BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan dimana terjadinya ketidak cukupan pada pemenuhan oksigen pada sel tubuh kegagalan pada perfusi ini akan menyebabkan kematian sel secara progresif yang akan meyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi organ. terdapat beberapa jenis syok baik baik hipovolemik, hipovolemik, kardiogenik, kardiogenik, dan neurogenik, neurogenik, salah satu bentuk syok adalah syok neurogenik, neurogenik, syok neurogenik neurogenik ini sering terjadi akibat trauma spinal, nyeri yang tak terhingga akibat fraktur, maupun trauma kepala. Syok neurogenik disesbabkan oleh terjadinya kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi
penimbunan darah pada pembuluh darah tampung. tampung. hal ini terjadi akibat
kerusakan alur simpatik di spinal cord, syok neurogenik merupakan syok distributif. Pada kasus neuregonik manifesasi yang muncul adalah Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. pada gejala syok neurogenik manifestasi yang muncul dengan penurunan denyut nadi yang lama menyebabkan pasien dengan syok neurogenik sulit untuk diidentifikasi . Pada saat seseorang dengan keadaan syok maka penanganan awal sangat diperlukan untuk mengatasi keadaan syok pada pasien, masalah utama pada syok adalah adanya gangguan peredaran peredaran darah dan penurunan perfusi jaringan. sehingga penatalaksanaan yang tepat buat kasus syok s yok adalah dengan pemberian resusitasi res usitasi pada pasien, resusitasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peredaran pada pasien sehingga perfusi pasien akan membaik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan kelompok akan membahas tentang penanganan resusitasi pada pasien syok neurogenik.
dimana pada pasien syok
neurogenik pemberian resusitasi harus diiukuti dengan pemberian medikasi berupa dopamine dan neoepinefrin.
B. Tujuan Tujuan Umum:
tujuan pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa memahami tentang penatalaksanaan resusitasi pada pasien dengan syok neurogenik.
Tujuan Khusus 1. Mahasiswa memahami tentang defenisi syok secara umum 2. Mahasiswa memahami entang defenisi srok neurogenik
pen yebab syok Neogenik 3. Mahasiswa memahami tentang penyebab 4.
Mahasiswa memahami tentang patofisiologi syok Neogenik
5. Mahasiswa memahami tentang penatalaksanaan dan pemberian resusitasi pada
syok Neogenik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita (Boswick John. A, 1997, hal 44). Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah ,keadaan kulit hangat, normal, lembab Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (Elaine cole, 2009) Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga tejadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. (Corwin, 2000). Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh daerah pada sistem saraf. (seperti trauma kepala, sidera spinal, atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak diseluruh tubuh. sehingga terjadi hipotensi dan penimbunanan darah pada pemmbuluh tampung (capacitance vessels). hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan olrh cidera pada sistem saraf.
B. Etiologi
Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu SNS. Masalah ini terjadi akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran simpatik dari pusat vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI . Syok neurogenik keliru disebut juga dengan syok tulang belakang. Kondisi berikutnya
mengacu pada hilangnya aktivitas neurologis dibawah tingkat cedera tulang belakang, tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan tidak efektif (Linda D. Urden, 2008). Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai akibatnya, muncul dilatasi arteriol dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2008). Penyebabnya antara lain : 1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal). 2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang. 3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal. 4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom). 5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut. 6. Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional
C. Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia. (Ristari, 2012) Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan venula secara besar-besaran di seluruh tubuh (Cheatham dkk, 2003). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang mendasari terjadinya syok neurogenik antara lain adalah penggunaan zat anesthesia maupun cidera pada medula spinalis yang mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan melalui skema berikut ini.
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah sistem saraf
simpatis.
