BAB I PENDAHULUAN I.1Latar Belakang Dermatofitosis
adalah
penyakit
pada
jaringan
yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, yaitu Tricophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.1 Berdasarkan lokasi anatomi yang terinfeksi, dermatofitosis diklasifikasikan menjadi : - Tinea capitis
:
dermatofitosis
pada
kulit
dan
rambut
kepala - Tinea barbae
: dermatofitosis pada dagu dan janggut
- Tinea cruris
: dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang hingga perut bagian bawah
- Tinea pedis et manum: dermatofitosis pada kaki dan tangan - Tinea unguium
: dermatofitosis pada kuku
- Tinea corporis
: dermatofitosis pada kulit tak berambut pada wajah, lengan, badan, dan tungkai.1,2
Tinea capitis adalah infeksi jamur dermatofita pada rambut dan kulit kepala, alis mata, dan bulu mata. Penyakit ini sering menyerang anak-anak dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara karena peningkatan insiden dan penyebaran.1,3,4 Gejala tinea capitis bervariasi, mulai dari adanya rasa gatal disertai pengelupasan kulit kepala tanpa disertai peradangan hingga menjadi bentuk meradang yang ditandai dengan lesi 1
kemerahan disertai nanah.4 Gejala-gejala tersebut dapat berakhir dengan pembentukan jaringan parut pada kepala dan terjadinya kebotakan yang permanen.4 I.2Epidemiologi Tinea capitis tersebar di seluruh dunia, namun insiden yang pasti tidak diketahui. Prevalensi yang tinggi terjadi di Afrika, Asia, dan Eropa Tenggara.5 Penyakit jamur pada kepala ini banyak pada anak-anak di bawah usia 10 tahun, sementara orang dewasa yang terkena infeksi jamur ini hanya sekitar 4,9% dari semua kasus.5,6 Tinea capitis banyak ditemukan pada anak berkulit hitam dan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 50,6% : 49,4%.7,8 Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa sekolah di Cleveland, Amerika Serikat, didapatkan prevalensi tinea capitis pada anak sebesar 13% termasuk anak-anak yang terkena infeksi subklinis.9 Berdasarkan data dari RSCM, didapatkan bahwa tinea capitis merupakan 0,61 – 0,87% dari keseluruhan kasus jamur kulit. Sementara di Manado, insiden tinea capitis mencapai 1,2 – 6% dari kasus dermatofitosis.5 89,34% dari keseluruhan kasus tinea capitis disebabkan oleh jamur antropofilik, dan sisanya disebabkan oleh jamur zoofilik maupun geofilik.7
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1
Definisi
Tinea capitis adalah infeksi jamur pada rambut dan kulit kepala, alis mata, dan bulu mata yang disebabkan oleh jamur dermatofita spesies Tricophyton dan Microsporum.3
Gambar 1. Tinea capitis10 II.2
Etiologi
Tinea capitis disebabkan oleh jamur golongan Dermatofita yang mempunyai sifat mencernakan keratin. 1,11 Dematofita yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit kepala dan rambut adalah genus Tricophyton dan Microsporum. 11 Jamur penyebab tinea capitis ini ada yang bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik. 11 Jamur yang bersifat antropofilik atau hanya mentransmisikan penyakit
antar
manusia
antara
lain
adalah
Tricophyton 3
violaceum
yang
Tricophyton megninii,
banyak
schoenleinii,
Trichophyton
ditemukan Tricophyton
soudanense,
pada
orang
rubrum, Tricophyton
Afrika,
Tricophyton yaoundei,
Microsporum audouinii, dan Microsporum ferrugineum.11 Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain adalah Microsporum gypseum dan Microsporum fulvum.11,12 Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea capitis antara lain Microsporum canis yang berasal dari kucing, Microsporum nanum yang berasal dari babi,
Microsporum
distortum
yang merupakan varian dari
Microsporum canis, Tricophyton verrucosum yang berasal dari sapi, dan Tricophyton mentagrophytes var. equinum yang berasal dari kuda.11
Gambar 2. Jamur Microsporum13
4
Gambar 3. Jamur Trichophyton13
II.3
Cara Penularan
Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur, atau dapat juga melalui debu dan air.12 Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur : 1. Faktor virulensi dari jamur Virulensi antropofilik,
jamur zoofilik,
tergantung atau
dari
geofilik.
sifatnya Jamur
apakah
antropofilik
menyebabkan perjalanan penyakit yang kronik dan residif karena
reaksi
penolakan tubuh
yang
sangat
ringan.
