LAPORAN KASUS ABSES CEREBRI
Disusun oleh: Kevin Jonathan 406172069
Pembimbing: dr. Andrew Robert Diyo, Sp.BS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 19 Maret 26 26 Mei 2018 –
LEMBAR PENGESAHAN Nama
:
Kevin Jonathan
NPM
:
406172069
Universitas
:
Fakultas Kedokteran Tarumanagara
Judul
:
ABSES CEREBRI
Bagian
:
Ilmu Bedah RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Pembimbing :
dr. Andrew Robert Diyo, Sp.BS
Semarang,
dr. Andrew Robert Diyo, Sp.BS
STATUS ILMU BEDAH SMF BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH K.R.M.T WONGSONEGORO
Nama Mahasiswa
: Kevin Jonathan
NPM
: 406172069
Dokter Pembimbing : dr. Andrew Robert Diyo, Sp.BS Tanggal
I.
:
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Raisha Restu
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia
: 1 bulan 21 hari
Suku Bangsa
: Jawa
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: -
Alamat
: : Desa Gadoh RT/RW
04/07 Grobongan.
II.
Tgl Masuk RS : 21 21 Maret 2018 2018
ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis terhadap orang tua pasien di bangsal Nakula 4 Tanggal 25 Maret 2018
Jam : 19.24
Keluhan Utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh orang tua datang ke IGD RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO pada tanggal 21 Maret 2018 jam 20.28 dengan keluhan demam yang sudah terjadi selama 2 minggu. Demam dirasakan semakin panas hingga saat ini. Ketika demam memuncak, pasien mengalami kejang selama 2-3 menit yang dapat terjadi 3x dalam sehari. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 5x pada tanggal 20 maret 2018.
Orang tua pasien juga mengeluhkan bahwa pasien mengalami diare yang sudah terjadi dari hari kamis (22 maret 2018) dengan sehari dapat BAB hingga 5x dengan konsistensi lunak hingga cair, berwarna kecoklatan. Keluhan BAK di sangkal pasien. Pasien sebelumnya sudah ke RS lain dan dilakukan perawatan. Namun dikarenakan orang tua pasien tidak merasa puas, maka orang tua pasien membawa pasien ke RSUD KRMT Wongsonegoro.
Riwayat Penyakit Dahulu
Dahulu pasien sudah pernah mengalami demam yang hilang timbul mulai dari usia 1 bulan dan juga di ikutin kejang jika demam memuncak yang dapat terjadi sebanyak 3x sehari dengan waktu sekali kejang adalah 2-3 menit. Riwayat alergi dan asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat kejang demam pada keluarga disangkal. Riwayat darah tinggi, penyakit gula atau kencing manis disangkal, alergi dan asma disangkal.
Riwayat Perinatal
Pasien lahir dengan umur kehamilan 38 minggu dengan BB anak saat lahir adalah 3000 gr. Pasien langsung menangis ketika dilahirkan. PB dan LK saat lahir tidak diingat oleh orang tua pasien. tidak ada komplikasi yang terjadi pada saat kehamilan. Ketuban pecah <24 jam, warna ketuban jernih, pasien lahir dengan per vaginam.
