ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI TELUK DKI JAKARTA DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT DAN NELAYAN
Diajukan sebagai syarat memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengantar Teori Organisasi
Kelompok 5
Aprilia Praditasari - 1406540742
Kania Susan Pramesti - 1406572574
Muhammad Wiryo Susilo - 1406619470
Nabila Atrisya Zuhri - 1406572561
Nurul Alida - 1406540780
Noviana Budi Utami - 1406540793
Talitha Vinka Marginata - 1406540710
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL
DEPOK
MEI 2016
Pendahuluan
Selama satu dasawarsa terakhir, wacana reklamasi Teluk Jakarta semakin kencang. Berbagai kebijakan pemerintah muncul, ada yang melarang, tetapi tak jarang melegalkan reklamasi. Belakangan, wacana tersebut menguat, dihadirkan dengan mengusung tujuan mulia menambah luasan Jakarta sebagai antisipasi perkembangan ibu kota negara. (Kompas, 2016)
Sumber: Litbang Kompas
Isu perihal Reklamasi Teluk Jakarta sebenarnya telah lama bergulir yakni sudah mulai dilakukan sejak 1980-an, hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan manfaat sumber daya lahan dengan pengurukan dan pengeringan lahan atau drainase. Upaya tersebut dipilih dengan tujuan untuk menambah luas daratan ibu kota negara.
Proyek Reklamasi pertama kali digagas seluas 2.700 hektar pada Maret 1995 dengan tujuan untuk mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta dan mengembangkan wilayah Jakarta Utara. Sehubungan dengan proyek reklamasi tersebut pemerintah mengesahkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995.
Atas keputusan presiden yang telah disahkan, Kementerian Lingkungan Hidup tidak setuju dengan adanya keputusan tersebut sehingga dalam berbagai kebijakannya menyebutkan bahwa reklamasi tidak layak dilakukan karena akan merusak lingkungan, di sisi lain Pemerintah provinsi DKI Jakarta tetap dalam keputusannya. Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan proyek reklamasi tidak bisa dilakukan karena Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kaidah penataan ruang dan ketersediaan teknologi pengendali dampak lingkungan. Hal itu disampaikan dengam dikeluarkannya SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara.
Namun kondisi sebaliknya justru dilakukan oleh MA dengan mengeluarkan putusan baru (No 12/PK/TUN/2011) yang menyatakan reklamasi di Pantai Jakarta legal. Tetapi, MA mensyaratkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk membuat kajian amdal baru dan memperbaharui amdal yang telah diajukan sebelumnya.
Isu yang telah berlangsung lama tersebut kembalo hangat ketika Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo kembali mengukuhkan rencana reklamasi dan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2013 dengan memberikan izin untuk developer dapat mereklamasi Pulau G. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai kebijakan tersebut melanggar karena kewenangan memberikan izin di area laut strategis berada di tangan kementeriannya meski lokasinya ada di wilayah DKI Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengkaji penghentian sementara (moratorium) reklamasi. Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya. Moratorium yang masih berupa kajian tersebut tidak menghentikan langkah Pemprov DKI Jakarta untuk tetap melaksanakan reklamasi.
Tanpa mengindahkan beberapa instansi, dengan dukungan di lain pihak, Pemprov DKI di akhir tahun 2015 menyatakan mulai mempersiapkan tahap awal pengembangan pulau-pulau reklamasi. Pulau O, P, dan Q akan diintegrasikan dengan Pulau N untuk pembangunan Port of Jakarta.
