APPENDISITIS PERFORATA I.
ANATOMI APPENDIKS
Appendiks merupakan merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), cm), dengan diameter 0,7 0,7 cm dan berpangkal di sekum. sekum. Di pangkalnya terdapat valvula appendikularis (Geralchi). Lumennya sempit di bagia bagian n prok proksim simal al dan dan meleb melebar ar di bagia bagian n dista distal. l. Pada Pada bayi, bayi, appe append ndiks iks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. ujungnya. Appendiks Appendiks terletak di puncak sekum pada pertemuan ketiga tinea coli (tinea libera libera,ti ,tina na colic colica a dan dan tinea tinea omentu omentum). m). Appe Append ndiks iks berge bergerak rak dan ruang ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.
Gambar appendiks Enam puluh lima persen kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Pada kasus kasus selebihn selebihnya, ya, appendik appendiks s terletak terletak retroper retroperiton itoneal eal (dibelak (dibelakang ang sekum), sekum), dibelang kolon ascendens, atau di tepi lateral kolon ascendens. Beberapa jenis posisi posisi appendiks: appendiks: 1. Promontorik promontorium sacrum
:ujung
appendiks
menunjuk
ke
2. Retrocolic :appendiks be berada di di be belakang ko kolon ascendens dan biasanya retroperitoneal 3. Antecaecal
:appendiks berada di depan sekum
4. Paracaecal belakang sekum
:appendiks
5. Pelv Pelvic ic desc descen ende dens ns (30 (30%) minor
: app appen endi diks ks meng mengg gantu antung ng ke ara arah pel pelvi vis s
terletak
6. Retrocaecal (70%) :intraperitoneal atau appendiks berputar ke atas di belakang sekum
horizontal
di
retroperitoneal,
Gambar Posisi appendiks: a. Appendik Appendiks s yang yang mengar mengarah ah ke pelv pelvis is minor minor b. Retr etroce ocecal c. Pre-ileal d. ret retroi roileal leal
Vascularisasi dan Persarafan Appendiks berasa sall dari dari arte arteri ri appe append ndik ikul ular aris is yang yang Pendarah Pendarahan an append appendiks iks bera merupak merupakan an arteri arteri tanpa tanpa kolatera kolateral. l. Arteri Arteri appendi appendikul kularis aris berasal berasal dari arteri arteri ileoko ileokolik lika, a, caban cabang g dari dari arter arterii mesen mesenter terika ika supe superio rior. r. Arter Arterii mesen mesenter terika ika superior berasal dari Aorta abdominalis. abdominalis. Untuk pembuluh darah vena , vena
2. Retrocolic :appendiks be berada di di be belakang ko kolon ascendens dan biasanya retroperitoneal 3. Antecaecal
:appendiks berada di depan sekum
4. Paracaecal belakang sekum
:appendiks
5. Pelv Pelvic ic desc descen ende dens ns (30 (30%) minor
: app appen endi diks ks meng mengg gantu antung ng ke ara arah pel pelvi vis s
terletak
6. Retrocaecal (70%) :intraperitoneal atau appendiks berputar ke atas di belakang sekum
horizontal
di
retroperitoneal,
Gambar Posisi appendiks: a. Appendik Appendiks s yang yang mengar mengarah ah ke pelv pelvis is minor minor b. Retr etroce ocecal c. Pre-ileal d. ret retroi roileal leal
Vascularisasi dan Persarafan Appendiks berasa sall dari dari arte arteri ri appe append ndik ikul ular aris is yang yang Pendarah Pendarahan an append appendiks iks bera merupak merupakan an arteri arteri tanpa tanpa kolatera kolateral. l. Arteri Arteri appendi appendikul kularis aris berasal berasal dari arteri arteri ileoko ileokolik lika, a, caban cabang g dari dari arter arterii mesen mesenter terika ika supe superio rior. r. Arter Arterii mesen mesenter terika ika superior berasal dari Aorta abdominalis. abdominalis. Untuk pembuluh darah vena , vena
appendikularis berasal dari vena ileocolica. Vena ileocolica menuju ke vena mesenter mesenterica ica superior superior.. Vena Vena mesenter mesenterica ica superio superiorr menuju menuju ke vena vena porta. porta. Vena porta terbentuk dari persatuan antara vena mesenterika superior dan vena lienalis.
Gambar pendarahan appendiks Appendiks mendapat persarafan persarafan dari parasimpatis parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang Nervus Vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Topograf Topografii append appendiks: iks: pangkal pangkal appendi appendiks ks terleta terletak k pada pada titik titik Mc Burney Burney.. Terdapat beberapa garis yang membantu dalam identifikasi appendiks: 1. Garis Monroe
