Sudut Pandang 1. Sudut pandang orang pertama a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama “Sambil bermain aku melirik topi lakenku. Kulihat sebuah kursi roda. Duduk di kursi roda itu,
seorang tua yang wajahnya tak bisa kulihat dengan jelas karena memakai topi laken seperti aku. Rambutnya gondrong dan sudah memutih seperti diriku, namun ketuaannya bisa kulihat dari tangannya yang begitu kurus dan kulitnya yang sangat keriput. Tangan itulah yang terangkat dan tiba-tiba menggenggam sebuah gitar listrik yang sangat indah.” (Cerpen Ritchie Blackmore karya Seno Gumira Ajidarma dalam buku Kematian Donny Osmond) Perhatikan kata: kulihat pada penggalan cerita di atas. Tokoh “Aku” hanya menyampaikan
apa yang terlihat oleh matanya. Begitulah, jika anda memilih SP ini, anda tidak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh- tokoh lain, selain tokoh “Aku”. b. Sudut pandang orang pertama sebagai pengamat “Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu Seminggu sekali
dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. (Mimpimu Apa? – Ardyan Amroellah) Catatan:
Teknik ini hampir mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat sebagai tokoh.
“Aku” hanya mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. “Aku” bisa mengungkap
apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan kemungkinan berdasar apa yang “aku” amati dari tokoh utama.
2. Sudut pandang orang ketiga a. Sudut pandang orang ketiga serba tahu “Ya ampun, luar biasa mimpiku ini,” kata Tomas sambil menghela napas, kedua
tangannya memegang setir, memikirkan roket, wanita, wiski yang aromanya menyengat, rek kereta api di virginia, dan pesta tersebut. Sungguh visi yang aneh, pikir makhluk Mars itu, sambil bergegas membayangkan festival, kanal, perahu, para wanita dengan mata berkilauan bagai emas, dan aneka lagu. (Cerpen Agustus 2002: Night Meeting karya Ray Bradbury)
Dalam sudut pandang ini, pengarang bebas memasuki pikiran dua atau tiga orang dan menunjukkannya pada pembaca. Seperti contoh di atas, pengarang seakan tahu apa yang ada di pikiran Tomas, pada saat yang bersamaan dia juga mengetahui apa yang ada di pikiran makhluk Mars. b. Sudut pandang orang ketiga terarah Si Dali bukan orang biasa. Sudah jadi tokoh. Bahkan tokoh luar biasa. Hidupnya selalu dalam cahaya yang bersinar terang. Gemerlap dengan warna-warni yang yang aduhai indahnya. Lebih dari pelakon utama di atas panggung sandiwara. sandiwara. Karena pelakon Julius Casar, atau atau King Lear, atau Macbeth hanya gemerlap pada sebatas bidang panggung. Apalagi bila layar panggung telah turun atau di luar gedung sandiwara para pelakon kembali jadi manusia biasa. Adakalanya mereka menjadi seperti orang kere yang selesai melakonkan Gatotkaca
pada wayang wong masa lalu. Sedangkan Si Dali berada seperti pada panggung dunia yang tak lagi dibatasi oleh sepadan negara. Kata orang, Si Dali jadi begitu karena dia tidak pernah hidup dalam kegelapan. Kegelapan malam maupun kegelapan siang. Artinya dia hidup selalu dalam terang benderang, penuh cahaya. Makanya Si Dali terus diiringi bayang-bayang. Bayang- bayang yang banyak. Ada yang pendek ada yang panjang, ada yang gemuk ada yang kurus. Tentu saja ke mana pun dia pergi selalu diiringi bayang-bayang. Karena memang bayang-bayang i tu bayang-bayangnya sendiri. Sebagai bayang-bayang, bayang-bayang itu senantiasa meniru apa saja yang dilakukan Si Dali. Baik Si Dali makan, tidur, atau jalan-jalan. Tak sekalipun bayang-bayang itu terpisah dari dia. Dan Si Dali yakin benar, bayang-bayang itu ada karena dia. ( Bayang , A.A. Navis) Orang ketiga terarah seering disebut juga orang ketiga sebagai pelaku utama. Sudut pandang pengarang terpusat pada satu karakter. Pola penggambarannya sama dengan orang pertama sebagai pelaku utama, hanya untuk orang ketiga ini sudut pandangnya adalah ‘diaan’.Seperti contoh diatas,pengarang terpusat pada satu karakter yaitu Si Dali,pengarang menjelaskan hidup Si Dali.
