadi jika berada dalam kontak langsung dengan es untuk waktu yang lama. Sukses reimplantation mungkin setelah 16 jam dari waktu ischemia dingin atau 6 jam hangat iskemia (Lowe et al, 1991). Jika bagian yang rusak tidak tersedia, tunggul penis harus diformalkan oleh korporasi dan menutup uretra spatulating yang neomeatus, mirip dengan prosedur penectomy parsial penyakit ganas. Mikrovaskuler rekonstruksi dorsal arteri, vena, dan saraf adalah metode paling disarankan untuk memperbaiki diamputasi penis (lihat Key Points: Langkah demi Langkah Pendekatan untuk penis Reattachment). Memadai fungsi ereksi mungkin dengan kedua mikrovaskuler reanastomosis dan makroskopik replantation, dengan lebih dari 50% laki-laki mampu mencapai ereksi dengan baik teknik (Bhanganada et al, 1983; Lowe et al, 1991; Aboseif et al, 1993). Namun, komplikasi seperti striktur uretra, kulit kehilangan, dan kelainan sensorik semua jauh lebih tinggi tanpa mikrovaskuler perbaikan. Sensasi penis normal kembali dalam 0% sampai 10% pasien setelah makroskopik replantation (Bhanganada et al, 1983; Lowe et al, 1991), sedangkan sensasi hadir di lebih dari 80% dari mikroskopis replantations (Yordania dan Gilbert, 1989; Lowe et al, 1991; Jezior et al, 2001). Kulit penis kehilangan, seringkali lengkap, masalah yang signifikan setelah makroskopik perbaikan. Salah satu strategi yang efektif adalah dengan menggunduli lingga semua kulit dan mengubur dalam skrotum, meninggalkan kelenjar terbuka, dengan pemisahan struktur setelah 2 bulan (Bhanganada et al, 1983; Yordania dan Gilbert, 1989). Mineo dan rekan (2004) melaporkan penggunaan lintah medis pada penis setelah nonmicroscopic replantation sebagai sarana untuk meningkatkan aliran vena dan menurunkan edema.
KEY POINTS: STEP BY STEP PENDEKATAN PENIS REATTACHMENT
Dua-lapisan penutupan uretra melalui kateter dengan 5-0 jahitan diserap
Pembedahan Minimal sepanjang neurovaskular bundel untuk mengidentifikasi pembuluh dan saraf putus
Penutupan tunika albuginea dengan 3-0 jahitan diserap
Mikroskopis anastomosis dari arteri dorsal dengan nilon 11-0
Mikroskopis vena dorsalis perbaikan dengan 9-0 nilon
Mikroskopis epineural perbaikan saraf dorsal dengan nilon 10-0
Suprapubik cystostomy
Luka terkena Risleting
Ritsleting luka ke penis biasanya perangkap mabuk tidak sabar laki-laki atau orang dewasa. Beberapa manuver yang tersedia untuk membebaskan kulit dan terjebak untuk menghapus mekanisme. Setelah penis blok, geser ritsleting dan berbatasan potongan kulit bisa dioleskan minyak mineral, diikuti oleh satu upaya untuk unzip dan melepaskan (Kanegaye dan Schonfeld, 1993; Mydlo, 2000). Bahan kain terhubung ke ritsleting dapat menorehkan dengan pemotongan tegak lurus di antara setiap gigi untuk melepaskan dukungan lateral ritsleting, memungkinkan perangkat berantakan dan melepaskan kulit yang terperangkap (Oosterlinck, 1981). Tulang alat pemotong atau serupa dapat digunakan untuk memotong median bar (sambungan berbentuk berlian) dari potongan slide. Manuver ini memungkinkan pemisahan atas dan bawah perisai dari perangkat geser, dan seluruh ritsleting berantakan (Flowerdew et al, 1977; Saraf dan Rabinowitz, 1982). Beberapa anak mungkin memerlukan lebih dari bius lokal atau sedasi; sunat atau eksisi elips kulit dapat dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi (Yip et al, 1989; Mydlo, 2000).
