ASKEP PADA PASIEN AMPUTASI
A. Konsep Amputasi
1. Pengertian
Amputasi adalah operasi pemotongan bagian tubuh, misalnya jari, lengan, atau kaki. Operasi ini bertujuan untuk mengendalikan rasa sakit atau penyakit yang menyerang bagian tubuh tertentu. Prosedur ini bisa dilakukan secara darurat atau terencana. Amputasi adalah pembedahan memotong dan mengangkat tungkai dan lengan, amputasi yang disebabkan oleh kecelakaan (23%), penyakit (74%) dan kelainan genital (3%). Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila melakukan amputasi, dokterbedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin tungkai. Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan untuk infeksi berat. Untuk emputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot. Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.
2. Penyebab
Indikasi utama bedah amputasi karena : 1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus. 2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi : a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif f.
Deformitas organ
g. Trauma Penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (bararah dan jauhar, 2013).
3. Klasifikasi Amputasi a. Berdasarkan Ekstremitas :
Amputasi ektremitas bawah : Amputasi Atas Lutut (AL), Disartikulasi lutut, Amputasi Bawah Lutut (BL), dan Syne. Amputasi ekstremitas atas : Amputasi Atas Siku (AS), Amputasi Bawah Siku (BS) b. Berdasarkan sifat :
1. Amputasi terbuka : dilakukan untuk infeksi berat, ini meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi, dan luka dibiarkan terbuka untuk mengalir. 2.
Amputasi tertutup : menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan
memotong tulang kira-kira dua inchi lebih pendek daripada kulit dan otot
4. Patofisiologi
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan penyebab terbesar dari amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya
luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi. Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik, sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2011).
5. WOC
6. Manifestasi Klinis
a.
Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
b.
Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat dengan permukaan.
c.
Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan keronitis.
d.
Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
e.
Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
f.
Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g.
Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
7. Dampak Amputasi
Proses penyembuhan luka juga akan dipantau oleh dokter untuk mencegah komplikasi. Amputasi yang terencana memiliki risiko komplikasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan amputasi darurat. Beberapa jenis komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya:
Infeksi pada luka.
Luka yang butuh waktu lama untuk sembuh.
Penggumpalan darah.
Komplikasi pada jantung, seperti serangan jantung.
Phantom pain, yaitu nyeri yang terasa pada organ tubuh yang tidak lagi dimiliki. Gangguan psikologis, seperti depresi, tidak bisa menerima kenyataan, dan bahkan dorongan bunuh diri.
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi. 1.
Terapi
2.
a.
Antibiotik
b.
Analgetik
c.
Antipiretik (bila diperlukan)
Medis
a. Balutan Rigid Tertutup Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati
jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
b. Balutan Lunak Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
c. Amputasi Bertahap Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
d. Protesis Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Amputasi
1. Pengkajian a. Identitas Klien Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi. b. Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan neurosensori c. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada pasien amputasi biasanya dapat disebabkan oleh luka diabetes mellitus, kecelakaan dll d. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pasien dengan riwayat diabetes melitus yang sudah menyebar ke kaki bisa menyebabkan klien amputasi e. Riwayat Kesehatan Keluarga Ada penyakit keturunan yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya amputasi seperti diabetes melitus. f. Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tata laksanan hidup sehat Biasanya pada pasien amputasi akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK di karenakan kesulitan untuk melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasa nya cenderung di bantu oleh keluarga atau perawat.
Pola nutrisi dan metabolisme Pada pasien amputasi biasanya tidak akan mengalami penurunan nafsu makan.
Pola eliminasi Biasanya pasen dengn amputasi kesulitan waktu miksi dan defekasi dikarenakan
imobilisasi, feses berwarna kuning, konsistensi defekasi padat.
Pola istirahat dan tidur Biasanya kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, akibat amputasi.
Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan yang disebabkan oleh
amputasi sehingga kebutuhan pasien perlu di bantu oleh perawat atau keluarga Pola persepsi dan konsep diri Pada pasien amputasi biasanya akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien juga merasa harga dirinya rendah, dan dapat menimbulkan stress dan bisa mengakibatkan risiko bunuh diri
Pola sensosori kognitif Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan sedang pada pola kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.
Pola hubungan peran Biasa nya pada pasien dengan amputasi akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.
Pola penanggulangan stress Perlu ditanyakan pada pasien apakah amputasi yang di alaminya membuat pasien menjadi stress dan perlu di tanyakan apakah masalah dipendam sendiri atau dirundingkan dengan keluarga.
