Transplantasi Ginjal
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Transplantasi Transplantasi Ginjal
Pada tahun 1909, ginjal manusia yang rusak mulai ditransplantasi dengan ginjal hewan, namun sayangnya, belum ada satu pun penerima transplantasi ginjal yang selamat dengan metode ini. Transplantasi Transplantasi ginjal pada binatang percobaan (anjing) pertama kali dilakukan oleh Emeric Ullman pada tahun 1902. Pada tahun yang sama Alfred van Decastello melakukan hal ha l yang sarna. Namun sayang
kedua
pionir
tersebut tidak
melanjutkan
karirnya
dalam bidang
transplantasi ginjal. Para peneliti pun terus mengembangkan metode transplantasi ginjal.Transplantasi ginjal bagi pasien yang menderita gagal ginjal, kadang menjadi pilihan akhir setelah pengobatan, cuci darah yang telah dilakukan pasien. Transplantasi ginjal memang bukan cara baru dalam pengobatan ginjal. Charles Hufnagel merupakan seorang ahli bedah asal Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, yang mentransplantasi ginjal manusia kepada manusia tahun 1947. Ia mencoba mencangkok ginjal dari orang yang baru meninggal ke tubuh seorang wanita penderita ginjal akut (Abdulrochim, (Abdulrochim, 1992). Transplantasi
ginjal
allograft
pertama
dengan donor
ginjal jenazah
dilakukan di Ukraine oleh Yu Yu Voronoy pada tahun 1936 dan sampai tahun 1949 telah dilakukan sebanyak 6 kali. Hufnagel, Hume dan Landsteiner Landsteiner melakukan hal yang sama pada tahun 1946 di Peter Bent Brigham Hospital Boston pada penderita dengan gagal ginjal akut. Dan meskipun ginjal yang
dicangkokkan hanya bekerja dalam waktu pendek, namun sudah cukup menolong penderita tersebut melewati fase oliguri. Selama tahun 1950-1953 telah dilaporkan transplantasi ginjal allograft dari Paris (7 kasus) dan dari Boston (6 kasus). Dari Boston dilaporkan bahwa hemodialisis, hemodialisi s, transfuse darah dan nefrektomi bilateral perlu dilakukan untuk mengendalikan tekanan darah sesudah transplantasi. Pada tahun 1953 Michon melaporkan transplantasi ginjal dengan donor hidup yang pertama adalah di mana seorang ibu memberikan salah satu ginjalnya kepada anak laki-lakinya. Ginjal yang dicangkokan dapat berfungsi seketika, namun sayang ditolak pada hari ke-22. Bagi para penderita gangguan dan gagal ginjal akut, cuci darah dan cangkok ginjal menjadi pilihan utama untuk memulihkan kondisi tubuh. Mesin cuci darah (dialiser) menjadi kebutuhan kebutuhan utama utama mereka. Pada tanggal 23 Desember 1954, sebuah upaya transplantasi antara ginjal pendonor yaitu Ronald Herrick dengan penderita yang merupakan saudara kembarnya, kembarnya, Richard, berhasil berhasil dilakukan dengan sempurna. Transplantasi sempurna ini berhasil dilakukan oleh dokter Joseph Murray di rumah sakit Peter Brigham, Boston, Amerika Serikat. Berkat keberhasilannya, dokter Murray mendapatkan hadiah Nobel pada tahun 1990 di bidang Fisiologi(Abdulroch Fisiologi(Abdulrochim, im, 1992).
2.2
Pengertian Transplantasi Ginjal
Transplantasi adalah pengangkatan suatu organ atau jaringan dari satu organisme, kemudian diimplantasikan melalui pembedahan ke organisme lain untuk memberikan struktur dan/atau fungsi (Grance,2006:185). Transplantasi, yang berasal dari kata transplant (graft), adalah terapi yang banyak dipilih oleh para penderita gagal ginjal tahap akhir yang sekiranya memungkinkan. memungkinkan. Transplantasi mengandung dua pengertian, yaitu:
a.
Organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke tempat lain pada badan yang sama atau ke individu lain.
b.