Luka-luka Strangulasi
Terkadang luka-luka dengan benang, rambut, atau karet gelang terjadi pada anak-anak, tetapi pelecehan anak-anak harus dipertimbangkan dalam kasus seperti itu. Setiap anak dengan penis yang tidak dapat dijelaskan bengkak, eritema, atau kesulitan buang air kecil harus diperiksa dengan cermat untuk rambut strangulating yang tersembunyi atau string. Orang dewasa mungkin letakkan benda di sekitar poros sebagai sarana kenikmatan seksual atau untuk memperpanjang ereksi. Perangkat yang konstriksi dapat mengurangi aliran darah, menyebabkan edema, dan menginduksi iskemia; gangren dan cedera uretra dapat berkembang dalam presentasi tertunda. Memerlukan perawatan mendadak dekompresi dari penis terbatas untuk memungkinkan aliran darah dan berkemih. Tergantung pada perangkat konstriksi, sumber daya yang signifikan mungkin diperlukan dari dokter. String, rambut, dan karet gelang dapat bertakuk. Awal upaya untuk menghapus perangkat konstriksi padat menyebabkan penis pencekikan melibatkan pelumasan poros dan benda asing dan mencoba penghapusan langsung. Edema distal ke pencekikan penghapusan sering membuat sulit. Sebuah string atau lateks dapat turniket distal melilit poros untuk mengurangi pembengkakan dan untuk meningkatkan kemungkinan mengeluarkan perangkat dengan pelumas. Jika objek konstriksi tidak dapat dipotong atau dihapus, teknik string harus dipertimbangkan (Browning dan Reed, 1969; Vahasarja et al, 1993; Noh et al, 2004). Benang sutra tebal atau tali pita melewati proksimal di bawah objek dan luka tercekik erat di penis distal menuju kelenjar. Tag pada jahitan atau tape proksimal ke cincin ditangkap; lilitan dari ujung proksimal akan mendorong objek distal. Glanular tusuk dengan jarum atau pisau akan memungkinkan pelarian
terjebak gelap darah dan meningkatkan kemungkinan menghapus objek dengan metode string (Browning dan Reed, 1969; Noh et al, 2004). Perangkat konstriksi plastik dapat menorehkan dengan pisau bedah atau berosilasi cast melihat (Pannek dan Martin, 2003), tetapi benda logam sekarang tantangan yang lebih sulit. Tersedia peralatan rumah sakit (cincin pemotong, pemotong besi, bor gigi, ortopedi dan operasi bedah saraf latihan) mungkin tidak akan cukup untuk memotong besi atau baja berat item. Penggunaan latihan industri, baja gergaji, hacksaws, saber gergaji, dan kecepatan tinggi bor listrik telah dilaporkan (Perabo et al, 2002; Santucci et al, 2004). Pada kesempatan itu, pemadam kebakaran dan peralatan pelayanan medis darurat mungkin diperlukan untuk memotong melalui cincin besi dan baja. Lingga harus dilindungi dari cedera termal, bunga api, dan pisau memotong atau bit dengan menggunakan lidah depressors, spons, atau lentur retraktor. Rumit seperti usaha yang paling baik dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi. Jika ada keterlambatan dalam dekompresi dan pasien tidak dapat batal dan tidak nyaman atau menggelembung, sebuah kateter kandung kemih suprapubik harus ditempatkan. Kesimpulan
Gangguan dari tunika albuginea dari penis (penis patah tulang) dapat terjadi selama hubungan seksual. Pada saat presentasi, pasien sakit dan hematom penis. Ini pembedahan cedera harus diperbaiki.Gangrene dan cedera uretra dapat disebabkan oleh cincin menghalangi ditempatkan di sekitar pangkal penis. Objek ini harus dihilangkan tanpa menyebabkan lebih lanjut kerusakan. Amputasi penis terlihat kadang-kadang, dan dalam beberapa pasien, pembedahan penis dapat digantikan dengan sukses oleh microsurgical teknik.
