WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM Nama : Anni Aulya Syam Nim
: H031171503
Topik : Nelayan Judul : Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Nelayan di Kab. Bulukumba Terkait Pendidikan Kelautan Dan Kemaritiman Sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Masyarakat Pesisir A. Pengantar Hari Nelayan Nasional kerap diperingati setiap tanggal 6 April. Seakan membuka lembaran demi lembaran persoalan yang melilit nelayan Indonesia pada umumnya. Meskipun hasil tangkapan cukup melimpah ruah, namun masalah kemiskinan hingga saat ini belum beranjak dari kehidupan nelayan kita. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000, nelayan dan masyarakat pesisir termasuk dalam kelompok masyarakat termiskin di tanah air. Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia seakan tidak berarti seiring masih rendahnya tingkat kesejahteraan hidup. Padahal kelestarian sumberdaya alam terletak di tangan mereka karena sebagai faktor utama dalam pengelolaannya. Indonesia membutuhkan sumberdaya manusia berkompeten dalam memanfaatkan potensi seperti potensi produksi lestari sekitar 6,4 juta ton/tahun, potensi budidaya laut sebesar 45 juta ton/tahun serta potensi perikanan dan bioteknologi keluatan yang mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya. Rendahnya tingkat kesejahteraan, pendidikan rendah dan kesehatan yang terabaikan menjadi persoalan klasik yang mendera nelayan hingga hari ini. Nelayan yang miskin pada umumnya belum tersentuh teknologi modern, kualitas SDM yang rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya masih rendah. Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM yang kompeten melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang tepat sasaran sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan bagi kesejahteraan nelayan. Pentingnya pengetahuan seperti mulai dari pascapanen hingga pengolahan hasil perikanan juga menjadi usaha sampingan selain melaut, sehingga meningkatkan kemampuan ekonomi nelayan. Pemanfaatan potensi 1
kemaritiman walaupun telah mengalami peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat memberi kekuatan dan peran yang optimal terhadap pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan yang dianggap sebagai representasi wakil masyarakat (dalam konteks ekonomi kerakyatan) dan sebagai penggerak sektor rill kelautan dan perikanan yang merupakan sektor penting dalam bidang kemaritiman. Isu-isu kemiskinan nelayan, telah menjadi isu struktural sejak lama. Pada saat yang sama, isu-isu rusaknya sumber daya alam perikanan dan kelautan telah menjadi ancaman, dan regenerasi pelaku utama perikanan pun semakin mengkhawatirkan. Akumulasi dari fenomena tersebut berdampak pada ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan potensi, dimana potensi yang begitu beragam
belum
termanfaatkan
secara
optimal.
Salah
satu
penyebab
ketidakseimbangan yang dimaksud di atas adalah masih rendahnya muatan ilmu pengetahuan dan teknologi pelaku utama di sektor perikanan dan kelautan. Tanpa mengurangi betapa pentingnya variabel-variabel lokal, seperti pengetahuan tradisional, kearifan lokal, dan sebagainya, peningkatan level kinerja pengelolaan maritim. Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional 2013 (Badan Pusat Statistik) yang diolah, diketahui bahwa hanya 2,2 % yang memiliki kepala rumah tangga berprofesi sebagai nelayan di Indonesia. Jumlahnya sekitar 1,4 juta kepala rumah tangga nelayan. Sementara secara keseluruhan jumlah nelayan di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,17 juta (hanya 0,87 persen tenaga kerja). Ironisnya, walaupun seafood menjadi salah satu makanan favorit yang mahal, tingkat kesejahteraan nelayan umumnya lebih rendah dengan rata-rata pengeluaran nelayan hanya sekitar Rp 561.000/bulan dan tingkat upah nelayan juga hanya sekitar Rp 1,1 juta per bulan. Para nelayan kurang beruntung ditinjau dari aspek pendidikan, dengan hampir 70% nelayan berpendidikan sekolah dasar ke bawah dan hanya sekitar 1,3% yang berpendidikan tinggi. Sementara data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2006 menyebutkan, ada sekitar 6,2 juta penduduk Indonesia terlibat dalam kegiatan perikanan. Mayoritas penduduk Indonesia tidak berorientasi pada laut sebagai sumber penghidupan karena menganggap menjadi nelayan
2