Proses pengangkatan dan pencangkokan organ/jaringan, yang selanjutnya ditanamkan ke bagian lain. Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai fungsi utama mempertahankan homeostatis dalam tubuh sehingga terdapat keseimbangan optimal untuk kelangsungan hidup sel. Ginjal juga merupakan organ yang mengatur lingkungan kimia internal tubuh secara akurat dan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan (Suzzan, 2001, dalam Suddart 2002). Transplantasi ginjal adalah pembedahan ginjal manusia yang ditransfer dari satu individu ke individu lain (Lucman and Sorensen).Transplantasi ginjal merupakan insersi pembedahan ginjal manusia dari sumber yang hidup atau ginjal cadaver kepada klien dengan penyakit ginjal tahap akhir,untuk mengganti hilangnya fungsi ginjal yang normal (Gorzemen and Bawdain). Transplantasi (cangkok) ginjal adlah proses pencangkokan ginjal ke dalam tubuh seseorang melalui tindakan pembedahan. Menurut Brunner and Suddarth, transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir. transplantasi ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus (mereka dengan antigen ABO dan HLA yang cocok), donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang daripada transplan yang berasal dari donor cadaver. Transplantasi ginjal merupakan transplantasi yang paling banyak dilakukan dibanding transplantasi organ lain dan mencapai lama hidup paling panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri faktor yang bersangkut paut dengan donor, resipien, faktor imunologis, faktor pembedahan antara lain penanganan pra-operatif dan paska operasi.
2.3
Epidemiologi Transplantasi Ginjal
Diungkapkan oleh Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD, KGH, kepala divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSCM, secara kumulatif jumlah pasien transplantasi ginjal di Indonesia sejak tahun 1977 diperkirakan ada sekitar 70.000 kasus gagal ginjal tahap akhir di Indonesia dan sekitar 10 persennya menjalani terapi cuci darah dan sampai tahun 2010 baru sekitar 600 orang yang melakukan transplantasi ginjal (http://health.kompas.com). Di Amerika Serikat sampai saat ini sudah dilakukan lebih dari 100.000 transplantasi ginjal. Dari jumlah tersebut, 4153 kasus berasal dari donor hidup yang masih ada huungan kerabat, dan 14% dari donor hidup yang bukan kerabat. Bahkan, mulai banyak orang yang bisa menerima transplan sebelum mereka memerlukan hemodialisis (cuci darah). 2.4
Tujuan Transplantasi Ginjal
Tujuan dari transplantasi ginjal diantaranya (Sumarni): 1.
membebaskan diri dari ketergantungan terhadap dialisis;
2.
kesembuhan dari suatu penyakit;
3.
dapat menikmati hidup yang lebih baik, makan/minum bebas, perasaan sehat seperti orang lain/normal.
2.5
Klasifikasi Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal menurut sumber donor ginjal dibagi menjadi dua yaitu: 1.
cadaveric-donor (donor ginjal dari individu yang telah meninggal) ialah Donor jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan
otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak primer). Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian. Panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenasah yang meninggal karena strok, iskemia, tidak sebaik meninggal karena perdarahan subaracnoid. 2.
living-donor (donor ginjal dari individu yang masih hidup) yang dibagi lagi menjadi :
a.
Related (donor ginjal dan resipien ginjal memiliki hubungan kekerabatan), syarat:
1)
Usia lebih dari 18 tahun s/d kurang dari 65 tahun. 2)
Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan.
3)
Kedua ginjal normal.
4)
Tidak mempunyai penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam waktu jangka yang lama.
5)
Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match).
6)
Tidak mempunyai penyakit yang dapat menular kepada resepien.
7)
Sehat mental.
8)
Toleransi operasi baik. Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis lengkap; termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan sistem HLA, petanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV, HIV), foto dada, ekokardiografi, dan arteriografi ginjal.
b.
Non-related (donor dan resipien tidak memiliki hubungan kekerabatan).
c.
Autograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu yang sama.
d.
Isograft adlah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari saudara kembar.
e.
Allograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu dan dalam spesies yang sama.
f.
Xenograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari spesies yang berbeda. Misalnya ginjal baboon yang ditransplantasikan kepada manusia.
2.6
Indikasi dan Kontraindikasi Transplantasi Ginjal
Indikasi dilakukannya transplantasi ginjal yaitu: a.
Usia 13-60 tahun
b.
Tidak mengidap penyakit berat, keganasan, TBC, hepatitis, Jantung
c.
Harus dapat menerima terapi imunosupresif dalam waktu yang lama dan harus patuh minum obat
d. Sudah mendapat HD yang teratur sebelumnya e.