Total avulsion dari kulit penis terjadi dari mesin luka. Segera debridement dan cangkok kulit yang biasanya berhasil menyelamatkan. Luka-luka ke penis harus menyarankan kemungkinan kerusakan uretra, yang harus diselidiki oleh urethrography.
Trauma Testis dan Kulit Genital (terjemah bebas) Meskipun testis relatif dilindungi oleh mobilitas skrotum, cremasteric refleks kontraksi otot, dan tangguh tunika fibrosa albuginea, cedera tumpul (biasanya akibat dari serangan, peristiwaperistiwa yang berhubungan dengan olahraga, dan kecelakaan kendaraan bermotor) dapat mengakibatkan pecahnya tunika albuginea, memar, hematoma, dislokasi, atau torsi testis. Cedera testis hasil dari trauma tumpul di sekitar 75% kasus (McAninch et al, 1984; Cass dan Luxenberg, 1991). Luka tembus akibat senjata api, ledakan, dan luka-luka penyulaan mewakili sisanya Sedangkan hanya 1,5% dari cedera testis tumpul melibatkan kedua gonad, sekitar 30% dari hasil trauma skrotum menembus bilateral cedera (Cass dan Luxenberg, 1988, 1991 [14] [15]). Sebagian besar trauma skrotum penetrasi (72% hingga 83%) berhubungan dengan cedera nongenitourinary termasuk paha, penis, perineum, uretra, atau femoralis kapal (Gomez et al, 1993; Cline et al, 1998). Dalam konflik militer kontemporer, luka genital rekening untuk persentase yang lebih besar urologic cedera karena senjata peledak kuat terlibat dan pengaruh pelindung body armor (Thompson et al, 1998). Diagnosis
Pecah testis harus dipertimbangkan dalam semua kasus trauma tumpul skrotum. Kebanyakan
pasien mengeluhkan rasa sakit skrotum indah dan mual. Pembengkakan dan ecchymosis adalah variabel, dan derajat hematoma tidak berhubungan dengan testis keparahan cedera; ketiadaan tidak sepenuhnya mengesampingkan testis pecah, dan luka memar tanpa fraktur dapat hadir dengan pendarahan yang signifikan. Skrotum pendarahan dan hematocele bersama dengan kelembutan untuk palpasi sering membatasi pemeriksaan fisik lengkap. Seiring cedera uretra harus dicurigai dan dievaluasi ketika mengungkapkan pemeriksaan darah di meatus atau jika mekanisme cedera atau hematuria menunjukkan kemungkinan. Mandat luka tembus pemeriksaan hati-hati struktur sekitarnya, terutama pembuluh femoralis.
USG dapat membantu untuk menilai integritas dan vascularity dari testis. Ultrasonography cepat, mudah tersedia, dan non-invasif. Karena mungkin sonografi tergantung pada operator, falsepositif dan negatif palsu studi berkisar antara 56% hingga 94% (Fournier et al, 1989; Corrales et al, 1993; Herbener, 1996; Dreitlein et al, 2001). Temuan USG testis sugestif dari fraktur meliputi inhomogeneity dari parenkim testis tekstur dan gangguan dari tunika albuginea (Micallef et al, 2001) (Gambar 83-3). Normal atau samar studi USG seharusnya tidak menunda pembedahan eksplorasi ketika temuan pemeriksaan fisik sugestif dari kerusakan testis; diagnosis sering dibuat dalam ruang operasi. Meskipun Magnetic Resonance Imaging testis dapat secara efektif menunjukkan integritas, yang digunakan secara luas bukanlah norma karena biaya, ketersediaan terbatas, dan potensi keterlambatan dalam bedah definitif perawatan pasien (Serra et al, 1998; Muglia et al, 2002).