Sumber: Litbang Kompas
Wacana kebijakan reklamasi Teluk DKI Jakarta telah banyak menuai reaksi pro dan kontra dari berbagai kalangan baik dari individu, kelompok/organisasi privat maupun publik. Berikut kami jabarkan analisis kebijakan yang telah dibuat dari sudut pandang kelompok masyarakat dan nelayan:
Sumber: Litbang Kompas
Masyarakat dan Nelayan
Dalam pelaksanaan reklamasi yang dilakukan oleh Pengusaha Properti dan dibantu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, masyarakat khususnya yang bekerja sebagai nelayanlah yang paling dirugikan. Seperti yang kita ketahui, adanya reklamasi memberikan lebih banyak efek negatif dibandingkan efek positif bagi alam yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi perekonomian para nelayan di sekitarnya. Kami sebagai perwakilan dari masyarakat dan nelayan akan menjabarkan dampak apa saja yang akan didapatkan jika proyek dari reklamasi terus berlanjut.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2448822/ahok-batalkan-saja-reklamasi-17-pulau-biar-saya-caplok-semua
Perubahan Fungsi Laut Menjadi Daratan
Reklamasi dilakukan dengan menimbun tanah ke lokasi laut yang telah ditetapkan sebelumnya hingga tanah tersebut muncul ke permukaan air laut. Dengan adanya proses ini, akan terjadi peninggian muka air laut karena adanya penimbunan pada sebagian daerah di laut. Dampak negatif yang paling mungkin terjadi adalah banjir yang akan melanda ke daerah pesisir pantai dan akan menyebar ke pusat kota apabila terjadi hujan. Banjir yang terjadi ini tentu akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di pesisir pantai. Kehidupan mereka akan terganggu dan akan menurunkan penghasilan karena terhambatnya kegiatan mencari nafkah masyarakat tersebut. Selain itu, jika air laut tersebut mencapai daratan yang daerahnya digunakan untuk lahan pertanian akan mengakibatkan gagal panen karena kandungan garam yang terdapat dalam air laut akan mengakibatkan hal negatif pada tanaman seperti keracunan, penurunan penyerapan air dan penurunan penyerapan unsur-unsur penting bagi tanaman. Dengan adanya gagal panen tersebut akan menyebabkan kerugian yang besar bagi petani, dan akan berdampak pula pada kenaikan harga jual beras, sayur ataupun buah dipasaran yang akan membebani masyarakat.
Privatisasi Kawasan Pesisir
Sumber: http://photo.liputan6.com/news/tolak-reklamasi-nelayan-sambangi-dprd-dki-jakarta-2448587
Seperti yang kita ketahui, reklamasi yang terjadi dilakukan oleh pengusaha-pengusaha swasta yang umumnya "profit oriented" tanpa mempedulikan dampaknya bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya reklamasi ini, secara tidak langsung akan menutup akses bagi masyarakat umum untuk menikmati ruang publiknya yaitu laut. Reklamasi yang dilakukan digunakan untuk pusat perbelanjaan dan hunian mewah dimana hanya masyarakat tertentu saja yang dapat tinggal di kawasan tersebut. Juga, masyarakat pesisir pantai semakin lama akan ikut tergusur dengan adanya kawasan mewah dan hal ini akan mengakibatkan hilangnya tempat tinggal dan mata pencaharian masyarakat pesisir pantai. Dengan demikian, reklamasi bukan hanya memberikan dampak negatif berupa hilangnya ruang publik bagi masyarakat namun juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat pesisir dengan hilangnya tempat tinggal dan mata pencaharian mereka.
Golongan Elite VS Golongan Pesisir
Reklamasi yang dilakukan umumnya akan digunakan untuk pusat perbelanjaan dan hunian mewah yang ditujukan untuk masyarakat dengan penghasilan menengah keatas. Dengan adanya hal ini, dapat semakin memperjelas kesenjangan ekonomi antara golongan elit dan golongan pesisir. Selain itu, nelayan yang merupakan golongan pesisir akan lebih sulit untuk mencari ikan sebagai mata pencahariannya karena sebagian besar daerah laut sudah dilakukan reklamasi. Untuk itu, mau tidak mau para nelayan ini harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mencari ikan dan hal ini tentu akan merugikan mereka karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bensin yang digunakan untuk perahu. Jika para nelayan tidak sanggup untuk menutupi biaya tambahan tersebut, mereka akan membebankannya ke para konsumen yang akan memberikan dampak kenaikan harga jual ikan di pasaran. Tentunya ini akan merugikan kedua belah pihak, nelayan kemungkinan besar akan kehilangan konsumen dan konsumen harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membeli ikan. Dengan demikian, reklamasi yang dilakukan oleh para pengusaha properti tersebut hanya akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan para nelayan.
Kerusakan Ekosistem Laut
Aktivitas reklamasi tentunya akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut, mulai dari makhluk hidup yang berada di dalamnya serta terumbu karang yang menjadi tempat tinggal sebagian besar makhluk hidup di laut. Dengan adanya kerusakan ekosistem laut ini, lagi-lagi akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarakat pesisir. Kerusakan ekosistem laut juga akan mempengaruhi habitat dari ikan dan bukan tidak mungkin ikan tersebut akan menghilang dari laut yang daerahnya dikelilingi oleh pulau reklamasi. Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, para nelayan akan kehilangan mata pencaharian mereka dan masyarakat juga akan dihadapkan dengan harga jual ikan yang semakin tinggi.
Dari berbagai penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa reklamasi yang dilakukan oleh pengusaha properti hanya akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan nelayan. Untuk itu, kami sebagai perwakilan dari masyarakat dan nelayan sangat menolak reklamasi dan menghimbau kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera menghentikan proyek reklamasi. Selain itu, diharapkan pemerintah mempertimbangkan dampak sosial maupun dampak ekonomi yang terjadi apabila proyek reklamasi tetap dilakukan. Bukan hanya menolak reklamasi, kami juga akan mengusulkan beberapa solusi yang dianggap paling baik bagi masyarakat dan nelayan.
