LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN FISIOLOGI TEKNOLOGI PERLAKUAN KEMIS DAN FISIS DALAM MENGHAMBAT PEMASAKAN DAN KERUSAKAN PASCA PANEN PADA SAYUR SAWI HIJAU (B ras ras s ica rapa rapa L .)
Disusun Oleh : Kelompok 2 / THP A
Asisten
Septha Ananda R.
171710101072
Khilmy Aynayya
171710101094
Saraswati
171710101123
Yanis Nurana
171710101115
Lenny Widyawati R.
171710101058
Cici Mei Pratiwi
171710101084
: 1. Lilik Krisna M. 2. Ika Wahyuni W ahyuni 3. Seno Pratama P. 4. Afina Desi W. 5. Livia Wahyuni W ahyuni
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sawi (Brassica rapa L.) merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura dari jenis sayuran yang dimanfaatkan daunnya. Sayur merupakan jenis pangan yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup tinggi sehingga memungkinkan bakteri dan mikroba tumbuh hal ini, bisa menurunkan mutu pangan. Penurunan mutu tersebut disebabkan karena sayur dan buah setelah dipetik masih melakukan proses metabolisme dan aktivitas respirasi. Jaringan pada buah dan sayur yang telah dipetik masih aktif melakukan respirasi yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya dengan cara merombak pati menjadi gula. Pada proses tersebut, dihasilkan air secara terus menerus sehingga mengakibatkan kelayuan saat penyimpanan (Zulkarnaen 2009). Penanganan sebelum dan sesudah panen merupakan hal penting untuk diperhatikan. Mutu buah dan sayur tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kematangan yang tepat Menerapakan teknik pasca panen yang tepat dapat menunda penuaan dan mengupayakan kualitas terbaik buah dan sayur (Pantastico,1997). Penggunaan teknikteknik pasca panen telah terbukti dapat mempertahankan kesegaran buah dan sayur dan dapat mempertahankan masa simpan buah dan sayur dengan menekan laju respirasi seperti perlakuan perendaman kalsium klorida dan pelapisan lilin atau waxing (Katinoja et al .,2002). Oleh karena itu,dilakukan praktikum fisiologi teknologi pasca panen untuk mengetahui perlakuan kemis dan fisis dalam menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah dan sayur. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui perlakuan kemis dan fisis dalam menghambat kematangan dan kerusakan pasca panen pada buah dan sayur.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Fisik Tanaman Sawi Hijau Sawi hijau berasal dari Tiongkok, China dan Asia Timur. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada abad ke-19 (Rukmana, 2002). Tanaman sawi hijau
(Brassica rapa
L) termasuk jenis tanaman sayuran daun dan tergolong kedalam tanaman semusim (berumur pendek). Tanaman sawi tumbuh pendek dengan tinggi sekitar 20cm-33cm tergantung dari varietasnya. Tanaman sawi hijau mempunyai daun lonjong agak lebar, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop, tanaman sawi memiliki warna daun hijau muda sampai hijau tua dan tangkai daun yang panjang dan berbentuk agak bulat. Tanaman ini memiliki akar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar kesemua arah disekitar permukaan tanah sehingga perakaranya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm (Bambang, 2010). Tanaman sawi hijau umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami, baik didataran tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi hijau tersusun dalam tangkai bunga yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi hijau terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkot a bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana 2002). 2.2 Karakteristik Kimia Tanaman Sawi Hijau Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zatzat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan atau dalam bentuk olahan dalam berbagai macam maskan. Selain itu sawi bermanfaat sebagai pencegah penyakit kanker, hipertensi, penyakit jantung, membantu kesehatan pencernaan dan dan menghindarkan ibu hamil dari amenia (Cahyono,2003). Tabel 2.2 Kandungan Gizi Sawi setiap 100g No
Komposisi
Jumlah
1
Kalori
22,00 k
2
Protein
2,30 g
3
Lemak
0,30 g
4
Karbohidrat
4,00 g
5
Serat
1,20 g
6
Kalsium
220,50 mg
7
Fosfor
38,40 mg
8
Besi (fe)
2,90 mg
9
Vitamin A
969,00 Si
10
Vitamin B1
0,09 mg
11
Vitamin B2
0,10 mg
12
Vitamin B3
0,70 mg
13
Vitamin C
102,00 mg
