Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 dan PPN Oleh Bendahara Pemerintah/Pemungut PPh Pasal 22 Ilustrasi
Pada Bulan Juli 2012, Bendahara Desa melakukan kegiatan pembelian barang dengan menggunakan dana APBD dan APBN dengan rincian sebagai berikut : 1. Tanggal 5 Juli 2012, Pembelian Alat Tulis Kantor kepada Toko Nuansa (NPWP/NPPKP : 01.123.467.8-647.000) senilai Rp 1.650.000,2. Tanggal 10 Juli 2012, Pembelian Meubel Kantor kepada CV Indah Furniture (NPWP/NPPKP : 02.123.4.567.8-647.000) senilai Rp 4.730.000,3. Tanggal 20 Juli 2012, Pembelian Printer kepada CV Mega Computer (NPWP/NPPKP : 03.123.456.7-647.000) senilai Rp 700.000,Penghitungan Pajak yang harus dipungut 1. Atas Pembelian tanggal 5 Juli 2012 Belanja barang senilai Rp 1.650.000,Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/110 x Rp 1.650.000,- = Rp 1.500.000,PPN yang harus dipungut = 10% x Rp 1.500.000,= Rp 150.000,2. Atas Pembelian tanggal 10 Juli 2012 Belanja barang senilai Rp 4.730.000,Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/110 x Rp 4.730.000,- = Rp 4.300.000,PPN yang harus dipungut = 10% x Rp 4.300.000,= Rp 430.000,PPh Psl 22 yg harus dipungut = 1,5% x Rp 4.300.000,= Rp 64.500,Catatan : Apabila rekanan/toko belum mempunyai NPWP, maka PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah 100% lebih tinggi, yaitu menjadi 200% x Rp 1.5% x Rp 4.300.000,Rp 129.000,3. Atas Pembelian tanggal 20 Mei 2015 Belanja barang di bawah Rp 1.000.000,-, Bendahara tidak wajib memungut PPh Pasal 22 dan atau PPN-nya.
Pembuatan SSP 1. atas pembelian tanggal 5 Juli 2012 SSP PPN dibuat dengan IDENTITAS REKANAN dan DITANDATANGANI oleh BENDAHARA
2.
atas pembelian tanggal 10 Juli 2012 SSP PPN dan PPh Pasal 22 dibuat dengan IDENTITAS REKANAN dan DITANDATANGANI oleh BENDAHARA
Pembuatan SPT Masa PPh Pasal 22 Pembuatan SPT Masa dimulai dari lampirannya, baru ke Induk SPT-nya.
PENGERTIAN PPh Ps 22 Merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh: 1. Bendahara pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang 2. Badan-badan tertentu berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Cara Menghitung PPh Ps 22 Cara menghitung PPh Ps 22 atas Pembelian Barang yang Dibiayai dengan APBN/APBD: Atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh Ps 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian. ( PPh Ps 22 = 1,5% x Harga Pembelian) Kecuali: 1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos. 3. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
Melakukan Belanja Barang? Jika Anda melakukan belanja barang, Anda harus tahu mana transaksi yang dikenakan Pajak, mana yang tidak. Berikut adalah jenis dan kriteria pengenaan pajak untuk belanja barang: 1. Belanja barang dengan nilai melebihi Rp1.000.000(satu juta rupiah) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Belanja barang dengan nilai melebihi Rp2.000.000(dua juta rupiah) akan dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Contoh: 1. Belanja ATK dengan nilai Rp500.000, maka tidak kena ada kewajiban pemungutan pajak; 2. Belanja Papan Tulis senilai Rp1.200.000, maka kena PPN saja. 3. Belanja Laptop senilai Rp3.500.000, maka akan kena PPN dan PPh Pasal 22. Selanjutnya