Pertama, dilakukan restorasi terhadap tanah hasil reklamasi. Restorasi adalah pengembalian kembali, hal ini telah dilakukan oleh Negara Korea dan Jepang yang menyesal terhadap reklamasi yang dilakukan karena lebih banyak membawa dampak negatif dibandingkan dampak positifnya. Restorasi ini dapat ditiru oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sehingga dampak negatif dari reklamasi tersebut dapat dicegah dan ekosistem laut dapat kembali seperti semula.
Kedua, disediakan pulau khusus untuk nelayan. Jika pulau reklamasi tersebut sudah terlanjur dibuat dan kemungkinan untuk merestorasinya sangat kecil, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan pulau khusus bagi nelayan. Ini sebagai bentuk pertanggungjawaban dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada nelayan atas hilangnya mata pencaharian nelayan tersebut. Dengan disediakannya pulau khusus ini, diharapkan nelayan tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk mencari ikan dan harga jual ikan dipasaran juga tetap stabil.
Ketiga, memberikan pelatihan kerja kepada masyarakat pesisir pantai. Jika kerusakan ekosistem laut yang disebabkan oleh reklamasi sudah terjadi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan pelatihan kerja kepada nelayan sehingga mereka tidak benar-benar kehilangan mata pencahariannya. Mereka bisa tetap menghidupi keluarganya walaupun tidak melalui hasil laut yang sudah rusak tersebut. Berbagai usulan tersebut diharapkan dapat menjadi jalan keluar dari adanya pro dan kontra proyek reklamasi ini. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemberi izin dari proyek reklamasi hendaknya juga mempertimbangkan terlebih dahulu dampak dari adanya kegiatan tersebut, dan lebih memperhatikan kepentingan masyarakat dibandingkan dengan kepentingan dari pengusaha-pengusaha tersebut. Karena pada dasarnya, segala kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertujuan untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Developer
Developer menyebutkan bahwa visi nya adalah "Berkomitmen untuk menjadi developer yang dapat dipercaya & diandalkan, sebagai mitra Pemerintah DKI Jakarta dalam pengembangan yang lebih besar pada bidang IPU (Infrastruktur, Property & Utilitas) yang terpadu, berkelanjutan untuk menciptakan kualitas kehidupan kota yang lebih baik". Namun sejatinya tugas pemerintah adalah sebagai pelayan masyarakat yang menyediakan fasilitas penunjang kesejahteraan masyarakat. Pemerintah diharapkan melakukan pembangunan yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Kalimat "…sebagai mitra Pemerintah DKI Jakarta…" sedikit tidak mencerminkan developer tersebut dalam membantu pemerintah. Kenyataannya developer malah merugikan masyarakat, khususnya adalah para nelayan dimana atas pembangunan pulau buatan ini akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara ekonomi mereka. Adanya pulau buatan akan membuat ekosistem biota air yang ada di teluk Jakarta semakin menghilang yang kemudian akan berdampak pada semakin jauh dan susahnya nelayan untuk menangkap ikan.
Misi Developer di poin dua tertulis "Menyediakan IPU yang sangat kompetitif, inofatif & berorientasi lingkungan". Kalimat "…berorientasi lingkungan…" ini sangat bertolakbelakan terhadap kenyataan yang ada yaitu pembangunan pulau buatan ini tidak memiliki amdal yang sesuai. Amdal yang digunakan adalah amdal tunggal dimana hanya 4 dari 17 pulau yang telah memiliki amdal tunggal. Selain itu, amdal tunggal dirasa kurang mencerminkan dampak komulatif dari adanya pulau buatan tersebut. Harusnya ada amdal lain yang dikeluarkan yaitu amdal regional yang mengkaji wilayah sebagai satu ekosistem. Apabila hanya tersedia amdal tunggal yang melihat dampak per pulau saja maka dampak-dampak lain seperti sedimentasi 13 sungai, kabel laut (PLTU Muara Karang) hingga air bersih tidak dapat terlihat dengan jelas. Dampak-dampak tersebut akan banyak dirasakan oleh masyarakat pesisir utara pulau Jawa dimana ketersediaan air bersih akan semakin berkurang, adanya sedimentasi air sungai dapat mengancam terjadinya banjir yang semakin parah serta terganggunya aliran air dari sungai menuju laut. Selain dampak tersebut, pengerukkan pasir laut yang kemudian akan digunakan untuk membuat pulau akan merusak ekosistem laut khususnya terumbu karang, yang mana kita tahu bahwa terumbu karang adalah rumah bagi ikan, maka secara tidak langsung hal ini akan mengurangi banyaknya ikan di Teluk Jakarta dan akan menyulitkan para nelayan dalam menangkap ikan.