Riwayat imunisasi
Lengkap sesuai dengan umur pasien dan jadwal imunisasi
Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS PBI.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Nakula 4 pada tanggal 27 maret 2018 pada jam 17:36 A. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
Tanda Vital
: GCS 15
- TD
: - mmHg
- Nadi
: 124 kali/menit
- Suhu
: 36,2C
- Pernapasan : 39 39 kali/menit
Antropometri
- BB
: 4,5 kg
- TB
: 57 cm
- LK
: 40 cm
Status gizi
: berdasarkan Z-score WHO
BB/U
: 0 SD sampai -2 Gizi Baik
PB/U
: 0 SD sampai 2 SD Normal
LK/U
: 1 SD sampai 2 SD
BB/PB
: -1 SD sampai – 2 2 SD Normal
Kepala
Besar
: tampak lingkar kepala yang cukup besar. Rambut
berwarna hitam
Mata
: Bentuk simetris, pupil ODS bulat, isokor, refleks
cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-), sclera ikterik (-/-),hematom pada mata kiri
Hidung
: Bentuk normal, sekret (-/-), deviasi septum (-)
Telinga
: Normotia, discharge (-/-)
Mulut
: darah (-),mulut tidak tampak kering
Thorax
- Paru
- Inspeksi
: bentuk normal, simetris
- Palpasi
:stem fremitus sama kuat pada seluruh
lapang paru
- Perkusi
: sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi
: suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
- Jantung - Inspeksi
: pulsasi iktus kordis tidak tampak
- Palpasi
: iktus kordis teraba
- Perkusi
: Batas atas jantung di ICS II midclavicula
line sinistra, batas kanan jantung sejajar ICS IV parasternal line dextra, batas kiri jantung di ICS V midclavicula line sinistra
- Auskultasi
:bunyi jantung I/II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi
: datar
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
- Palpasi
: supel, nyeri tekan (-)
- Perkusi
: timpani di seluruh kuadran abdomen
Kulit
: Tidak tampak kelainan
Leher
: KGB tidak teraba membesar
Ekstremitas
: Akral dingin (-), edema (-)
B. Pemeriksaan neurologis GCS
: 15(E4 M6 V5)
Rangsang Meningeal
Kakukuduk
:-
Brudzinski I
:-
Brudzinski II : -
Kernig
:-
Laseque
:-
Nervus Cranialis
N. I (N. Olfactorius)
N.II (N. Opticus)
: tidak dilakukan
Visus
: 6/6
Lapang pandang
: tidak dilakukan
Buta warna
: normal
N.III (N. Occulomotorius), N.IV (N. Trochlearis), N.VI (N. Abdusens)
kanan
kiri
Pupil
:
3 mm
3 mm
Bentuk
:
bulat
bulat
Reflek cahaya direct
:
+
+
Reflek cahaya indirect :
+
+
Strabismus
:
-
-
Nistagmus
: tidak ada
Ptosis
: tidak ada
Gerakan bola mata
: dapat bergerak ke segala arah
N.V (N. Trigeminus) Membuka mulut
: dapat
Menggigit
: dapat
Sensibilitas muka
: normal
N.VII (N. Facialis) Mengerutkan dahi
: tidak dilakukan
Mengangkat alis
: tidak dilakukan
Menutup mata
: dapat
Memperlihatkan gigi
: dapat
Menggembungkan pipi:tidak dilakukan Pengecapan 2/3anterior:tidak dilakukan Mencucu
: tidak dilakukan
N.VIII (N. Vestibulocochlearis)
Tes Rinne
: tidak dilakukan
Tes Weber
: tidak dilakukan
Tes Schwabach : tidak dilakukan Keseimbangan : tidak dilakukan
N.IX (N. Glossopharyngeus) Arcus faring
: normal
Uvula
: berada di tengah
Pengecapan 1/3 posterior
: tidak dilakukan
Reflek muntah
: tidak dilakukan
Sengau
:-
Tersedak
:-
N.X (N. Vagus) Arkus faring
: simetris
Menelan
: normal
Berbicara
: dapat mengeluarkan suara
N.XI (N. Accesorius) Mengangkat bahu
: tidak dilakukan
Memalingkan muka
: tidak dilakukan
N.XII (N. hypoglossus) Sikap lidah
: tidak dilakukan
Menjulurkan lidah
: tidak dilakukan
Artikulasi
: tidak jelas
Tremor lidah
: tidak dilakukan
Trofi otot lidah
: tidak dilakukan
Fasikulasi lidah
: tidak dilakukan
4. Ekstremitas •
Motorik
Superior
Inferior
Tonus
:
dbn
dbn
Trofi
:
-
-
Kekuatan
:
5/5
Sensorik
•
‒ Nyeri
: terasa
5/5
‒ Suhu
: tidak dilakukan
‒ Raba
: terasa
Propioseptik
‒ Posisi
: tidak dilakukan
‒ Getaran
: tidak dilakukan
‒ Diskriminatif 2 titik
: tidak dilakukan
Otonom
•
Miksi
: dbN
Defekasi
: dbN
5. Koordinasi, Gait, dan Keseimbangan
IV.