: Garis antara umbilicus dengan SIAS kanan
2. Titik Mc. Burney Monroe
: Se Sepertiga ba bagian da dari SI SIAS ka kanan pa pada ga garis
3. Titik Lanz : Se Seperenam ba bagian da dari SI SIAS ka kanan pa pada garis antara SIAS kanan hingga SIAS kiri
4. Titik Munro : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan SIAS kanan dengan simfisis.
Gambar titik McBurney II. EMBRIOLOGI APPENDIKS
Appendiks berasal dari midgut bersama dengan ileum dan colon ascenden. ascenden. Cecum pertama kali terlihat pada saat usia kehamilan mencapai 5 minggu, minggu, dengan dengan appendi appendiks ks pertama pertama kali terlihat terlihat sekitar sekitar usia usia kehamila kehamilan n 8 mingg minggu u sebag sebagai ai kanto kantong ng yang yang keluar keluar dari dari caecu caecum. m. Appen Appendik diks s awaln awalnya ya menonjol dari bagian apeks cecum, tetapi dasarnya secara berangsur-angsur berp berput utar ar ke loka lokasi si yang ang lebi lebih h medi medial al kear kearah ah katu katub b ileo ileoce ceca cal. l. Sela Selama ma perkembangannya, usus melakukan beberapa kali putaran, dengan cecum berakhir tetap di kuadran kanan bawah. Karena muara appendiceal selalu pada pertemuan taena cecal, lokasi akhir appendiks ditentukan dengan lokasi dari cecum.. III. FISIOLOGI APPENDIKS
Appendiks menghasilkan menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya normalnya dicu icurahk ahkan kedalam lam lumen umen dan selan lanjut jutnya nya meng mengal aliir ke seku ekum. Immun Immunog oglob lobul ulin in sekre sekretoa toarr yang yang dihas dihasilk ilkan an oleh oleh GALT GALT (gut (gut assoc associat iated ed lymp lympho hoid id tiss tissue ue)) yang ang terd terdap apat at di sepa sepanj njan ang g salu salura ran n cern cerna a term termas asuk uk append appendiks iks ialah ialah IgA, IgA, Immunogl Immunoglobul obulin in ini sangat sangat efektif efektif sebagai sebagai pelindu pelindung ng terhadap infeksi. Pengangkatan Pengangkatan appendiks appendiks tidak mempengaruhi mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya jumlahnya di saluran saluran cerna dan di seluruh seluruh tubuh. tubuh.
IV. HISTOLOGI APPENDIKS
Lapisan-lapisan appendiks terdiri dari: 1. Tunika mukosa
: memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus
2. Tunika submukosa
: mengandung banyak folikel limfoid
3. Tunika muscularis : stratum sirkular di sebelah dalam dan stratum longitudinal (gabungan ketiga tinea coli) disebelah luar 4. Tunika serosa
:bila
terletak
intraperitoneal,
asalnya
dari
peritoneum visceral
Gambar
: Histologi dari appendiks
Appendiks tersusun dari unit-unit besar yang saling berulang yaitu folikel limfoid,setiap folikel ini dibagi menjadi puncak apikal, nodule basal yang besar dengan germinal di tengahnya, dan di bagian lateralnya memanjang timus. Di bagian puncak epitel terdiri dari sel kolumnar absorptive dan folikel khusus yang berkaitan dengan epitel dimana berfungsi efisien dalam transportasi material dari lymen ke jaringan limfoid dan juga mengantarkan makromolekul dari folikel limfoid ke lumen. Puncak dari epitel secara normal mempunyai banyak limfosit didalamnya sama seperti sejumlah kecil dari makrofag dan sel plasma. Makrofag dan mungkin sel yang berkaitan dengan epitel mempunyai kemampuan untuk memproses dan
menghadirkan antigen limfosit yang reaktif. Proliferasi limfosit dan differensiasi pada respon stimulasi antigen dimulai didalam folikel limfoid. Tetapi sebagian besar limfosit keluar melalui system limfatik,migrasi melalui nodus limfatikus dan limpa, secara rutin untuk menyelesaikan differensiasi sekresi sel plasma IgA di lamina propria dari permukaan mukosa. Fungsi normal appendiks mungkin untuk membantu menekan penghancuran antibody humoral pada respon yang berkaitan dengan antibody lokal. V. TINJAUAN UMUM APPENDISITIS
PEMBAGIAN APPENDISITIS : 1.
Appendisitis akuta tanpa perforasi ( Simple Appendicitis Acuta ).
2.
Appendisitis akuta dengan perforasi:
Lokal peritonitis. Abses. Peritonitis umum. Appendisitis kronika.
3.
Appendisitis Akut 1. Epidemiologi: Insidens appendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.
2. Etiologi Appendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Ada berbagai hal yang berperan sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan factor yang diajukan sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan limf,fecalith,tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Sembelit
katub ileosekal kompeten
Flora kuman kolon meningkat
tekanan di sekum tinggi Appendicitis mukosa
Erosi selaput lendir (E. histolytica)
Pengosongan isi appendiks Terhambat: 1. Stenosis
Appendicitis
2. Pita/adhesi 3. Mesoappendiks pendek
Patologi
Patologi appendicitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum,usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikuler. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abeses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,appendicitis akan sembuh dan massa periappendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Gambar lumen appendicitis akut Tampak darah dan debris dalam lumen appendiks. Mukosa sebagian besar hancur oleh proses inflamasi
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan yang berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika,organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
Gambar appendicitis akut
Gambar histology appendicitis akut Tampak netrofil pada mukosa dan diantara otot-otot appendiks
Gambaran Klinis
Gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik appendicitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Pada umumnya nafsu makan akan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ketitik McBurney. Disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila letak appendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda perangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea rah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi Musculus psoas mayor yang menegang dari dorsal. Appendiks yang terletak di rongga pelvis bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda perangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltis meningkat,pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih dapat terjadi peningkatan frekuwensi kencing karena rangsangan dindingya. Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Daslam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi letarkik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering appendicitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut, mual,dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke region lumbal kanan. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 derajat Celsius. Bila suhu lebih tinggi mungkin terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rectal sampai 1 derajat Celsius. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periappendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada appendicitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil, karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau appendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendiks. Peristaltis usus sering normal; peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforate. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendicitis pelvika. Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks meradang menempel di musculus psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Gambar uji psoas
Uji obturator digunakan untuk melihat apakan appendiks yang meradang kontak dengan musculus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendicitis pelvika.
