BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Infeksi sistem saraf pusat (SSP) dan sekuele mereka masih merupakan sumber morbiditas utama. Salah satu bentuk infeksi SSP adalah abses otak. Abses otak adalah infeksi fokal di dalam parenkim otak, yang dimulai sebagai daerah lokal cerebritis, yang kemudian berubah menjadi kumpulan nanah dalam kapsul vaskularisasi. Abses otak dapat berupa infeksi serius yang dapat berupa metastasis penyakit supuratif kronis (bronkiektasis, abses paru atau abdomen) atau kardiomiopati kongenital, dari cedera kepala terbuka atau dari prosedur bedah saraf, namun abses otak lebih sering terlihat pada orang dewasa sehat yang menderita. sinusitis kronis atau otitis. 1,2 Etiologi abses otak biasanya melibatkan bakteri anaerobik obligat dan bakteri aerobik. Sumber yang paling umum untuk abses intrakranial yaitu sinus paranasal, infeksi telinga gigi dan telinga tengah. Cedera otak dan penyemaian hematogen dari tempat ekstra-tengkorak adalah sumber lain untuk abses intrakranial. Perbaikan metode kultur mikrobiologi untuk anaerob, prosedur pencitraan neuro-radiologis dan teknik bedah saraf modern telah memperbaiki hasil terapi untuk abses otak. Mengidentifikasi agen etiologi yang diikuti oleh terapi yang ditargetkan sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam mengobati abses otak.3 Abses otak mempunyai angka mortalitas dan angka morbiditas yang tinggi. Tapi kemajuan teknologi meliputi pengembangan antibiotik, teknik identifikasi bakteriologis yang lebih baik, dan yang terpenting, pengembangan computed tomography (CT) telah mengubah prognosis secara dramatis.1,2 Pemeriksaan radiologis abses serebri dapat berupa CT scan dan MRI. Penggunaan CT scan dan MRI sangat penting karena mampu memperlihatkan kelainan yang ada pada abses serebri. Kelainan yang terlihat biasanya berupa bayangan hipolusen disertai bayangan cincin yang disebut ring enhancing lesion. lesion.1,4,7
1
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Mengetahui tentang abses serebri dari definisi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis dan tatalaksana.
1.2.2
Tujuan Khusus
Mengetahui modalitas dan gambaran radiologis abses ab ses serebri.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses otak atau edema serebri adalah kumpulan pus atau nanah yang terlokalisir di dalam parenkim otak. Abses otak masih merupakan patologi yang sangat penting, dengan angka kematian dan morbiditas yang tinggi, walaupun sudah ada kemajuan teknologi pencitraan dan pengobatan antibiotik.2,3
2.2 Etiologi
Etiologi abses otak biasanya melibatkan bakteri anaerobik obligat dan bakteri aerobik. Bakteri yang umumnya menjadi penyebab edema serebri adalah Streptococci terdiri dari 70% dari bakteri edema serebri yang dikultur. Dari rongga mulut, penyebaran hematogen (infeksi intra abdomen / pelvis), dan dari infeksi otorinolaringeal organisme yang paling banyak diisolasi adalah patogen anaerob (Streptococci, Bacteroides spp., Prevotella melaninogenica, Propionibacterium, Fusobacterium, Actinomyces dan bakteri gram negatif, seperti Morganella morganii). Dalam kasus trauma atau pada pasien dengan prosedur bedah saraf sebelumnya, bakteri kokus gram positif aerobik paling banyak ditemukan (Streptococcus viridans, Streptococcus milleri, dan S. aureus), namun bakteri aerobik batang gram negatif ( Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia coli, Proteus) dapat ditemukan juga. (Gambar 1)1,3
3