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI 1979 Sawi mengandung berbagai zat gizi yang sangat dibutuhkan tubuh misalnya kandungan vitamin K pada sawi dikatan sangan tinggi karena 5 kali lebih besar dari vitamin K yang dibutuhkan manusia dewasa per hari, yaitu sebesar 60-80 mcg. Konsumsi per cangkir cup sawi dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin K per hari (Murray dkk, 2003). 2.3 Kalsium Klorida (CaCl2) Kalsium merupakan salah satu bahan kimia yang berfungsi untuk menghambat aktivitas enzim-enzim yang menyebabkan kelunakan pada buah. Kalsium memiliki kemampuan dalam menstabilkan dinding sel dan membran sel. Kalsium dapat menghambat proses pemasakan dan memperpanjang masa simpan buah dengan menghambat produksi etilen tanpa mempengaruhi pH, padatan terlarut total, maupun warna buah (Santoso & Purwoko,2010). Aplikasi kalsium secara umum dapat meningkatkan ketegaran pada buah. Ketegaran akibat perlakuan CaCl 2 disebabkan adanya ion kalsium yang berikatan pada dinding sel dan lamella tengah (Guzmanet et al .,1999) Selain penggunaan kalsium khlorida
(CaCl2)
dapat
digunakan
kalsium
laktat
sebagai
alternatif
untuk
mempertahankan ketegaran. Guzman dan Barret(2000) menyatakan bahwa kalsium klorida (CaCl2) pada umumnya digunakan oleh industri pengalengan buah tomat sebaga i agen untuk mempertahankan ketegaran buah. Konsentrasi kalsium yang diberikan pada setiap jenis tanaman berbeda-beda. Bentuk kalsium yang dapat diaplikasikan pada buah ataupun sayuran antara lain Ca(NO 3)2 dan CaCl2 (Pantastico,1997).
2.4 Detergen Detergen merupakan zat yang ditambahkan kedalam air untuk meningkatkan daya pembersihnya. Detergen juga dapat diartikan sebagai senyawa yang menyebabkan zat non polar dapat larut dalam air (Daintith, 1994). Daya detergensi adalah kemampuan surfaktan mengingkat minyak dan mengangkat kotoran pada permukaan kain. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya detergensi adalah komposisi pengotor secara kimia dan fisik, temperatur pada saat proses pencucian, durasi setiap tahap pencucian, jenis dan proses mekanisasi yang digunakan, jumlah pengotor yang terdapat dalam sistem, serta jenis dan jumlah detergen yang digunakan. Daya detergensi juga dipengaruhi oleh tingkat kesadahan air. Semakin tinggi tingkat kesadahan air, maka daya detergensi akan semakin menurun (Nurminah, 2005). Surfaktan adalah senyawa pengaktif permukaan yang dapat diproduksi dari reaksi kimia atau biokimia. Ciri utama surfaktan adalah memiliki molekul ampifilik (konfigurassi kepala ekor), yang berarti memiliki gugus polar dan nonpolar pada molekul yang sama, yang berperan penting dalam berbagai aplikasi diindustri. Dietanolamida yang disintesa dari minyak kelapa adalah surfaktan non ionic yang digunakan secara luas didalam produk pembersih. Surfaktan ini mampu menurunkan tegangan permukaan dari 18.02% hingga 55.73% (Nurminah, 2005).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pisau 2. Loyang 3. Oven 4. Beaker glass 5. Stopwatch 6. Penjepit 7. Timbangan 3.1.2 Bahan 1. Sawi hijau 2. Deterjen 3. CaCl2 4. Air 5. Tissue roll 6. Kertas label
3.2 Skema Kerja Sawi hijau
Dibersihkan dan dicuci
Ditimbang
Kontrol
Direndam detergen 7% selam 10 menit
Direndam CaCl2 7% selam 10 menit
Direndam air panas selam 10 menit
Dioven 60 o C selam 1 jam
Dicelup air biasa selam 10 menit
Disimpan suhu ruangan
Diamati mulai hari ke-0,ke-2 dan ke-4 sifat f isik dan sensorisnya (warna, kenampkan, tekstur, berat dan aroma)
5.1 Fungsi Perlakuan Disiapka 6
sampel dari sawi hijau dengan bentuk yang hampir sama agar
mendapatkan keseragaman pada sampel yang akan diuji. Pembersihan sampel dengan air agar sempel bersih dari kotoran. Penimbangan berat sampel agar diketahui berat masing-masing sampel sebelum diberikan perlakuan yang berbeda. Setelah sampel ditimbang ke enam sampel tersebut diberikan perlakuan yang berbeda, sampel pertama dalah sampel kontrol, sampel ke dua diberikan perlakuan direndam deterjen selama 10 menit, sampel ke tiga diberikan perlakuan direndam CaCl 2 selama 10 menit, sampel ke empat deberikan perlakuan direndam air panas selam 10 menit, sampel ke lima diberikan perlakuan dioven suhu 60 oC selama satu jam dan sampel ke enam diberikan perlakuan direndam pada air biasa selama 10 menit. Setelah ke enam sempel diberikan perlakuan yang berbeda, sampel disimpan pada suhu ruang dan diamatai sifat fisik dan sensorisnya.