Gambar uji obtorator Diagnosis
Untuk diagnosis, sebaiknya dilakukan obseservasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Meskiupun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendicitis akut mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip appendicitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi,menstruasi,radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain. Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:
Gejala
Skor
Perpindahan nyeri
1
Anoreksia
1
Mual / muntah
1
Hasil pemeriksaan fisik
Nyeri tekan (kwadran kanan bawah)
2
Nyeri lepas
1
Peningkatan suhu tubuh (38,5 0C)
1
Laboratorium
Leukositosis
Pergeseran ke kiri (polimorfonuklear leukosit)
2
1
Total 10
Sumber : R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2005. Buku ajar ilmu bedah
Dari tabel di atas kemudian dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang diperoleh tersebut. Interpretasi skor:
Skor
>8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patolgi anatomi. Skor
2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun
CT
scan. Skor
<2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan dilakukan follow up pada pasien ini.
perlu
catatan tetap
Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis appendicitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. Tatalaksana
Appendiktomi direncakan pada infiltrate periappendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan appendiktomi. Pada anak kecil,wanita hamil, dan penderita usia lanjut,jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses dianjurkan operasi secepatnya. Kalau sudah terjadi abses,dianjurkan drainase saja dan appendiktormi dikerjakan seletah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses,dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah. Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks
sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi . Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi 1. cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau
pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan. 2. antibiotik : pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen , antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin – sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting , setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi,
diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup. Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses dilalukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter , endoloops, stapling devices. Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai
beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan DIAGNOSA BANDING APPENDICITIS ACUTA:
Gastroenteritis
Pada Pasien terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal karena hitung normal. Limfedenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut samar terutama kanan. Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat. Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada gadis
dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Rasa nyeri pada colok vagina jika uterus diayunkan. Gangguan alat kelamin perempuan
Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis.
Divertikulosis Meckel
Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang rnirip pada apendisitis akut dan diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama. Intussusception
Ini harus dibedakan dengan apendisiit akut karena pengobatan berbeda umur pasien sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2 tahun. Ulkus Peptikum yang Perforasi
Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum). Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra abdominal/pelvis, sepsis, syok, dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas maupaun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan, sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus. Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan . APPENDICITIS REKURENS
Diagnosis appendicitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya appendiktomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan appendicitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidens appendicitis rekurens adalah 10% dari specimen appendiktomi yang diperiksa secara patologik. Pada appendicitis rekurens biasanya dilakukan appendiktomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
APPENDICITIS KRONIK
Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: 1. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu 2. Radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik 3. Keluhan menghilang setelah appendiktomi
Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah 1. Fibrosis menyeluruh dinding appendiks 2. Sumbatan parsial atau total lumen appendiks 3. Adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa
4. Infiltrasi sel inflamasi kronik Insidens appendicitis kronik adalan antara 1-5 % Gejala klinis: 1. Reccurent/Interval Appendicitis:
Penyakit sudah berulang – ulang dan ada interval bebas.
Biasanya pada anamnesa ada appendicitis acuta kemudian sembuh,
setelah beberapa lama kumat lagi tapi lebih ringan.
Gejala utama dari kumat I dan kumat II dst adalah gejala DYSPEPSI
(diare, mual-mual, enek, tidak enak makan).
Pemeriksaan klinis: Nyeri di titik Mc Burney’s tapi tidak ada defence.
2. Reccurent Appendicular Colic:
Ada obstruksi pada lumen appendixnya. Gejala utama: kolik, tetapi tidak ada panas. Kolik disekitar umbilicus/
ke arah lateral/ epigastrium.
Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan di Appendix
Appendisitis kronis-HISTOLOGI
-APPENDICITIS PERFORATAI. INSIDENS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Appendisitis Perforata terjadi lebih sering pada orang tua. Kejadian perforasi meningkat secara langsung dengan umur ; pada umur 70 tahun, 70% sampai 90% pasien akan muncul dengan perforasi. Walaupun perubahan pada struktur dan aliran darah appendiks telah berimplikasi pada tingginya insidens perforasi, data yang mendukung sedikit. Teori bahwa appendisitis berkembang secara lebih cepat di kelompok umur ini juga tidak pasti.
Lamanya durasi timbulnya gejala, kesalahan dari diagnosis, dan penundaan lama operasi dilakukan adalah yang paling berpengaruh. Adanya fekalit di dalam lumen juga juga berperan dalam terjadinya Appendisitis perforata Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orangtua adalah - Gejalanya yang samar, - Keterlambatan berobat - Adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, - Arteriosklerosis Insidens tinggi pada anak terjadi karena : - Dinding apendiks yang masih tipis - Anak kurang komunikatif sehingga memperlambat waktu diagnosis - Proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang Angka kematian dari Appendisitis Perforasi juga meningkat seiring pertambahan umur, dari 0% pada pasien di bawah 50 tahun ke 11% pada umur 50 sampai 70 tahun dan sampai 32% untuk umur lebih tua dari 70 tahun. II. ETIOLOGI & PATOGENESIS