Gambar 1: Berbagai macam pathogen edema serebri berdasarkan penyakit1
4
Menurut Miranda HA, dkk, sepsis otorhinogenik merupakan sumber utama penyakit 38,5% pasien, terjadi terutama pada dua d ekade pertama kehidupan. Etiologi tambahan lainnya (7,7%), pulmonary (6,8%), kriptogenik (4,6%), posturistik (3,2%), meningitis (2,8%), jantung (2,7%), dan gigi (0,9%).1 Abses otak juga bisa disebabkan oleh jamur, hal ini karena banyaknya penggunaan obat-obat kortikosteroid, obat antibiotic spectrum luas, dan agen imunosupresif. Candida spp menjadi agen abses otak tersering pada jamur, jamur lain penyebab
abses
otak
adalah
Aspergillus
spp,
mukromikosis,
dan
Pseudallescheriaboydii, Abses otak juga bisa disebabkan oleh parasit. Seperti Taenia solium,
Trypanosomacruzi,
Entamoebahistolyitica,
Schistosoma
spp,
dan
Paragonimus spp. Larva Taenia solium menjadi agen parasit tersering pada abses otak.4
2.3 Epidemiologi
Insidensi abses serebri adalah 0,9 dari 100.000 orang per tahun pada negara berkembang. Menurut Vishwanath, dkk, abses serebri yang mengancam jiwa ini memiliki perkiraan kejadian 1-2% di negara maju; Namun di negara-negara berkembang jumlah kejadian meningkat hingga 8%. Abses serebri lebih sering terjadi pada laki-laki hingga tiga kali lebih banyak, dan angka morbiditas paling tinggi pada dekade keempat kehidupan. Menurut Xiang Y Han, perbandigan jumlah pasien antara laki-laki dan perempuan adalah 7:2 dan rata-rata usai pasien berkisar dari 38 tahun sampai 78 tahun dengan angka kematian 55%. Jumlah kasus pediatric pada abses serebri mencapai 25% dari total kasus edema serebri di beberapa daerah. Angka mortalitas dari edema serebri baru-baru ini menurun dari sekitar 50% menjadi 20%, sebagian besar karena adanya alat CT scan yang menghasilkan diagnosis dini dan lokalisasi yang akurat.1,3,6 2.4 Patofisologi
Mikroorganisme bisa mencapai otak dengan beberapa mekanisme yang berbeda. Mekanisme pembentukan patogen otak yang paling umum menyebar dari 5
fokus infeksi yang bersebelahan, paling sering di telinga tengah, sel mastoid, atau sinus paranasal. Abses otak yang terjadi akibat otitis media biasanya terlokalisir pada lobus temporal atau serebellum; dalam satu review terhadap 41 kasus abses otak dari sumber anoktogenik, 54% berada dalam lobus temporal, 44% berada di serebellum, dan 2% berada di kedua lokasi. Jika terapi antimikroba otitis media terbengkalai, akan ada peningkatan risiko komplikasi intrakranial. Sinusitis paranasal kerap menjadi predisposisi utama abses otak. Lobus frontal adalah tempat abses yang dominan. Infeksi gigi adalah penyebab abses otak yang kurang umum; Infeksi gigi molar tampaknya paling sering menjadi faktor pemicu. 4 Mekanisme pembentukan abses otak lainnya adalah penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Abses ini biasanya berlipat ganda dan multilokasi, dan memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi daripada abses yang timbul sekunder akibat fokus infeksi yang bersebelahan. Sumber infeksi awal yang paling umum pada orang dewasa adalah penyakit paru-paru piogenik paru-paru kronis, terutama abses paru-paru, bronkiektasis, empiema, dan fibrosis kistik. Abses otak juga dapat terjadi secara hematogen dari infeksi kulit luka, osteomielitis, infeksi panggul, kolesistitis, dan infeksi intra abdominal lainnya. Faktor predisposisi lain yang menyebabkan abses otak hematogen adalah penyakit jantung kongenital sianotik, yang mencakup sekitar 5% sampai 15% dari semua kasus abses otak .4 Trauma sjuga