Sementara jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang dan mudah sembuh.12 2. Keutuhan kulit 5
Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.12 3. Faktor suhu dan kelembapan Kondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan
menjadi
lembap
sehingga
mempermudah
tumbuhnya jamur.12 4. Faktor sosial ekonomi Infeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat golongan sosial ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran dan kurangnya kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan.12 5. Faktor umur dan jenis kelamin Tinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak
ditemukan
pada
anak
laki-laki
dibandingkan
perempuan.7,12
II.4
Patofisiologi
Tinea capitis berhubungan dengan Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale, yaitu flora normal pada kulit kepala yang dapat berubah sesuai dengan keadaan lingkungan, seperti suhu, media, dan kelembapan.1 Selain itu, adanya zat fungistatik berupa asam lemak rantai pendek dari sekret yang dihasilkan oleh kelenjar sebacea pada masa post pubertal juga menjadi faktor yang berperan dalam terjadinya tinea capitis.4,14 Hifa jamur bertumbuh secara sentrifugal dari tempat inokulasi awalnya
ke
dalam
lapisan
startum
korneum,
kemudian
mencernakan keratin yang terdapat pada rambut. Pertumbuhan jamur meluas seiring dengan pertumbuhan rambut. Pada hari ke 12 – 14, mulai tampak kelainan pada kulit kepala. Rambut yang
6
terkena infeksi jamur menjadi rapuh dan pecah. Kerusakan rambut mulai tampak pada minggu ketiga. Sementara rambut menjadi rapuh, infeksi pada stratum korneum juga terus meluas. Pada minggu ke 8 – 10, pertumbuhan jamur pada kulit kepala bisa mencapai diameter 3,5 – 7 cm sehingga menginfeksi bagian rambut lain.4,14 Ada 3 tipe invasi pertumbuhan jamur pada rambut : 1. Invasi ektotriks Biasanya T.equinum,
disebabkan dan
oleh
T.verrucosum.
M.canis, Pada
M.gypseum,
jenis
ini,
jamur
menginvasi hingga ke luar batang rambut karena terjadi penghancuran kutikula rambut. Pada pemeriksaan dengan sinar Wood, tampak rambut yang terinfeksi memberikan fluoresensi berwarna hijau kekuningan.no.1 2. Invasi endotriks Disebabkan oleh jamur yang bersifat antropofilik, yaitu T.tonsurans dan T.violaceum. Invasi jamur terbatas hanya di dalam batang rambut saja dan kutikula rambut masih utuh. Pada
penyinaran
dengan
sinar
Wood
tidak
tampak
fluoresensi.no.1 3. Favus Disebabkan
oleh
T.schoenleinii
yang
memproduksi
krusta sehingga mengakibatkan kerontokan rambut.no.1 II.5
Gejala Klinik
Pasien dengan tinea capitis umumnya mengeluh gatal pada kepala dan terkadang juga terasa nyeri. no.2,no.3,saripati Kulit kepala yang terinfeksi tampak kemerahan, membengkak, dan adanya sisik yang mengelupas seperti ketombe. Rambut menjadi rontok
7
sehingga terjadi kebotakan yang sering menetap.no.3 Terkadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada leher.no.10 Pada
beberapa
kasus,
gejala
tidak
ditemukan
secara
menyeluruh. Terkadang ditemukan tinea capitis hanya dengan gejala kerontokan rambut tanpa adanya reaksi apapun pada kulit kepala, atau bahkan hanya terjadi pengelupasan kulit kepala tanpa adanya kerontokan rambut sehingga seringkali dikira sebagai ketombe.no.3,no.10 Dalam klinis, tinea capitis terbagi menjadi 4 bentuk : 1. Grey patch ringworm Tinea
capitis
jenis
ini
disebabkan
oleh
jamur
Microsporum dan lebih sering ditemukan pada anakanak.1,6 Gejala diawali dengan adanya papula merah kecil di sekitar muara rambut yang melebar secara sirkular dan membentuk
bercak,
kemudian
menjadi
pucat
dan
bersisik.1,2 Papula dan perkembangannya tersebut bersifat kering dan tidak meradang.6 Rambut menjadi berwarna abu-abu dan suram, mudah patah, dan mudah dicabut tanpa rasa nyeri sehingga tampak alopesia setempat yang terlihat sebagai grey patch.1,2 Pemeriksaan yang cukup membantu diagnosis tinea capitis bentuk ini adalah pemeriksaan dengan sinar Wood, di
mana
rambut
yang
sakit
tampak
menunjukkan
fluoresensi hijau kekuningan melampaui batas grey patch tersebut.1
8
Gambar 4. Grey patch ringworm17 2. Black dot ringworm Tinea capitis jenis ini disebabkan oleh jamur golongan Trichophyton,
terutama
T.tonsurans
dan
T.violaceum.