Appendisitis Perforata diawali oleh Appendistis Akut. Obstruksi dari lumen adalah factor penyebab utama dari Appendisitis Akut. Fekalit adalah kausa yang biasanya menyebabkan obstruksi appendiks. Penyebab yang kurang sering adalah hipertrofi dari jaringan limfoid ; Menyisipnya Barium setelah foto X-Ray sebelumnya ; biji-biji buah dan sayuran ; cacing usus, seringnya adalah ascaris ; akhir-akhir ini penyebab infeksi yang paling sering diperkirakan adalah Yersinia enterocolitica. TABEL -- Bakteri yang Biasanya Diisolasi dari Appendisitis Perforata AEROBIC AND FACULTATIVE
ANAEROBIC
Escherichia coli
Bacteroides fragilis
Viridans streptococci
Other Bacteroides species
Pseudomonas aeruginosa
Peptostreptococcus micros
Group D streptococci
Bilophila species
Enterococcus species
Lactobacillus species Fusobacterium species
Frekuensi obstruksi meningkat dengan keparahan dari proses Inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari Appendisitis akut sederhana, sekitar 65% dari kasus Appendisitis gangrenosa tanpa rupture, dan sekitar 90% dari Appendisitis gangrenosa dengan ruptur. Akibat/peristiwa yang mungkin mengikuti oklusi lumen ialah seperti berikut. Obstruksi tertutup dihasilkan dari sumbatan proksimal, dan sekresi normal yang berlanjut dari mukosa appendiks secara cepat menghasilkan distensi. Kapasitas luminal dari appendiks normal adalah sekitar 0.1 mL. Sekresi dari sedikitnya 0.5 mL distal dari sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal menjadi sekitar 60 cmH2O. Manusia adalah satu dari sedikit spesies dengan appendiks yang memiliki kemampuan mensekresi pada tekanan cukup tinggi untuk akhirnya menghasilkan gangren dan perforasi. Distensi menstimulasi ujung saraf dari serabut nyeri aferen visceral yang menghasilkan nyeri samar, tumpul dan difus pada tengah abdomen atau Epigastrium bawah. Peristaltik juga terstimulasi oleh distensi tiba-tiba, sehingga penegangan(kram) mungkin berimbas pada nyeri visceral pada awal tahap appendisitis. Distensi berlanjut, bukan saja dari sekresi mukosa yang berlanjut, tapi juga dari penambahan/pertumbuhan cepat dari bakteri yang ada pada appendiks. Seiring dengan meningkatnya tekanan pada organ, tekanan vena bertambah. Kapiler dan vena-vena kecil terhenti, tapi aliran arteriol terus berlanjut, sehingga berakibat pada penarikan cairan dan kongesti vaskular. Penggembungan tersebut biasanya menyebabkan reflex mual dan muntah, dan nyeri visceral yang difus menjadi semakin berat. Proses peradangan kemudian mempengaruhi lapisan serosa Appendiks dan kemudian Peritoneum Parietal pada regio tersebut, menghasilkan perpindahan nyeri yang karakteristik ke kuadran kanan bawah. Mukosa dari Traktus Gastrointestinal, termasuk appendiks, sangat mudah terpengaruh oleh kekurangan suplai darah.Karena itu terjadi kelemahan pada awal dari proses, mengakibatkan invasi bakteri pada lapisan-lapisan yang lebih dalam. Seiring distensi progresif mempengaruhi tekanan arteriol, area dengan suplai darah terkecil memperoleh akibat paling buruk : infark-infark kecil terjadi dalam batas bagian usus yang berseberangan dengan tempat perlekatan mesenterium (batas ‘antimesenterik). Dengan adanya distensi, invasi bakteri, menurunnya suplai darah, dan berlanjutnya infark, timbullah perforasi, biasanya melalui satu dari area-area infark pada batas antimesenterik.
Peristiwa berkelanjutan ini tidak konstan/pasti terjadi. Beberapa kasus dari Appendisitis akut rupanya secara spontan mereda Banyak pasien yang pada operasi ditemukan menderita Appendisitis akut sebelumnya memiliki riwayat serangan-serangan sama tapi lebih ringan dari nyeri kuadran kanan bawah. Pemeriksaan patologik dari bagian jaringan appendiks yang diambil dari pasien-pasien ini memperlihatkan penebalan dan jaringan parut, mengindikasikan adanya peradangan akut lama yang telah tersembuhkan.
Perjalanan penyakit
Peradangan awal
Appendisitis Mukosa
Radang di seluruh ketebalan dinding
Radang alat/jaringan yang menempel pada appendiks
Appendisitis gangrenosa
Perforasi
Pembungkusan III.
TANDA DAN GEJALA
Appendektomi segera telah lama menjadi pengobatan yang dianjurkan untuk appendicitis akut karena dikhawatirkan perkembangannya menuju rupture/perforasi. Terlambatnya waktu pengobatan medis menjadi sebab utama terjadinya perforasi ; penyakit ini berkembang menurut patogenesisnya. Perforasi ditandai dengan makin hebatnya nyeri dan lebih tingginya demam (rata-rata, 38.3 °C) daripada di appendisitis. Tidak biasa terjadi untuk appendiks yang meradang untuk perforasi dalam 12 jam pertama. Appendisitis telah berkembang menuju perforasi pada saat
appendiktomi di kira-kira 50% dari pasien-pasien di bawah umur 10 tahun atau lebih dari umur 50 tahun.Hampir seluruh kematian terjadi pada kelompok kedua. Konsekuensi akut dari perforasi beragam dari peritonitis luas ke pembentukan dari sebuah abses kecil yang mungkin tidak secara bernilai mengubah keluhan-keluhan dan gejala-gejala/tanda-tanda dari appendicitis. Perforasi pada wanita muda meningkatkan resiko infertilitas tuba 4 kali lipat.. Appendectomy segera telah lama menjadi pengobatan yang dianjurkan untuk appendicitis akut karena dikhawatirkan perkembangannya menuju rupture/perforasi.. Sebuah penelitian patogenesis dari appendicitis angka 14% normal, 70% meradang, dan 16% perforasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa keterlambatan mendiagnosis bertanggung-jawab untuk mayoritas appendiks terperforasi. Tidak ada cara akurat untuk menentukan kapan dan bilamana sebuah appendiks akan rupture pada awal terjadi proses inflamasi. Walaupun dianjurkan bahwa observasi dan terapi antibiotic bisa menjadi penanganan sesuai untuk appendicitis akut, penanganan nonoperatif beresiko pada morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan Appendiks Perforata. Ruptur Appendiks terjadi paling sering pada distal dari titik obstruksi lumen sepanjang batas antimesenterik dari appendiks. Ruptur harus dicurigai bila terdapat demam yang lebih dari 39°C (102°F) dan hitung leukosit lebih dari 18,000/mm3. Pada mayoritas kasus terdapat ruptur dan pasien memperlihatkan kembali (rebound) nyeri tekan terlokalisir Peritonitis luas akan terjadi bila proses pembungkusan tidak efektif meliputi ruptur. Pada 2 sampai 6 persen kasus, Sebuah massa yang dirasakan nyeri akan terdeteksi pada pemeriksaan fisik. Ini dapat merupakan sebuah phlegmon, berisi nanah/pus dari gelungan usus besar yang melekat pada appendiks meradang yang berdekatan, atau abses periappendiks. Pasien dengan massa tersebut memiliki gejala-gejala dengan durasi lebih lama, biasanya paling sedikit 5-7 hari Bila appendiks ruptur, nyeri abdomen menjadi intens dan lebih difus, spasme muscular meningkat, terdapat peningkatan simultan dari denyut jantung, dengan peningkatan temperatur sampai 39°-40°C. Pada waktu ini, pasien terlihat cukup sakit, dan menjadi jelas bahwa situasi klinik telah memburuk. Jarang, mungkin ada nyeri yang sedikit berkurang dengan ruptur, diperkirakan karena penurunan distensi dari appendiks, namun bebas nyeri yang sebenar-benarnya tidak lazim terjadi. . IV.