menjadisalah satu mekanisme patogen dalam pengembangan abses otak. Abses otak terjadi akibat fraktur kranial terbuka dengan dural terbuka, atau akibat bedah saraf. Trauma adalah mekanisme patogen dalam pengembangan abses otak. Insiden pembentukan abses otak setelah trauma kepala berkisar antara 3% sampai 17% pada populasi militer, di mana abses otak merupakan sekunder dari fragmen tulang yang tertahan atau kontaminasi pada tempat rudal "steril" dengan bakteri dari kulit, pakaian, dan lingkungan. Dalam sebuah penelitian terhadap 160 rudal perang yang menembus luka kraniocereberal di Kroasia dimana 21 cedera dasar tengkorak dirawat dengan operasi. Tiga kasus abses memerlukan operasi ulangan. Kondisi predisposisi traumatis terhadap abses otak pada populasi sipil (kejadian 2,5% 6
sampai 10,9% setelah trauma) meliputi fraktur tengkorak yang tertekan, gigitan anjing, serangan ayam jantan, tindik lidah, dan terutama pada anak-anak yang bermain lawn darting dan tip pensil.4 Proses pembentukan abses otak dibagi dalam 4 fase, sebagaimana dijelaskan berikut:6
Early cerebritis, terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai dari hari pertama dan meningkat sampai hari ketiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika adverstitia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi . Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Pada fase ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
Late cerebritis. Pada fase ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.
Early capsule formation. Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan “acellular debris” dan fibroblast meningkat dalam pembentuk an kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
7
anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, Reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat.
Late capsule formation. Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul.
2.5 Manifestasi Klinis
Kebanyakan manifestasi klinis pada abses otak disebabkan karena ukuran dan lokasi ruang yang menempati lesi di dalam otak, dan virulensi organisme yang menginfeksi. Sakit kepala adalah gejala yang paling umum, dan terdapat pada sekitar 70% sampai 75% pasien. Sakit kepala yang ada pada pasien meliputi kelas sedang sampai parah dan meliputi hemikranial atau umum. Sakit kepala yang mendadak memburuk, disertai onset meningimus yang baru, dapat menyebabkan pecahnya abses ke dalam ruang ventrikel, komplikasi ini sering dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi (85% pada beberapa kasus).4 Menurut penelitian oleh Radoi dkk (2013), gejala sakit kepala merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien abses serebri (80,76%), disusul oleh demam (51,92%) dan deficit neurolois (42,3%) seperti hemiparesis, afasia, dan defek visual.(Tabel 1)5 Lokasi abses otak mendefinisikan presentasi klinis. Pasien dengan abses lobus frontal sering hadir dengan sakit kepala, kantuk, kurang perhatian, kemunduran status mental, hemiparesis dengan tanda motor unilateral, dan gangguan bicara motor. Pasien dengan abses otak Aspergillus paling umum menunjukkan tanda-tanda stroke (sekunder akibat iskemia perdarahan intracereberal atau keduanya) mengacu pada area otak yang terlibat. Rhinocereberalmucromycosis awalnya bermanifestasi dengan keluhan merujut ke mata atau sinus, meliputi sakit kepala (seringkali unilateral),
8