Pola reproduksi seksual Biasanya pasien dengan amputasi yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami gangguan seksual, jika belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
Pola tata nilai dan kepercayaan Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan atau mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan secara head to toe a)
Kepala Tidak ada gangguan , simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri kepala
b)
Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, reflek menelan positif.
c)
Muka Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, dan tidak ada oedema.
d)
Mata Bisa terjadi anemis (karena terjadi perdarahan)
e)
Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f)
Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernapasan cuping hidung.
g)
Mulut dan faring Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
h)
Thoraks Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i)
Paru (1) Inspeksi
Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. (2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama (3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya. (4) Auskultasi
nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainya seperti stridor dan ronchi.
j)
Jantung (1) Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis (2) Palpasi
iktus tidak teraba (3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur k)
Abdomen (1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris (2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba (3) Perkusi
Suara thympani (4) Auskultasi
Peristaltik usus normal
l)
20 kali/menit
Sistem integumen Terdapatnya erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, oedema, nyeri tekan.
m) Ekstermitas Terdapat luka terbuka pada femur, perbedaan ukuran pada ekstermitas bawah kiri dan kanan karena amputasi ataupun atau pun salah satu ekstermitas terdapat nyeri pada ekstermitas yang amputasi
Pemeriksaan Diagnostik
Foto Rontgen Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
CT Scan Mengidentifikasi
lesi
neopalstik,
osteomfelitis,
hematomaAngiografi dan pemeriksaan aliran darah
pembentukan
Mengevaluasi
perubahan
sirkulasi
/
perfusi
jaringan
dan
membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi
Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
Biopsi
Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
Led
Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
Hitung darah lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik 2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cidera kimiawi kulit 4. Resiko infeksi 5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang 6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh 7. Harga diri rendah situasional
Diagnosa dan Intervensi keperawatan
No
Diagnosa
Noc
Nic
Keperawatan
1
Nyeri
akut
berhubungan dengan agen cidera fisik
a. Pain level b. Pain control c. Comfortlevel Kriteria hasil : a. Mampu mengontrol nyeri, (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
Pain management : a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi. b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan. c. Gunakan teknik
mencari bantuan). b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. c. Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri). d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien. d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaandan kebisingan. e. Kurangi faktor presipitasi nyeri. f. Ajarkan teknik non farmakologi. Tingkatkan istirahat. g. Kolaborasi dengan dokter dalam emberian analgetik. Analgesica dministration : a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat. b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi. c. Cek riwayat alargi. d. Berikan analgesik tepat waktu terutama
2
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
a. Joint movement : active. b. Mobility level. c. Self care : ADL. d. Transfer performance. Kriteria hasil : a. Pasien meningkat dalam aktivitas fisik. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas. b. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah. c. Memperagakan penggunaan alat. Bantu untuk mobilisasi walke(r).
Exercise therapy : ambulation a. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah atau sebelum latihan dan lihat respon pasien saat latihan. b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi Sesuaidengan kebutuhan. c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera. d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi. e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan. f. Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu pemenuhan kebutuhan. ADL a. Berikan alat bantu jika klien memerlukan. b.Ajarkanpasien bagaimana merubahposisi dan berikan bantuanjika diperlukan
3
Kerusakan integritas kulit
berhubungan
dengancidera kimiawi kulit
4
Resikoinfeksi berhubungan dengan pertahanan
tubuh
primer tidak adekuat
a. Tissue integrity : skin and mucous. b. Membranes. c. Hemodyalis akses. Kriteria hasil : a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) tidak ada luka atau lesi pada kulit. b. Perfusi jaringan baik. c. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang. d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
a. Immune status. b. Knowledge : infection control c. Risk control Kriteria hasil : a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi. b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya. c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. Jumlah leukositdalam batas normal.
Pressure management : a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. c. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali. Insision site care : a. Membersihkan, mengganti, serta memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan. b. Monitor proses kesembuhan area insisi. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi.
Infection control (kontrol infeksi) : a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. b. Pertahankan teknik isolasi. c. Batasi pengunjung bila perlu. d. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung. e. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan. Cuci tangan setiap
e. Menunjukkan
perilaku
hidup sehat.
5
Harga
diri
situasional
rendah
a. Body image, disturbed. b. Coping, ineffective. c. Personal identity, disturbed. d. Health behavior, risk e. Self esteem situasional, low Kriteria hasil : a. Adaptasi terhadap ketunadayaan fisik : respon adaptif klien terhadap tantangan fungsional penting akibat ketunadayaan fisik. b. Resolusiberduka : penyesuaian dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang akan terjadi. c. Penyesuaian psikososial, perubahan hidup : respon psikososial adaptiv individu terhadap perubahan bermakna
Self esteem ebhancement a. Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi situasi. b. Dorong pasien mengidntifikasi kekuatan dirinya. c. Ajarkan keterampilan perilaku yang positif. d. Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika perlu. e. Buat statement positif terhadap pasien. f. Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif. g. Dukung pasien untuk menerima tantangan baru. Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri. h. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain danpelayanan keagamaan. i. Body imageenhancement counseling Menggunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah, atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan ataumendukung koping, pemecahan masalah Coping Enhancement
DAFTAR PUSTAKA
NANDA, Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2015 s/d 2017 , Jakarta : EGC Nursing Outcomes Classification Nursing Interventions Classificatiom Smeltzer,
Suzane.
2002,
Keperawatan
Medikal
Bedah.
Jakarta
:
EGC