Gejala pada permulaan penyakit menyerupai tinea capitis bentuk grey patch ringworm.1 Rambut yang terkena infeksi menjadi sangat rapuh dan patah tepat pada muara folikel sehingga meninggalkan ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan gambaran black dot atau seperti titik-titik hitam.1,6 Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dibuat preparat langsung dari rambut untuk menemukan adanya hifa atau spora jamur. Namun terkadang ujung rambut yang patah tumbuh masuk ke bawah permukaan kulit sehingga untuk mendapat sediaannya perlu dilakukan irisan kulit.1
9
Gambar 5. Black dot ringworm18 3. Kerion Kerion merupakan reaksi peradangan berat pada tinea capitis
berupa
bisul-bisul
kecil
dan
pembengkakan
menyerupai sarang lebah yang nyeri disertai dengan skuamasi
dan
sebukan
sel
radang
yang
padat
di
sekitarnya.1,2,19 Reaksi ini lebih sering ditemukan pada infeksi yang disebabkan oleh Microsporum dibandingkan Tricophyton.1 Kerion sering dikira sebagai abses pada kulit kepala karena adanya pustula dan krusta. Rambut yang terinfeksi menjadi mudah putus dan dapat meninggalkan jaringan parut sehingga mengakibatkan alopesia yang menetap. Terkadang
jaringan
parut
dapat
membentuk
suatu
penonjolan.1,2 Beberapa ahli meyakini reaksi peradangan pada kerion terjadi akibat respon dari sistem imun yang berlebihan atau akibat terjadinya reaksi alergi terhadap jamur. Gejala lokal pada kerion seringkali disertai gejala sistemik berupa demam.20
10
Gambar 6. Kerion19 4. Tinea favosa Bentuk tinea capitis ini jarang ditemukan, terutama disebabkan oleh T.violaceum dan T.gypsum. Merupakan proses lanjut dari kerion disertai penghancuran batang rambut yang sangat parah.6,12 Kelainan pada kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil berwarna merah kekuningan di bawah kulit yang kemudian berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan atau skutula. Rambut di atas skutula ini menjadi tidak berkilau, putus-putus, dan mudah dicabut.12 Yang khas dari bentuk infeksi ini adalah lesinya yang berbau seperti tikus atau sering disebut mousy odor. Bila menyembuh,
lesi
meninggalkan
jaringan
parut
dan
menyebabkan alopesia yang permanen.1,12
11
Gambar 7. Tinea favosa21 II.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan dengan sinar Wood. Pada infeksi jamur dengan tipe invasi ektotriks, rambut yang terinfeksi tampak memberikan fluoresensi hijau kekuningan. Sedangkan pada tipe invasi endotriks penyinaran dengan sinar Wood tidak memberikan fluoresensi.4 Pemeriksaan
dengan
sinar
Wood
dilakukan
sebelum
pengumpulan bahan untuk pemeriksaan mikologik agar dapat mengetahui lebih jelas batas daerah yang terkena infeksi.1
12
Gambar 8. Tinea capitis dengan pemeriksaan sinar Wood22 Pemeriksaan mikologik baik dalam bentuk sediaan basah maupun
biakan
diperlukan
untuk
membantu
menegakkan
diagnosis. Pengambilan bahan dilakukan dengan mencabut rambut pada bagian kulit yang mengalami kelainan dan kulit daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Untuk membuat sediaan basah, bahan yang telah diambil untuk sediaan diletakkan di atas gelas alas kemudian diberikan larutan KOH 10% untuk melarutkan keratin.1 Melalui mikroskop dapat terlihat adanya makrospora maupun mikrospora pada sediaan yang diambil dari rambut. Spora tersebut dapat tersusun di luar rambut pada tipe invasi ektotriks maupun di dalam rambut pada invasi endotriks. Terkadang dapat juga ditemukan adanya hifa.1 Sementara pada sediaan yang diambil dari kerokan kulit, tampak adanya hifa sebagai 2 garis sejajar yang terbagi oleh sekat dan bercabang. Pada infeksi kulit yang sudah lama atau telah