bukanlah pilihan pekerjaan yang menarik karena nelayan identik dengan kemiskinan. Tidak mengherankan apabila jarang sekali kita mendengar seorang anak bercita-cita menjadi nelayan. Padahal, kita meyakini bahwa dari laut kita bisa membangun kesejahteraan. Membangun negara maritim yang tangguh tentunya diawali dengan membangun nelayan yang sejahtera. Jika menjadi nelayan memberikan jaminan kesejahteraan, profesi ini dapat menjadi pilihan menarik bagi angkatan kerja di Indonesia yang berlimpah. Nelayan kita terjebak dalam perangkap kemiskinan yang pelik. Mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan dan kesehatan. Mereka juga kesulitan mendapatkan akses kredit karena sebagian besar bank beranggapan bahwa pinjaman bagi nelayan berisiko tinggi (survei Lembaga Demografi di Sulawesi Utara, 2014). Bagaimanapun, peningkatan kesejahteraan nelayan dan kontribusi sektor maritim terhadap perekonomian menjadi salah satu barometer penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan semua golongan masyarakat, termasuk mewujudkan kemandirian ekonomi bagi masyarakat nelayan. 1 Sementara itu Provinsi Sulawesi Selatan menempati peringkat keempat dengan jumlah nelayan paling banyak di Indonesia. Kec. Ujung Bulu merupakan salah satu kecamatan pesisir dengan potensi perikanan dan kelautan yang cukup memadai. Namun demikian masyarakat nelayan di Kec. Ujung Bulu juga tidak bernasib lebih baik daripada masyarakat nelayan di Indonesia pada umumnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di wilayah ini juga terbilang cukup rendah. Kendati sektor perikanan dan budidaya kelautan cukup menjanjikan, namun mereka masih terkendala masalah kurangnya pemahaman tentang pendidikan kelautan dan kemaritiman, termasuk penerapan IPTEK dalam pemanfaatan sumber daya laut yang ada. Akibatnya mereka masih memanfaatkan potensi laut ala kadarnya tanpa berpikir untuk melakukan inovasi baru dalam menunjang perbaikan kualitas hidup. Mereka sebagian besar memilih untuk menjadi buruh nelayan yang masih bergantung kepada pihak lain seperti juragan atau pengusaha di bidang perikanan
1
Sonny Harry B Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; Ketua Umum Koalisi Kependudukan. 2014. “Nelayan Kita”, (http://nasional.kompas.com/read/2014/11/19/21243231/Nelayan.Kita)
3
dalam menunjang perekonomian mereka sehingga penghasilan mereka tentu saja masih sangat kurang. Oleh karenanya, penulis ingin mengetahui tingkat pemahaman masyarakat nelayan di Kec. Ujung Bulu Kab. Bulukumba terkait pendidikan kelautan kemaritiman bagi masyarakat pesisir serta bagaimana keterkaitan antara tingkat pendidikan masyarakat nelayan terhadap kemampuan ekonomi yang dimiliki. Dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran sejauh mana kemampuan masyarakat nelayan dalam memanfaatkan sumber daya laut yang ada dengan tingkat pemahaman pendidikan kelautan dan kemaritiman yang dimiliki serta bagaiman kehidupan masyarakat nelayan di Kec. Ujung Bulu Kab. Bulukumba dalam aspek sosial dan ekonomi sehingga kami melakukan suatu penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Pemahaman B. Metode Penulisan Dalam penelitian ini, digunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode tersebut digunakan untuk menganalisa sejauh mana tingkat pemahaman masyarakat nelayan di Kab. Bulukumba terkait pendidikan kelautan kemaritiman bagi masyarakat pesisir serta bagaimana keterkaitan antara tingkat pendidikan masyarakat nelayan terhadap kemampuan ekonomi yang dimiliki. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka yaitu mencari informasi dan kajian dari berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir di Kab. Bulukumba yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan melakukan pekerjaan sampingan yang memanfaatkan potensi perikanan dan kelautan daerah setempat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Topik Khusus
Variabel
Tujuan Penelitian
Pendidikan
Hukum/Peraturan tentang Kelautan
Untuk Mengetahui
Kelautan dan
dan Kemaritiman
Tingkat Pemahaman
Kemaritiman
Pemahaman terhadap Kerusakan
Masyarakat Nelayan di
Ekosistem Laut
Kab. Bulukumba Terkait
4
Pengetahuan tentang Batas Wilayah
Pendidikan Kelautan
Teritori Laut dan Klimatologi
Kemaritiman bagi
Perairan
Masyarakat Pesisir
Pemahaman Mengenai Penggunaan Alat dalam Pemanfaatan Sumber Daya Laut Pengetahuan tentang Cara Penangkapan dan Batasan dalam Pemanfaatan Sumber Daya Laut Tingkat Kemampuan Penerapan IPTEK dalam Kegiatan Kelautan Kehidupan
Kehidupan Sosial
Untuk Mengetahui
Masyarakat
Kehidupan Ekonomi
Sejauh mana Keterkaitan
Nelayan/Pesisir
antara Tingkat Tingkat Kesejateraan
Pendidikan Masyarakat
Tingkat Pendidikan Sekolah
Nelayan di Kab.