Empat latar belakang yang disebutkan oleh Developer yaitu Jakarta harus membangun tanggul raksasa, laut Jakarta sudah terlalu kotor, antisipasi perkembangan Jakarta, serta meningkatkan perekonomian, saya rasa hal tersebut sudah baik dan mulia karena akan berdampak poitif bagi negara. Namun yang kami sesalkan adalah mengapa proyek ini malah merugikan nelayan yang mana merupakan gologan menengah kebawah.
Tujuan yang dipaparkan oleh pihak developer dimana mereka berusaha meningkatkan profit bagi perusahaan serta berkontribusi dalam mendorong roda perekonomian. Kedua poin tersebut secara eksplisit memang tujuan yang baik demi kemajuan bangsa. Namun sekali lagi, secara kenyataan tujuan ini hanyalah berdampak pada golongan tertentu yaitu mereka yang memiliki modal dan kekuasaan sehingga dapat menikmati adanya pembangunan pulau ini. Lalu bagaimana dengan para masyarakat pesisir yang notabene tidak memiliki kuasa untuk mengambil manfaat secara langsung atas dibangunnya pulau buatan tersebut.
Dalam mengatasi kendala yang dialami oleh developer, maka developer mengusulkan untuk menerapkan 3 strategi yaitu (1) Meningkatkan kemitraan dengan pemerintah, (2) Sosialisasi manfaat reklamasi kepada masyarakat & nelayan, (3) Membagi wilayah reklamasi menjadi beberapa area berdasarkan pemanfaatan. Untuk strategi yang dipaparkan kami rasa masih kurang dan harus ditambah beberapa poin lagi seperti :
Menyelesaikan amdal yang dibutuhkan dan selain menyelesaikan semua amdal tunggal maka diwajibkan untuk membuat amdal regional.
Memikirkan bagaimana para developer juga ikut serta dalam menyelesaikan masalah yang muncul dari nelayan dan masyarakat seperti menyediakan tempat khusus bagi mereka untuk mencari ikan setelah adanya pembangunan pulau, atau memberi pelatihan bagi para nelayan dan masyarakat untuk mengganti mata pencaharian mereka yang hilang.
Apabila pembangunan ini tetap berlanjut maka developer wajib untuk ikut serta dalam mengembalikan kekayaan ekosistem laut yang rusak karena pembangunan pulau buatan tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Setelah mendengarkan dan melihat mengenai sikap yang diambil oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, ada beberapa poin yang sejalan dengan suara atau sikap yang diambil oleh aliansi masyarakat nelayan. Hal tersebut antara lain, opini mengenai kerusakan ekosistem atau biota laut dan penurunan sumber mata pencaharian masyarakat nelayan yang mengakibatkan terbentuknya suatu keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses reklamasi Teluk Jakarta.
Dengan adanya reklamasi Teluk Jakarta nantinya akan menimbulkan dampak lingkungan hidup. Reklamasi juga akan menyebabkan pelambatan arus dari 13 sungai, sehingga konsentrasi logam berat yang saat ini memang sudah banyak di Teluk Jakarta akan semakin banyak. Selain itu dampak lainnya yang ditimbulkan, antara lain peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan. Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati. Biota laut seperti ikan juga mati akibat kegiatan reklamasi dan mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan para nelayan hingga lebih dari 50 persen. Kematian ikan tersebut dikarenakan pengaruh logam berat dan bahan organik. Musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu.
Rusaknya ekosistem atau biota laut akibat reklamasi tentu dapat menyebabkan ikan yang hidup di dalamnya mati. Hal tersebut tentu mengakibatkan kerugian bagi masyarakat nelayan yang sejatinya mengandalkan hasil tangkapan ikan untuk mendapatkan penghasilan dan menghidupi keluarga. Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai kementerian atau lembaga negara yang memiliki misi mengamankan sumber daya kelautan dan perikanan tentunya dirasa tepat dalam mengambil sikap untuk menolak diadakannya kegiatan reklamasi Teluk Jakarta. Hal tersebut tentu sejalan dengan keinginan para masyarakat nelayan yang merasa sangat dirugikan.