Secara
anatomis,
serabut-serabut
saraf
vasomotor
simpatis
meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan melalui satu atau dua saraf spinal lumbal pertama. Serabut-serabut ini segera masuk ke dalam rantai simpatis yang berada di tiap sisi korpus vertebra, kemudian menuju sistem sirkulasi melalui dua jalan utama : -
Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama mempersarafi pembuluh darah organ visera interna dan jantung
-
Hampir segera memasuki nervus spinalis perifer yang mempersarafi pembuluh darah perifer Di sebagian besar jaringan, semua pembuluh darah kecuali kapiler, sfingter
prekapiler, dan sebagian besar metarteriol diinervasi oleh saraf simpatis. Tentunya inervasi ini memiliki tujuan tersendiri. Sebagai contoh, Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan simpatis untuk meningkatkan tahanan aliran darah dan dengan demikian menurunkan laju aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi pembuluh darah besar, terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk menurunkan volume pembuluh darah ini. Keadaan tersebut dapat mendorong darah masuk ke jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa jantung. Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut simpatis juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa rangsangan simpatis jelas meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan menambah kekuatan serta volume pompa jantung. Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja dijabarkan secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf vasokonstriktor dalam jumlah yang banyak sekali dan hanya sedikit serabut vasodilator. Serabut tersebut pada dasarnya didistribusikan ke seluruh segmen sirkulasi dan efek vasokonstriktornya terutama sangat kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi kurang kuat di otot rangka dan otak. Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan. Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang. Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil. Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke dalam vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan
menurun, dan dengan demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di momen yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan vaskular sistemik yang seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain. Konsekuensi akhir dari gangguan perfusi dalam berbagai bentuk syok distributif dapat berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi hipoperfusi, jumlah sistem organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi organ utama. Harap ditekankan bahwa apapun tipenya, sekali syok terjadi, cenderung memburuk secara progresif. Sekali syok sirkulasi mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya, aliran darah yang tidak adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai mengalami kerusakan, termasuk jantung dan sistem sirkulasi itu sendiri, seperti dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan bagian-bagian sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).
D. Pathway
Multiple Vehicle Trauma
Suhu lingkungan panas, terkejut, takut atau nyeri
SCI
Fraktur tulang
Trauma kepala
Nyeri hebat
Perdarahan
Obat-obatan anastesi
Spinal Reaksi vasovagal
Perfusi ke otak berkurang
Lumbal
refleks
Nadi
Vasokonstriksi pembuluh darah
Volume sirkulasi darah tidak efektif
Sinkop
Syok neurogenik
Lumpuhnya neurogenik sfingter perkapiler
Penekanan venus venomotor
hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular
Deficit neurogeni
quadriplegi
paraplegi
Hilangnya tonus simpatik
Pengumpulan darah di arteriol, vena dan kapiler
Vasodilatas
i perifeal ↓ Vasodilatasi Tidak sadar Dilatasi vena
Dilatasi arteri
Kulit
Kulit merah, vasokonstrik si kulit
Menghambat respon baroreseptor
Resiko cedera
Hipertermi darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke
Tonus pemb. darah perifer
Kegagalan termoregulas
Perfusi Venous return
Jaringan ↓
↓, SV ↓
CO ↓
MAP ↓
TD ↓
E. Manifestasi Klinis
Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki manifestasi yang hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok neurogenik juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai disfungsi saraf otonom (khususnya saraf simpatis) nadi tidaklah bertambah cepat (takikardi), bahkan dapat lebih lambat (bradikardi). Kadang gejala ini disertai dengan adanya defisit neurologis dalam bentuk quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan (Duane, 2008).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. (Smeltzer, 2001)
F.Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis Banding
Tanda dan gejala serupa dengan syok hipovolemik tapi kelainan neurologik seperti quadriplegia atau paraplegia harus ada. Diagnosis bandingnya syok neurogenik adalah vasovagal. Keduanya samasama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu diagnosis. Rontgen cervik, thorax, dan lumbosakral spinal merupakan sangat penting untuk menentukan adanya patah tulang atau tidak. CT scan dan MRI akan berguna untuk menentukan bagian medulla spinalis yang menyebabkan kompresi medulla spinalis. (Duane, 2008)
G. Penatalaksanaan
langakah-langkah pertama menangani syok. langkah pertolongan pertama mengani shok secara umum menurut alexander R. H Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94). 1. Posisi Tubuh a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari
terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas. c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar. f.
Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah. b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). c. Berikan oksigen 6 liter/menit d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa e. sungkup ( Ambu bag ) atau ETT.
3. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Penanganan Syok Neuregenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). 2. Pertahankan
jalan
nafas
dengan
memberikan
oksigen,
sebaiknya
dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot -otot respirasi. 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. 4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat – obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan sepert i ruptur lien) :
Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin Pada
pemberian
subkutan
atau
im,
diserap
dengan
sempurna
dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Karena syok merupakan suatu gejala klinis yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dan pasokan oksien ke jaringan. Terganggunya pasokan oksigen merupakan masalah utama pada syok apaupun itu jenisnyaa. Oleh karena itu resusitasi cairan sangat diperlukan untuk memperbaiki kebutuhan
sirkulasi
sehingga
kebutuhan
sirkulasi
terpenuhi.untuk
menilai
keberhasilan resusitasi cairan yang diberikan terdapat satu tolak ukur keberhasilan dengan menggunakan end point (Rundra.2006)
End Point Resusitasi Parameter untuk menilai sirkulasi makro:
Denyut jantung
Tekanan darah
Produksi urin
Suhu tubuh
Pengukuran hemodinamik : CVP, PAWP dan RVEDVI
untuk menilai sirkulasi mikro dapat menggunakan dua katagori end point yaitu: 1. parameter Umum
indeks antaran oksigen/ oxygen delivery index (DO2I)
Indeks konsumsi oksigen/Oxygen
consumption index ( VO2 I )
Saturasi vena campuran/ Mixed
venous saturation ( SVO2 )
Laktat serum
Defisit basal
Gradien karbon dioksida arteri/
Arterio carbon dioxide gradient (AVPa CO2 )
2. Parameter Organ Spesifik
Tonometri lambung
Kapnometri sublingual Spektroskopi infra merah dekat Dalam jurnal kedokteran diponegoro
resensi dikatakan laktat merupakan
salah satu end point untuk menilai resusitasi cairan.
H. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan 2. Sindrome disstres pernafasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia. 3. DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminasi) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktivan berlebihan jenjang koagulasi
I. Prognosis
Prognosis syok neurogenik tergantung penyebab syok tersebut. Berhasil tidaknya penanggulangan
syok
terghantung
kemampuan
mengenal
gejala-gejala
syok,
mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat pertama pasien mengalami syok.
BAB III CASE STUDY
A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 34 tahun dengan BB 55 Kg masuk Insatalasi Gawat Darurat Rs Umum Daerah,
akibat mengalami kecelakaan kerja, pada saat mengerjakan
bangunan perusahaan, pasien mengalami kecelakaan tertimpa bahan bangunan kayu yang mengenai bagian tungkai pasien yang menyebabkan fraktur ost tibia , pasien mengalami nyeri hebat, dari hasil pemeriksaan awal pasien mengalami dimana hasil TTV TD: hipotensi dengan tekanan darah 0/50 mmHg, Nadi 90 kali permenit, RR 30 x permenit, suhu 29 C, pasien tampak cianosis, pada beberapa menit kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran quadriplegia dan paraplegia dengan GCS 3-2-3 dengan peningkatan denyut nadi 130x permenit.
A. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan pasein dengan kasus syok neurogenik, penanganan utama adalah berfokus pada peningkatan dan perbaikan peredaran darah dengan mengembalikan tonus vaskuler sehingga tidak terjadinya penimbunan darah pada pembuluh darah tampung. sehingga pemenuhan darah terpenuhi. Di UGD Pada kasus di atas masalah yang ditegakkan adalah syok neurogenik yang disebabkan
oleh trauma pada spinal. Implementasi di unit gawat darurat dan unit perawatan intensif dalam tatalaksana syok neurogenik diajukan dalam alur berikut: Dalam waktu lima menit pertama ini pula secara simultan dilakukan manajeman A-B-C a) Ai rway (Jalan Nafas)
Membuka jalan nafas pasien baik menggunakan metode langsung / Tounge Blade method maupun metodetaklangsung / Up Sliding method.Denganmenggunakan Endotracheal Tube (ETT), Nasopharingeal Airway, LMA, ataupun tekhnik bedah sesuai kondisi klien.
b) Br eathing (Nafas)
Pemberian Hantaran Oksigen dan Konsumsi Oksigen Hantaran dan konsumsi oksigen bisa diperoleh dari arteri pulmonal. HantaranOksigen (ml/menit)
cardiac output (L/menit) x konsetrrasi
hemoglobin (g/dL) x 1,34 (konsentrasi hemoglobin). Terdapat kekurangan pada consensus
menggunakan hantaran oksigen atau
konsumsioksigen sebagai indicator untuk pedomanpemberian terapicairan pada sepsis.Penurunan saturasi oksigen darah vena campuran (SvO2) dapat merefleksikan reduksi dalam cardiac output dan hantaran oksigen. JikaSvO2
kurangdari 50%
sangat memungkinkan telah terjadi penurunan perfusi. Menambah cardiac output atau pemberian packet red blood cells (PRC) sangat diperlukan untuk meningkatkan hantaran oksigen. Namun sepsis, memperlihatkan peningkatan SvO2. Hal ini terjadi karena peningkatan aliran darah kejaringan yang aktif secara non-metabolik. Pada kenyataanya, jika aliran darah ini ke jaringan lebih besar dari aliran darah ke jaringan yang aktif, maka SvO2 akan lebih tinggi dari kadar normalnya.
c) Cir culation (Sir kul asi)
Pada pasien dengan trauma Neorogenik resusitasi cairan yang awal diberikan adalah cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan perinfus secara cepat bolus 250-500 ml, dengan pengawasan adanya perbaikan. Bila belum menunjukan perbaikan berikan obat vasoaktif
Dopamin > 10 mg/kg/menit jarang terjadi tachicardi
norepinevrin perIV
Bila pasien yang menunjukan perbaikan maka tetap dilakukan resusitasi cairan sesuai kebutuhan. 1.