diplopia, lakrimasi, dan penyumbatan hidung atau epistaksis. Gejala demam memang biasa.4 Manifestasi klinis penyakit SSP yang disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma, Coccidioides, Candida, dan patogen jamur lainnya bergantung pada lokasi abses intrakranial. Hampir sepertiga penerima transplantasi sumsum tulang dengan abses otak yang disebabkan oleh Candida spp., tidak memiliki tanda atau gejala; Infeksi ini biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan postmortem. Pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan toxoplasmis ensefalitis sering muncul secara akut gejala nonspesifik, seperti keluhan neuropsikiatrik, sakit kepala, disorientasi, kebingungan, dan kelesuan yang berlangsung selama 2 sampai 8 minggu; Penurunan berat badan dan demam juga umum terjadi.4 Tabel 1: Gejala dan Tanda yang Umum pada Abses Serebri 5 Gejala dan Tanda
Jumlah Pasien
%
Sakit Kepala
42
80,76
Demam
27
51,92
Defisit neurologis
22
42,30
Mual dan Muntah
18
34,61
Papilloedema
10
19,23
Kejang
8
15,38
Tanda-tanda Iritasi Meningeal
7
13,46
Perubahan Kesadaran
6
11,53
2.6 Diagnosis
Neuroimaging , biasanya menggunakan CT scan dengan kontras, sangat penting untuk mendiagnosis abses otak. Temuan khas pada CT scan atau MRI adalah lesi hipodens dengan ring enhancing lesion. Terdapat juga area hipodens di sekitarnya. Pada awal serebritis, terbentuk enhancement
dengan pola yang tidak
teratur. Pada saat sudah memasuki akhir serebritis akan terbentuk enhancement
9
berupa pinggiran berupa cincin. Cincin tersebut merupakan kapsul kolagen yang terorganisir yang mengelilingi kavitas purulen. CT scan membantu deteksi dini, lokalisasi yang tepat, karakterisasi yang akurat, penentuan jumlah, ukuran, dan stadium abses. CT scan juga mendeteksi hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial (ICP), edema dan infeksi yang terkait seperti empiema subdural, dan ventrikulitis sehingga membantu dalam perencanaan pengobatan, dalam penilaian kecukupan pengobatan dan tindak lanjut yang berurutan. Ditemukan salah satu fakta bahwa kortikosteroid menurunkan peningkatan dinding abses pada CT scan. Pada fase sebelumnya, CT scan yang non kontras hanya menunjukkan lesi minimal dengan efek massa. Pada fase selanjutnya, cincin periferal lengkap dapat terlihat. Pada CT kontras, lesi ring enhancement seragam hampir selalu hadir pada fase selanjutnya. Karena kesulitan untuk memvisualisasikan kapsul pada fase awal, CT kontras ganda sangat membantu dalam mengenali enkapsulasi abses. MRI mengenali abses pyogenic dengan cukup akurat.1,4,7 MRI menawarkan keuntungan yang signifikan dibandingkan CT scan. Keuntungan tersebut adalah mampu deteksi dini cerebritis, mendeteksi edema serebral dengan kontras yang lebih besar antara edema dan otak, endeteksi penyebaran peradangan yang lebih mencolok ke dalam ventrikel dan ruang subarachnoid, dan deteksi dini lesi satelit. MRI juga mengenali abses piogenik dengan cukup akurat. Area pencairan utama memberikan sinyal tinggi, sementara jaringan otak edematous dan sekitarnya memberikan sinyal rendah pada gambar T1. Pada gambar T2, nekrosis menunjukkan sinyal serupa yang lebih tinggi dengan materi abu-abu. Kematangan abses ditandai oleh pinggiran, yang terbentuk oleh kolagen dan radang akibat radikal bebas dan mikroorganisme di dinding abses. Zona inflamasi secara signifikan lebih tebal pada tuberkulosis dibandingkan dengan abses piogenik dalam analisis morfometrik bagian histologis. Temuan MRI juga bergantung pada stadium infeksi. Pada fase awal, MRI dapat memiliki sinyal gambar T1weighted (T1W1) yang rendah dan sinya gambarl T2-weighted (T2WI) yang tinggi dengan peningkatan yang tidak rata. Pada fase selanjutnya, sinyal T1WI yang rendah 10