Selain rusaknya ekosistem atau biota laut, pulau-pulau reklamasi yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari pantai telah menjauhkan ikan yang menjadi sumber kehidupan para masyarakat nelayan. Sebelum dilakukan reklamasi, para nelayan masih dapat menangkap ikan dengan jarak yang masih dekat, namun setelah ada pulau-pulau reklamasi, masyarakat nelayan harus melaut lebih jauh karena kapal nelayan harus memutari pulau-pulau buatan tersebut. Oleh karena itu, kebutuhan akan bahan bakar solar pun semakin meningkat namun penghasilan yang didapat cenderung menurun.
Sesuai dengan salah satu misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yakni mewujudkan kualitas hidup masyarakat kelautan dan perikanan yang tinggi, maju, dan sejahtera, tentu kegiatan reklamasi Teluk Jakarta juga bertentangan dengan misi tersebut. Karena dengan adanya reklamasi Teluk Jakarta akan membuat penghasilan yang didapat nelayan menurun drastis sehingga menurunkan kualitas hidup serta menurunkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kami (masyarakat nelayan) setuju dengan sikap yang diambil oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses reklamasi Teluk Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Lingkungan Hidup sebagai salah satu instansi yang mengatur tentang reklamasi dan aspek lingkungannya, melakukan analisis mengenai dampak lingkungan proyek reklamasi. Terdapat dua poin yang menyebabkan proyek reklamasi harus dihentikan, yaitu karena belum adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan AMDAL terpadu. Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup memutuskan untuk mengeluarkan SK.354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tentang Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan Reklamasi Teluk Jakarta.
Reklamasi teluk Jakarta menyalahi aturan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pada pasal 15 ayat (1) dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan wilayah atau kebijakan, rencana, atau program. KLHS merupakan kajian yang harus dilakukan pemerintah daerah sebelum memberikan izin pengelolaan lahan maupun hutan. Dari ketentuan itu, jelas reklamasi Teluk Jakarta wajib dibuat KLHS. Sedangkan, KLHS belum dibuat oleh pihak yang terkait. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya dokumen hukum hasil penilaian dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan, yang menyatakan daya dukung dan daya tampung lingkungan tidak terlampaui.
Selain dokumen hasil penilaian KLHS, kegiatan reklamasi Teluk Jakarta juga perlu dilakukan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Studi AMDAL berfungsi untuk mengkaji berbagai potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat kegiatan reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dari kajian tersebut sudah dapat diidentifikasi potensi dampaknya dan dipersiapkan upaya penanggulangannya. AMDAL harus dibuat secara terpadu karena berada dalam satu kesatuan ekosistem dan lintas instansional.Yang terjadi saat ini adalah AMDAL per pulau yang direklamasi diterbitkan secara parsial. Karena itu, Kementrian Lingkungan Hidup belum bisa menjustifikasi bahwa seluruh dimensi lingkungannya selesai.
Hasil studi AMDAL menunjukkan ada beberapa isu pokok yang muncul akibat kegiatan reklamasi Pantura untuk DKI Jakarta :
potensi banjir
ketersediaan bahan urugan
pengaruh terhadap kegiatan-kegiatan yang telah ada
perubahan pemanfaatan lahan
ketersediaan air bersih
sistem pengelolaan sampah
pengelolaan sistem transportasi
Sesuai ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL, Komisi Penilai AMDAL Pusat merekomendasikan kepada MENLH bahwa Rencana Reklamasi Pantura Jakarta tidak layak dari aspek lingkungan hidup atas dasar hasil penilaian terhadap studi AMDAL yang disampaikan, mengingat:
Proyek ini akan meningkatkan potensi dan intensitas banjir di Jakarta. Hal ini tidak dapat ditolerir karena banjir di Jakarta saat ini (seperti yang terjadi pada tahun 2002) belum dapat terselesaikan dengan tuntas.
Proyek ini akan membutuhkan bahan urugan sebanyak 330 juta m3. Apabila bahan ini diambil dari pedalaman maka akan terjadi dampak di pedalaman dan dampak dari pengangkutan bahan urugan tersebut (diperlukan sekitar 33 juta rit truk membawa bahan urugan). Bila bahan urugan diambil dari pasir sepanjang pantai maka akan terjadi kerusakan pantai dari daerah Losari, Indramayu di sebelah timur sampai pada kawasan Pandeglang, Banten di sebelah barat, pada areal seluas 170 ribu hektar. Hal ini akan memiskinkan masyarakat nelayan di sepanjang pantai tersebut. Disamping itu, apabila urugan itu diambil dari dasar laut, akan menghancurkan ekosistem laut dan pola arus laut, mengakibatkan hancurnya pantai dan pulau-pulau di sekitarnya. Keberadaan kawasan baru ini juga akan menimbulkan pola arus yang menghancurkan pantai dan pulau-pulau sekitar.