diobati,
tampak
adanya
spora
yang
berderet
atau
artrospora.1
Gambar 9. Sediaan jamur dengan KOH23 13
Gambar 10. Gambaran mikroskopik hifa24 II.7
Diagnosis
Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan gejala yang dikeluhkan pasien, tanda-tanda infeksi jamur yang ditemukan, ditambah dengan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah rasa gatal atau pasien merasa berketombe. Sementara tanda klinis bervariasi tergantung dari bentuk klinis infeksinya. Pemeriksaan penunjang yang mudah dilakukan adalah melalui penyinaran dengan lampu Wood.2 II.8
Diagnosis Banding
1. Alopesia areata Terdapat daerah di kepala tanpa adanya rambut atau hanya tampak pertumbuhan rambut yang pendek seperti bercak. Pada alopesia areata, daerah lesi tampak lebih halus dan tidak bersisik.25 2. Dermatitis seboroik Kerontokan rambut tidak hanya pada satu daerah, tetapi menyebar di beberapa tempat. Selain itu juga 14
terdapat lesi berupa pengelupasan kulit namun tampak berminyak yang juga bersifat difus.25
3. Impetigo dan karbunkel Lesi menunjukkan tanda-tanda radan yang lebih jelas disertai rambut yang patah. Terjadinya impetigo dan karbunkel pada kulit kepala dapat memicu terjadinya kerion.25 4. Diskoid lupus eritematosus Merupakan suatu kelainan yang berjalan kronis dan berakhir dengan alopesia disertai pembentukan sikatriks. Tampak adanya pengelupasan kulit yang bersisik dengan bercak-bercak kemerahan, dan kulit wajah juga ikut terlibat. Pemeriksaan mikologik memberikan hasil yang negatif.25 5. Lichen planus Lesi berbentuk papula dengan puncak yang agak mendatar, terutama pada ekstremitas dan daerah pipi. Kelainan ini dapat berakhir dengan alopesia yang disertai pembentukan sikatriks.25 II.9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
awal
yang
mudah
dilakukan
dan
memberikan hasil yang cukup baik adalah dengan memotong rambut yang terkena infeksi jamur.
Pengobatan tinea capitis
melalui obat-obatan dilakukan dengan pemberian terapi sistemik maupun topikal. Anti jamur sistemik yang dapat diberikan antara lain : 1. Griseofulvin
15
Merupakan
obat
pilihan
utama
untuk
tinea
capitis.
Griseofulvin adalah metabolit sekunder dari jamur Penicillium griseofulvin. reproduksi
Obat jamur
ini
menghambat
dengan
pertumbuhan
menghambat
dan
pembentukan
mikrotubula di sitoplasma.15 Dosis griseofulvin untuk dewasa adalah 0,5 – 1 gram, sedangkan untuk anak-anak diberikan 10 mg/kg BB/hari. Pada kasus tinea capitis yang disebabkan oleh T.tonsurans, dosis dapat
ditingkatkan
hingga
20
mg/kg
BB/hari.
Untuk
mempertinggi absorpsi dalam usus, obat sebaiknya dimakan bersama makanan yang banyak mengandung lemak. Terapi griseofulvin membutuhkan waktu hingga 6 minggu agar obat mencapai pembuluh darah di stratum basale dari kulit. Setelah sembuh klinis, terapi dilanjutkan selama 2 minggu agar tidak menjadi residif.1,15 Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun pada beberapa penderita dapat terjadi sakit kepala dan gangguan pencernaan berupa nausea, vomitus, dan diare.1 2. Ketokonazol Ketokonazol merupakan anti jamur spektrum luas yangd apat digunakan pada kasus infeksi jamur yang resisten terhadap griseofulvin. Dosis sebesar 200 – 400 mg per hari diberikan pada pagi hari setelah makan selama 10 hari hingga 2 minggu.1,25 Selama
terapi
dengan
ketokonazol,
perlu
dilakukan
pemeriksaan enzim hepar secara rutin minimal sebulan sekali karena obat ini bersifat hepatotoksik. Terapi harus segera dihentikan apabila terjadi peningkatan SGPT hingga 2 – 3 x nilai
normal.