BAB 4. DATA PENGAMATAN
4.1 Data Pengamatan Sawi Hari ke-0 Kontrol
Detergen
CaCl 2
Air Panas
Oven
Air Biasa
Warna
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
Kenampakan
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
Tekstur
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
Aroma
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
+++++
3,2
2,3
2
2,5
1,96
2,6
Kontrol
Detergen
CaCl 2
Air Panas
Oven
Air Biasa
+++
+++
++++
+++
+++
++++
++++
++
++++
++
++
++++
+++
++
++++
++
++
+++
Aroma
++++
++
++++
++
++
++++
Berat (gr)
0,76
0,26
1,18
0,16
0,14
1,16
Kontrol
Detergen
CaCl 2
Air Panas
Oven
Air Biasa
Warna
++
+
++
+
+
++
Kenampakan
++
+
++
+
+
+
Tekstur
++
+
++
+
+
+
Aroma
++
++
++
+
+
+
0,21
0,16
0,35
0,16
0,12
0,50
Berat (gr)
Sawi Hari ke-2
Warna Kenampakan Tekstur
Sawi Hari ke-4
Berat (gr)
Keterangan : Semakinbanyak ( + ) semakin baik sifat fisik dan sensorisnya.
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAAN
5.1 Analisi Data Pada praktikum yang telah dilakuakn dengan enam sampel yang diberikan perlakuan yang berdeda – beda yaitu kontrol, direndam pada larutan detergen, direndam larutan CaCl2, direndam pada air panas, dioven pada suhu 60 oC dan direndam pada air biasa didapatkan hasil pada hari ke-0 semua sampel memiliki nilai fisik dan sensoris yang baik dengan berat 3,2 g, 2,3 g, 2 g, 2,5 g, 1,96 g dan 2,6 g sedangkan hari ke-2 hanya sempel kontrol, sampel dengan larutan CaCl 2 dan sampel dengan air biasa yang mengalami sedikit penurunan dengan berat 0,76 g, 1,18 g dan 1,16 g. Pada hari ke-4 hanya sampel kontrol dan sampel dengan larutan CaCl 2
yang tidak mengalami
penurunan yang drastis pada sifat fisik dan sensoris. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2006) menyebutkan bahwa perendaman buah di dalam larutan CaCl 2 dapat meningkatkan kandungan Ca di dalam daging buah. Kandungan Ca yang tinggi di dapatkan pada buah yang direndam dalam larutan CaCl 2, maka semakin tinggi pula kandungan Ca dalam daging buah akan menyebabkan semakin rendah laju respirasi. Selain itu menurut F.E Sari dkk (2004) perendaman buah dalam larutan CaCl 2 juga dapat menghambat kelunakan daging buah secara nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004) bahwa CaCl 2 juga termasuk salah satu zat pemantap yaitu zat yang dapat mencegah tekstur bahan pangan menjadi lunak. Berdasarkan hasil praktikum yang didukung oleh teori tersebut sampel dengan perlakuan direndam larutan CaCl 2 memiliki sifat fisik dan sensoris lebih baik dari sampel yang lain karena kandungan dalam CaCl 2 yang menghambat kesusakan pada sampel dengan menurunkan laju respirasi dan menghambat aktivitas enzim yang menyebabkan kerusakan pada buah dan sayur. Sedangkan pada sampel yang lain sayur sawi masih mengalami proses respirasi karena tidak ada senyawa penghambat saat proses kerusakan terjadi seperti halnya pada sampel direndam detergen, sawi tetap mengalami kerusakan karena detergen hanya melarutkan kotoran dengan air detergen. Pada sampel direndam pada air panas dan oven sawi juga mengalami kerusakan karena suhu panas dapat merusak kualitas sawi. Hal ini sama dengan kesimpulan dari Purwoko & Magdalena (1999) menyatakan bahwa perlakuan air panas dapat menyebabkan kerusakan pada kualitas buah jika perlakuan tidak diterapkan dengan baik dan buah tidak segera disimpan pada suhu rendah setelah diberikan perlakuan panas.