dapat ditandai dengan lebih baik, dengan sinyal T2WI tinggi berada di kavitas dan parenkim sekitarnya. Ketebalan, ketidakteraturan, dan nodularitas enhancing ring meningkatkan sugestif terhadap tumor (sebagian besar kasus) atau, mungkin, infeksi jamur.1,4
11
Gambar 2: CT scan pediatric menunjukkan lesi hipodens lemah pada regio frontotemporal kiri yang berhubungan dengan efek massa dan dilatasi pada sistem ventricular.1
Gambar 3: Wanita, 16 tahun, tanpa riwayat medis yang signifikan, menjalani ope rasi melalui kraniotomi terbuka untuk abses otak fronto-basal kiri. Biakan abses otak positif pada Staphylococcus Aureus. (C, D) CT scan kontras preoperatif; (E, F) CT scan postoperatif menunjukkan resolusi lengkap abses (setelah 3 bulan)5
12
Gambar 4: Abses Aspergillus pada pria berusia 49 tahun dengan infeksi virus human immunodeficiency. (a) Gambar MR T2-weighted aksial menunjukkan lesi kistik berdinding tebal hipointensitas dengan proyeksi papiler (panah) di lobus temporal anterior kiri. Ada edema materi putih ringan di sekitarnya (*). Terdapat jaringan lunak di sinus sphenoid dan sinus ethmoid (Kepala panah putih) dan radang di orbit (kepala panah hitam). (b) gambar MR T1-weighted aksial gadolinium-enhanced menunjukkan tepi nodular pada pembesaran perifer (panah) di sekitar lesi kistik.7
13
A
B
Gambar 5: Gambar MRI serebral pada pasien laki -laki berusia 24 tahun dengan 2 abses - satu frontal, satu temporal - di sisi kiri; A - tampilan aksial; B -, tampilan koronal;2 Bila abses otak disarankan oleh penelitian radiologi, diagnosis mikrobiologi harus dilakukan untuk memandu terapi antimikroba. Pengambilan abses otak bisa dilakukan dengan adanya CT scan. Spesimen harus dikirim untuk kultur pewarnaan gram, aerobik dan anaerobik, pewarna Ziehl-Nelsen untuk Mycobacteria, pewarnaan modifikasi untuk Nocardia, dan pewarnaan perak untuk jamur. 4
2.7 Tatalaksana
Selama kultur bakteri pasien bisa diberi antibiotic spectrum luas. Regimen antimikroba meliputi: Metronidazol plus sefalosporin generasi ketiga, vancomycin plus metronidazole plus sefalosporin generasi ketiga, Penisilin plus metronidazol, vancomycin plus sefalosporin generasi ketiga, dan vancomycin plus gentamicin atau nafcillin plus ampicillin plus gentamicin.4 Dengan patogen yang telah dikonfirmasi. Jika kultur positif diperoleh, terapi antimikroba dapat dimodifikasi untuk perawatan optimal. Terapi antimikroba
14
intravena dosis tinggi harus dilanjutkan selama 6 sampai 8 minggu; Hal ini sering diikuti dengan terapi antimikroba oral jika terdapat agen yang tersedia. Terapi yang lebih singkat (yaitu 3 sampai 4 minggu) cocok untuk pasien yang telah menjalani eksisi bedah lengkap abses.4 Jika kulturnya negatif, maka antibiotik spektrum luas harus dilanjutkan sesuai dengan kemungkinan penyebab predisposisi dan lokasi anatomis abses. Penisilin, ampisilin, cefuroksi, kloramfenikol, kotrimazazim, ceftazidime, dan metronidazol mampu mencapai konsentrasi terapeutik pada nanah intrakranial, dan telah berhasil mengobati dalam berbagai kombinasi pengobatan. Dalam pengalaman yang berbeda, penisilin dan kloramfenikol telah lama menjadi terapi antimikroba empiris. Obatobatan tersebut telah diganti dengan sefotaksim / ceftriaxone / ceftazidime, vankomisin, dan metronidazol.1 Penggunaan
steroid
jarang
digunakan
dalam
terapi
abses
serebri.
Kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengurangi edema otak dan efek massa. Setelah edema atau efek massa telah dikurangi, kortikosteroid harus diturunkan dosisnya secepat mungkin, untuk menghindari retardasi respon imun dan pembentukan dinding abses. Antikonsulvan juga bisa diberi pada pasien bila menunjukkan gejala kejang. Antikonsulvan biasanya diberi pada pasien selama 5 tahun. Tapi beberapa penulis memutuskan untuk memberhentikan penggunaan obat antikonsulvan bila pasien bebas kejang selama 2 tahun paska operasi dan elektroensefalogram (EEG) menunjukkan tidak ada tanda-tanda epilepsy.1,4,5 Terapi operasi biasanya digunakan bila ada abses lebih dari 3 cm, atau tidak ada respon pengobatan selama 3 minggu. Abses serebri traumatik memerlukan kraniotomi untuk menghilangkan bahan asing atau serpihan tulang. Abses cerebellar atau abses batang otak sering menjadi indikasi kraniotomi fossa posterior karena tingginya risiko herniasi otak. Abses serebri periventrikular sering membutuhkan kraniotomi mengingat risiko pecahnya intraventrikular. Penempatan ventrikulostomi ditunjukkan untuk tekanan intrakranial yang meningkat secara signifikan.1,2
15
2.8 Komplikasi
Komplikasi abses serebri adalah:2,6
Robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau ke ruangan subarakhnoidal
Penyumbatan cairan serebrospinal sehingga bisa menyebabkan hidrosefalus
Edema otak
Herniasi tentorial oleh massa abses otak
16
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: An. AK
Umur
: 6 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
No. RM
: 594396
Tanggal
: 30 September 2017
3.2 Riwayat Pasien
Pasien datang ke poli anak RSUD Provinsi dengan keluhan sakit kepala sejak 2 minggu dan dirasakan semakin memberat. Sakit kepala terkadang dirasakan berdenyut dan sakit kepala dirasakan di kepala bagian belakang. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien sering mengalami demam dan muntah-muntah. Pemeriksaan tanda vital:
Nadi: 102x/menit
Nafas: 25x/menit
Suhu: 38,5°C
3.3 Foto Pasien
17
3.4 Interpretasi
Tampak lesi multipel hipodens dengan pinggiran cincin pada hemisfer dekstra dan hemisfer sinistra lobus frontalis dengan ukuran terbesar masing-masing 19,1 mm x 17,2 mm dan 42 mm x 13 mm. Tampak lesi multipel hipodens dengan cincin hiperdens pada hemisfer sinistra lobus oksipitalis melewati falx cerebri dengan ukuran terbesar 24 mm x 9 mm. Tampak lesi multiple hipodens dengan cincin hiperdens pada hemisfer dekstra lobus oksipitalis dengan ukuran terbesar 27,7 mm x 24,7 mm.
18
Tulang intak 3.5 Diagnosis Kerja
Abses Serebri 3.6 Diagnosis Banding
Tumor otak Infark serebri 3.7 Planning Terapi
Sefotaksim 1 g/8 jam, 3x sehari IV Metronidazol 150 mg/8 jam, 3x sehari IV
19
BAB IV PEMBAHASAN
Abses otak atau edema serebri adalah kumpulan pus atau nanah yang terlokalisir di dalam parenkim otak dimana kebanyakan usia pasiennya dari 38-78 tahun. Walaupun pasien ini berusia 6 tahun, tapi risiko terkena abses serebri tetap ada. Menurut Miranda, dkk, Jumlah kasus pediatric pada abses serebri mencapai 25% dari total kasus edema serebri di beberapa daerah. Penyebab edema serebri bisa karena infeksi otorinolaringeal, sinusitiss atau trauma. Hasil dari CT scan kepala menunjukkan adanya lesi hiperdens disertai cincin hiperdens di sekeliling lesi pada lobus frontalis, lobus oksipitalis dekstra dan sinistra. Adanya lesi hipodens menunjukkan lesi yang ada di otak kurang padat dan terdiri dari cairan atau nanah akibat infeksi. Terdapat gambaran cincin dengan ukuran tipis, regular dan berukuran mirip satu sama lain menunjukkan bahwa terdapat abses pada pasien ini. Gambaran cincin tersebut merupakan kapsul kolagen yang