Mau melakukan pemeriksaan pasca transplantasi ginjal. Sedangkan, kontraindikasi dilakukannya transplantasi ginjal adalah:
a.
pasien yang berumur lebih dari 70 tahun. Karena pada usia tersebut sudah sering ditemukan gangguan-gangguan pada organ-organ lain yang akan mempengaruhi proses pembedahan, karena pada usia tersebut ginjal sudah mengalami penurunan fungsi.
b.
terdapat resiko tinggi pada pasien dengan kanker yang disertai penyebaran (metastasis)
c.
Penyakit lanjut yang sulit diobati
d. Obesitas e.
ginjal kanan
f.
pembuluh darah ginjal multiple
g.
Infeksi akut : tuberkolosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.
h.
Infeksi kronik, bronkietaksis.
2.7
2.7.1
Penatalaksanaan Pre Operasi dan Post Operasi Transplantasi Ginjal
Penatalaksanaan Praoperatif Tujuan praoperatif adalah mengembalikan status metabolik pasien ke kadar normal sedekat mungkin. Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan untuk mendeteksi dan menangani satiap kondisi yang kemungkinan dapat menyebabkan komplikasi akibat transplantasi. Sample jaringan, sample darah dan skrining antibodi dilakukan untuk menentukan kecocokan jaringan dan sel dari donor dan resipien. Traktur urinarius bawah diteliti untuk mengkaji fungsi leher kandung kemih dan untuk mendeteksi refluks ureteral. Hemodialisis sering dilakukan sehari sebelum jadwal prosedur transplantasi ginjal untuk meyakinkan status fisik pasien. Pasien harus bebas dari infeksi pada saat menjalani transplantasi ginjal karena pasien ini mengalami imunosupresi dan beresiko terhadap infeksi. Oleh karena itu pasien harus dievaluasi dan ditangani terhadap tanda-tanda penyakit yang memunkingkan timbul akibat adanya mikroorganisme. Evaluasi psikososial dilakukan untuk mengkaji kemampuan pasien dalam menyesuaikan diri dengan transplan, pola koping, riwayat sosial, ketersediaan dukungan sosial, dan sumber finansial. Riwayat penyakit psikiatrik juga penting untuk dikaji, karena kondisi psikiatrik sering diperburuk oleh kortikosteroid yang diperlukan untuk imunosupresi pada transplantasi ginjal. Sehingga memberikan penyuluhan mengenai informasi
terkait prosedur transplantasi ginjal, dan
memfasilitasi setiap pertanyaan pasien merupakan bagian dari peran perawat dalam penatalaksanaan praoperatif.
Penatalaksanaan pascaoperatif Tujuan perawatan setelah transplantasi ginjal adalah untuk mempertahankan homeostatis sampai ginjal transplan dapat berfungsi dengan baik.
a.
Terapi imunosupresif,
kelangsungan ginjal transplan bergantung pada
kemampuan tubuh untuk menyekat respons imun terhadap ginjal transplan. Untuk mengurangi dan mengatasi mekanisme pertahanan tubuh, medikasi imunosupresif seperti Azathioprine (Imuran), kortikosteroid (prednisole), siklosporin., dan OKT-3 (antibodi monoklonal) dapat diberikan secara bertahap selama beberapa minggu. b.
Rejeksi tandur, rejeksi transplan ginjal dan kegagalan dapat terjadi dalam waktu 24jam (hiperakut), dalam 3 sampai 14hari (akut), atau setelah beberapa tahun
pertamasetelah transplantasi. Ultrasound dapat digunakan untuk mendeteksi pembesaran ginjal, sedangkan biopsi renal dan tekni radiografik digunakan untuk mengevaluasi rejeksi transplan, jika transpla ditolak maka pasien kaan kembali menjalani dialisis. Ginjal yang ditolak tersebut dapat diangkat kembali atau tidak bergantung kapan penolakan tersebut terjadi dan risiko infeksi jika ginjal dibiarkan di tempat. Besarnya risiko infeksi dan rejeksi, maka melakukan pengkajian terkait tanda dan gejala rejeksi transplan seperti oliguri, edema, peningktan tekanan darah, pertambahan berat badan, bengkak atau nyeri tekan diseluruh ginjal transplan. Hasil tes kimia darah (BUN dan kreatinin) dan hitung leukosit serta trombosit dipantau dengan ketat, karena imunosupresi akan menekan pembentukan leukosit dan trombosit. Pasien dipantau ketat akan adanya infeksi karena mengalami kegagalan penyembuhan atau infeksi akibat terapi imunosupresif dan komplikasi gagal ginjal. 2.7.3 a.
