BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau beberapa aktor berkenaan dengan suatu masalah. Tindakan para aktor kebijakan dapat berupa pengambilan keputusan yang biasanya bukan merupakan keputusan tunggal, artinya kebijakan diambil dengan cara mengambil beberapa keputusan yang saling terkait dengan masalah yang ada. Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan alternatif yang tersedia. Ada beberapa teori yang paling sering digunakan dalam mengambil kebijakan yang akan di bahas didalam makalah ini.
Rumusan Masalah
Apa defisini pembuatan keputusan kebijakan?
Apa saja teori pembuatan keputusan?
Apa saja nilai-nilai yang terkandung didalam sebuah pembuatan keputusan?
Siapa saja aktor yang berperan dalam pembuatan keputusan?
Tujuan
Untuk mengetahui defisini pembuatan keputusan kebijakan.
Untuk mengetahui teori-teori pembuatan keputusan.
Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung didalam sebuah pembuatan keputusan.
Untuk mengetahui aktor-aktor yang berperan dalam pembuatan keputusan.
BAB II
DEFINISI PEMBUATAN KEPUTUSAN
Sulit dipungkiri bahwa kebijakan publik itu, secara substansial dan fundamental merupakan suatu studi mengenai pembuatan atau pengambilan keputusan (decision making). Itulah sebabnya, bagi para ahli kebijakan publik (policy scholars) persoalan-persoalan penting, seperti siapakah yang membuat keputusan-keputusan dan mengapa mereka membuat keputusan- keputusan dengan cara tertentu dan tidak dengan cara lain, akan senantiasa menjadi fokus dari penelitian mereka. Dimana pun dan kapan pun, kebijakan publik itu dibuat pasti akan melibatkan apa yang disebut the coervice power of the state (kekuatan berdaya paksa dari negara).
Bagaimanakah keputusan-keputusan kebijakan itu dijelaskan oleh para ahli? Para ahli mencoba mendefinisikan/merumuskan makna pembuatan keputusan kebijakan cukup banyak, beberapa diantaranya dipaparkan dibawah ini.
Charles Lindblom (1968), menuturkan bahwa pembuatan kebijakan publik (public policy making) itu pada hakikatnya adalah: "an extremelu complex, analyticalm and political process to which there is no beginning or end, and the boundaries of which are most uncertain. Somehow a... complex set of forces that we call policy-marking all taken together, produces effect called policies" merupakan proses yang amat kompleks dan analitis, tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinyam dan batas-batas dari proses itu sesungguhnya yang paling tidak pasti. Serangkaian pembuatan kekuatan-kekuatan yang agak kompleks yang kita sebut sebagai pembuatan kebijakan publik itulah yang kemudian membuahkan hasil yang disebut kebijakan).
Raymond Bauer, dalam tulisannya berjudul "The Study of Policy Formation", merumuskan pembuatan kebijakan publik sebagai proses transformasi atau pengubahan input politik menjadi output politik. Dari rumusan ini pandangan yang diketengahkan oleh Bauer tersebut tampak amat dipengaruhi oleh teori analisis sistem (system analysis), sebagaimana pernah dianjurkan oleh David Easton (1963).
Seorang pakar kebijakan publik dari Afrika , Chief J. O. Udoji (1981), merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan publik sebagai berikut:
"keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan, dan pelaksanaan/implementasi, monitoring dan peninjauan kembali.
Menurut O. Udoji, siapa yang berpartisipasi dan apa peranannya dalam proses tersebut untuk sebagian besar akan tergantung pada struktur politik pengambilan keputusan itu sendiri.
Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang terseia. Teori-teori pengambilan keputusan berkaitan dengan masalah bagaimana pilihan itu dibuat. Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan suatu masalah atau persoalan tertentu.
BAB III
TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
3.1 Teori Rasional Komprehensif
Barangkali toari pengambilan keputusan yang biasa digunakan dan diterima oleh banyak kalangan aadalah teori rasional komprehensif yang mempunyai beberapa unsur
Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain (dapat diurutkan menurut prioritas masalah)
Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya.
Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara saksama.
Asas biaya manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk menentukan prioritas.
Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk membandingkan dengan alternatif lain.
Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan, nilai, dan sasaran yang ditetapkan
Ada beberapa ahli antara lain Charles Lindblom , 1965 (Ahli Ekonomi dan Matematika) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu sebenarnya tidak berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit akan tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang tepat terhadap akar permasalahan.
Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenahi berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya.dan mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan
Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena teori ini mengasumsikan bahwa fakta-2 dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta dilapangan dengan nilai-nilai yang ada.
Ada beberapa masalah diperbagai negara berkembang seperti Indonesia untuk menerapkan teori rasional komprehensif ini karena beberapa alasan yaitu
Informasi dan data statistik yang ada tidak lengkap sehingga tidak bisa dipakai untuk dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan terjadi sebuah keputusan yang kurang tepat.