Romberg tes
: tidak dilakukan
Disdiadokokinesis
: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (21 Maret 2018) 22:14 Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hemoglobin
10,9
g/dL
11 – 16 16
Hematokrit
32,20
%
35 – 47 47
Jumlah Leukosit
19,6
/uL
3,6 – 11,0 11,0
Jumlah Trombosit
797
/uL
150 – 400 400
151
mg/dL
70 - 115
Hematologi
Kimia Klinik
GDS
B. Laboratorium (22 Maret 2018) 11:20
Hematologi
PPT Pasien
8,7
detik
Kontrol
10,2
detik
INR
0,76
11,0 – 15,0 15,0
PTTK/APTT Pasien
23,0
detik
26,0 – 34,0 34,0
Kontrol
22,8
detik
Natrium
129
mmol/L
135,0 – 147,0 147,0
Kalium
5,3
mmol/L
3,50 – 5,0 5,0
Calsium
1,32
mmol/L
1,12 – 1,32 1,32
Kimia Klinik
Imunologi
HBsAg
Negatif
Negatif
C. Pemeriksaan Feses (24 Maret 2018) 10:44 Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Feces Rutin
Makroskopis Warna
Hijau
Konsistensi
Lembek
Bau
Khas
Lendir
Positif
Negatif
Darah
Negatif
Negatif
Mikroskopis
Lembek
Protein Faeces
Negatif
Negatif
Karbohidrat
Negatif
Negatif
Lemak
POS (1+)
Negatif
Eritrosit
1-3
Amoeba
Negatif
Negatif
Telur Cacing
Negatif
Negatif
Lekosit
2-3
Bakteri
POS (1+)
Jamur
Negatif
Lain-lain
-
D. CT Scan Kepala Dengan kontras
Tampak lesi hipodens (CT number 19-23 HU) bentuk bulat, batas tegas, tepi regular (ukuran 5.15 x 5.17 cm) pada lobus frontal kiri disertai pendesakan dan pelebaran ventrikel lateral kanan dan ventrikel III. Pasca injeksi kontras tampak rim enhancement Tampak sulci regio lesi menyempit
Tampak system ventrikel lateral kanan melebar dan ventrikel III Tampak midline shifting ke kanan Pons & Cerebellum Normal
Kesan : Mendukung gambaran meningitis meningitis disertai abses cerebri Hidrocephalus non communicans Tampak tanda peningkatan tekanan intracranial
V.
RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tua datang ke IGD RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO pada tanggal 21 Maret 2018 jam 20.28 dengan keluhan demam yang sudah terjadi selama 2 minggu. Demam dirasakan semakin panas hingga saat ini. Ketika demam memuncak, pasien mengalami kejang selama 2-3 menit yang dapat terjadi 3x dalam sehari. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 5x pada tanggal 20 maret 2018. Orang tua pasien juga mengeluhkan bahwa pasien mengalami diare yang sudah terjadi dari hari kamis (22 maret 2018) dengan sehari dapat BAB hingga 5x dengan konsistensi lunak hingga cair, berwarna kecoklatan. pasien mempunyai riwayat demam yang hilang timbul mulai dari usia 1 bulan dan juga di ikutin kejang jika demam memuncak yang dapat terjadi sebanyak 3x sehari dengan waktu sekali kejang adalah 2-3 menit Pemeriksaan fisik status generalis didapatkan GCS 15, pada kepala tampak lingkar kepala yang cukup besar (kurva WHO 1 SD – 2 SD), rangsan meningeal negatif. Pada pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada 21 Maret 2018 didapatkan penurunan hemoglobin dan hematocrit pasien, dan didapatkan peningkatan leukosit, trombosit dan gula darah sewaktu pasien. Pada pemeriksaan laboratorium darah tanggal 22 maret 2018 didapatkan penurunan PTT, APTT dan natrium pasien serta didapatkan peningkatan kadar kalium pasien. Pada pemeriksaan feses pasien tanggal 24 maret 2018, didapatkan lender pada feses pasien. Pada hasil pemeriksaan CT Scan kepala non kontras didapatkan gambaran yang mendukung meningitis disertai abses cerebri, Hidrocephalus non communicans, Tampak tanda peningkatan tekanan intracranial. .