Keberhasilan transplantasi ginjal menurut harapan klinis Lama hidup ginjal cangkok (Graft Survival) Lama hidup ginjal cangkok sangat dipengaruhi oleh kecocokan antigen antara donor dan resipien. Waktu paruh ginjal cangkok pada HLA identik 20-25 tahun, HLA yang sebagian cocok (one-haplotype match) 11 tahun dan pada donor
jenazah 7 tahun. Lama hidup ginjal cangkok pada pasien diabetes militus lebih buruk daripada non diabetes. b.
Lama hidup pasien (Patient Survival) Sumber organ donor sangat mempengaruhi lama hidup pasien dalam jangka
panjang. Lama hidup pasien yang mendapat donor ginjal hidup lebih baik dibanding donor jenasah, mungkin karena pada donor jenasah memerlukan lebih banyak obat imonosupresi. Misalnya pada pasien yang ginjal cangkoknya berfungsi lebih dari satu tahun, didapatkan lama hidup pasien 5 tahun (five live survival) pada donor hidup 93 % dan pada donor jenasah 85 % penyakit eksternal seperti diabetes militus akan menurunkan lama hidup pasien.
2.8
Komplikasi
Beberapa komplikasi setelah dilakukannya transplantasi ginjal adalah (I Made, 2007): 2.8.1
Komplikasi Bedah
a.
Komplikasi sistem urinaria, salah satunya adalah terputusnya ginjal secara spontan. Komplikasi yang lain adalah bocornya urine dari ureteral bladder anastomosis yang menyebabkan terjadinya urinoma yang dapat memberi tekanan pada ginjal dan ureter yang mengurangi fungsi ginjal.
b.
Komplikasi kardiovaskular, komplikasinya bisa berupa komplikasi lokal atau sistem. Hipertensi dapat terjadi pada 50%-60% penderita dewasa yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya stenosis arteri ginjal, nekrosis tubular akut,infark, fistulaarteriovenus, pseudoaneurisma, dan trombosis venarenalis
c.
Komplikasi pernafasan, pneumonia yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah komplikasi pernafasan yang sering terjadi.
d.
Komplikasi gastrointestinal, hepatitis B dan serosis terjadi dan mungkin dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan hepatotoksik, perdarahan saluran
cerna akibat ulkus peptikum. Disamping itu dapat juga terjadi esofagitis, gastritis hemoragik, obstruksi dan perforasi usus, serta herniasi. e.
Komplikasi kulit, karsinoma kulit adalah yang paling umum. Penyembuhan luka dapat menjadi lama karena status nutrisi yang kurang, albumin serum yang sedikit dan terapi steroid.
f.
Infeksi, karena mengonsumsi obat-obatan imunosupresan yang dibutuhkan untuk mencegah reaksi rejection. Infeksi sistem urine, pneumonia, dan sepsis adalah yang sering dijumpai.
g.
Post-transplant lymphoproliferative disorders (suatu tumor limfe karena imunosupresan)
h.
Kematian, rata-rata kematian setelah 2 tahun pelaksanaan transplantasi tersebut hanya 10%. Hal ini menggambarkan adanya penurunan tingkat kematian yang
berarti dalam dua dekade yang lalu, sebelumnya tingkat ketahanan hidup hanya 4050%. Khususnya rata-rata kematian yang menurun yang diakibatkan oleh infeksi pada dua tahun pertama setelah dua tahun pencangkokkan telah terjadi. 2.8.2
Komplikasi Medik Transplant rejection (reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal yang telah dicangkok), yaitu sebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing yang dikenal oleh tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh antigen dari kesesuaian organ asing. Ada tiga jenis utama penolakan secara klinik, yaitu hiperakut, akut, dan kronis
a.