Teori ini diambil/diteliti dengan latar belakang berbeda dengan nagara berkembangekologi budanyanya berbeda.
Birokrasi dinegara berkembang tidak bisa mendukung unsur-unsur rasional dalam pengambilan keputusan, karena dalam birokrasi negara berkembang kebanyakan korup sehingga menciptakan hal-hal yang tidak rasional.
3.2 Teori Inkremental
Teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan madel yang sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambail keputusan. Teori ini memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapanya merupakan hal yang saling terkait.
Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marjinal
Setiap alternatif hanya sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenahi sebab dan akibatnya.
Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan di redifinisikan secara teratur dan memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga dampak dari masalah lebih dapat ditanggulangi.
Tidak ada keputusan atau cara pemecahan masalah yang tepat bagi setiap masalah.Sehingga keputusan yang baik terletak pada berbagai analisis yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.
Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya dalah memperbaiki atau melengkapi keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan penyempurnaan.
Karena diambil berdasarkan berbagai analisis maka sangat tepat diterapkan bagi negara-negara yang memiliki struktur mejemuk. Keputusan dan kebijakan diambil dengan dasar saling percaya diantara berbagai pihak sehingga secara politis lebih aman. Kondisi yang realistik diberbagi negara bahwa dalam menagmbil keputusan/kebijakan para pengambil keputusan dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu, kurang pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk analsis secara komprehensif.
Teori ini dapat dikatakan sebagai model pengambilan keputusan yang membuahkan hasil terbatas, praktis dan dapat diterima.
Ada beberapa kelemahan dalam teori inkremental ini
Keputusan–keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat dan mapan sehingga kepentingan kelompok lemah terabaikan.
Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek dan tidak memperhatikan berbagai macam kebijakan lain
Dinegara berkembang teori ini tidak cocok karena perubahan yang inkremental tidak tepat karena negara berkembang lebih membutuhkan perubahan yang besar dan mendasar.
Menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam membuat keputusan cenderung mengahsilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo
3.3 Teori Pengamatan Terpadu
Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti yang dikemukakan oleh ahli sosiologi organisasi Aitai Etzioni yaitu pengamatan terpadu (Mixid Scaning) sebagai suatu pendektan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat fundamental maupun inkremental.
Keputusan-keputusan inkremental memberikan arahan dasar dan melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan fundamental sesudah keputusan-keputusan itu tercapai.
Model pengamatan terpadu menurut Etzioni akan memungkinkan para pembuat keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan teori inkremental pada situasi yang berbeda-beda.
Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
BAB IV
KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Untuk menentukan pilihan dari berbagai teori pengambilan keputusan baik itu rasional, inkremental atau pengamatan terpadu dengan beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Tentu masing-masing harus mempunyai dasar (nilai-nilai, norma-norma, atau pedoman tertentu) yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan pilihan teori yang tepat. Ada beberapa dasar atau nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku pembuat keputusan yang akan dibahas pada bab ini.
4.1 Nilai-nilai Politik
Keputusan atau kebijakan negara tidak lepas dari partai politik karena pejabat-pejabat pengambil keputusan berasal dari partai politik. Dalam mengambil keputusan dari berbagai macam alternatif yang tersedia maka dipilih alternatif yang berkepentingan dengan partai politiknya ataupun kelompok-kelompok klien dari partai politik dan badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir tidak mustahil dibuat untuk kepentingan partai politiknya dan digunakan sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh pengaruh politik untuk mencapai tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
4.2 Nilai-niai Organisasi
Nilai-nilai organisasi yang dimiliki akan mempengaruhi pengambilan keputusan khususnya organisasi pemerintah (birokrat). Hal ini disebabkan karena struktur organisasi yang ada di birokrat memiliki sistim kontrol yang terorganisasi. Sistim kontrol dapat berupa sanksi yang dapat memaksa organisasi dibawahnya untuk mengikuti perintah dari organisasi di atasnya. Hal ini dilakukan dengan berbagai macam alasan antara lain:
untuk mempertahankan kedudukan organsasi agar tetap eksis
untuk meningkatkan dan memperlancar program-program dan kegiatan organisasi
untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang mungkin ada dalam organisasi.
4.3 Nilai-nilai Pribadi
Setiap orang mempunyai kebutuhan seperti yang diungkapkan oleh Maslow dimana orang memiliki kebutuhan fisik sampai kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka seseorang selalu melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kepentingan pribadi ini mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.
4.4 Nilai-nilai Idologis
Ideologi menjadi pedoman bertindak bagi masyarakat yang menyakininya. Pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan.
Di Indonesia, setidaknya dimasa Orde Baru lalu, ideologi Pancasila bila dilihat dari sudut perilaku politik rezim barangkali telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan, ideologi ini kerap juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembanguan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat.