Tersingkirnya masyarakat berpendapatan rendah dari kawasan utara Jakarta khususnya para nelayan yang harus hidup relatif lebih jauh dari sumber mata pencahariannya.
Dampak-dampak lainnya adalah menurunnya kemampuan pembangkit listrik di
Jakarta, ketersediaan air bersih dan lain-lain.
Tanpa adanya KLHS dan AMDAL terpadu, reklamasi Teluk Jakarta dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap UU PPLH dan PP Nomor 27/2012 tentang Izin Lingkungan. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup menegaskan dan meminta kepada pengembang untuk menghentikan sementara pembangunan pulau hingga SK mengenai apa yang harus diperbaiki oleh pengembang selesai. Penghentian pembangunan ini tidak hanya pembangunan di luar pulau seperti pengerukan tapi juga pembangunan di dalam pulau. Oleh karena itu, Kementrian Lingkungan Hidup memutuskan untuk memberikan sanksi menghentikan sementara pembangunan reklamasi pulau reklamasi C, D dan G.
Berikut poin-poin rekomendasi Menteri Lingkungan Hidup :
Rencana tata ruang laut nasional berikut KLHS.
Penetapan status kawasan strategi nasional perairan (pertimbangan rencana Pulau A ,B ,O ,P ,Q) atau rencana tata ruang strategis provinsi Pantura DKI berikut KLHS-nya.
Revisi rencana tata ruang Jabodetabek punjur berikut KLHS rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi di Provinsi Banten dan provinsi Jawa Barat berikut KLHS-nya.
Agar KLHS huruf d) koheren, maka KLHS untuk Provinsi DKI, Provinsi Banten (Kabupaten Tangerang) dan provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bekasi ) harus dikaji dan dianalisis secara simultan dan dimuat dalam satu dokumen yang berlaku untuk tiga tiga wilayah tersebut.
penyelesaian Perda KSP dan Perda rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk keperluan perizinan.
Selain rekomendasi diatas, saran Kementrian Lingkungan Hidup untuk memenuhi kebutuhan lahan adalah :
Melaksanakan program revitalisasi pantai lama tanpa disertai kegiatan reklamasi
Menggunakan lahan yang tersedia di Provinsi Banten yang berdampingan dengan
Provinsi DKI Jakarta dan mempunyai sarana transportasi langsung dengan Jakarta
Pandangan masyarakat dan nelayan terhadap hasil kajian Kementrian Lingkungan Hidup
Masyarakat dan nelayan adalah pihak yang paling terdampak atas proyek ini. Kondisi masyarakat dan nelayan saat ini adalah bukti dari hasil kajian KLH diatas. Seperti yang kita ketahui, banjir rob makin sering terjadi di daerah pantai utara Jakarta. Hal ini tentu mengganggu aktivitas masyarakat pesisir.
Selain itu, urugan akan menghancurkan ekosistem laut dan pola arus laut, mengakibatkan hancurnya pantai dan pulau-pulau di sekitarnya. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Ubaidillah mengatakan, penggunaan tanah hasil pengerukan sungai sebagai material pengurukan juga akan mencemari laut. Tanah dari dasar sungai sudah tercemar oleh berbagai limbah dan sampah sehingga akan merusak ekosistem laut jika digunakan untuk reklamasi. Akibatnya, masyarakat dan nelayan tidak dapat lagi hidup dengan aman dan layak di pantai. Ekosistem laut yang rusak juga membuat nelayan sulit mendapatkan ikan dan hasil laut lainnya dan akan berdampak besar terhadap penghasilan nelayan. Masalah lainnya terkait hasil studi AMDAL adalah masalah penyediaan air bersih. Apalagi, kedua operator PAM Jaya selalu kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih di di wilayah Jakarta Utara.
Berdasarkan masalah-masalah diatas, masyarakat dan nelayan sangat mendukung keputusan KLH untuk memberikan sanksi menghentikan sementara pembangunan reklamasi. Masyarakat dan nelayan juga mendukung rekomendasi KLH terkait dengan KLHS dan program revitalisasi pantai lama tanpa disertai kegiatan reklamasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerusakan lingkungan akibat reklamasi. Selain itu, program ini lebih bermanfaat bagi masyarakat dan nelayan.