Gambar pemeriksaan USG menunjukkan daerah hypoechoic intratesticular testis pecah konsisten dengan ditopang oleh trauma tumpul. Skrotum eksplorasi mengungkapkan hematocele besar dan terbuka tubulus seminiferus. Diferensial diagnosis fraktur meliputi testis hematocele tanpa pecah, torsi testis atau tambahan, reaktif hidrokel, hematom dari epididimis atau spermatika tali, dan intratesticular hematom. Sebuah nonpalpable testis dalam trauma pasien harus meningkatkan kemungkinan dislokasi di luar skrotum. Entitas ini biasanya terjadi setelah kecelakaan sepeda motor, di mana kekuatankekuatan ekstrem di mengusir skrotum testis ke jaringan sekitarnya, seperti kantong inguinalis superfisialis (50%) atau ke kemaluan, penis, panggul, perut, atau lokasi perineum (Schwartz dan Faerber, 1994 ; Bromberg, 2003). Bilateral dislokasi setelah trauma telah dilaporkan (Bromberg et al, 2003; O’Brien et al, 2004). Manual atau pengurangan operasi testis yang dipindahkan
ditunjukkan. Akhirnya, sekitar 5% dari tali spermatika torsions diyakini dipicu oleh trauma; torsi harus dipertimbangkan dalam semua kasus yang signifikan nyeri skrotum tanpa tanda-tanda atau gejala trauma skrotum besar (Elsaharty et al, 1984; Manson, 1989; Lrhorfi et al , 2002).
Manajemen
Awal eksplorasi dan perbaikan cedera testis dikaitkan dengan peningkatan testis penyelamatan, pemulihan dan mengurangi kecacatan, lebih cepat kembali ke kegiatan normal, dan pelestarian kesuburan dan fungsi hormonal (Kukadia et al, 1996). Skrotum cedera ringan tanpa kerusakan testis dapat dikelola dengan es, elevasi, analgesik, dan irigasi dan penutupan dalam beberapa keadaan. Tujuan bedah eksplorasi dan perbaikan adalah testis penyelamatan, pencegahan infeksi, mengontrol perdarahan, dan mengurangi masa pemulihan. Insisi skrotum adalah lebih baik dalam banyak kasus. Albuginea tunika harus ditutup dengan jahitan diserap kecil setelah penghapusan nekrotik dan diekstrusi tubulus seminiferus. Bahkan kerusakan kecil pada tunika albuginea harus ditutup, karena progresif pembengkakan dan tekanan intratesticular dapat terus mengusir tubulus seminiferus. Setiap upaya untuk menyelamatkan testis harus dilakukan; hilangnya jaringan kapsul mungkin memerlukan penghapusan parenchyma tambahan untuk memungkinkan penutupan tunika yang tersisa albuginea (Gambar 83-4). Intratesticular signifikan hematoma harus dieksplorasi dan ditiriskan bahkan dalam ketiadaan testis pecah untuk mencegah tekanan progresif nekrosis dan atrofi, tertunda eksplorasi (40%), dan orchiectomy (15%) (Cass dan Luxenberg, 1988). Hematoceles signifikan juga harus dieksplorasi, terlepas dari studi pencitraan, karena sampai 80% adalah karena testis pecah (Vaccaro et al, 1986).