4.5 Nilai-Nilai Kebijakan
Satu hal yang hendak dicamkan, yakni janganlah kita memiliki anggapan yang terlampau sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan adalah manusia-manusia yang jahat dan jenis pribadi tak bermoral, lantaran mereka dalam bertindak melulu dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan demi keuntungan politik, organisasi maupun pribadi. Meski jumlahnya mungkin sedikit, ada pula para pembuat keputusan yang bertindak berdasarkan persepsi dan alasan pembelaan mereka terhadap kepentingan umum (public interest). Atau berdasarkan keyakinan tertentu mengenai kebijakan publik apa yang kira-kira secara moral tepat dan benar.
BAB V
AKTOR-AKTOR YANG BERPERAN DALAM PROSES KEBIJAKAN
Dalam proses kebijakan, menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada empat golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Golongan Rasionalis
Ciri-ciri utama dari kebanyakan golongan aktor rasionalis bahwa dalam melakukan pilihan alternatif kebijakan mereka selalu menempuh metode dan langkah-langkah berikut:
Mengidentifikasikan masalah
Merumuskan tujuan dan menyusunnya dalam jenjang tertentu
Mengidentifikasikan semua alternatif kebijakan
Meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap alternatif
Membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu mengacu pada tujuan
Memilih alternatif terbaik
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, perilaku aktor rasionalis ini identik dengan peran yang dimainkan oleh para perencana dan analis kebijakan profesional yang amat terlatih dalam menggunakan metode-metode rasional apabila menghadapi masalah-masalah publik.
Golongan Teknisi
Seorang teknisi pada dasarnya tidak lebih dari seorang rasionalis, sebab ia adalah seorang yang karena bidang keahliannya atau spesialisnya dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijakan. Golongan teknisi dalam melaksanakan tugasnya boleh jadi memiliki kebebasan ,namun kebabasan ini hanya dalam lingkup pekerjaan dan keahliannya saja. Dan apa yang mereka kerjakan ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang mereka mainkan dalam hubungan ini adalah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan tenaganya untuk menangani tugas-tugas tertentu. Nilai-nilai yang mereka yakinin adalah nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang keahlian profesional mereka, misalnya sebagai insinyur elektro,ahli informatika dan ilmu komputer, ahli fisika,dan ahli statistika. Tujuan yang ingin dicapai biasanya ditetapkan pleh pihak lain, mungkin oleh salah satu golongan aktor yang telah kita sebutkan diatas. Gaya kerja dari golongan teknisi ini agak berlainan jika dibandingkan dengan golongan lain, jika dibandingkan dengan golongan rasionalis yang cenderung bersifat komprehensif. Golongan teknisi menunjukan rasa antusiasme dan percaya diri yang tinggi, apabila mereka diminta untuk bekerja dalam batas-batas keahliannya, namun cenderung enggan melakukan pertimbangan yang sangat luas,terlebih yang melampaui batas keahliannya.
Golongan Inkrementalis
Golongan aktor inkrementalis ini dapat diidentikkan dengan para politisi. Para politisi yang cenderung kritis namun sering tidak sabar ter3hadap gaya kerja para perencana dan teknisi, walaupun mereka sebenarnya amat tergantung dengan apa yang dikerjakan teknisi. Golongan inkrementalis meragukan bahwa sifat komprehensif dan serba rasional merupakan suatu yang mungkin dalam dunia yang penuh dengan ketidaksempurnaan ini. Golongan inkrementalis memandang tahap perkembangan kebijakan dan implementasinya sebagai rangkaian penyesuaian yang terus terhadang hasil akhir, yang berjangka pendek atau panjang dari suatu tindakan. Bagi golongan inkrementalis informasi dan pengetahuan yang kita miliki tidak akan pernah bisa mencukupi untuk menhasilkan suatu program kebijakan yang lengkap. Pada umumnya mereka sudah cukup puas dengan melakukan perubahan-perubahan kecil. Nilai yang terkait dengan metode pendekatan ini adalah hal yang berhubungan dengan masa lampau atau hal yang berhubungan dengan terpeliharanya status quo-kestabilan dari sistem dan terpeliharanya kepentingan ekonomi dan politik. Dan apa dalam hubungan ini tujuan kebijakan dianggap sebagai konsekuensi dan adanya tuntutan baik dari melakukan hal yang baru atau menyesuaikan dengan yang pernah dikembangkan dalam teori. Gaya kerja golongan inkrementalis dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu melakukan tawar-menawar (bergaining), yakni insensitas tuntutan tersebut dan menawarkan kompromi.