Selain
bersifat
hepatotoksik,
ketokonazol
16
memberikan efek samping berupa sakit kepala, rasa mual, dan terhambatnya sintesis hormon androgen.25 Ketokonazol merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitivitas, ibu hamil dan menyusui, serta pasien dengan gangguan hepar.25 3. Itrakonazol Merupakan anti jamur derivat azol yang cukup efektif dengan efek hepatotoksik yang lebih rendah. Obat diberikan dengan dosis 100 – 200 mg per hari selama 2 minggu. Efek samping
itrakonazol
antara
lain
berupa
gangguan
pencernaan, sakit kepala, dan terkadang ditemukan adanya dermatitis eksfoliatif.25 4. Terbinafin Terbinafin merupakan salah satu anti jamur dari golongan alilamin yang efektif untuk dermatofitosis. Obat ini bekerja menghambat
pembentukan
skualen,
yaitu
suatu
zat
hidrokarbon tidak jenuh yang membentuk membran sel. Beberapa ahli mengatakan terbinafin dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relaps dari infeksi jamur.25 Dosis terbinafin untuk anak-anak tergantung dari berat badannya. Pada anak dengan berat badan di bawah 20 kg diberikan terbinafin 62,5 mg per hari, dan pada anak dengan berat badan 20 – 40 kg diberikan 125 mg per hari. Sementara untuk orang dewasa diberikan dosis 250 mg per hari.25 Efek samping terbinafin yang tersering adalah gangguan pencernaan berupa nausea, vomitus, nyeri lambung, serta diare atau konstipasi. Gangguan pengecapan dan sefalgia ringan dapat terjadi namun presentasinya lebih kecil.1
17
Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai anti inflamasi diindikasikan pada kerion stadium dini. Dapat diberikan adalah prednison 3 x 5 mg sehari atau prednisolon 3 x 4 mg sehari selama
2
minggu.
Kortikosteroid
diberikan
bersama-sama
dengan griseofulvin atau terbinafin.1 Di
samping
pengobatan
pengobatan
topikal
penyembuhan.
secara
untuk
Mencuci
sistemik,
membantu
rambut
dengan
diperlukan
mempercepat shampo
yang
mengandung selenium sulfida dapat mengurangi penyebaran infeksi pada stadium awal karena mengurangi jumlah spora yang viabel dalam rambut.26 Obat-obatan
topikal
konvensional
yang
masih
banyak
digunakan sebagai terapi tinea capitis antara ain asam salisil 2 – 4%, asam benzoat 6 – 12%, sulfur 4 – 6%, vioform3%, asam undesilenat 2 – 5%, dan zat warna hijau brilian 1% dalam cat Castellani. Selain obat tersebut, kini banyak ditemukan obat topikal
baru
seperti
tolnaftat
2%,
derivat
imidazol,
siklopiroksolamin, dan naftilin 1%.1 II.10 Pencegahan Untuk
mencegah
terkena
infeksi
tinea
capitis
dapat
dilakukan dengan : 1. Menghindari kontak yang erat dengan penderita tinea capitis 2. Menjaga
kebersihan
diri
dengan
mandi
setelah
beraktivitas dan berkeringat 3. Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandi 4. Mencuci
pakaian,
sprei,
dan
barang-barang
pribadi
lainnya secara rutin
18
5. Tidak menggunakan sisir, alat cukur, dan handuk secara bersama-sama.27
BAB III PENUTUP Tinea capitis adalah infeksi jamur pada rambut dan kulit kepala, alis mata, dan bulu mata yang disebabkan oleh jamur dermatofita spesies Tricophyton dan Microsporum. Penularan dapat secara langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung jamur maupun secara tak langsung 19
dapat melalui barang-barang yang dihinggapi jamur, debu, dan air. Gejala tinea capitis adalah rasa gatal dan nyeri pada kepala. Kulit kepala tampak kemerahan, membengkak, dan mengelupas disertai dengan kerontokan rambut. Bentuk tinea capitis secara klinis antara lain grey patch ringworm, black dot ringworm, kerion, dan tinea favosa. Pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
untuk
menunjang diagnosis adalah penyinaran dengan lampu Wood, serta pemeriksaan mikologik dengan bantuan mikroskop. Pengobatan secara sistemik dengan griseofulvin maupun anti jamur lainnya seperti ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafin. Pada beberapa kasus dapat diberikan kortikosteroid. Mencuci rambut dengan sampo yang mengandung selenium sulfida merupakan
pengobatan
topikal
yang
mempercepat
penyembuhan. Pencegahan adalah dengan menjaga kebersihan diri melalui mandi dan mencuci barang-barang pribadi secara rutin, serta tidak menggunakan sisir dan alat cukur secara bersama-sama.
20