berikut ini hal-hal 3 langkah PASTI yang perlu Anda perhatikan setiap melakukan belanja barang 1. PASTIKAN bahwa rekanan(toko/penjual barang) memiliki NPWP memberitahukannya kepada Anda; 2. PASTIKAN bahwa rekanan bersedia dilakukan pemungutan pajak; 3. PASTIKAN bahwa nilai yang dibayarkan adalah termasuk PPN; Sekarang, jika Anda sudah tahu pajak apa yang wajib Anda pungut, Anda harus menghitungnya dengan cara yang cukup sederhana seperti ini: 1. Cari Dasar Pengenaan Pajak(DPP) dengan Rumus: (100/110) x Harga Barang 2. Cari PPN dengan rumus: 10% x DPP 3. Cari PPh Pasal 22 dengan rumus : 1,5% x DPP Contoh: Belanja Komputer senilai Rp 2.750.000. Maka, sesuai kriteria tersebut di atas, belanja barang ini kena pemungutan PPN dan PPh Pasal 22. Maka kita hitung dengan mengikuti langkah seperti petunjuk di atas sebagai berikut: 1. Menghitung Dasar Pengenaan Pajak(DPP) DPP= (100/110) x Nilai Transaksi DPP= (100/110) x Rp2.750.000 DPP= Rp2.500.000 2. Menghitung PPN PPN= 10% x DPP PPN= 10% x Rp 2.500.000 PPN= Rp250.000 3. Menghitung PPh Pasal 22 PPh= 1,5% x DPP PPh= 1,5% x Rp2.500.000 PPh= Rp37.500
Pertanyaan: Pak Pajak, kalau Rekanan tidak mau memberitahukan NPWPnya gimana donk? Jawab: Jika Rekanan tidak mau memberitahukan NPWP/tidak diketahui NPWPnya/tidak mempunyai NPWP, maka PPh Pasal 22-nya dipungut DUA KALI LIPAT dari yang seharusnya. Jadi jika contoh di atas menghitung PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah Rp37.500 maka dipungut dua kali lipatnya yaitu Rp75.000. Contoh : 1) Bendaharawan APBD membayar belanja ATK ke PT ABC senilai Rp3.300.000 (termasuk Pajak). Hitung PPh Psl 22, PPN dan jurnal. DPP .... Rp 3.300.000 x 100/110 = Rp 3.000.000 PPN ,,,,,, 10 % x Rp 3.000.000 = Rp 300.000 PPh Psl 22 1,5% x Rp 3.000.000 - R0 45.000,Jurnal di Bendaharawan : Belanja ATK ........ Rp 3.300.000 Kas di Bendahara Pengeluaran ...... Rp 2.955.000 Utang PPN...................................... 300.000 Utang PPh Psl 22 .......................... 45.000 (pembayaran ke rekanan) Utang PPN .................. Rp 300.000 Utang PPh Psl 22 ........ 45.000 Kas di Bendahara Pengeluaran......... Rp 345.000 (mencatat penyetoran PPN dan PPh Psl 22)
Jurnal di PT ABC: Kas....................... Rp 2.955.000 Uang Muka PPN.. 300.000 Uang Muka PPh Psl 22 45.000 Penjualan ATK ................... Rp 3.000.000 PPN Keluaran.................... Rp 300.000 (penerimaan penjualan ATK)
Cara Pemungutan : Pajak Atas Pembelian Barang atau PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran oleh Bendaharawan atas penyerahan barang oleh Wajib Pajak (Rekanan) dan harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran ke Bank Persepsi atau Kantor pos dengan menggunakan SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendahara. Jika Rekanan belum memiliki NPWP, SSP cukup diisi angka 0 (nol) kecuali untuk 3 digit kolom kode KPP. Cara Pelaporan : Bendahara sebagai Pemungut PPh Pasal 22 wajib membuat dan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 Belanja Negara ke KPP atau KP2KP tempat bendahara terdaftar paling lama 14 (empat belas) setelah bulan takwim berakhir. Dan jika hari ke-14 jatuh pada hari libur maka pelaporan dilakukan pada hari berikutnya.