Gambar A, débrided tubulus seminiferus. B, Tunica albuginea direkonstruksi. (Photo courtesy of Dr Jack McAninch.) Penetrasi skrotum pembedahan cedera harus dieksplorasi untuk memeriksa untuk vaskular dan vasal cedera. Vas deferens terluka dalam 7% sampai 9% dari skrotum luka tembak (Gomez et al, 1993; Brandes, et al, 1995). Vas yang terluka harus nonabsorbable diligasi dengan jahitan dan menunda rekonstruksi dilakukan jika diperlukan. Kira-kira 30% dari luka tembak melukai kedua testis; mempertimbangkan eksplorasi testis kontralateral, tergantung pada temuan pemeriksaan fisik dan lintasan peluru. Hasil dan Komplikasi
Pengelolaan Nonoperative testis pecah seringkali rumit oleh infeksi, atrofi, nekrosis, dan orchiectomy tertunda. Menyelamatkan testis tarif melebihi 90% dengan eksplorasi dan perbaikan dalam waktu 3 hari dari cedera (Del Villar et al, 1973; Schuster, 1982; Fournier et al, 1989; Cass dan Luxenberg, 1991), tiga kali lipat dibandingkan dengan tingkat orchiectomy untuk delapan
kali lipat lebih tinggi dengan pengelolaan konservatif dan menunda pembedahan (Cass dan Luxenberg, 1991). Menyelamatkan testis tingkat dengan pengelolaan konservatif serendah 33%, dengan tingkat orchiectomy tertunda antara 21% dan 55% (Schuster, 1982; Cass dan Luxenberg, 1991; McAleer dan Kaplan, 1995). Sekitar 45% dari pasien awalnya dikelola secara konservatif pada akhirnya akan menjalani pembedahan eksplorasi untuk rasa sakit, infeksi, dan gigih hematom (Del Villar et al, 1973; Cass dan Luxenberg, 1991). Pemulihan dan waktu kembali ke kegiatan normal secara signifikan berkurang setelah pembedahan awal perbaikan. Tidak seperti tumpul testis pecah, untuk menyelamatkan tingkat yang tinggi, trauma testis penetrasi dikaitkan dengan menyelamatkan gonad hanya 32% hingga 65% kasus (Bickel et al, 1990; Gomez et al, 1993; Brandes et al, 1995; Cline et al, 1998). Serupa nonsalvage dan tingkat orchiectomy telah dilaporkan dengan luka tembus dalam serangkaian konflik militer baru-baru ini (Hudolin dan Hudolin, 2003). Mayoritas pasien bedah telah memadai pelestarian fungsi hormonal dan kesuburan (Kukadia et al, 1996). Produksi sperma telah didokumentasikan dalam pria dengan tepat diperbaiki bilateral testis pecah dan bilateral luka tembus (Pohl et al, 1968; Brandes, et al, 1995). Urolog dapat berkonsultasi untuk pendapat dan bimbingan yang berkaitan dengan anak laki-laki dengan testis menyendiri bermain olahraga kontak. Untungnya, cedera testis sangat jarang terjadi pada anak laki-laki yang terlibat dalam kontak perorangan atau tim olahraga dan kegiatan rekreasi (McAleer et al, 2002; Wan 2003a, 2003b [90] [91]). Orangtua harus tepat menasihati dan perangkat cangkir pelindung dianjurkan. American Academy of Pediatrics Committee on Sports Medicine and Fitness (2001) merekomendasikan bahwa banyak faktor yang harus dipertimbangkan mengenai apakah akan memperbolehkan anak yang soliter testis untuk bermain
olahraga; rekomendasi mereka adalah seorang yang tidak memenuhi syarat ya dalam keadaan ini. Kulit genital Rugi
Etiologi
Gangrene fasiitis polymicrobial akibat infeksi di area genital, atau Fournier’s gangren, adalah
yang paling umum yang menyebabkan hilangnya luas kulit kelamin (McAninch et al, 1984). Kerugian iatrogenik, yang disebabkan oleh keharusan untuk akut nekrotik débridement bahu dari kulit kelamin ketika pasien terlihat awalnya. Kulit penis kehilangan traksi dapat disebabkan oleh perangkat mekanis, seperti mesin pertanian atau industri, atau oleh alat pengisap, seperti penyedot debu. Karena jaringan penis yang longgar areolar jaringan, sering sobek bebas tanpa kerusakan struktur yang mendasari. Kulit skrotum kerugian yang signifikan akibat dari trauma penetrasi biasa. Penis luka bakar, meskipun jarang, sering penuh ketebalan karena kulit penis begitu tipis (Horton, 1990). Konstriksi band ditempatkan pada penis jarang dapat mengakibatkan kerugian kulit signifikan, meskipun cedera yang lebih umum melibatkan nekrosis tekanan langsung di bawah band, yang biasanya menyembuhkan baik dengan penghapusan perangkat sendirian. Diagnosis dan Initial Manajemen Meskipun kedua selulitis dan Fournier’s gangren yang umumnya terkait dengan kelamin signifikan edema dan eritema, kulit iskemia adalah ciri khas Fournier’s gangren. USG skrotum
(Kane et al, 1996) dan computed tomography (CT) dapat mengungkapkan subkutan udara, indikator yang bermanfaat fasiitis infeksi (Gambar 83-5).