Rejeksi hiperakut Rejeksi hiperakut adalah destruksi imunologik ginjal transplan yang terjadi dalam waktu 24 jam paska transplantasi dan sering terjadi intraoperative, tetapi rejeksi ini jarang terjadi. Rejeksi hiperakut disebabkan oleh reaksi antibody resipien yang terbentuk pratransplantasi akibat transplantasi/tranfusi darah sebelumnya dengan antigen sel endotel pembuluh darah ginjal transplan. Antibodi
tersebut mengaktifkan komplemen yang menimbulkan edema dan perdarahan interstisial dalam jaringan transplan sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan. Pasien menderita panas, lekositosis dan memproduksi sedikit urin atau tidak sama sekali. Urin mengandung berbagai elemen seluler termasuk eritrosit. Trombosis dengan kerusakan endotel dan nekrosis sering terlihat pada penolakan hiperakut. Resipien menunjukkan gangguan imunologik berat dengan koagulasi intravaskular diseminata. Ginjal transplan edema dan hemoragik, pemeriksaan histopatologik menunjukkan adanya endapan IgG dan C3 di dalam dinding kapiler glomerulus dan peritubulus serta agregasi trombosit yang menyumbat lumen kapiler. b.
Rejeksi akut Rejeksi akutterlihat pada resipien yang sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap transplan. Hal ini merupakan penolakan umum yang sering dialami resipien yang menerima transplan yang mismatch atau yang menerima allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang dalam usaha mencegah penolakan. Insiden penolakan akut berkisar 60-75 % dari transplantasi ginjal pertama kali. Penolakan akut dapat terjadi sesudah beberapa hari dan tersering pada 3
bulan pertama paska transplantasi. Resipien mendadak demam, badan lemah, hipertensi dan oligouria disertai peninggian kadar kreatinin darah, dan penurunan nilai test kliren kreatinin. Ginjal transplan menjadi edema yang mengiritasi selaput peritoneum sehingga menimbulkan rasa nyeri di daerah pelvis. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan infiltrasi difus sel mononukleus yang disertai edema dan perdarahan di dalam jaringan interstisial. c.
Rejeksi Kronik Rejeksi kronik adalah hilangnya fungsi organyang dicangkokkan yang terjadi secara perlahanbeberapa bulan-tahun sesudah organ berfungsi normaldan
disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadapantigen transplan atau oleh karena timbulnya intoleransiterhadap sel T. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan proliferasi sejumlah besar sel mononuclear, terutama sel T. Terjadi nefroskelrosis, dengan proliferasi dan fibrosis intima pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah. Hasilnya adalah iskemia renal, hipertensi, atrofi tubuler, fibrosis interstisial dan atrofi glomeruler. Namun belum ada bukti apakah penurunan fungsi graft dalam beberapa tahun berdasarkan mekanisme yang sama pada semua kasus.
BAB 3. PATHWAY
BAB 4. ASUHAN
KEPERAWATA
N
4.1 4.1.1 a.
Pengkajian Persiapan transplantasi ginjal Persiapan resipient dan keluarga Perawat mempunyai peran penting sebagai advokat untuk memastikan bahwa semua upaya dibuat untuk menentukan dan bertindak atas keinginan pasien berkenan dengan pendonoran dan perawat juga berperan vital dalam mendukung keluarga secara psikologis, terutama saat mereka mencoba menerima donor dari mayat, serta sebagai koordinator transplan yaitu memastikan bahwa keluarga mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memberikan surat persetujuan. Setelah ada persetujuan dari keluarga, tim akan menjelaskan mengenai operasi dan perawatannya:
1) 2)
Lokasi dan letak ginjal baru Penggunaan bermacam-macam peralatan yang mungkin diperlukan selama perawatan
3)
Pengambilan darah yang sering dilakukan
4)
Untuk mencegah infeksi pasien ditempatkanditempat khusus, dimana anggota keluarga tidak diperbolehkan masuk
5)
Kemungkinan timbul komplikasi seperti infeksi, rejeksi setelah operasi
6)
Mobilisasi: merubah posisi, membatukkan, latih duduk dan berdiri serta cara nafas efektif. Dengan demikian diharapkan pasien dan keluarga akan merasa aman dan dapat bekerja sama dan bersikap lebih terbuka untuk membantu perawatan.