Alur Cerita dan Plot a. Alur Mundur “ Aku sekarang berdiri disini. Dengan memakai baju Toga. Aku sedikit merasa sombong dengan diriku karena akhirnya bisa kutunjukkan pada dunia, “ Aku akan diwisuda”. Ku masih ingat dahulu bagaimana perjuanganku di kampus ini. Bahkan kuhabiskan 5,5 tahun berada disini. Wisuda yang tidak normal bagi kebanyakan mahasiswa. Berjalan-jalan lagi, pikiranku tentang bagaimana aku dahulu memulai langkahku di kampus ini, kampus yang banyak dibanggakan. Disinilah ku memulai “ (Dikutip dari cerpen, Wisuda Kebanggaanku, karya Fachrino langkahku... Zulyamansyah) Kutipan cerpen diatas bisa memberikan gambaran yang jelas kepada kita bagaimana si pelaku atau tokoh akan bercerita tentang perjuangannya di kampus dan akhirnya bisa lulus. Kutipan diatas berada pada bagian awal cerita, tapi dimulai dengan penyelesaiaan. Inilah yang disebut dengan alur mundur/sorot balik.
b. Alur Maju
c. Alur Campuran Sedangkan yang terakhir adalah alur campuran. Alur ini adalah alur yang diawali dengan klimaks, kemudian melihat lagi masa lampau dan diakhiri dengan penyelesaian. Alur ini jarang sekali dgunakan oleh penulis karena sulit dipahami. Tapi, kalau kita mengerti trik-trik atau cara mengatur plot cerita, kita akan mudah menggunakannya. Ini adalah contoh penggalan cerpen yang menggunakan alur campuran. [ “ Pagi ini, aku terbangun dari lelapku. Tak ayal, aku masih melihat tanganku tertusuk infus, masih terbaring di tempat tidur yang bisa naik dan turun secara otomatis, semua tampak serba putih di sekelilingku. Aku masih berada disini. Di tempat orang-orang sakit. Masih terlintas dalm pikiranku ihwal apa yang menyebabkan aku berada disini. Rasa menyesal itu
pun seketika hadir kembali. Mengingat kebodohan-kebodohan apa saja yang telah kulakukan dahulu. Padahal, tak bosan-bosannya orang tuaku, keluargaku, bahkan teman-temanku dahulu menasehatiku untuk menjauhi perbuatan-perbuatan kotor itu. Akhirnya sekarang ku pun hanya bisa terbaring lemah disini. Betapa bodohnya aku yang dulu percaya begitu saja dengan perkataan mereka. Mereka memaksaku melakukan ini, melakukan itu tanpa berpikir panjang dampaknya bagiku. Sungguh bodohnya aku saat it u. “ (Dikutip dari cerpen, Aku yang Terbaring Lemah, karya Fachrino Z ulyamansyah) (hide spoiler)] Setelah kita mengetahui dengan jelas alur apa yang akan kita gunakan, kita bisa langsung mengatur plot. Plot merupakan cara bagaimana cerita itu bisa berjalan dan dimengerti. Intinya, plot merupakan pengembangan dari alur yang kita gunakan. Mengatur struktur plot dapat kita lakukan saat proses penulisan berjalan. Oleh karena itu, jika kita ingin tahu plot itu sperti apa, kita harus mempraktekkannya dalam penulisan. “Menulislah, maka Ia akan melihat apa yang kau tulis”.
Dari: http://inspirasifachri.blogspot.com/2...