Gambar 83-5 A, Large erythematous skrotum dengan nekrosis sentral fasiitis sugestif dari infeksi. B, CT subkutan menunjukkan udara di skrotum sekunder untuk Fournier’s gangren. Dalam kasus Fournier’s gangren, beberapa débridements diperlukan selama beberapa minggu
sampai infeksi aktif dikontrol. Kulit signifikan kerugian harus diperlakukan dengan basah-untukkering saus sampai cakupan utama direncanakan. Inspeksi setidaknya setiap hari oleh tim bedah merupakan suatu keharusan. Kencing suprapubik pengalihan harus benar-benar dipertimbangkan untuk luas luka cedera untuk menyederhanakan perawatan dan untuk mencegah komplikasi uretra yang berhubungan dengan kateterisasi berkepanjangan. Terapi oksigen hiperbarik telah menganjurkan ukuran sebagai ajuvan untuk mempromosikan penyembuhan luka. Bakar genital sebagian besar diperlakukan seperti luka bakar lainnya, dengan reseksi dini luka bakar eschar dan cakupan dengan ketebalan kulit split-grafts bila memungkinkan. Parsialketebalan kulit kelamin kerugian atau luka bakar dapat diobati dengan krim sulfadiazin perak. Penis Rekonstruksi
Dalam disunat dipilih pasien, mobilisasi kulup berlebihan dapat mengizinkan penutupan primer tengah untuk kulit penis distal badan (Horton, 1990). Skrotum flap rotasi dapat digunakan untuk lebih proksimal cacat jika kehilangan kulit terbatas, tapi rambut-sifat bantalan kulit skrotum risiko hasil kosmetik yang tidak dapat diterima. Lokal flaps, seperti dari perut dan paha, juga dapat digunakan tetapi lebih rendah cosmetically untuk membagi-ketebalan kulit cangkokancangkokan. Cakupan avulsed kulit dengan kulit harus dihindari karena sering menjadi nekrotik. Thick (0,010-ke 0,015 inci), nonmeshed, split-ketebalan kulit grafts McAninch et al, 1984) lebih disukai untuk rekonstruksi penis luas. Meshed grafts dapat digunakan tetapi memiliki kecenderungan ke arah contracture dan cosmetically kurang dapat diterima daripada grafts unmeshed. Grafts biasanya dipanen dari anterior paha dengan dermatom pneumatik. Jika grafts harus digunakan, perawatan harus diambil untuk menghilangkan kulit yang tersisa setelah subcoronal débridement bahu. Obstruksi limfatik distal ini kulup, jika tidak dipotong, akan mengakibatkan sirkumferensial lymphedema. Kulit cangkokan-cangkokan diletakkan di batang penis tidak pernah kembali normal, sensasi (Horton, 1990), walaupun fungsi seksual sering diawetkan utuh karena sensasi pada kulit kelenjar. Skrotum Rekonstruksi
Kehilangan kulit skrotum cacat hingga 50% sering dapat ditutup secara langsung. Untuk cedera ekstensif, testis mungkin ditempatkan dalam kantung paha atau diolah dengan dressing basah sampai beberapa minggu sampai rekonstruksi (Cummings dan Boullier, 2000; Gomes et al, 2001). Pertama, flap kulit lokal harus digunakan untuk menutup sebanyak cacat jaringan mungkin. Split-ketebalan Meshed cangkokan-cangkokan kulit yang kemudian dipekerjakan untuk skrotum rekonstruksi. Selain memberikan hasil kosmetik yang sangat baik, eksudat
meshing memungkinkan untuk melepaskan diri dari celah, sehingga meningkatkan cangkok ambil. The spermatika tali yang dijahit bersama sebelum mencangkok untuk mencegah terpecah dua belah neoscrotum. The neoscrotum mungkin pada awalnya muncul wajar ketat, tapi setelah 6 sampai 12 bulan, testis berfungsi sebagai jaringan alam dan akhirnya menempati expanders yang lebih alami, tergantung posisi. Lipatan paha dapat digunakan untuk merekonstruksi skrotum ketika testis telah dikuburkan di paha setelah skrotum traumatis atau operasi penghapusan (Morey dan McAninch, 1999). Fibrin sealant telah terbukti bermanfaat sebagai lem jaringan untuk mempromosikan penyembuhan dan mengurangi kelamin drainase selama rekonstruksi kasus yang rumit (DeCastro dan Morey, 2002).