4.1.2
Persiapan donor dan keluarga
Pada prinsipnya sama dengan persiapan operasi pada umumnya hanya spesifikasinya 2jam sebelum operasi resipient dan donor dikompres dengan cairan bethadin pada daerah yang akan dioperasi dan setelah operasi resipient masuk kedalam ruangan khusus dan steril. 4.1.3
Persiapan ruangan dan peralatan Ruangan yang akan dipakai setelah operasi 2 hari sebelumnya harus dibersihkan,semua peralatan dan obat-obatan dimasukkan ke ruangan tersebut dengan disinari ultraviolet selama 24jam. Resipient transplantasi biasanya dirawat dalam area lengkap yang dirancang secara khusus baik untuk fase penyembuhan maupun fase pemulihan, hal ini untuk menghindari pemindahan pasien, menurunkan resiko terhadap infeksi bagi pasien yang mengalami imunosupresan.
4.1.4
Persiapan pasien sebelum operasi Persiapan ini termasuk pengkajian yang berhubungan dengan:
a.
riwayat penyakit yang lalu: hipertensi,DM,kanker,
b.
tingkat kecemasan pasien
c.
pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur transplan, efek samping dari pembedahan
d.
pemeriksaan laboratorium, ECG, pemeriksaan radiologi: foto thorak,USG ginjal,CT scan ginjal, IVP
e.
pemeriksaan fisik: BB, TTV, pola eliminasi urine, adakah tanda-tanda infeksi, gangguan pernafasan, tanda-tanda kelebihan/kekurangan cairan elektrolit dan dialisis dalam 24 jam pembedahan. Dialisis ini dilakukan untuk menggembalikan kimia darah ke kadar mendekati normal, memperbaiki perubahan agregasi trombosis yang ditimbulkan oleh uremia dan mengeluarkan kelebihan cairan.
f.
Status nutrisi: kebutuhan nutrisi,obesitas, penggunaan obat dan alkohol
g.
Status pernafasan: pola pernafasan, frekwensi dan kedalaman
h.
Status kardiovaskuler: fungsi system kardiovaskuler
i.
Fungsi hepatic: fungsi hepar
j.
Fungsi endokrin: pemeriksaan kadar gula darah
k. l.
Fungsi imonologi: reaksi alergi sebelumnya, medikasi,transfuse darah Terapi medikasi sebelumnya: segala medikasi sebelumnya, termasuk obatobatan yang dijual bebas dan frekwensi penggunaanya
m. Pertimabanagn gerontology: lansia dianggap memiliki resiko pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien yang lebih muda Bila donor hidup, persiapan dapat dilakukan sehari sebelum transplantasi, tetapi bila donor mayat/cadaver semua persiapan harus selesai dalam beberapa jam.
4.1.5 a.
Persiapan pasien setelah transplantasi ginjal Setelah operasi pasien langsung ditempatkan diruangan khusus yang telah disediakan peralatan dan obat-obatan
b.
Monitor status pernafasan: frekwensi kedalaman, pola pernafasan
c.
Monitor status sirkulasi dan kehilangan darah: tanda-tanda vital, tekanan darah arteri dan vena sentral, warna dan suhu kulit, keluaran urin, keadaan luka insisi, dan selang drainase
d. Nyeri: lokasi dan intesitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian preoart analgesic , adanya distensi abdomen e.
Menghitung jumlah line intravena yang terpasang, catat tempat insisi, jenis cairan dan kecepatan tetesan
f.
Monitor balutan abdomen dan catat apakah ada drain
g.
Catat dan amati letak kateter urether serta drainase urine dari tiap kateter
h.
Temukan akses vaskuler dan tentukan patensinya dengan meletakkan jari atau stetoskop tepat diatas tempat akses dan raba atau dengarkan karakteristik bunyi denyutan disebut desiran (bruit)
i.
Bila terpasang NGT sambungkan selang tersebut ke sistim drainase yang sesuai
j.
Ukur lingkar abdomen pada insisura iliaka, ini merupakan informasi dasar yang digunakan nanti untuk pengkajian ada tidaknya komplikasi (mis: kebocoran uretra, limfosel atau perdarahan)
k.
Pada pasien anak dipantaunya lebih sering daripada pasien dewasa karena sifat dinamik dari cairan anak dan status kardiovaskuler seperti tekanan darah, BB
l.
Rungan harus ditutup dan hanya anggota tim transplantasi ginjal yang diperkenankan masuk
m. Setiap petugas yang memasuki ruangan harus memakai masker dan baju serta alas kaki yang khusus n.