Anggapan Masyarakat Nelayan
Bulukumba terhadap
tentang Pendidikan Kelautan dan
Kemampuan Ekonomi
Kemaritiman
yang Dimiliki.
Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Kesejahteraan Masyarakat dalam Aspek Ekonomi Tabel 1. Variabel Penelitian oleh Nuralfianingsih Raja C. Pembahasan Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di wilayah pesisir yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah pesisir. Masyarakat yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki karakteristik secara sosial ekonomis sangat terkait dengan sumber perekonomian dari wilayah laut (Prianto, 2005). Demikian pula jenis mata pencaharian yang memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri
5
maritim. Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata pencaharian, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan menyadari kelestarian sumber daya alam dan lingkungan (Lewaherilla, 2002). Selanjutnya dari status legalitas lahan, karakteristik beberapa kawasan permukiman di wilayah pesisir umumnya tidak memiliki status hukum (legalitas), terutama area yang direklamasi secara swadaya oleh masyarakat (Suprijanto, 2006). Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001). Usman (2003) mengemukakan bahwa lingkungan alam sekitar akan membentuk sifat dan perilaku masyarakat. Lingkungan fisik dan biologi mempengaruhi interaksi sosial, distribusi peran sosial, karakteristik nilai, norma sosial, sikap serta persepsi yang melembaga dalam masyarakat. Dikatakannya pula perubahan lingkungan dapat merubah konsep keluarga. Nilai-nilai sosialyang berkembang dari hasil penafsiran atas manfaat dan fungsi lingkungan dapat memacu perubahan sosial. Masyarakat kawasan pesisir cenderung agresif, dikemukakan oleh Suharti (2000) karena kondisi lingkungan pesisir yang panas dan terbuka, keluarga nelayan mudah diprovokasi, dan salah satu kebiasaan yang jamak di kalangan nelayan (masyarakat pesisir) adalah karena kemudahan mendapatkan uang menjadikan hidup mereka lebih konsumtif. Purba (2002) menyatakan berbagai persoalan sosial dalam pengelolaan lingkungan sosial antara lain: berkembangnya konflik atau friksi sosial, ketidakmerataan akses sosial ekonomi, meningkatnya
jumlah
pengangguran,
meningkatnya
angka
kemiskinan,
meningkatnya kesenjangan sosial ekonomi, kesenjangan akses pengelolaan sumberdaya, meningkatnya gaya hidup (konsumtif), kurangnya perlindungan pada hak-hak masyarakat lokal/tradisional dan modal sosial, perubahan nilai, memudarnya masyarakat adat, lemahnya kontrol sosial, perubahan dinamika
6
penduduk, masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Masyarakat pesisir yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah mereka yang hidup dan menetap di kawasan pesisir dan laut. Secara khusus masyarakat pesisir yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah para nelayan tradisional yang oleh karena ketidakberdayaannya dalam segala aspek, baik materi, pengetahuan, maupun teknologi, menjadikan mereka miskin dan tertinggal (Suhartono, 2007). Menurut Hassan Sadly, masyarakat dipahami sebagai suatu golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain2. Masyarakat merupakan sekumpulan individu-individu yang di dalamnya terdapat norma-norma yang harus dijaga dan dijalankan. Nelayan dapat diartikan sebagai orang yang hasil mata pencaharian utamanya berasal dari menangkap ikan di laut. Nelayan di dalam Ensiklopedi Indonesia dinyatakan sebagai orang-orang yang secara
aktif
melakukan kegiatan penangkapan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai mata pencahariannya3. Nelayan merupakan suatu pekerjaan menangkap ikan di laut yang dilakukan oleh seseorang. Kebanyakan orang yang bekerja sebagai nelayan adalah masyarakat yang tinggal di desa pesisir. Masyarakat nelayan merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja mencari ikan di laut yang menggantungkan hidup terhadap hasil laut yang tidak menentu dalam setiap harinya. Masyarakat nelayan cenderung mempunyai sifat keras dan terbuka terhadap perubahan.