A. Peritonitis
KOMPLIKASI
Peritonitis terlokalisir dihasilkan dari perforasi mikroskopik dari Appendix gangrenosa, sedangkan Peritonitis generalisata/menyebar biasanya karena Perforasi besar ke dalam rongga peritoneal. Peningkatan nyeri tekan dan kekakuan, distensi abdominal, dan Ileus adinamik terdaat jelas pada pasien dengan peritonitis, Demam tinggi dan tanda toksisitas berat memperberat perkembangan dari penyakit katastropik ini pada pasien yang tidak tertangani. B.. Abses Appendiceal (Massa Appendiceal) Perforasi terlokalisir terjadi ketika infeksi periappendiceal dibungkus oleh omentum dan visera sekitar. Tanda klinisnya termasuk penemuan yang lazim terjadi pada apendisitis ditambah massa di kuadran kanan bawah. USG atau CT scan harus dilakukan; sebuah abses ditemukan, dan paling baik ditangani dengan aspirasi yang dipandu dengan USG perkutaneus. Ketika ahli bedah menemukan sebuah abses yang tidak diharapkan selama appendiktomi, biasanya paling baik adalah terus maju dan memotong appendiks. Bila abses besar dan diseksi lebih jauh berbahaya, drainase merupakan cara tepat. D. Pylephlebitis Pylephlebitis thrombophlebitis supuratif dari system vena portal. Menggigil, demam tinggi, Ikterus ringan, dan, kemudian, abses-abses hepatic adalah tanda khas dari kondisi parah ini. Karena itu, adanya demam menggigil, gemetar pada seorang pasien dengan appendicitis akut membutuhkan terapi antibiotic kuat untuk mencegah proses pylephlebitis. E. Syok F. Sepsis V.
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS 1. Peritonitis karena sebab lain, contoh : Perforasi Diverticulitis
Perforasi dari diverticulitis kolon ascenden
2.
epiploic appendagitis,
3. omental infarction
VI. DIAGNOSIS Gejala-gejala klinis penting untuk Diagnosis Pemeriksaan Laboratorium
Perforasi harus dicurigai bila hitung leukosit lebih dari 18,000/mm3. Radiografi abdomen
Jarang adanya appendiks perforasi dengan pneumoperitoneum (1 to 2%). USG Abdomen
Sebagai tambahan, perforasi secara signifikan mengurangi ketepatan diagnostik dari kompressi bertingkat dari appendiks. Karena itu, Diagnosis ultrasonographik dari appendisitis perforata tergantung pada penemuan sekunder cairan periappendiseal, massa, dan kehilangan integritas dari lapisan submukosa. CT Scan Abdominal
Distensi Gas dari lengkungan usus besar kuadran kanan bawah mengindikasikan perforasi sehingga harus dilakukan CT. Studi Imaging sebelumnya untuk
menerapkan akurasi dan kewajiban potensial dalam merencanakan intervensi dari abses appendiseal atau phlegmon.. CT scan adalah cara terbaik untuk mendeteksi trombosis dan gas di vena porta. Sebagai tambahan antibiotic, pembedahan/operasi segera diindikasikan untuk menangani appendicitis atau sumber-sumber infeksi lainnya (co:divertikulitis) Kemampuan untuk membedakan appendisitis akut, tanpa komplikasi dengan perforasi berdasarkan penemuan klinis sering sulit, tapi hal tersebut sangat penting karena penanganannya berbeda. CT scan bisa menjadi sangat penting sebagai penunjuk terapi
Perforated appendicitis in a 31-year-old man. (A) There is free air (arrows) and free fluid anterior to the liver. (B) The appendix is identified with a thick wall (arrow) and surrounding inflammatory changes.
Perforated appendicitis with resultant small bowel obstruction in a 51-year-old man. (A) The bowel obstruction is evident on the scout digital radiograph. (B)
Although it is difficult to identify an appendix, an appendicolith is seen on a CT image through the right lower quadrant (arrow).