Keluarga pasien tidak diperkenankan masuk ruangan tersebut, hanya diperbolehkan melihat melalui kaca, semua itu dilakukan untuk mencegah infeksi.
4.2
Diagnosa keperawatan Pre operasi
1.
Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan dari transplantasi ginjal. Post operasi
1.
Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau adanya distensi abdomen/kandung kemih.
2.
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan transplantasi ginjal, penolakan, obat-obatan nefrotoksik, gagal ginjal.
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, gagal ginjal, penolakkan tranplantasi, tingginya volume cairan intravena.
4.
Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunosupresi
5.
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan hemodialisa lanjut.
4.3
Rencana Asuhan Keperawatan PRE OPERASI Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan dari transplantasi ginjal. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan perasaan cemas pasien menurun. Kriteria Hasil:
a.
rasa cemas berkurang;
b.
pasien dapat menyebutkan proses transplantasi ginjal;
c.
ekspresi wajah rileks. Intervensi : a. Gambarkan persiapan praoperasi pada pasien termasuk puasa, pemberian infuse, dialysis dan obat praoperasi b. Terangkan bahwa dialysis mungkin perlu secara sementara setelah transplantasi ginjal c. Jelaskan prosedur pembedahan termasuk dimana ginjal akan diletakkan dalam abdomen, dan bagaimana ginjal akan berfungsi dan lamanya pembedahan d. Gambarkan adanya infus pasca operasi, drain dan kateter e. Diskusikan nyeri insisi, pastikan pasien bahwa akan ada metode untuk menurunkan nyeri termasuk obat dan pembebatan insisi
f. Latih cara batuk, nafas dalam, ganti posisi tidur pasien g. Dorong keterlibatan dengan kelompok pasien yang telah menjalani transplantasi h. Gambarkan pernyataan sederhana, ulangi dan ungkapkan dengan kalimat lain jika perlu i. Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan kecemasannya tentang pembedahan, mengungkapkan berbagai ketidakpastian dan mengajukan pertanyaan j. Tawarkan kesempatan pada pasien untuk memperjelas dengan seseorang yang telah berhasil dan tidak berhasil dalam transplantasi ginjal.
POST OPERASI 1.
Diagnosa keperawatan : Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau adanya distensi abdomen/kandung kemih. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang. Kriteria Hasil:
a.
Pasien dapat toleransi terhadap rasa nyeri
b.
Ungkapan rasa nyeri berkurang atau hilang
c.
Ekspresi wajah tenang Intervensi : a. Beri support kepada pasien untuk menggungkapkan raya nyerinya b. Atur posisi yang nyaman c. Anjurkan untuk istirahat baring di tempat tidur
d. Pantau skala nyeri nyeri, tentukan lokasi, jenis factor yang meningkatkan rasa nyeri serta tanda dan gejala yang menunjang e. Ciptakan lingkungan yang tenang f. Ajarkan tehnik relaksasi (latih nafas dalam) g. Longgarkan atau kencangkan bebat daerah yang sakit h. Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri, buat jadwal aktifitas bila nyeri berkurang i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik, oksigen dan pemeriksaan penunjang j. Berikan obat pengurang rasa sakit dan observasi 30 menit kemudian.
2.
Diagnosa Keperawatan: Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan
transplantasi ginjal,
penolakan, obat-obatan nefrotoksik, gagal ginjal. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x 24 jam pasien mampu berkemih secara adekuat. Kriteria Hasil: Pasien akan mempertahankan keluaran urine yang adekuat. Intervensi : a. Periksa haluaran urine setiap 1 jam pada awalnya b. Catat warna urine adanya bekuan c. Amati dan pertahankan terhadap patensi serta drainase urine pada setiap kateter
d. Pertahankan banyaknya volume cairan intravena untuk membilas ginjal sesuai program e. Beritahu dokter terhadap adanya kebocoran urine pada balutan abdomen, nyeri abdomen hebat atau destensi abdomen f. Bila pasien oligouri progresif, teliti pemeriksaan fungsi ginjal, kaji status hidrasi dan beritahu dokter.
3.