terorganisir yang mengelilingi rongga purulen. Diagnosis banding edema serebri adalah tumor otak dan infark serebri. Tumor otak yang paling sering terjadi adalah astrositoma, gambaran radiologisnya berupa gambaran hipodense ireguler dengan margin tebal dengan enhancement heterogen, terlihat adanya massa, adanya edema vasogenik disekelilingnya, dan kadang-kadang terlihat adanya perdarahan. Kadang-kadang terdapat juga gambaran hiperdense yang biasanya terlihat pada tumor medulloblastoma dengan gambaran enhancement . Diagnosis banding lainnya adalah infark serebri. Infark serebri biasanya disebabkan oleh stroke iskemia. Gambaran radiologisnya adalah bayangan hiperdense dari pembuluh darah, yang merupakan visualisasi langsung dari trombus / embol intravaskular yang biasanya segera terlihat, diikiuti oleh penurunan diferensiasi greywhite
matter ,
hipoatenuasi
nucleus
dalam,
hipodensitas
kortikal
dengan
pembengkakan parenkim.8,9,10 Gejala sakit kepala merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien abses serebri, disusul oleh dan defisit neurologis seperti hemiparesis, afasia, dan 20
defek visual. Lokasi abses otak mendefinisikan presentasi klinis. Pasien dengan abses lobus frontal sering hadir dengan sakit kepala, kantuk, kurang perhatian, kemunduran status mental, hemiparesis dengan tanda motor unilateral, dan gangguan bicara motorik. Pasien dengan abses otak Aspergillus paling umum menunjukkan tandatanda stroke (sekunder akibat iskemia perdarahan intracereberal atau keduanya) mengacu pada area otak yang terlibat. Rhinocereberalmucromycosis awalnya bermanifestasi dengan keluhan merujut ke mata atau sinus, meliputi sakit kepala (seringkali unilateral), diplopia, lakrimasi, dan penyumbatan hidung atau epistaksis.
21
BAB V KESIMPULAN
Pasien datang ke poli anak RSUD Provinsi NTB dan mendapat pemeriksaan CT scan kepala. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan adanya lesi multiple hipodens dengan pinggiran cincin pada lobus frontalis dekstra dan sinistra serta lobus oksipitalis dekstra dan sinistra. Hasil pemeriksaan sesuai dengan gambaran pada abses serebri yang merupakan penyakit infeksi pada sistem saraf pusat.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Miranda HA, Callester-Leones SM, Elzain MA, dkk. Brain abscess: Current management. Journal of Neurosciences in Rural Practice. 2013; 4(1):67-81. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/ 2. Gorgan M, Neascu A, Bucur N, dkk. Brain abscesses: management and outcome analysis in a series of 84 patients during 12 year period. Romanian Neurosurgery. 2012;9(3):175-182 3. Vishwanath S, Shenoy PA, Gupta A.
Brain Abscess with Anaerobic Gram-
Negative Bacilli: Case Series. Journal of Case Reports 2016;6(4):467-474 4. Mustafa M, Iftikhar M, Latif MI, dkk. Brain Abscess: Pathogenesis, Diagnosis and Management Strategies. International Journal of Research in Applied, Natural and Social Sciences. 2014; 2(5): 299-308 5. Radoi M, Ciubotaru V, Tataranu V. Brain Abscesses: Clinical Experience and Outcome of 52 Consecutive Cases. Chirurgia. 2013; 108(2): 215-225 6. Hakim AA. Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005;38( 4): 324-327 7. Villanueva-Meyer JE, Cha S. From Shades of Gray to Microbiologic Imaging: A Historical Review of Brain Abscess Imaging. RadioGraphics. 2015;35:1555-1562 8.
Thurstom
M,
Gaillard
F,
dkk.
Brain
Tumors.
Available
at:
Available
at:
https://radiopaedia.org/articles/brain-tumours 9.
Thurstom
M,
Gaillard
F,
dkk.
Glioblastoma.
https://radiopaedia.org/articles/glioblastoma 10.
Weerakkody
Y,
Gaillard
F,
dkk.
Ischaemic
Stroke.
Available
at:
https://radiopaedia.org/articles/ischaemic-stroke
23