LAPORAN KASUS BESAR
TB USUS+SIROSIS HEPATIS
OLEH
NAMA
:ELSA ANSARI
STAMBUK
:K1A1 12 003
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. tuberculosis. Klasifikasi tuberkulosis dibagi menjadi: 1. Tuberkulosis paru, adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). 2. TB ekstra paru, adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan alat kelamin. Tuberkulosis merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang dapat menyerang semua sistem sistem organ tubuh manusia, termasuk usus. TB usus adalah suatu penyakit sub akut atau kronik pada dinding usus. TB usus dapat merupakan infeksi primer maupun sekunder. Infeksi primer disebabkan oleh mikobaterium Bovis yang masuk bersama susu yang diminum atau lewat makanan. Infeksi sekunder merupakan infeksi tuberkulosis paru aktif yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Regio ileocecal merupakan regio usus yang sering terinfeksi pada 90% kasus, kemudian colon ascenden. TB usus merupakan suatu penyakit yang sulit dibedakan dari bentuk penyakit granulomatosa yang menyerang usus. TB usus
dapat menyebabkan mukosa usus mengalami ulkus, scar dan fibrosis sehinga dapat mengakibatkan penyempitan dari lumen usus. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstra paru aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan untuk diberikan obat tuberkulosis siklus penuh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDEMIOLOGI
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995. Data laporan WHO tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012, dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika. Satu dari 5 pasien TB merupakan pasien TB ekstra paru. Bentuk yang paling sering adalah TB kelenjar, pleura, perikardial dan meningitis TB. TB abdominal atau TB usus merupakan TB ekstraparu keenam yang paling sering terjadi. Prevalensi TB ekstra-paru meningkat pada penderita respon imun yang rendah (AIDS). TB Abdominal di Afrika Barat dan Turki menyerang pada dewasa muda dan terutama pada wanita. Pada sebuah penelitian di Zambdia dari 31 pasien positif HIV dengan tanda-tanda TB abdominal ditemukan sebanyak 22 pasien wanita dengan usia 18-46 tahun. TB usus merupakan penyakit yang umumnnya terjadi pada negara-negara dengan sosial ekonomi yang rendah di Dunia. India merupakan negara dengan prevalensi kasus TB tertinggi, disusul Cina kemudian Afrika Selatan. Di dunia terjadi peningkatan prevalensi TB usus sebesar 1,1 % pertahun, laju peningkatan ini terjadi pada pasien dengan imunokompromised.
Di negara – negara maju seperti Amerika serikat juga mengalami peningkatan kasus TB terutama pada imigran dan pasien-pasien mengalami AIDS. Selain itu di Eropa misalnya inggris juga mengalami peningkatan kasus TB usus selama 20 tahun terahir, khususnya london dan pada populasi imigran, serta pasien-pasien dengan yang mengalami resistensi Obat. Berdasarkan data tahun 2012, di Dunia kasus TB MDR sekitar 450.000 kasus dan terbanyak kasusnya di India, cina dan Rusia.
B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
TB usus disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. infeksi Bakteri pada saluran pencernaan terjadi pada saat menelan sputum yang mengandung basil tuberkulum, basil dari sputum TB paru aktif ini kemudian menginfeksi lapisan mukosa traktus gastrointestinal.
Basil tuberkulum kemudian membentuk
tuberkel epiteloid di jaringan limfoid pada lapisan submukosa, 2-4 minggu kemudian necrosis kaseosa dari tuberkel akan mengalami ulkus sehingga infeksi dapat tersebar keseluruh organ di Abdomen. TB usus juga dapat disebabkan oleh susu yang tidak dipasteurisasi yang dapat dari sumber penularan dari TB zoonosis yang disebabkan
oleh
mycobacterium bovis. TB usus pada bayi 90 hari dapat disebabkan oleh transmisi postnatal dari ibu.