Golongan Reformis
Golongan reformis juga mengakui keterbatasannya informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijakan, sekalipun berbeda dalam cara membuat kesimpulan. Golongan inkrementalis berpendirian bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itu mendiktegerak dan langkah dalam proses pembuatan keputusan kebijakan. Dalam kaitan ini Braybrooke dan Lindblom mengatakan , hanya kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah dikenal, dan yang akibat-akibatnya menimbulkan perubahan kecil pada apa yang sudah ada yang akan dipertibangkan. Pendekatan ini bagi golongan reformis, yang notabene menghendaki perubahan sosial, dianggap sebagai tindakan yang terlampau konservatif. Golongan revormis ini sependapat dengan pandangan David Easton yang menyebutkan kita harus menerima sebagai kebenaran akan perlunya mengarahkan diri kita langsung pada persoalan-persoalan yang berlangsung hari ini untuk memperoleh jawaban singkat dan cepat dengan memanfaatkan perangkat analisis serta teori-teori mutakhir yang tersedia, betapapun tidak memadainya perangkat analisis dan teori-teori tersebut. Dengan demikian tekanan perhatiannya ada pada tindakan sekarang karena urgentcy dari persoalan yang dihadapi.
Pendekatan semacam itu umumnya ditempuh oleh para lobbyist, nilai-nilai yang mereka junjung tinggi ialah yang berkaitan dengan upaya untuk melakukan perubahan sosial, terkadang de3mi perubahan sosial itu sendiri, namun lebih bersangkutpaut dengan kepentinggan kelompok tertentu. Tujuan kebijakan biasanya ditetapkan dalam lingkungan kelompok tersebut melalui berbagai proses termasuk atas dasar keyakinan pribadi bahwa hasil akhir dari tindakan pemerintah sekarang telah melenceng arahnya. Karena itu gaya kerja golongan aktor reformis umumnya sangat radikal dengan pemerintah. Melihat perbedaan-perbedaan keempat golongan aktor yang terlibat dalam proses kebijakan tersebut tidak heran jika masing-masing golongan aktor itu saling mengecam golongan rasionalis sering dikritik sebagai tidak memahami kodrat manusia. Braybrooke dan Lindblom sebagai penganjur teori inkrementalis menyatakan bahwa golongan aktor rasionalis itu terlalu idealistis sehingga tidak cocok dengan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengatasi masalah. Sementara itu golongan aktor teknisi sering dituduh memiliki pandangan yang picik karena hanya perduli terhadap masalah-masalah sempit sebatas pada bidang keahliannya semata dan kurang perduli terhadap masalah-masalah publik yang luas. Golongan aktor inkrementalis dilain pihak sering dianggap memiliki sikap konservatis. Sebab mereka tidak terlalu tanggap terhadap perubahan sosial atau bentuk-bentuk inovasi yang lain akhirnya golongan aktor reformis seringksli dituduh mau menang sendiri, tidak sabar, tidak kenal kompromi, dan tidak realistis.
Skema :
Aktor-aktor yang terlibat dalam Proses Kebijakan dan Perilakunya
KARAKTERISTIK
Golongan Aktor
Peran
Nilai-nilai
Tujuan
Gaya kerja
Kritik
Rasionalis
Analisis kebijakan/ perencanaan
Metode
Dapat ditetapkan sebelumnya
Komprehensif
Tidak memahami keterbatasan manusia
Teknisi
Ahli/spesialis
Pendidikan/ keahlian
Ditetapkan pihak lain
Eksplisit
Terlampau licik
Inkrementalis
Politisi
Status quo
Karena tuntutan baru
Juru tawar
Konservatif
Reformis
Pelobi
Perubahan sosial
Karena masalah mendesak
Aktivis
Tidak realis/ tidak kenal kompromi
BAB VI
KESIMPULAN
Teori pengambilan keputusan memiliki 3 teori besar yang sering dipakai yaitu teori rasional komprehensif, inkremental dan teori pengamatan terpadu. Ketiga teori ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai pengambilan keputusan terbaik. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengambilan keputusan adalah adanya nilai-nilai di dalamnya yaitu nilai politik, nilai organisasi, nilai individu, nilai ideologi dan nilai kebijakan. Pengambilan keputusan dilakukan oleh beberapa aktor yang terlibat didalamnya, yaitu: aktor rasionalis, teknisi, inkrementalis, dan reformis.
DAFTAR PUSTAKA
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan. Jakarta:Bumi Aksara.
Mulyono. 2009. Kriteria dalam Mengambil Keputusan. http://mulyono.staff.uns.ac.id /2009/06/17/kriteria-nilai-nilai-dalam-mengambil-keputusan-criteria-values-in-taking-decision/ (online). Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.
Mulyono. 2009. Teori Pengambilan Keputusan. http://mulyono.staff.uns.ac.id /2009/06/08/teori-pengambilan-keputusan-theory-of-decision-making/ (online). Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.
14