BAB 6. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan kemis pada sampel yaitu dengan direndam pada larutan detergen dan larutan CaCl 2 mengalami hasil yang berbeda. Sampel dengan perlakuan direndam detergen memiliki nilai fisik dan sensoris yang rendah dibandingkan sampel dengan perlakuan direndam larutan CaCl 2. Hal ini terjadi karena sampel yang direndam larutan CaCl 2 tidak mengalami kerusakan pada bahan karena kandungan CaCl 2 yang menghambat kesusakan pada sampel dengan menurunkan laju respirasi dan menghambat aktivitas enzim yang menyebabkan kerusakan pada buah dan sayur. Sedangkan pada sampel yang lain sayur sawi masih mengalami proses respirasi karena tidak ada senyawa penghambat saat proses kerusakan terjadi seperti halnya pada sampel direndam detergen, sawi tetap mengalami kerusakan karena detergen hanya dapat melarutkan kotoran yang menempel pada sawi yang tidak dapat hilang dengan proses pencucian dengan air biasa.
6.2 Saran Berdasarkan praktikum yang telah dilakuakan diharapkan dapat memanfaatkan kandungan CaCl 2 untuk mengurangi kerugian pada petani atau industri pengolahan yang disebabkan kerusakan pasca panen pada hasil pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang B. 2010. Media Tanam Manajemen Media dan Nutrisi Pada Produksi Bibit Atau Tanaman Dalam Pot. Jakarta : Penebar Swadaya. Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budidaya Sawi Hijau (Pai-Tsai). Hal 12- 62. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama. Daintith, J. 1994. A Concise Dictionary of Chemistry . Terjemahan oleh M. Sitohang dan S.S. Achmadi. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata Karya Aksara. Guzman, I.L., M. Cantwell and D. M. Barret. 1999. Fresh-cut cantaloupe: effectsof CaCl2 dips and heat treatments on firmness and metabolic activity.Postharvesy and Technology. 17:201-213. Guzman, I.L. and D.M. Barret. 2000. Comparison of calcium chloride andcalcium lactate effectiveness in
maintaining
shelf stability and quality of fresh-cut
cantaloupes. Postharvest and Technology. 19:61-72. Kitinoja, L. dan A.A. Kader.2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Edisi ke 4 Juli 2002. Pen.Utama, I.M.S. Denpasar. Universitas Udayana. Murray, R.K. dkk. 2003. Biokimia Klinik. Edisi 4. Jakarta : EGC Nurminah, M. 2005. Kajian Pengaruh Rasio Mol Reaktan, Suhu, dan Lama Raeksi Dalam Pembuatan Surfaktan Dietanolamida dari Metil Ester Dominan C12 Minyak Inti Sawit. Tesis. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pantastico, ER. B. 1997. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah buahan
dan
Sayur-sayuran
Tropika
dan
Subtropika .
Terjemahan
Kamariyani. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Purwoko, B.S. dan Magdalena, F.S. 1999. Pengaruh Perlakuan Pascapanen Dan Suhu Simpan Terhadap Daya Simpan Dan Kualitas Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Varietas Arumanis. Jurnal Argonomi . 27(1): 16-24. Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi . Yogyakarta : Kanisius.
Santoso, B.B. dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca PanenTanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern. Universitas Project. Sari, F.E, S.Trisnowati, dan S.Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar CaCl2 dan lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. Jurnal. 11(1) : 42-50. Sutomo, Harwan. 2006. Hubungan Kadar CaCl2 Terhadap Laju Respirasi dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. Jurnal Ilmu Peetanian.3 (1). Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT.Gramedia. Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Holtikultura. Jakarta : Bumi Aksara.
LAMPIRAN
Sampel Hari ke-0
Sampel Hari ke-2
Sampel Hari ke-4