Berdasarkan patofisiologi, TB usus dapat dklasifikasikan menjadi 3 b entuk: 1. Bentuk ulseratif, terlihat pada sekitar 60% pasien. Beberapa ulkus superfisial sebagian besar terbatas terbatas pada permukaan epitel. Hal ini dianggap sebagai bentuk yang sangat aktif dari penyakit. 2. Bentuk hipertrofik, terlihat pada 10% pasien. Bentuk ini terdiri dari penebalan dinding usus dengan jaringan parut, fibrosis, dan kaku, massa terlihat seperti karsinoma. 3. Bentuk ulcerohypotrofic adalah subtipe ini terlihat pada 30% pasien yang merupakan gabungan dari ulceratif dan hipertrofik.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Usus adalah bagian dari tractus digestivus yang berada didalam cavum abdomino-pelvicum, terdiri dari intestinum tenue dan intestinum crassum. Intestinum tenue dimulai dari ujung distal pylorus sampai di caecum. Terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Panjang seluruh intestinum tenue adalah kira-kira 7 meter. Intestinum crassum lebih pendek daripada intestinum tenue, panjang kira-kira 1,5 meter. Pangkalnya lebih lebar daripada ujung distalnya. Terdiri dari caecum dan processus vermiformis, colon, dan rectum. Pada intestinum crassum dapat dilihat taenia coli, haustra, incisura dan Appendices epiploicae.
Gambar 1.
Intestinum Tenue dan Intestinum Crassum
Intestinum tenue (usus halus) mempunyai dua fungsi utama yaitu: 1. Pencernaan yaitu proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. 2. Absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air.
Intestinum crasum (usus besar) memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinik,
pemeriksaan
fisik
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Diagnosis definitif ditegakan berdasarkan pada ditemukannya bakteri basil tahan asam, Selain itu pemeriksaan histopatologi berupa sel epitel granuloma dengan bagian tepi yang terdiri dari limfosit, sel langerhans dan nekrosis perkejuan pada daerah sentral. 1. Gejala klinis pasien tuberculosis usus yaitu: a. Nyeri abdomen
: (90,5%)
b. Keringat malam hari
: (69,8%)
c. Weakness and Fatigue
: (69,8%)
d. Kehilangan berat badan
: (83%)
e. Konstipasi
: (49%)
f. Demam
: (41,5%)
g. Diare kronik
: (37,7%)
h. Darah pada feses
: (16,9%)
Diagnosis dapat ditegakkan dengan imaging, biopsi, dan kultur. Pemeriksaan laboratorium dan immunologi tidak digunakan untuk diagnosis TB Usus. 2. Pemeriksaan Radiologi a. Colon in loop Pada pemeriksaan dengan barium, gejala paling awal adalah adanya spasme, hipermobilitas dan edema pada katup. Penebalan katub ileocaecal incompetent merupakan ciri khas dari tuberkulosis. Pada TB ileocaecal terlihat pula gambaran dari terminal ileum yang menyempit dan menebal, katup ileocaecal menjadi kaku, iregular, terbuka dan incopetent. Spasme dari distal ileum dan kolon asenden yang berkerut. Pada caecum dapat menunjukan caecum yang terpotong dan berbentuk kerucut dapat pula tertarik keluar dari fossa iliaka karena retraksi dari mesenterika.
Gambar 2 A. TB
usus tipe Ulceratif.
Ada spiculations ditandai colon ascending, cecum dan ileum terminal.
TB usus tipe Hyperplastic. tampak Colon ascenden dan cecum mengalami multipel filling defect. ada dilatasi di ileum terminal Gambar
2
B
:
Gambar 3.
Ujung cecum tampak irreguler (panah putih yang besar), dan terlihat defect di cecum dan colon ascenden. Ini adalah massa dari Jaringan TB usus.
b. USG Pada pemeriksaan USG, gambaran TB usus tidak spesifik dan dapat menunjukan penebalan dinding caecal dan limfadenopati. Pada beberapa kasus TB usus, gambaran USG yang dapat dilihat adalah penebalan dinding usus yang asimetris.
Gambar 4. Hasil
USG TBC usus. Terlihat penebalan dinding
anterior dari ileum terminal dan sekum dan terjadi peningkatan aliran pembulu darah.