Tortio Testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.
Anatomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bellclapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal. Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu
yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.
Diagnosis Banding
1. Epididimitis akut
Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan bukan isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria. 2. Hernia skrotalis inkarserata
Biasanya pada anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum. 3. Hidrokel terinfeksi
Dengan anamnesis sebelumya sudah ada benjolan di dalam skrotum 4. Tumor testis
Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis. 5. Edema skrotum
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik)
Terapi
Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan. Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.
Varikokel , varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.
Etiologi dan anatomi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70 – 93 93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain: 1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen. 2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis. 3. Peningkatan suhu testis. 4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas. Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis. Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
1. Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver valsava 2. Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava 3. Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan manuver valsava. Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik. Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature,) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
Terapi
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi. Tindakan yang dikerjakan adalah: (1) ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi, (2) varikokelektomi cara Ivanisevich, Evaluasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator antara lain: (1) bertambahnya volume testis, (2) perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan), atau (3) pasangan itu menjadi hamil. Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil. BPH
PENGERTIAN
a. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia (Long, 2006). b. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker (Basuki, 2000). c. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Soeparman, 2000). d. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra (Hardjowidjoto, 2000). e. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandungkemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Schwartz, 2000). Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy adalah merupakan tindakan pembedahan bagian prostat (sebagian / seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut. ANATOMI FISIOLOGI
Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktrus urinarius maupun sistem reproduksi. Kelainan pada organ-organ reproduksi pria dapat menganggu salah satu atau kedua
sistem. Akibatnya, penyakit sistem reproduksi pria biasanya ditangani oleh ahli urologi. Struktur dari sistem reproduksi pria adalah testis, vas deferen (duktus deferen), vesika seminalis, penis, dan kelenjar asesori tertentu, seperti kelenjar prostat dan kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral). Organ genetalia pria terdiri dari 6 komponen yaitu : a. Testis dan epididimis b. Duktus deferen c. Vesikula seminalis d. Duktus ejakulatorius dan penis e. Prostat f. Kelenjar bulbo-uretra
Gambar Prostat Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat mengandung kelenjar grandular dan sebagian lagi otot involuter dan menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen, yang basa dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Jika kelenjar
ini mengalami hiperlasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membantu uretra posterior dan mengakibatkan obstruksi saluran kemih. ETIOLOGI
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5α-reduktase
diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. kompl ek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hiperplasia (Hardjowidjoto,2000). Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis hipotes is menyebutkan bahwa hiperplasi hiperplas i prostat erat kaitannya kaitann ya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan Pada umumnya dikemukakan beberapa teori yaitu : Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengancepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral. Teori
kedua
adalah
teori
Reawekering
menyebutkan
bahwa
jaringan
kembali
seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi estrogen. (Sjamsuhidayat, 2005). PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa ± 20gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000), membagi kelenjar prostat pr ostat dalam beberapa zona, antara anta ra lain zona perifer, perifer , zona sentral, zona z ona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Basuki, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Basuki (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan pertumbuhan kelenjar kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubahmenjadi
dehidrotestosteron
(DHT)
dengan
bantuan
enzim
alfa
reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secaralangsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi pat ofisiologi yang disebabkan pembesaran pem besaran prostat sebenarnyadisebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatankontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadiresistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria). Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia inkonti nensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan m enyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter danginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinariamenjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluksmenyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005). MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency),
dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow. Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer,2000) Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium: a. Stadium I Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis. b. Stadium II Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia. c. Stadium III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc. d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik (over flowin kontinen). Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa : Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yangturun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing d ribbing (urine terus menerus setelah s etelah berkemih), berkemi h), retensi retens i urine akut. Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini : a. Rectal Gradding Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong : - Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum. - Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum. - Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum. - Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum. - Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum. b. Clinical Gradding Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
- Normal : Tidak ada sisa - Grade I : sisa 0-50 cc - Grade II : sisa 50-150 cc - Grade III : sisa > 150 cc - Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005). PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinisa.