Contoh Kasus Cara Menghitung Pajak atas Pembelian Barang : Pada tanggal 23 Maei 2015 Bendahara Desa membeli secara tunai alat-alat tulis kantor (ATK) Rp. 3.500.000,- dari Toko Nuansa Maka Pajak atas Pembelian Barang atas Pembelian oleh Bendahara Desa adalah : Toko Nuansa Memiliki NPWP : PPh Pasal 22 (1,5% X 3.500.000) ............................................ Rp. 52.500,Toko B Tidak Memiliki NPWP : PPh Pasal 22 ( 3% X 3.500.000) .............................................. Rp. 105.000,Jika harga tersebut tidak termasuk PPN maka Bendahara Desa juga wajib memungut PPN atas Pembelian Barang tersebut sebesar : PPN (10% X 3.500.000) ......................................................... Rp. 350.000,Jadi, total uang yang dikeluarkan oleh Bendahara Desa adalah Rp. 3.850.000,- dan total uang yang diterima oleh Toko Nuansa adalah 3.500.000 - 52.500 = 3.447.500 (Jika Toko Nuansa memiliki NPWP) atau 3.500.000 - 105.000 = 3.395.000 (Jika Toko Nuansa tidak memiliki NPWP). Pertanyaan Konsultasi Pajak : 1. Benarkah untuk pemungutan PPN belanja barang dan jasa pemerintah pembelian diatas 2 juta rupiah… apakah ada peraturan dan dasar hukumnya.. karena ada yg bilang pemungutan belanja barang dan jasa tahun 2014 wajib bayar PPN bukan lagi diatas 1 juta tetapi diatas 2 juta.. 2. Misalkan belanja ATK Rp. 1.9 juta apakah kena PPN dan dipotong juga PPH Pasal 22…???? Penanya Konsultasi Pajak : Jibril Jawaban Konsultasi Pajak : Batasan Nilai Belanja Tidak Dipungut PPN dan PPnBM atas belanja barang dan jasa yang
dilakukan oleh Bendahara Desa adalah sebagai berikut : 1. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Desa dalam hal : Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (Pasal 4 huruf a KMK Nomor 563/KMK.03/2003 Tanggal 24 Desember 2003)
Batasan Nilai Belanja Tidak Dipungut PPh Pasal 22 atas belanja barang yang dilakukan
oleh Bendahara Desa adalah sebagai berikut : 1. PPh Pasal 22 tidak dipungut oleh Bendaharawan Desa dalam hal : pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (Pasal 3 PMK Nomor 224/PMK.011/2012 Tanggal 26 Desember 2012) 2. PPh Pasal 22 tidak dipungut oleh Bendaharawan Desa Apabila Bendahara Desa melakukan pembelian barang kena pajak senilai Rp.1.900.000,-
(nilai pengadaan termasuk pajak-pajak) hanya ada kewajiban pemungutan PPN, PPh Pasal 22 tidak dipungut. 1. Perhitungan PPN yang harus dipungut oleh bendahara : Dasar Pengenaan Pajak 100 x 1.900.000 110 PPN 10 % x 1.727.272
:
1.727.272
:
172.727
Oke, sekarang kita lanjut tentang cara membuat Surat Setoran Pajak (SSP) a. Kolom identitas diisi NPWP, Nama, Alamat Rekanan(kecuali dalam kondisi terpaksa Rekanan tidak memiliki/ tidak memberitahu NPWP, maka dapat menggunakan NPWP Bendahara, asal tarif PPh-nya jangan lupa dikenakan tarif khusus lho yaaa...); b. Kode bayar: 1. Untuk PPN: Kode MAP diisi 411211, Kode Jenis Setoran diisi 900; 2. Untuk PPh Pasal 22: Kode MAP 411122, Kode Jenis Setoran diisi 900; c. Keterangan diisi dengan transaksi. Contoh: Belanja Laptop, Belanja Kursi, dan lain-lain; d. Isi masa dan tahun pajak transaksi; e. Isi nominal dan terbilang dari pajak yg disetorkan; f. Isi kota dan tanggal pembuatan; g. Cantumkan nama Bendahara/Pemungut Pajak, bubuhkan