E. PENATALAKSANAAN
Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan yang sama dengan lama pengobatan yang berbeda. Panduan obat yang dianjurkan pada pasien baru yaitu 2HRZR/4HR dengan pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilnjutkan dengan pemberian dosis 3 kali seminggu dengan DOTS 2HRZE/4H3R3 Pada beberapa kasus yang berat (meningitis TB, TB tulang/persendian, TB miliar), pengobatan mungkin perlu untuk diperpanjang selama 9 bulan. Dua bulan fase intensif dan 7 bulan fase lanjutan – 2 (RHZE)/ 7(RH).
F. KOMPLIKASI
TB usus jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi abdominal seperti obstruksi, perforasi, fistula, intestinal bleding, enterolitiasis, traksi divertikula dan trombosis vena.
BAB III LAPORAN KASUS
Pasien baru masuk rujukan dari RS Kolaka Timur dengan keluhan perut membesar. Keluhan ini dirasakan sejak ± 2 bulan SMRS. Awalnya perut berukuran kecil, dan lama kelamaan semakin membesar. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut kanan atas tembus belakang. NUH (+), mual (-), muntah (-). Batuk dan sesak (-). Pasien merasa lemas (+), demam (-), sakit kepala (-). BAB (-) sejak ± 1 minggu SMRS. BAK lancar kesan normal. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat muntah hitam (+) dan berak hitam (+). Riwayat sering konsumsi jamu (+). Riwayat berobat di RS Kolaka Timur dengan keluhan yang sama ± 2 bulan lalu (+).
Riwayat HT (-), DM (-), dan riwayat penyakit
jantung (-). Riwayat alergi obat (-). Riwayat penyakit yang sama di keluarga (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan sakit sedang dengan status gizi cukup (IMT =19,84 kg/m2), kesadaran composmentis, tekanan darah : 110/80, pernapasan: 24 x/m, nadi: 96 x/m, dan suhu: 36,9 oc/axillar,kepala: bentuk oval, simetris kanan/kiri, deformitas: (-),simetris muka kanan/kiri, rambut keriting berwarna hitam tidak mudah tercabut. Pada mata didapatkan enoptalmus, gerakan: dalam batas normal, kelopak mata dalam batas normal, konjuntiva anemis(+), kornea: jernih, sklera ikterus (+), pupil bulat, isokor. Pada telinga tophi (-), pendengaran dalam batas normal, nyeri tekan proc. Mastoideus (-). perdarahan pada hidung (-), sekret (-). Pada mulut didapatkan bibir pucat (+), kering (+),
tonsilt1/t1, gigi geligi caries (-), perdarahan gusi (-), lidah kotor (-), tremor (-). Pada leher didapatkan kelenjar limfe dalam batas normal, kaku kuduk (-). Pada dada, inspeksi :bentuksimetris kanan/kiri, pembuluh darah dalam batas normal, ictus cordis tidak tampak, retraksi sela iga (-). Pada paru, palpasi: vokal fremitus simetris kanan dan kiri kesan normal, nyeri tekan(-), perkusi paru kiri sonor, paru kanan sonor, batas paru-hepar ICS VI sinistra, batas paru belakang kanan: ICS IXX posterior, auskultasi bunyi pernapasan ronkhi basah -/-, bunyi tambahan tidak ada. Pada Jantung, inspeksi IC tidak tampak, palpasi IC tidak teraba, perkusi batas jantung
dalam
batas
normal,
auskultasi
BJI/II
murni
reguler.