Diagnosa Keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, gagal ginjal, penolakkan tranplantasi, tingginya volume cairan intravena. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam kelebihan volume cairan teratasi. Kriteria Hasil : Pasien mengeluarkan urine yang adekuat dan tidak menahan cairan. Intervensi : a. Monitor TD dan nadi setiap 1jam b. Ukur haluaran urine setiap 1jam c. Timbang BB setiap hari d. Auskultasi paru-paru setiap pergantian dinas sesuai indikasi e. Pertahankan keakuratan catatan masuk dan keluarnya cairan f. Beri banyak cairan sesuai program g. Beri obat diuritik sesuai program h. Pertahankan mesukan natrium sesuai program i. Laporkan semua temuan abnormal.
4.
DiagnosaKeperawatan : Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunosupresi Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam resiko infeksi dapat dicegah. Kriteria Hasil:
a.
Pasien akan mengalami penyembuhan jaringan normal
b.
Pasien tidak demam, insisi kering, urine jernih/kuning tanpa sediment, paru-paru bersih. Intervensi :
a.
Lakukan cuci tangan dengan bersih sebelum, selama, dan setelah merawat pasien.
b.
Gunakan tehnik aseptik dengan saksama dalam merawat semua kateter, selang infus sentral, pipa endoktrakheal, dan selang infuse perifer.
c.
Periksa suhu tubuh setiap 4 jam.
d.
Pertahankan lingkungan yang bersih.
e.
Lepaskan kateter secepat mungkin sesuai program.
f.
Ganti segera balutan yang basah untuk membatasi media bagi organisme.
g.
Berikan nutrisi yang adekuat.
h.
Pertahankan integritas kulit.
i.
Larang pengunjung dan perawat dengan infeksi saluran pernapasan aktif untuk kontak dengan pasien.
j.
Pantau nilai-nilai laboraturium, khususnya SDP (sel darah putih) dan periksa spicemen dari drainase yang dicurigai untuk dikultur dan sensitivitas.
k.
Inspeksi daerah insisi tiap hari terhadap semua tanda-tanda inflamasi; nyeri, kemerahan, bengkak, panas, dan drainase.
l.
Auskultasi paru terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
m.
Anjurkan dan bantu ambulasi dini.
n.
Perhatikan karakter urine dan laporkan bila keruh dan bau busuk.
o.
Beritahu dokter setiap adanya indikasi infeksi.
p.
Berikan antimicrobical, sesuai program.
5.
Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan hemodialisa lanjut. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam resiko cidera dapat dicegah. Kriteria Hasil:
a.
Pasien akan mempertahankan fungsi ginjal.
b.
Tidak ada tanda dan gejala reaksi imun
c.
Immunosupresan sesuai toleransi tanpa adanya efek samping Intervensi :
a.
Pantau dan laporkan tanda dan gejala reaksi imun(kemerahan, bengkak,nyeri tekan diatas sisi transplantasi, peningkatan suhu, peningkatan sel darah putih, penurunan haluaran urine, peningkatan proteinuria, peningkatan BB tiba-tiba, peningkatan BUN dan kreatinin, edema).
b.
Periksa tanda-tanda vital setiap 2-4 jam.
c.
Monitor masukan dan haluaran cairan setiap jam selanjutnya setiap 3 jam.
d.
Kaji akses dialysis
e.
Pantau dan laporkan efek samping dari obat-obatan immunosupresif
f.
Siapkan pasien untuk operasi mengangkat ginjal yang ditolak jika terjadireaksi hiperakut
g.
Berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrochim, Imam Parsudi. 1992. Transplantasi Ginjal dan Perkembangannya di Indonesia .eprints.undip.ac.id/200/1/Imam_Parsudi_Abdurrohim.pdf [3 November 2013]. Carpernito, Linda juall, 1995. Nursing Care Plans and Documentation : Nursing diagnosis and colaborative problems. Second Edition J.B. Lippincott Company. Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan medical bedah. Edisi bahasa Indonesia. Volume satu. Hamilton, D. 1984. Kidney Transplantation in P. J. Morris (Ed). Kidney Transplantation : Principles and Practice. New York : Grune & Stratton. Hudak, Carolyn, 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Edisi pertama. Jakarta; EGC. Grace,Pierce A, et all. 2006. At a Glance IlmuBedah (Ed. 3). I
Made, Juliana. 2007. Komplikasi Paska Transplantasi Ginjal. http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3816/2812 [3 November 2013].
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC Sumarni. Asuhan Keperawatan pada Pasien Transplantasi Ginjal. http://hemodialisa.files.wordpress.com/2010/08/asuhan-keperawatan-pada-pasientransplantasi-ginjal1.doc [3 November 2013].