tanda tangan; h. Beri stempel/cap instansi Anda; i. Selesai, silahkan ke kantor pos atau bank persepsi terdekat untuk menyetorkan; Sampai di sini Anda sudah melakukan pemungutan dan penyetoran Pajak untuk Belanja Barang. Pada tahap ini Anda sudah bisa memfotokopi SSP dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) untuk dipergunakan dalam pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran. Eits, tunggu dulu, Anda masih punya satu tugas dan kesempatan mulia untuk membantu negara dalam merapikan administrasi perpajakan, yaitu dengan membuat laporan atas pemungutan pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN(PUT) dan SPT Masa PPh Pasal 22.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2013 Sehubungan dengan telah diterbitkannya PMK 162/PMK.11/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka bersama ini disampaikan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2013, PTKP telah disesuaikan sesuai tabel dibawah ini.
No.
Status
Kode Status
PTKP Lama
PTKP Baru
1.
Tidak kawin dan tidak memiliki tanggungan
TK/-
15.480.000
24.300.000
2.
Tidak kawin dan memiliki tanggungan 1 orang
TK/1
17.160.000
26.325.000
3.
Tidak kawin dan memiliki tanggungan 2 orang
TK/2
18.480.000
28.350.000
4.
Tidak kawin dan memiliki tanggungan 3 orang
TK/3
19.800.000
30.375.000
5.
WP kawin, penghasilan istri dipisah dan tidak memiliki tanggungan
K/-
17.160.000
26.325.000
6.
WP kawin, penghasilan istri dipisah dan memiliki tanggungan 1 orang
K/1
18.480.000
28.350.000
7.
WP kawin, penghasilan istri dipisah dan memiliki tanggungan 2 orang
K/2
19.800.000
30.375.000
8.
WP kawin, penghasilan istri dipisah dan memiliki tanggungan 3 orang
K/3
21.120.000
32.400.000
9.
WP kawin, penghasilan istri digabung dan tidak memiliki tanggungan
K/I/-
33.000.000
50.625.000
10.
WP kawin, penghasilan istri digabung dan memiliki tanggungan 1 orang
K/I/1
34.320.000
52.650.000
11.
WP kawin, penghasilan istri digabung dan memiliki tanggungan 2 orang
K/I/2
35.640.000
54.675.000
12.
WP kawin, penghasilan istri digabung dan memiliki tanggungan 3 orang
K/I/3
36.960.000
56.700.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Tarif Dan Penerapannya
Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Penerima Pensiun Bulanan : Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP.
Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan;
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah;
Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,00 dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000,00. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,00 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I kebawah.
Besar PTKP adalah :
Penerima PTKP untuk diri pegawai tambahan untuk pegawai yang sudah menikah(kawin) tambahan untuk setiap anggota keluarga *) paling banyak 3 (tiga) orang
Setahun Sebulan Rp Rp 15.840.000 1.320.000 Rp Rp 1.320.000 110.000 Rp Rp 1.320.000 110.000
Anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50 juta diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta diatas Rp 500 juta
Tarif 5% 15% 25% 30%
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20 % lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 17.
Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21
Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan
Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2010. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp.2.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Pasal 21: Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Gaji Sebulan = Rp. 2.000.000 Penghasilan bruto = Rp. 2.000.000 Pengurangan : Biaya Pensiun = 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000 Iuran pensiun = Rp. 50.000 (+) Total Pengurangan = Rp. 150.000
Penghasilan netto sebulan = Rp. 1.850.000 Penghasilan netto setahun = 12 x 1.850.000 = Rp. 22.200.000 PTKP setahun :
WP sendiri = Rp. 15.840.000
Tambahan WP kawin = Rp. 1.320.000
Total PTKP = Rp. 17.160.000 PKP setahun = Rp. 5.040.000 PPh Ps. 21= 5 % x 5.040.000 = Rp. 252.000 PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 21.000
Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2005. Tahun 2010 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 3.000.000,00 Penghitungan PPh Ps. 21 :
Pensiun sebulan = Rp. 3.000.000 Pengurangan : Biaya Pensiun = 5% x 3.000.000 = Rp. 150.000 (-) (Maksimum diperkenankan Rp. 200.000) Penghasilan Netto sebulan = Rp. 2.850.000 Penghasilan Netto setahun = Rp. 34.200.000 PTKP (K/1) = Rp. 18.480.000 PKP = Rp. 15.720.000 PPh Ps. 21 setahun = 5% x 15.720.000 = Rp. 786.000 PPh Ps. 21 sebulan = (Rp. 786.000 : 12) = Rp. 65.500
Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem, Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.
Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.500.000,00 menerima THR sebesar Rp. 1.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR : Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000 THR = Rp. 1.000.000 Jumlah Penghasilan Bruto = Rp. 31.000.000 Pengurangan :
Biaya Jabatan = 5% x 31.000.000 = Rp. 1.550.000
Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
Total Pengurangan = Rp. 2.150.000
Penghasilan netto setahun = Rp. 28.850.000 PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000 PKP setahun = Rp. 11.690.000 PPh Ps. 21 terutang = 5% x 11.690.000 Rp. 584.500 PPh Pasal 21 atas gaji Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan = 5% x 30.000.000 = Rp. 1.500.000
Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
Total Pengurangan = Rp. 2.100.000
Penghasilan netto setahun Rp. 27.900.000 PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000 PKP setahun = Rp. 10.740.000 PPh Ps. 21 terutang = 5% x 10.740.000 Rp. 537.000 PPh Pasal 21atas gaji dan THR – PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp. 584.500– Rp.537.000 = Rp. 47.500
Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.
Saputra (memiliki NPWP) memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp 1.500.000,00. Saputra juga memiliki sumber penghasilan lainnya. Penghitungan PPh Pasal 21 :
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x (50% x jumlah penghasilan bruto ) = 5% x (50% x Rp1.500.000,00) = Rp37.500,00
Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.
Hendra seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya dan berstatus bukan pegawai, dalam bulan Januari 2010 menerima komisi sebesar Rp 4.000.000,00. Hendra tidak memiliki sumber penghasilan lainnya.
Penghitungan PPh 21 : Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x [(50% x jumlah penghasilan bruto ) - PTKP perbulan]:
= 5% x [(50% x Rp4.000.000,00) - Rp 1.320.000,00] = Rp 34.000,00
Honorarium atau imbalan lainnya kepada peserta kegiatan (pendidikan pelatihan magang).
Febri sebagai peserta magang menerima honor sebesar Rp3.500.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang : Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x jumlah penghasilan bruto = 5% x Rp3.500.000,00 = Rp.175.000,00
Penghasilan atas Upah Harian.
Erfin (tidak memiliki NPWP) pada bulan Agustus 2010 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. Ia bekerja sehari sebesar Rp 200.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari Rp 200.000,00 Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh Rp 150.000,00 PKP Sehari Rp 50.000,00 PPh Pasal 21 Sehari = (5% x 120%*) x Rp 50.000,00 Rp 3.000,00 (* karena Erfin tidak memiliki NPWP maka tarifnya 20% lebih tinggi dari Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a atau 5% x 120% = 6% Tarif PPh Pasal 22
Atas impor :
yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final.
Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
Atas Penjualan
Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang
dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
lembar pertama untuk pembeli;
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
lembar pertama untuk pembeli;
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.