VI.
DAFTAR MASALAH
Diagnosa Kerja
Abcess Cerebri
1. PENGKAJIAN
a.
Clinical Reasoning Telah dilakukan alloanamnesis terhadap ibu dari pasien bernama raisha berumur 1 bulan 21 hari yang datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang pada tanggal 21 Maret 2018 jam 20.28 dengan keluhan demam yang sudah terjadi selama 2 minggu. Demam dirasakan semakin panas hingga saat ini. Ketika demam memuncak, pasien mengalami kejang selama 2-3 menit yang dapat terjadi 3x dalam sehari. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 5x pada tanggal 20 maret 2018. Orang tua pasien juga mengeluhkan bahwa pasien mengalami diare yang sudah terjadi dari hari kamis (22 maret 2018) dengan sehari dapat BAB hingga 5x dengan konsistensi lunak hingga cair, berwarna kecoklatan. pasien mempunyai riwayat demam yang hilang timbul mulai dari usia 1 bulan dan juga di ikutin kejang jika demam memuncak yang dapat terjadi sebanyak 3x sehari dengan waktu sekali kejang adalah 2-3 menit Pemeriksaan fisik status generalis didapatkan GCS 15, pada kepala tampak lingkar kepala yang cukup besar (kurva WHO 1 SD
– 2 SD), rangsan meningeal negatif. Pada pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada 21 Maret 2018 didapatkan penurunan hemoglobin dan hematokrit pasien, dan didapatkan peningkatan leukosit, trombosit dan gula darah sewaktu pasien. Pada pemeriksaan laboratorium darah tanggal 22 maret 2018 didapatkan penurunan PTT, APTT dan natrium pasien serta didapatkan peningkatan kadar kalium pasien. Pada pemeriksaan
feses pasien tanggal 24 maret 2018, didapatkan lender pada feses pasien. Pada hasil pemeriksaan CT Scan kepala non kontras didapatkan gambaran yang mendukung meningitis disertai abses cerebri,
Hidrocephalus
non
communicans,
Tampak
tanda
peningkatan tekanan intracranial. b.
Diagnosis Banding
Bacterial meningitis Brain cancer (primary or metastatic) Cryptococcosis Cysticercosis Epidural Abscess Focal encephalitis Rencana Diagnostic : : - MRI
c. d.
Rencana Terapi Farmakologis
- IVFD 2A 8 tpm Micro - Inj. Dexamethasone 3 x ½ A - Inj. Ceftriazone 2 x 250 mg - Inj. Fenitoin 2 x 10 mg - Inj. Chloramphenicol 4 x 125 gr - Inj. Paracetamol 45 mg p.r.n - Gentamicin Salf 2 x 1 e.
Rencana Operatif
- Craniotomy untuk drainase abses f.
Rencana Evaluasi
- Mengevaluasi keluhan pasien - Mengevaluasi penyembuhan luka - Mengevaluasi infeksi pada luka - Mengevaluasi komplikasi yang dapat terjadi g.
Edukasi
- menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang definisi dari penyakit, tatalaksana dan prognosis terhadap penyakit abses cerebri.
- Melakukan observasi dan kembali ke tenaga medis apabila terjadi kejang. VII.