VII. TERAPI
Manajemen dari Appendisitis perforata gangrenosa berbeda dari penyakit akut non perforasi.. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitist perforasi. Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid. Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi. Pada pasien-pasien ini, appendiks telah terperforasi, sehingga kebutuhan untuk intervensi segera menjadi kurang jelas.Pasien-pasien dengan appendicitis perforata akan sering memiliki durasi lebih lama dari gejala-gejala, demam tinggi, dan hitung
leukosit yang lebih banyak. Banyak dari pasien volume berkurang dan membutuhkan beberapa jam atau lebih dari resusitasi cairan sebelum intervensi operatif. Penting adanya untuk memastikan bahwa pasien teresusitasi secara adekuat sebelum melakukan suatu operasi. Pasien dengan perforasi telah mengalami peritonitis dan harus menerima Terapi antibiotic intravena broad spektrum yang sesuai, yang langsung dimulai secepatnya setelah diagnosis ditegakkan.Durasi terapi controversial. Beberapa penulis merekomendasikan waktu empirik penanganan 7 atau 10 hari. Yang lain menyarankan penanganan sampai pasien afebris dengan hitung leukosit normal. Seperti appendicitis akut, ada 2 pendekatan yang mungkin dilakukan : laparotomi terbuka atau laparoskopi.Terdapat beberapa kontroversi tentang penggunaan laparoskopi pada pasien dengan penyakit lanjut karena insiden pembentukan abses intra-abdominal pasca operasi pada beberapa seri telah secara bernilai lebih tinggi dengan laparoskopi dibandingkan dengan pendekatan terbuka. Peningkatan bermakna dari infertilitas tuba yang merupakan lanjutan dari perforasi pada wanita muda juga dapat dicegah dengan Apendektomi dini. Prophylactic antibiotics are indicated preoperatively. A single-drug regimen, usually a cephalosporin, is as effective as more aggressive multiple-drug combinations. The practice of routinely culturing abdominal fluid is of no practical value even when the appendix has perforated. The organisms obtained are the usual fecal flora. Drain Abdominal dilakukan hanya untuk menangani abses-abses yang ada, tidak untuk peradangan difus atau cairan abdominal. Bila seorang pasien dengan appendicitis tidak dapat memperoleh pelayanan fasilitas bedah modern, penanganannya adalah hanya dengan antibiotic. Pencegahan komplikasi dengan pendekatatn ini baik. Phlegmon dan abses-abses kecil dapat ditangani secara konservatif dengan antibiotikantibiotik intravena ; abses-abses yang terlokalisasi baik mungkin teratasi dengan drainase perkutan ; dan abses-abses yang kompleks harus diarahkan pada drainase operatif. Bila drainase operatif dibutuhkan, hal tersebut harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan ekstraperitoneal, dengan appendektomi dilakukan pada kasus-kasus di mana appendiks dapat dijangkau. Appendektomi yang dilakukan paling sedikit 6 minggu setelah kejadian akutnya telah secara klasik direkomendasikan untuk semua pasien yang ditangani dengan cara nonoperatif atau dengan drainase simple dari abses. Kejadian appendicitis rekuren yang dilaporkan pada pasien yang tidak dilakukan appendektomi interval beragam dari 0-37%, dan tertinggi selama tahun pertama. Karena Karsinoma Sekal terperforasi dapat salah dianggap Abses appendiks, pada semua pasien yang lebih 50 tahun harus dilakukan Barium enema atau Pemeriksaan kolonoskopik pada awal Appendiktomi interval.
APENDEKTOMI GASTROINTESTINAL BAWAH
Indikasi
1. Darurat –apendisitis akut 2. Elektif – apendektomi ‘interval’ setelah terapi konservatif suatu massa apendiks. Persiapan
1. Anestesi umum 2. Antibiotik profilaksis 3. Posisi terlentang Prosedur
Insisi lazim untuk apendektomi diperlihatkan pada Gambar 1.1. Insisi klasik dibuat pada titik McBurney –titik yang diproyeksikan pada dua pertiga garis antara spina iliaca anterior superior dengan umbilikus. Insisi dibuat tegak lurus (90o) terhadap garis imajiner ini. Insisi Lanz ‘4’ memiliki efek lebih baik terhadap kosmetik, dan dengan menarik kulit ke atas kearah pinggir iga sebelum insisi, akan menghasilkan parut agak ke bawah. Pada pasien usia setengah baya atau pasien usia lanjut, insisi transversal rendah atau insisi median harus dipertimbangkan jika ada keraguan diagnosis. Sayat aponeurosis obliqus externus sejajar dengan serabutnya; ini memaparkan obliqus internus. Jika anda melakukan insisi terlalu ke tengah, anda akan melihat fasia rektus. Potong serabut obliqus internus dengan arah melintang dengan gunting dan selesaikan pembelahan dengan menggunakan jari atau sepasang retraktor untuk memperbesar defek.
Transversus abdominis
Transversus abdominis Abdominis
Obliqus externus
Gambar. Tarik peritoneum ke atas dengan dua klip kecil dan lakukan sayatan dengan scalpel. Semburan cairan keruh menunjukkan apendisitis.
peritoneum
Omentum juga bisa segera terlihat pada apendisitis akut. Ambil sampel nanah untuk kultur dan tes kepekaan kuman. Identifikasi sekum dari taenia dan bawa keluar luka insisi bersama-sama apendik. Jika apendik terletak retrosekal atau di dalam panggul, congkel keluar dengan telunjuk kanan. Jika masih tidak mungkin membawa apendik ke arah luar, perbesar insisi. Ini terbaik dilakukan dengan memisahkan serat-serat obliqus
internus ke arah lateral dan medial. Pada pasien gemuk fasia rektus juga bisa diinsisi untuk memungkinkan paparan yang cukup. Setelah apendik di bawa ke permukaan,pegang dengan dua forsep jaringan. Potong mesoapendik di antara klip arteri,sambil mengikat pedikel dengan benang serap.
Gunakan jahitan purse string atau ‘Z’ pada dasar apendik dengan benang serap ukuran 2/0. Gencet dasar apendik dengan forsep berat dan ikat ke arah proksimal dengan benang serap ukuran 0. Angkat apendik dan tanam puntungnya dengan mengencangkan jahitan purse string. Dianjurkan memegang dasar yang telah diikat di bawah purse string dan dorong ke bawah saat pursestring dikencangkan Sedot setiap cairan bebas yang tersisa dan bilas rongga peritoneum. Tutup dinding abdomen lapis demi lapis dengan jahitan serap. Gunakan jahitan kontinyu untuk peritoneum dan dekatkan obliqus internus dengan jahitan terputus. Tutup defek di obliqus internus dengan jahitan kontinyu dan kulit dengan jahitan subkutis.