Pada
abdomen,inspeksi asites, tampak vena-vena abdomen, auskultasi peristaltik menurun, palpasi hati sulit dinilai, didapatkan splenomegali, limpa sulit dinilai, ginjal sulit dinilai, perkusi pekak. Pada punggung, inspeksi simetris, deformitas (-), palpasi nyeri tekan (-), massa tumor (-),nyeri ketok (-), vokal fremitus kiri dan kanan simetris kesan normal. Pada ekstremitas atas dan bawah didapatkan kekuatan otot 5/5, pitting edema (-), dan akral teraba hangat (+). Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 03/08/2016 didapatkan nilai Leukosit 2.990/μl, Eritrosit 2.090.000/μl, Hemoglobin 3,7 g/dL, Hematokrit 13,9 %, Trombosit 101.000/μl. GDS 105 mg/dl; Ureum 15 mg/dl; Kreatinin 0,5 mg/dl; SGOT 29 U/L; SGPT 18 U/L.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06/08/2016 didapatkan nilai Leukosit 7.280/μl, Eritrosit 3.160.000/μl, Hemoglobin 6,7 g/dL, Hematokrit 22,7 %, Trombosit 122.000/μl. Pada pemeriksaan USG pada tanggal 04/08/2016 didapatkan: Tampak echo cairan bebas intra abdominal; Hepar: ukuran kesan kecil, tepi ireguler, tepi lancip; Kedua ginjal, GB, pancreas dan VU dalam batas nornal; Kesan Sirosis hepatis, Splenomegaly, dan Asites e.c. TB Usus. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta hasil pemeriksaan penunjang awal, disusunlah diagnosis kerja sebagai berikut: suspek TB Usus, suspek Sirosis Hepatis, Asites, dan Anemia Gravis, serta Dispepsia. Pasien dalam keadaan sadar dan pulang pada tanggal 9 Agustus 2016.Terapi yang diberikan pada pasien IVFD NaCl 0,9% 14 tpm, Injeksi cefotaxime 1 gr/12j/IV, Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12j/IV, Furosemid 40 mg (1-0-0), Spironolaktone 100 mg (1/2-0-0), Curcuma 3x1, Vit. B6, RHZE, Lactulosa 3x1, dan Transfusi PRC 1000 CC.
BAB IV ANALISA KASUS
Pada kasus pasien adalah seorang laki-laki berusia 53 tahun, berdasarkan epidemiologi bahwa TB abdominal atau TB usus merupakan TB ekstraparu keenam yang paling sering terjadi. Prevalensi TB ekstra-paru meningkat pada penderita respon imun yang rendah (AIDS). TB Abdominal di Afrika Barat dan Turki menyerang pada dewasa muda dan terutama pada wanita. Pada sebuah penelitian di Zambdia dari 31 pasien positif HIV dengan tanda-tanda TB abdominal ditemukan sebanyak 22 pasien wanita dengan usia 18-46 tahun. Pasien masuk Rumah Sakit diantar oleh keluarganya dengan kesadaran composmentis, GCS E4M6V5. Pasien masih bisa melakukan aktifitas ringan seperti minum sendiri. Dalam hal ini pasien masuk dalam kategori sakit sedang. Indeks Massa Tubuh pasien adalah 19,84 kg/m2, hal ini menunjukkan status gizi pasien baik. TD: 110/80 mmHg dan Nadi 96x/menit menandakan perfusi jaringan baik dan tidak ada tanda-tanda syok. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh perut membesar, nyeri epigastrium dan hipokondrium dextra. Pasien juga mengalami konstipasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Govin dkk, 2009, nyeri perut terjadi pada 90,5% kasus, sementara konstipasi didapatkan pada 49% kasus. Dari hasil anamnesis juga didapatkan riwayat bahwa pasien pernah mengalami muntah dan berak warna hitam. Hal ini menandakan ada perdarahan
saluran cerna bagian atas, yaitu lambung. Selain itu riwayat lainnya adalah pasien mengalami demam. Dalam penelitian yang sama yakni oleh Govind dkk, 2009, melaporkan bahwa pada TB usus, ditemukannya darah pada feses sekitar 16,9% kasus dan demam terjadi pada 41,5% kasus. Riwayat minum jamu dikaitkan dengan ditemukannya sirosis hepatis pada pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 96 x/menit (reguler dan kuat angkat), pernapasan 24x/menit, dan suhu 36,9oC/axilar, konjungtiva anemis dan bibir pucat. Pada pemeriksaan inspeksi abdomen tampak asites dan vena-bena kolateral, pada auskultasi peristaltik usus menurun, palpasi didapatkan nyeri tekan epigastrium dan hipokondrium dextra, splenomegali, serta undulasi (+), sedangkan pada perkusi didapatkan bunyi pekak dan tes shifting dullnes (+).