Resusitasi cairan dengan perhitungan : Kaji output urin, tekanan arteri rata-rata atau MAP dan denyut jantung dipilih sebagai pegangan untuk terapi cairan. Diketahui : TD 80/50mmHg MAP (S2D) /3 (80 100) /3
60 mmHg (kategori Syok)
Kebutuhan cairan
Volume Darah Efektif (Effective Blood Volume/Flow)
♂ 70 – 75 cc/kgBB
a.
b. ♀ 60 – 65 cc/kgBB
25 % EBV/F hilang
syok.
RL – Na+ 131 meq/L------ 1 fles = 65 meq
Penyelesaian : a. Jumlah kehilangan cairan Syok 25% dari EBV/F
Kebutuhan cairan klien dengan BB = 55 x 70 = 3850 cc a. Cairan yang dimasukan
Kebutuhan Natrium dengan BB 55 kg :
Na = 3 x 55 = 165 sampai 5 x 55 = 275
Keb. Natriumpx = 165
sampai 275 meg/24 jam RL = 4 flash = 4 x 65 = 220 cc RL 4 flash memenuhi Na = 220 cc, dan jumlah cairan 2000 cc
Kekurangan keurangan cairan 850 ml, dengan kebutuhan Na 55 meq. maka dapat diganti dengan D5% 1 ½ flash.
b. maka susunan caian yang dapat diberikan yaitu: RL 4 fles + D5% 1 ½ fles c. Faktortetesan : Otsuka :
=
= 40 tpm
2. Cairan resusitasi terus di evaluasi hingga kondisi klien stabil. Jika belum stabil . 1. Pemantauan klinis terhadap curah jantung dalam hal ini meliputi : a. denyut jantung b. produksi urin c. waktu pengisian kapiler (CRT) d. derajat kesadaran
2. Pemantauan terhadap tanda-tanda overload : a. memperhatikan adanya onset baruh hepatomegali b. bertambahnya usaha nafas pasien c. ditemukannya rales pada pemeriksaan fisis paru d. bertambahnya berat badan lebih dari 10%. e. Untuk mengatasinya dapat diterapkan penatalaksanaan ADHF. 3. Secara singkat tatalaksana ADHF pada fungsi ginjal yang terganggu adalah: a. Diuretik sebagai terapi utama (88%). b. Antagonis mineralokortikoid (spironolakton). c. Hormon natriuretik: nesiritide (memberikan efek vasodilatasi). d. Vasodilator: mengurangi bendungan & memperbaiki CI e. Inotropik:
kontroversi,
hanya
pada
keadaan
hipotensi
dapat
digunakanAkuaretik/antagonis reseptor V2 6. f.
Antagonis reseptor adenosine A1: vasokonstriksi arteriol aferen sehingga renal blood flow berkurang.
g. Ultrafiltrasi: mengatur balans cairan. h. Levosimen dan yang cara kerjanya dengan terikat troponin C jantung sehingga stabilisasi ikatan dengan kalsium yang dapat memperbaiki kontraktilitas miokard.
Terapi farmakologis : Terapi yang diberikan adalah furosemide 20mg/jam, dobutamin 10ug/kg/mnt, norepinefrin 1 ug/kg/mnt, amiodaron 300 mg/6jam, insulin (lantus 1x14 U danactrapid 3x6 U), ascardia, enoxiparine 1x0,4 mg danmeropenem 1x1 g.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejalagejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung). oleh karena itu pemahaman terhadap pengembalian pemenuhan perfusi oksigen ketubrlukan salah satu puh sangatlah dipeelukan salah satu penatalaksanaan yang harus dipahami adalah pemberian resusitasi cairan.
B. Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6, vol. 2, trans. Sumarwati, M. dkk., EGC, Jakarta. Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2008. Missouri: Mosby Urden, linda D.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997 Duane lynn, 2008. Types of Shock . Diakses dari www.mnhealthandmedical.com Advance Trauma Life Support. 2001. Edisi keenam. American Collage of Surgeons.