KOMPLIKASI
- Edema serebri - Herniasi Uncal - Hemiparesis - Epilepsi - Kerusakan parenkim otak permanen VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam
: dubia ad bonam
- Ad functionam
: dubia ad malam
- Ad sanationam
: dubia ad bonam
IX.
KESIMPULAN Telah diperiksa seorang pasien yang bernama Raisha Restu, berumur
1 bulan 21 hari yang datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang pada tanggal 21 Maret 2018 jam 20.28 dengan keluhan demam yang sudah terjadi selama 2 minggu. Demam dirasakan semakin panas hingga saat ini. Ketika demam memuncak, pasien mengalami kejang selama 2-3 menit yang dapat terjadi 3x dalam sehari. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 5x pada tanggal 20 maret 2018. Orang tua pasien juga mengeluhkan bahwa pasien mengalami diare yang sudah terjadi dari hari kamis (22 maret 2018) dengan sehari dapat BAB hingga 5x dengan konsistensi lunak hingga cair, berwarna kecoklatan. pasien mempunyai riwayat demam yang hilang timbul mulai dari usia 1 bulan dan juga di ikutin kejang jika demam memuncak yang dapat terjadi sebanyak 3x sehari dengan waktu sekali kejang adalah 2-3 menit Pemeriksaan fisik status generalis didapatkan GCS 15, pada kepala tampak lingkar kepala yang cukup besar (kurva WHO 1 SD – 2 SD), rangsan meningeal negatif. Pada pemeriksaan status neurologis dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada 21 Maret 2018 didapatkan penurunan hemoglobin dan hematokrit pasien, dan didapatkan peningkatan leukosit, trombosit dan gula darah sewaktu pasien. Pada pemeriksaan laboratorium darah tanggal 22 maret 2018 didapatkan penurunan PTT, APTT dan natrium pasien serta didapatkan peningkatan kadar kalium pasien. Pada pemeriksaan feses pasien tanggal 24 maret 2018, didapatkan lender pada feses pasien. Pada hasil pemeriksaan CT Scan kepala non kontras didapatkan gambaran yang mendukung meningitis disertai abses cerebri, Hidrocephalus non communicans, Tampak tanda peningkatan tekanan intracranial.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Abses cerebri suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme yang terlokalisir di dalam atau di antara jaringan otak. Abses cerebri merupakan infeksi serius dari parenkima otak yang dapat mengancam nyawa. Beberapa faktor predisposisi terjadinya abses cerebri cer ebri adalah penyakit jantung bawaan dengan right to left shunt, infeksi telinga tengah, mastoid, sinus paranasal, scalp, wajah, luka penetrasi pada cranium, fraktur comminutif cranium, atau operasi intrakranial seperti ventriculoperitoneal shunts.(1)
ETIOLOGI
Abses cerebri merupakan hasil penyebaran infeksi dari contiguous non neuronal tissue, hematogen, maupun introduksi langsung ke parenkim otak. Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses cerebri, yaitu bakteri, jamur dan parasit. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Bacteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya biasan ya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari kanan ke kiri. (misalnya pada Tetralogy of Fallot), terutama pada anak berusia lebih dari 2 tahun, merupakan factor predisposisi terjadinya abses otak . Jamur penyebab abses cerebri antara lain adalah Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides, Candida sp, Aspergilus sp. walaupun jarang, Entamoeba Histolitica yang merupakan parasit usus juga dapat menimbulkan abses cerebri secara hematogen Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis)
merupakan
hampir setengah dari jumlah penyebab abses cerebri serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema ) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit(2)
PATOFISIOLOGI
Abses cerebri dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat terjadi pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada
pertemuan
substansia
alba
dan
grisea;
sedangkan
yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Mekanisme patogenik terjadinya abses cerebri yang tersering adalah perkontinuitatum dari fokus infeksi disekitar otak, yang paling sering adalah infeksi telinga tengah, mastoid, dan sinus paranasal. Abses cerebri sekunder akibat infeksi telinga tengah biasanya terlokalisir di lobus temporal atau cerebellum. infeksi pada paranasal sinusitis juga mempunyai komplikasi menjadi abses cerebri yang predominannya berada di lobus frontal, namun jika terjadi sphenoid sinusitis, lobus temporal dan sellaturcica dapat juga menjadi tempat terjadinya abses cerebri. Mekanisme lain terjadinya abses cerebri adalah secara hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Abses cerebri yang terjadi biasanya bersifat multipel dan multilokasi. Penyebab utama penyebaran secara hematogen pada orang dewasa adalah penyakit paru piogenik kronik, terutama abses paru, bronchiectasis, empiema, dan cystic fibrosis. Abses cerebri juga dapat terjadi secara hematogen dari osteomyelitis, infeksi pelvis, cholecystitis dan infeksi intraabdominal lainnya. Salah satu faktor predisposisi dari abses cerebri yang terjadi secara hematogen adalah penyakit jantung bawaan sianotik yang biasanya terjadi pada anak-anak. Abses cerebri multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap
bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kiri maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses cerebri adalah soliter, hanya sepertiga abses cerebri adalah multipel. Pada tahap awal abses cerebri terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu min ggu terjadi nekrosis dan pencairan pencair an pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.(3)
GEJALA KLINIS
Pada stadium awal gambaran klinik abses cerebri tidak khas, terdapat gejalagejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses cerebri gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peningkatan tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal 1) Abses pada lobus frontalis biasanya adalah sakit kepala, kantuk, perhatian kurang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel 2) Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kuadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik 3) Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. 4) Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.
DIAGNOSIS
Pendekatan utama terhadap pasien dengan suspek abses cerebri merupakan multidisipliner meliputi neuroradiologist, neurosurgeon dan spesialis penyakit dalam. diagnosis daripada abses cerebri baik menggunakan CT scan, yang merupakan modalitas yang baik dalam memeriksa parenkim otak, sinus paranasal, mastoid, dan telinga tengah. Gambaran CT scan pada abses cerebri adalah lesi hipodens dengan dikelilingi oleh cincin yang mengalami peningkatan kontras. Sekarang ini, MRI menjadi modalitas pilihan untuk pasien dengan suspek abses cerebri. MRI menunjukkan kelebihan yang signifikan dibandingkan dengan CT scan pada tahap awal deteksi cerebritis, deteksi edema cerebri, lebih sensitif dalam memperlihatkan penyebaran inflamasi ke ventrikel dan ruang subarachnoid, dan deteksi dini dari lesi satelit. Pemberian paramagnetic agent yaitu gadolinium diethylenetriaminepenta-acetic acid membuat perbedaan yang lebih jelas antara sentral abses, cincin sekitar dan edema cerebri. Studi noninvasif seperti pemeriksaan CSF, CT-scan, dan MRI untuk mendiagnosis abses cerebri yang disebabkan oleh jamur adalah tidak spesifik. diagnosis definitif untuk abses cerebri karena jamur memerlukan biopsi dan pewarnaan untuk jamur yang baik. Pewarnaan Mucicaramine akan secara spesifik mengidentifikasi C. neoformans, Aspergillus sp. yang mana didapatkan gambaran hifa bersepta dengan angle dichotomous branching, sedangkan gambaran tipikal hifa tidak bersepta dengan right angle brancing terlihat di mucromycosis. P.boydii memberikan gambaran hifa bersepta, walaupun hifa tersebut menyempit dan tidak meperlihatkan percabangan dichotomus yang terlihat pada aspergillus.
PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN ABSES CEREBRI - Terapi Antibiotik Empirik
Pada pasien dengan abses cerebri bakteri, begitu diagnosis ditegakkan baik secara presumptif melalui radiologi atau dengan aspirasi yang dibantu CT, terapi antimicrobial sudah harus diberikan. Jika aspirasi tidak dapat dilakukan atau pewarnaan gram tidak dapat dilakukan, terapi empirik harus diberikan berdasarkan mekanisme patogenik dari pembentukkan abses, seperti otitis media, mastoid, sinusitis frontoethmoidal atau spenoidal, dental abses, trauma penetrasi atau
pasca
operasi,
penyakit
jantung
bawaan,
abses
paru,
empiema,
bronchiectasis, dan bacterial endocarditis. Regiman antibiotik meliputi : Metronidazole + 3rd gen cephalosporin, vancomycin + metronidazole + 3rd gen cephalosporin, dan vancomycin + gentamicin atau nafcillin + ampicillin +gentamicin. - Terapi Antibiotik
Dengan patogen yang sudah diketahui, bila kultur sudah dil akukan, terapi antimicrobial dapat dioptimalisasi. Dosis tinggi IV terapi antimicrobial dapat diberikan hingga 6 sampai 8 minggu. Hal tersebut dapat diikuti dengan pemberian terapi antimicrobial oral apabila agen yang sesuai tersedia. pemberian terapi jangka pendek (3 sampai 4 minggu) minggu) dapat diberikan pada pasien yang sudah menjalani operasi eksisi dari abses. - Operasi
Kebanyakan dari abses cerebri membutuhkan operasi drainase untuk terapi yang optimal, yaitu terutama untuk lesi >2cm. Aspirasi abses dengan stereotactic CT guidance dapat memberikan operator akses yang cepat, akurat dan aman terhadap lokasi intrakranial dan memberikan penurunan intrakranial yang cepat. Namun aspirasi akan menjadi tidak optimal karena drainase yang tidak sempurna dari lesi yang multipel
KOMPLIKASI
Abses cerebri dapat memberikan kompikasi : 1. Edema serebri 2. Herniasi Uncal 3. Hemiparesis 4. Epilepsi 5. Kerusakan parenkim otak permanen
PROGNOSIS
Prognosis pada abses cerebri sangat bergantung pada cepatnya diagnosis ditegakkan untuk memberikkan terapi yang sesuai. Penegakkan diagnosis yang terlalu lama dapat menyebabkan progonosis yang buruk. Terjadinya coma, IVROBA (intraventricular rupture of brain abcsess), edema cerebri berat, dan immunocompromised pasien menunjukkan prognosis yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alvis Miranda H, Castellar-Leones SM, Elzain MA, Moscote-Salazar LR. Brain abscess: Current management. J Neurosci Rural Pract. 2013 Aug;4(Suppl 1):S67 – 81. 81. 2. Atiq M, Syed Ahmed U, Saleem Allana S, Chishti K. Brain Abscess in Children. Indian J Pediatr. 2006 May;73(5):401 Ma y;73(5):401 – 4. 4. 3. Mustafa M, Iftikhar M, Ikram Latif M, Munaidy Munaid y R. BRAIN ABSCESS: PATHOGENESIS, DIAGNOSIS DIAGNOSIS AND MANAGEMENT STRATEGIES. Int J Res Appl. 2014 May 5;2(5):299 – 308. 308. 4. Mathisen GE, Johnson JP . Brain abscess. Clin Infect Infect Dis 1997; 25 :763-781. :763-781. 5. Zimmerman RA, Girard NJ . Imaging of intracranial infections. In: Scheld WM, Whitley RJ, Durack DT, eds. 6. Infections of the the central nervous system, 2nd ed. Philadelphia: LippincottLippincottRaven Publishers , 1997:923-944. 7. Heilpern KL, Lorber B . Focal intracranial infections. Infect Dis Clin North Am 1996; 10 :879-898 8. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048. 9. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982. 10. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed. USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616. 11. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T. Gumbinas.1983.Medical Cure of Apparent Brain Abscesses. Pediatrics 1983;72;220-224. 12. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749. 1981;135(8):746-749. 13. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatric s. Availablathttp://aapgrandrounds.aappublications.org