Pada pemeriksaan fisik TB Usus ditemukan
anemia akibat
perdarahan seperti konjungtiva anemis, asites, massa messenteric dan adanya hepatosplenomegali. Sementara pemeriksaan fisik pada sirosis hepatis didapatkan asites, hepatosplenomegali, dan tampak vena-vena kolateral. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 03/08/2016 didapatkan nilai Leukosit 2.990/μl, Eritrosit 2.090.000/μl, Hemoglobin 3,7 g/dL, Hematokrit 13,9 %, Trombosit 101.000/μl. GDS 105 mg/dl; Ureum 15 mg/dl; Kreatinin 0,5 mg/dl; SGOT 29 U/L; SGPT 18 U/L. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06/08/2016 didapatkan nilai Leukosit 7.280/μl, Eritrosit 3.160.000/μl, Hemoglobin 6,7 g/dL, Hematokrit 22,7 %, Trombosit 122.000/μl.
Kriteria
diagnosis
dari
TB
usus
adalah
histopatologi
usus
dengan
ditemukannya sel epitel granuloma dengan bagian tepi yang terdiri dari limfosit, sel langerhans dan nekrosis perkejuan pada daerah sentral. Sedangkan gold standar dari diagnosis TB usus adalah ditemukannya Basil tahan Asam dengan pewarnaan Ziehl Neelsen dan kultur/PCR positif. Diagnosis dapat ditegakkan dengan imaging, biopsi, dan kultur.
Pemeriksaan laboratorium dan immunologi tidak
digunakan untuk diagnosis TB Usus. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta hasilpemeriksaan penunjang awal,disusunlah diagnosis kerja sebagai berikut: suspek TB Usus, suspek Sirosis Hepatis, Asites, dan Anemia Gravis, serta Dispepsia. Pasien dalam keadaan sadar dan pulang pada tanggal 9 Agustus 2016. Pasien menjalani pengobatan selama 7 hari (3-9 Agustus 2016). TB usus jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi abdominal seperti obstruksi, perforasi, fistula, intestinal bleeding, enterolithiasis, traksi divertikula dan trombosis vena. Terapi yang diberikan pada pasien IVFD NaCl 0,9% 14 tpm, Injeksi cefotaxime 1 gr/12j/IV, Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12j/IV, Furosemid 40 mg (1-00), Spironolaktone 100 mg (1/2-0-0), Curcuma 3x1, Vit. B6, RHZE, Lactulosa 3x1, dan Transfusi PRC 1000 CC. Terapi yang diberikan pada pasien TB Usus adalah terapi yang sama diberikan pada TB Paru yakni 2RHZE/4RH. Pada kasus yang berat, dapat diberikan selama 9 bulan, yakni 2 bulan terapi intensif dan 7 bulan
terapilanjutan
(2RHZE/7RH).
Pemberian
Vitamin
B6
(Pyridoxine)
dilakukan sebagai terapi adjuvant untuk mencegah terjadinya neuropaty perifer akibat penggunaan Isoniazid.
DAFTAR PUSTAKA
Carrascosa, M.F., et all. 2014. Intestinal Tuberculosis as First Manifestation of human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection. Departement of Internal Medicine: Laredo Donoghue, H.D dan Holton, J. Intestinal TB. Centre for Infectious Diseases and International Health, Department of Infection, University College London. London : University College London. p.1-23 Govind, K., et all. 2009. Clinical, Endoscopic,and Histological Differentiations Between
Crohn’s
Disease
and
Intestinal
Tuberculosis.
Departement of
Gastroenterology and Human Nutrition, Institute of Medical Science: New Delhi, India. National Tuberculosis Management Guidelines. 2014. Departement of Health, Republic of South Afrika. Moore, K.P., dan Aithal, G.P. 2006. Guidelines on The Management of Ascites in Cirrhosis. Institute of hepatology, UCL University College Medical School: London. Rathi, P dan Gambhire, P. 2014. Abdominal Tuberculosis. Gastroenterology Departement, Topiwala National Medical College: Mumbai