Sebagian besar masyarakat nelayan adalah
masyarakat yang mempunyai kesejahteraan rendah dan tidak menentu. Kesulitan mengatasi kebutuhan hidup sehari-hari membuat masyarakat nelayan harus rela terlilit hutang dan menanggung hidup yang berat, mereka tidak hanya berhutang kepada kerabat dekat, tetapi mereka juga berhutang kepada tetangga dan teman mereka. Tingkat upah nelayan juga hanya sekitar Rp 1,1 juta per bulan, sedikit di bawah pekerja bukan nelayan yang memiliki upah Rp 1,2 juta per bulan. Namun, ada sedikit kabar menggembirakan, yaitu lebih dari 84 persen rumah tangga nelayan memiliki rumah sendiri. Bandingkan dengan kenyataan bahwa hanya 79 persen 2
Hasan Sadly, sosiologi untuk masyarakat Indonesia, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1980), hlm. 31. 3 Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru , 1983), hlm. 133.
7
rumah tangga bukan nelayan yang memiliki rumah sendiri. Meskipun demikian, data ini sesungguhnya tidak menunjukkan bagaimana kualitas rumah yang dimiliki nelayan. Kenyataan lain, komunikasi bukan menjadi hambatan bagi para nelayan karena sekitar 83 persen nelayan memiliki telepon seluler. Para nelayan kurang beruntung ditinjau dari aspek pendidikan, dengan hampir 70 persen nelayan berpendidikan sekolah dasar ke bawah dan hanya sekitar 1,3 persen yang berpendidikan tinggi. Pemerintah juga perlu memperhatikan aspek kesehatan para nelayan. Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM yang kompeten melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang tepat sasaran sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan bagi kesejahteraan nelayan. Pentingnya pengetahuan seperti mulai dari pascapanen hingga pengolahan hasil perikanan juga menjadi usaha sampingan selain melaut, sehingga meningkatkan kemampuan ekonomi nelayan. Pemanfaatan potensi kemaritiman walaupun telah mengalami peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat memberi kekuatan dan peran yang optimal terhadap pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan yang dianggap sebagai representasi wakil masyarakat (dalam konteks ekonomi kerakyatan) dan sebagai penggerak sektor rill kelautan dan perikanan yang merupakan sektor penting dalam bidang kemaritiman. Isu-isu kemiskinan nelayan, telah menjadi isu struktural sejak lama. Pemahaman nelayan terhadap perbatasan di laut perlu disosialisaikan secara intensif dan juga pemakaian alat GPS diingatkan sebagai alat bantu untuk mengontrol posisi keberadaan nelayan. Dalam teori pembangunan dikatakan bahwa sesunguhnya pembangunan merupakan sebuah upaya yang dapat membawa masyarakat mengikuti sebuah proses untuk mencapai kehidupan yang sebelumnnya dianggap tidak baik,atupun kurang baik, menjadi sebuah kondisi yang lebih baik. Meskipun demikian kondisi masyarakat yang lebih baik adalah sebuah kondisi yang tidak dapat ditunggalkan.Kondisi ini mempunyai banyak ukuran dan kriteria yang berbeda.Akibatnya, ukuran kondisi yang lebih baik bagi seseorang belum tentu baik menurut orang lain, bahkan dapat saja menajdi kondisi yang lebih buruk.
8
Contohnya Pemerintah beranggapan kondisi yang lebih baik bagi bangsanya adalah tercapainya pertumbuhan ekononmi. Oleh karena itu, pemerintah berusaha membuka sebanyak mungkin wilayah kantong-kantong pertumbuhan ekonomi yang dapat mendukung tujuan tersebut. Oleh karena itu, agar kinerja administrator publik dapat betul-betul mengarah pada pencapaian upaya perbaikan kehidupan masyarakatnya, maka teori-teori pembangunan yang mampu mejawab kebutuhan manusia dari beragam sudut pandang perlu tersedia4. Tanggung jawab utama dalam program pembangunan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan berdaya mempunyai arti yang
sama
dengan
kemandirian
masyarakat.
Terkait
dengan
program
pembangunan, bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalahmasalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material. Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan sebuah proses belajar. Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Berkaitan dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Sasaran
utama
4
Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan), Edisi I, (Yogyakarta: UPP AMP YKIN, 1997), 116.