Media Massa
Media Massa menyebutkan bahwa empat misi yang dimilikinya berbunyi:
Berusaha memberikan informasi yang netral
Memberikan pendapat dalam desain dan tulisan kepada masyarakat luas
Menjadi pengengah masyarakat
Memajukan kerjasama semua pihak
Namun pada kenyataannya, seperti yang kita ketahui media massa saat ini seringkali tidak memberikan informasi secara netral. Hal ini kami curigai akibat status kepemilikan stasiun tv dan media cetak harian yang bersangkutan. Stasiun tv terkemuka yang kita lihat setiap hari hampir seluruhnya milik salah seorang yang memiliki kepentingan atau posisi yang disegani dalam satu partai tertentu, begitu juga halnya dengan koran yang setiap harinya menyediakan berita terkini bagi masyarakat. Kami merasa bahwa media massa telah gagal menjalankan misi pertamanya yaitu berusaha memberikan informasi yang netral. Akibat tidak berjalannya misi pertama dengan baik, maka misi ketiga dan keempat yang berhubungan juga dengan dua pihak selain media massa menjadi sulit untuk tercapai.
Jika dihubungkan dengan kasus reklamasi, akibat dari media massa yang tidak netral maka poin keempat misi media massa lah yang paling bermasalah. Tidak akan terjadi kerjasama semua pihak terlebih dari pihak masyarakat, nelayan, KLH, dan KKP dengan pihak Pengembang. Beberapa pihak tersebut akan tetap mempertahankan opini dan kemauan masing-masing karena merasa didukung oleh media masa yang secara tidak langsung memberitakan keberpihakannya pada satu sisi. Akan sangat lebih baik jika media mengevaluasi diri mengenai ketidakmampuannya untuk berbuat netral.
Selain misi media massa, hal yang tidak kami setujui adalah pernyataan media massa tentang salah satu keuntungan dari reklamasi yaitu mendatangkan keuntungan ekonomi. Perlu digaris bawahi agar lebih jelas bahwa reklamasi hanya mendatangkan keuntungan bagi sektor privat dan golongan elite yang mempu untuk membeli lahan atau properti dan beraktivitas pada wilayah reklamasi tersebut, sementara bagi pihak yang kami wakili yakni masyarakat golongan mengengah kebawah beserta nelayan yang setiap harinya saja sudah susah untuk mencari pendapatan, jika harus juga untuk mengikuti reklamasi maka kami akan kehilangan pekerjaaan serta tempat tinggal kami. Reklamasi menghilangkan kemungkinan kami untuk dapat bekerja dan beraktivitas selayaknya kami setiap harinya, ikan-ikan pergi menjauh sehingga kami harus pergi memancing lebih jauh dari biasanya , selain itu keramba jaring apung kami yang jumlahhnya ratusan di Teluk Jakarta harus kami pindahkan kemana jika wilayah perairan tersebut akan dikuruk dan dijadikan pulau baru?
Selain itu media massa juga mengemukakan bahwa keuntungan lainnya adalah reklamasi dapat mengembangkan wilayah Jakarta. Kembali lagi kami sebagai masyarakat dan nelayan mempertanyakan siapa yang akan merasakan segala fasilitas dari perkembangan wilayah utara Jakarta? Tentunya golongan elite yang hidupnya berkecukupan. Lalu apakah bijak kiranya apabila kami rela untuk memberikan lahan kami yang berharga kepada pengembang untuk direklamasi yang mana hasilnya kemudian tidak dapat kami rasakan?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Tujuan dari pembangunan reklamasi Teluk Jakarta yang dipaparkan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah bagus, terlihat dari 3 misi utama yaitu ekonomi, sosial, pariwisata, dan lingkungan. 3 misi tersebut pada intinya bertujuan pada 1 yaitu menjadikan daerah ibu kota sebagai daerah yang dapat memberikan pendapatan kepada negara dengan pertimbangan kondisi kepadatan di Jakarta itu sendiri. Dalam perjalanan pembangunan reklamasi Teluk Jakarta memiliki berbagai konflik terhadap beberapa pihak, salah satunya dirasakan oleh masyarakat dan nelayan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menyadari bahwa akan ada permasalahan yang timbul diantara masyarakat dan nelayan, yaitu dibutuhkannya biaya yang lebih untuk berlayar menangkap ikan karena lokasi mata pencaharian yang lebih jauh, potensi ikan akan berbeda dengan kondisi pantai dangkal sebelumnya, sehingga dengan 2 permasalahan ini akan memberatkan para nelayan dalam menangkap ikan. Kemungkinan permasalahan yang terjadi tidak sampai hanya 2 poin tersebut, dapat terjadi kesenjangan ekonomi dan budaya diantara masyarakat nelayan dan masyarakat di reklamasi Teluk Jakarta. Walaupun tujuan dari pembangunan reklamasi Teluk Jakarta sebagai giant sea wall untuk menahan banjir, tetapi dalam pembangunannya tidak menutup kemungkinan memunculkan terjadinya banjir di daerah pesisir. Hal tersebut terjadi karena penggerukkan daerah pesisir yang menjadi semakin rendah dan banjir dapat terjadi karena perubahan fungsi laut yang seharusnya menjadi penampungan air berubah menjadi daratan.