a. Stadium I Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa, seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama. 2. Stadium II Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksiendoskopi melalui uretra (trans uretra). c. Stadium III Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal. d. Stadium IV Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka. Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif konservati f dengan memberikan memberi kan obat penghambat adrenoreseptor ad renoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan: 1. Observasi Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol,tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur. 2. Medikamentosa a. Penghambat alfa (alpha blocker) Prostat
dan
dasar
buli-buli
manusia
mengandung
adrenoreseptor- α1,
dan
prostat
memperlihatkanrespon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli- buli secara primer diperantarai oleh reseptor alpha blocker. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkanhasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa al fa dapat diklasifikasikan dik lasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya b. Penghambat α5-Reduktase (5α-Reductase inhibitors) Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejalagejala
c. Terapi KombinasiTerapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5αReduktase memperlihatkan memperl ihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan peningkat an aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung. d. Fitoterapi Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerjafitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji. 3. Terapi Bedah Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi salurankemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan: 1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy) Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra 2. Prostatektomi Suprapubis Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih. 3. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih. 4. Prostatektomi Peritoneal Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum. 5. Prostatektomi retropubis radikal Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker prostat. 4. Terapi Invasif Minimal 1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT) Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostatmelalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter. 2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP) 3. Trans Uretral Ballon Dilatation(TUBD) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Soeparman (2000), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :a. Laboratorium 1. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih. 2. Kultur Urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kumanterhadap
beberapa
antimikroba
yang
diujikan. b.
Pencitraan1).
Foto
polos
abdomenMencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin. 3. IVP ( Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli. 4. Ultrasonografi ( trans abdominal dan trans rektal ) Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor. 5. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rectum
PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN
Persiapan Pre-Operatif 1. Tanda persetujuan secara tertulis, penderita dan keluarga harus menyatakan persetujuan pembedahan (informed konsen). 2. Persiapan kulit Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran langsung dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dan bersih malam sebelum pembedahan. 3. Diet Penderia tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam pasien dipuasakan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan. 4. Cairan IV Pemberian cairan intravena tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada penderita yang lansia atau lemah perlu diberi cairan penguat pada malam sebelum pembedahan. 5. Pengurangan isi perut Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut, pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet dulcolax. 6. Pemberian obat-obatan Premedikasi anastetik biasanya ditangani oleh dokter ahli anastesi
7. Tes laboratorium Penentuan BUN, kreatinin serum dan kalium serum, lab darah dan lain-lain. 9. Transfusi darah Harus disiapkan bilamana perlu 10. Kandung kencing Kateter folley digunakan pada pembedahan yang lama lebih baik memasang kateter sesudah di bedah daripada sebelumnya. Persiapan Pre-Operatif 1. Jenis pembedahan Sehingga perawat dan dokter yang jaga mengetahui persoalan yang dihadapi 2. Tanda-tanda vital Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, harus dicatat tiap 15 menit sesudah operasi, tiap jam selam beberapa jam kemudian 4 jam hingga penderita sembuh 3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari 4. Aktivitas dan posisi Posisi mula-mula telentang tetapi penderita harus dimiringkan ke kiri atau ke kanan setiap 30 menit sementara ia tidak sadarkan diri. Anjurkan menggerakan kaki secara aktif atau pasif setiap jam.
7. Makanan 8. Cairan intra vena (catat jenis cairan dan kecepatan tetesan pemberiannya) 9. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya 10. Monitor kateter dan pengeluaran urinenya 11. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah 12. Pemberian antibiotic untuk menimimalkan infeksi pasca operasi DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD): Jakarta. Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press: Surabaya Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung. Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC: Jakarta. Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.