Dorong
Pokok-pokok penting
1. Jika ada abses dan apendik tak bisa ditemukan, tempatkan suatu drain ke abses dan tutup abdomen. 2. Jika anda dapatkan karsinoma sekum, lakukan hemikolektomi dekstra . 3. Jika apendik normal cari divertikulum Meckel, patologi ginekologi (pada wanita) atau divertikulitis sigmoid. Jika anda dapatkan masalah ginekologi, konsul ahli kebidanan. 4. Pada anak, perhatikan dengan seksama mesenterium ileal untuk limfadenopati— adenitis mesenterium. 5. Jika benar apendik terletak retrosekal, sekum bisa dimobilisir dengan memisahkannya dari perlekatan peritoneum lateral seperti untuk hemikolektomi dekstra.
LAPAROTOMI Laparotomi eksploratif sebaiknya dikerjakan sebelum setiap prosedur abdomen. Diperlukan kecermatan karena patologi yang tidak terduga sebelumnya sering terungkap. Mulai dari hiatus esofagus dan telusuri arah berlawanan jarum jam. Raba esofagus distal dan lambung. Lihat dan raba duodenum. Palpasi hati, kandung empedu dan ginjal kanan. Berjalan ke bawah sepanjang kolon kanan ke sekum kemudian taruh satu tangan di rongga panggul. Gerakkan ke atas kolon sigmoid sampai kolon desenden dan ketika mencapai fleksura lienalis, raba limpa dan ginjal kiri. Selesaikan sirkuit sebelah luar dengan palpasi sepanjang kolon transversum dan jangan lupa pankreas serta aorta. Kemudian, jalan terus ke usus halus dan sirkuit dalam. Mulai dari ligamen Treitz dan dengan seksama palpasi sepanjang jejunum dan ileum sampai anda mencapai sekum.
Gbr 1.5 Sirkuit laparotomi
PENUTUPAN LUKA Median Teknik ‘mass-suture’ yang menggabung peritoneum dan linea alba sering dilakukan dan lebih cepat dan sama efektifnya dengan menutup masing-masing lapisan sepanjang kaidah-kaidah tertentu dipatuhi. Benang harus memiliki ukuran 0 atau 1 dan terbuat dari bahan yang tidak diserap, bisa loop atau single-stranded (utas tunggal). Jarak antar jahit adalah 1 cm. Dan mulai jahitan dari 1 cm ujung luka, dan berjalan vertikal sepanjang dinding abdomen. Dengan menggunakan teknik ini panjang benang jahit yang digunakan harus paling sedikit empat kali panjang luka operasi(kaidah Jenkin). Gbr 1.
Tidak perlu simpul
Setelah jahitan selesai, sebaiknya simpul ditanam untuk mencegah iritasi. Paramedian Tutup peritoneum dengan menggunakan benang ukuran 1 yang bisa diserap. Yang dibutuhkanhanyalah teknik sederhana ‘over and over’. Fasia rectus anterior kemudian ditutup seperti halnya untuk insisi median, juga dengan menerapkan kaidah Jenkin. Jahitan kencang (Tension sutures)
Jahitan klasik semua lapisan dengan menambahkan rubber atau plastic sleeves adalah tidak efisien, bahkan bisa merusak kulit dan efek kosmetiknya buruk. Oleh karena itu cara ini sebaiknya dihindari. Pasien-pasien yang lemah dan kurang gizi, mengalami distensi abdomen atau sedang mendapat steroid sering memerlukan penutupan luka yang lebih kuat dengan jahitan terputus rangkap dua (jauh dan dekat) sebagaimana dilukiskan oleh Profesor L.E. Hughes. Gbr 1.7
Rangkap Dua
Jahitan ini dibentuk dengan benang ukuran 1/0 atau 2/0 yang tidak diserap, dan ditempatkan di fasia rectus anterior atau linea alba setiap beberapa sentimeter di seluruh panjang luka. Semua jahitan rangkap dekat-dan-jauh harus dilakukan sebelum penutupan dengan jahitan kontinyu standar dengan benang yang tidakdiserap. Saat jahitan kontinyu berjalan ke atas, jahitan dekat-dan-jauh diikat untuk memperkuat.
Tutup dengan lengkung nilon kontinyu dan jahit rangkap dua jauh dan dekat
PENUTUPAN LUKA Penutupan kulit Banyak cara menutup insisi kulit dan setiap dokter bedah memiliki teknik yang disukainya. Untuk kebanyakan luka operasi, penutupan subkutis mungkin dilakukan dan menghasilkan efek kosmetik yang baik. Benang ukuran 2/0 yang tidak berwarna dan bisa diserap lebih disukai karena tidak perlu dilepas dan tidak mengubah warna kulit. Cara lain mencakup benang subkutis yang tidak diserap atau staple.
Jahit subkutis
Untuk luka-luka operasi yang kecil, bisa digunakan jahitan terputus (interrupted). Ini meliputi jahitan terputus sederhana, vertical matras dan horisontal matras. Pokok-pokok penting 1. Usahakan posisi pasien simetris pada meja operasi sebelum memulai insisi.
2. Jika sebelumnya sudah ada bekas insisi, coba buat insisi di lokasi berbeda. 3. Manfaatkan seluruh panjang insisi dan jangan takut menambah panjang insisi jika perlu. Komplikasi besar bisa terjadi melalui lubang kecil! 4. Paparan yang baik adalah rahasia keberhasilan, sehingga jangan teruskan operasi sebelum anda mengusahakan hemost dan memiliki cukup retraktor untuk memaparkan medan operasi. 5. Sebelum menutup kulit, ada manfaatnya untuk memberikan anestesi infiltrasi fasia rectus dan kulit dengan bupivicaine 0,25% untuk mengurangi nyeri pasca operasi. 6. Jika luka operasi sukar ditutup, check dengan ahli anestesi apakah pasien relaksasi sempurna.