Dengan berbagai koflik yang terjadi antara masyarakat dan nelayan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan rumah susun kepada nelayan dan akan dibangun tambak ikan untuk nelayan sehingga akan mempermudah kegiatan nelayan dan kesejahteraan nelayan tetap terjaga. Menurut kami sebagai nelayan, rumah susun yang diberikan harus diperhatikan dengan lokasi yang strategis. Lokasi yang strategis ini bermaksud tidak mematikan kegiatan ataupun mata pencaharian sebagai nelayan sehingga harus tetap diperhatikan lokasi rumah susun yang dekat dengan sekolah, tempat berbelanja dalam memenuhi kebutuhan, dan akses transportasi yang memadai. Lokasi rumah susun ini dapat saja berada di salah satu pulau dari Reklamasi Teluk Jakarta itu sendiri karena dapat lebih dekat dengan lokasi penangkapan ikan. Pemberian fasilitas tambak ikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai baik dan efektif untuk memecahkan masalah mengenai biaya yang diperlukan dalam penangkapan karena lokasi penangkapan ikan yang lebih jauh jika ada Pulau Reklamasi Teluk Jakarta. Pemberian fasilitas tambak harus diperhatikan dari sisi keadilan bagi seluruh nelayan, lokasi pembangunan tambak, dan kualitas dari tambak itu sendiri. Penyelesaian mendasar dalam konflik yang efektif dapat dilakukan sosialisasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara intensif dengan pendekatan yang baik. Sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang baik terhadap masyarakat dan nelayan dalam pemahaman, bahwa pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta dilakukan untuk tujuan masyarakat Jakarta bersama bukan sebagai keuntungan semata bagi pihak perusahaan pengembang.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebagaimana yang telah dijabarkan diatas, berbagai reaksi pro dan kontra dalam suatu kebijakan tentu tidak dapat dihindarkan dan layaknya dua sisi mata uang, dalam suatu pembuatan kebijakan tentu akan ada manfaat dan kerugian yang akan ditimbulkan oleh berbagai pihak. Sejauh yang telah direncanakan, sikap masyarakat dan nelayan sejauh ini masih dalam posisi tidak setuju atas kebijakan reklamasi Teluk DKI Jakarta, dikarenakan setelah dianalisis lebih jauh akan menimbulkan lebih banyak kerugian yang dirasakan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh.
Referensi:
Rosalina, M Putri. 2016. "Jalan Panjang Reklamasi di Teluk Jakarta, dari era Soeharto sampai Ahok". http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/04/10050401/Jalan.Panjang.Reklamasi.di.Teluk.Jakarta.dari.era.Soeharto.sampai.Ahok/ (diakses pada 21 Mei 2016)
Anonim. 2015. "Sistem dan Sumber Material Reklamasi". http://reklamasi-pantura.com/sistem-dan-sumber-material-reklamasi/ (diakses pada 21 Mei 2016)
United Nations Food and Agriculture Organization. 2005. "20 Hal yang Diketahui Tentang Dampak Air Laut pada Lahan Pertanian di Provinsi NAD". http://www.fao.org/ag/tsunami/docs/20_things_on_salinity_bahasa.pdf (diakses pada 21 Mei 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup. 2015. "Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang Proyek Reklamasi Pantura Jakarta". http://www.menlh.go.id/pertanyaan-pertanyaan-yang-sering-diajukan-tentang-proyek-reklamasi-pantura-jakarta/ (diakses pada 22 Mei 2016)
Supriyadi, Eko. Indrawan, Angga. 2016. "Ini Poin-Poin Rekomendasi Menteri Siti Terkait Reklamasi". http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan-hidup-dan-hutan/16/04/29/o5tist365-ini-poinpoin-rekomendasi-menteri-siti-terkait-reklamasi/ (diakses pada 22 Mei 2016)
Undang-Undang Republik Indonesia. 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. http://jdih.bkhh.lipi.go.id/view/download.php?page=peraturan&id=588/ (diakses pada 23 Mei 2016)
Nur Hanifiyani, Mawardah. 2016. "SK Reklamasi Kelar, Menteri Siti: Hentikan Pembangunan Pulau". https://m.tempo.co/read/news/2016/05/11/090769980/sk-reklamasi-kelar-menteri-siti-hentikan-pembangunan-pulau/ (diakses pada 23 Mei 2016)