9
pemberdayaan masyarakat adalah mereka yang lemah dan tidak memiliki daya, kekuatan atau kemampuan mengakses sumberdaya produktif atau masyarakat terpinggirkan dalam pembangunan. Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat
adalah
untuk
memandirikan
warga masyarakat
agar
dapat
meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya5. D. Penutup Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan terbilang cukup rendah. Kendati sektor perikanan dan budidaya kelautan di indonesia cukup menjanjikan, namun mereka masih terkendala masalah kurangnya pemahaman tentang pendidikan kelautan dan kemaritiman, termasuk penerapan IPTEK dalam pemanfaatan sumber daya laut yang ada. Akibatnya para nelayan masih memanfaatkan potensi laut ala kadarnya tanpa berpikir untuk melakukan inovasi baru dalam menunjang perbaikan kualitas hidup. Mereka sebagian besar memilih untuk menjadi buruh nelayan yang masih bergantung kepada pihak lain seperti juragan atau pengusaha di bidang perikanan dalam menunjang perekonomian mereka sehingga penghasilan mereka tentu saja masih sangat kurang. Oleh karenanya, penulis ingin mengetahui tingkat pemahaman masyarakat nelayan di Kab. Bulukumba terkait pendidikan kelautan kemaritiman bagi masyarakat pesisir serta bagaimana keterkaitan antara tingkat pendidikan masyarakat nelayan terhadap kemampuan ekonomi yang dimiliki. Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) Untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat nelayan di Kab. Bulukumba terkait pendidikan kelautan kemaritiman bagi masyarakat pesisir; (2) Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan antara tingkat pendidikan masyarakat nelayan di Bulu Kab. Bulukumba terhadap kemampuan ekonomi yang dimiliki. Prosedur penelitian terdiri dari tahap persiapan meliputi penyusunan jadwal penelitian, , mencari referensi, , observasi, dan mengkaji referensi serta tahap penyusunan hasil penelitian. Data dikumpulkan dengan studi pustaka (Library
5
Sumudiningrat, G., Visi dan Misi pembangunan Pertanian Berbasis Pemberdayaan, (Yogyakarta : IDEA, 2000), 82.
10
Research). Teknik analisis data menggunakan metode analisis Kuantitatif dan Kualitatif. Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan riset penelitian yaitu tingkat pemahaman masyarakat nelayan di Kab. Bulukumba terkait pendidikan kelautan kemaritiman serta keterkaitannya
terhadap kehidupan ekonomi yang dimiliki
masyarakat pesisir. Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM yang kompeten melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang tepat sasaran sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan bagi kesejahteraan nelayan. Pentingnya pengetahuan seperti mulai dari pascapanen hingga pengolahan hasil perikanan juga menjadi usaha sampingan selain melaut, sehingga meningkatkan kemampuan ekonomi nelayan. Pemanfaatan potensi kemaritiman walaupun telah mengalami peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat memberi kekuatan dan peran yang optimal terhadap pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan yang dianggap sebagai representasi wakil masyarakat (dalam konteks ekonomi kerakyatan) dan sebagai penggerak sektor rill kelautan dan perikanan yang merupakan sektor penting dalam bidang kemaritiman. E. Daftar pustaka Anonim. 2014. “Kementerian Kelautan Belum Tahu”, (http://www.metrosiantar.com/2015/03/18/181910/kementerian-kelautanbelum-tahu/, diakses pada tanggal 12 April 2015) Raja, Nuralfianingsih. 2015 “ Variabel Penelitian” SMA Negeri 1 Bulukumba, Bulukumba. Sonny Harry B Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; Ketua Umum Koalisi Kependudukan. 2014. “Nelayan Kita”, (http://nasional.kompas.com/read/2014/11/19/21243231/Nelayan.Kita, diakses pada tanggal 12 April 2015) Stitek Balik. 2014. “Kemaritiman dalam Perspektif Pendidikan dan Kelautan”, (http://stitek-balikdiwa.ac.id/index.php/brosur-stitek/2-uncategorised/42kemaritiman-dalam-perspektif-pendidikan-kelautan, diakses pada tanggal 11 April 2014 Wijaya, Indar. 2013. “Menyongsong Hari Nelayan 6 April”, (http://politik.kompasiana.com/2013/04/03/menyongsong-hari-nelayan-6april-2013-542392.html, diakses pada tanggal 11 April 2014)
11
12