jahit terputus sederhana
Jahit matras vertikal
Jahit matras horizontal LAPAROSKOPI
Komponen-kompenen esensial dari laparoskopi adalah: 1. Membuat dan mempertahankan pneumoperitoneum 2. Insersi trokar 3. Inspeksi rongga peritoneum 4. Melepas trokar dan menutup luka. Membuat dan mempertahankan pneumoperitoneum Pneumoperitoneum bisa dibuat dengan salah satu dari dua metode berikut. 1. Laparoskopi tertutup dengan jarum Veress Sebelum memulai operasi, tempatkan pasien dalam posisi Trendelenburg untuk menjauhkan usus dari panggul. Dengan memakai scalpel lakukan insisi 1-2 cm di bawah umbilikus (bisa transversal atau vertikal) dan perdalam sampai fasia rektus. Sementara memegang dinding abdomen ke arah atas, masukkan dengan hati-hati jarum Veress secara tegak lurus sampai anda merasa tak ada tahanan. Ini berarti anda telah memasuki rongga peritoneum dan arah diubah sehingga menunjuk kira-kira 45o ke arah panggul. 45
Gunakan saline drip test untuk menunjukkan insersi memuaskan, atau tes aspirasi untuk memastikan tidak ada cairan balik. 2. Laparoskopi terbuka dengan kanula Hassan Melalui insisi yang serupa, raih dan insisi fasia rektus. Tempatkan benang pada kedua sisi linea alba. Gbr 1.12
Sayat peritoneum dan akses ke dalam rongga peritoneum di bawah inspeksi langsung. Masukkan sebuah jari dan pisahkan setiap perlengketan di bawah insisi. Masukkan port dan gunakan benang tadi untuk memegang port di tempatnya. Gbr 1.13
Gbr 1.11 LAPAROSKOPI Teknik ini bisa digunakan rutin tetapi sangat berguna bila ada operasi abdomen sebelumnya. Dengan perlahan, lakukan insuflasi dengan CO2 ( 1L/menit), perhatikan tekanan intraabdomen tidak melebihi 0-5 mmHg. Perkusi abdomen untuk mengusahakan distensi abdomen simetris. Tambah aliran jika semua di atas memuaskan, sehingga mempertahankan tekanan sekitar 13-15 mmHg. Volume total gas bervariasi tetapi 4-5 L biasanya sudah cukup. Insersi Trokar Insersi port pertama dalam pneumoperitoneum tertutup merupakan prosedur yang potensial berbahaya, sehingga risiko ini dihindari dengan metode terbuka.
Kanula sekali pakai (disposable) ukuran 10 mm lebih disukai untuk penentuan lokasi awal di umbilikus. Masukkan kanula dengan mengunakan teknik prop (corkscrew) sedikit diarahkan ke pelvis. Tempatkan telunjuk anda sepanjang trokar sehingga mencegah insersi terlalu dalam yang bisa merusak visera.
Periksa posisi yang tepat dengan melepas keran gas dan mendengar bocornya CO2 dari rongga peritoneum. Lekatkan laparoskop dan kamera. Jika tempat trokar terlihat berdarah, cukup lakukan penekanan lokal. Cara lain adalah memasukkan benang melalui jarum besar dan ikat pembuluh darah pada titik perdarahan. Jika terus berdarah, masukkan kateter Foley, tiup balon dan tahan dengan traksi.
LAPAROSKOPI Inspeksi rongga peritoneum Setelah membuat pneumoperitoneum, kerjakan inspeksi rongga peritoneum. Masukkan port kedua di bawah penglihatan langsung dan dalam posisi sesuai menurut daerah yang akan diamati. Biasanya cukup ditempatkan kanula 5 mm di daerah epigastrik. Melalui kanula ini masukkan forsep untuk memungkinkan anda memanipulasi visera dengan lembut sehingga bisa melakukan laparoskopi lengkap. Jika dibutuhkan biopsi, forsep bisa dilepas dan sepasang gunting dengan diatermi dimasukkan untuk memperoleh sampel jaringan. Lepas trokar dibawah penglihatan langsung, sambil memperhatikan hemostasis di tempat masuk port. Tempat masuk port di daerah umbilikus dan epigastrik harus ditutup dengan menggunakan benang jahit yang bisa diserap, misal benang jahit berbentuk J. Selalu infiltrasi luka dengan bupivacaine karena ini membantu mengurangi nyeri pasca operasi. Pokok-pokok penting 1. Selalu periksa instrumen dengan seksama sebelum memulai laparoskopi 2. Selalu periksa bahwa pneumoperitoneum telah terjadi sebelum memasukkan trokar. 3. Awasi setiap kebocoran melalui keran atau insisi umbilikus, khususnya jika digunakan teknik Hassan. Mungkin anda perlu menjahit umbilikus dengan purse-string untuk mendapat penutupan yang baik. 4. Insuflasi fasia rektus bisa terjadi tanpa sengaja. Ini dikenali dengan meningkatnya tgekanan inflasi dan distensi abdomen yang tidak simetris. Jika terjadi, cukup hentikan insuflasi, ubah posisi jarum Veress dan ulangi kembali insuflasi. 5. Selalu hangatkan teleskop sebelum memasukkan agar tidak berkabut 6. Jika anda sedang membantu prosedur laparoskopi sebagai operator kamera, pastikan semua gerakan anda halus. Jika tidak bisa membuat ‘mabuk laut’ 7. Jika lensa kabur karena ada darah, coba menghapus lensa tersebut ke omentum. Jika pandangan masih kabur juga, lepaskan teleskop, bersihkan lensa dengan lap anti-kabut. VIII. PROGNOSIS
Angka kematian dari Appendisitis Perforasi meningkat seiring pertambahan umur, dari 0% pada pasien di bawah 50 tahun ke 11% pada umur 50 sampai 70 tahun dan sampai 32% untuk umur lebih tua dari 70 tahun. Infeksi-infeksi Postoperatif masih terjadi pada 30% dari kasus Appendiks Gangrenosa atau Perforata. Walaupun kebanyakan dari pasien-pasien ini bertahan,banyak yang berisiko tinggi/fatal membutuhkan perawatan rumah sakit lama .