LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
PEMBUATAN SEDIAAN STERIL VOLUME BESAR INFUS RINGER
Disusun Oleh : Kelompok III M. Erza Bahriani
(J1E111023)
Merisa Paskapritimi Paskapriti mi
(J1E111025)
Yuni Amalina
(J1E111026) (J1E111026)
Hayatun Izma
(J1E111027)
Finlinda Hery R.
(J1E111028) (J1E111028)
Ranty Rirung A.
(J1E111030)
Mira Ria Andriani
(J1E111036) (J1E111036)
Yuniar Novitasari
(J1E111216) (J1E111216)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2014
PEMBUATAN SEDIAAN STERIL VOLUME BESAR INFUS RINGER I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan parenteral dengan volume besar yang ditujukan untuk intravena. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain (Lachman, 1994). Banyak elektrolit yang dibutuhkan tubuh seperti kalium untuk cairan intrasel dan natrium untuk cairan ekstrasel. Untuk memenuhi kebutuhan akan elektrolit dalam tubuh ini, dibutuhkan suatu sediaan parenteral volume besar yang berisi elektrolit yang dibutuhkan tubuh. Selain untuk memenuhi kebutuhan, sediaan ini juga berguna untuk menjadi larutan pembawa untuk beberapa obat. Larutan sediaan parenteral volume besar digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang akan atau sudah dioperasi, atau untuk penderita yang tidak sadar dan tidak dapat menerima cairan, elektrolit, dan nutrisi lewat mulut. Larutan-larutan ini dapat pula diberikan pada penderita yang mengalami kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang berat, seperti pada penyakit demam dengue. Maka sangat penting bagi farmasis untuk bisa dan mampu memformulasi suatu sediaan infus
atau injeksi yang harus dibuat steril dan bebas pirogen
(Ansel,1989). Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain
dan tidak menyebabkan masalah terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan sekali lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara dimuntahkan (Ansel, 1989). Proses pembuatan sediaan steril dalam skala kecil dikerjakan secara aseptis. Secara aseptis disini adalah bahwa seluruh mekanisme yang dilakukan harus tanpa terjadi kontaminasi dari lingkungan sekitar, sehingga pada saat diteliti nantinya pada media tidak ditemukan adanya kontaminan dari luar, sehingga tidak sulit nantinya untuk membedakan apakah perubahan yang terjadi merupakan proses yang wajar atau dikarenakan adanya kontaminan dari luar di dalam biakkan. Kerja aseptis agar sempurna maka hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Area tempat bekerja disterilkan dengan penyinaran/radiasi. 2. Alat-alat untuk keperluan kerja aseptis disterilisasi terlebih dahulu. 3. Pekerjaan dikerjakan secara tepat dan efisien. (Priyambodo, 2007). 1.2
Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan mampu membuat infus ringer.
II.
DASAR TEORI
Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Wahyuningsih, 2005). Tujuan pemberian terapi intravena (infus) adalah s ebagai berikut
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan.
(Setyorini, 2006) Tipe-tipe cairan intravena adalah sebagai berikut a. Isotonik Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan ada didalam plasma. Contohnya adalah
Nacl normal 0,9%
Ringer Laktat
Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)
Dextrose 5% dalam air ( D 5 W )
b. Hipotonik Suatu larutan yang memiliki osmotic yang lebih kecil dari pada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di Intrasel dan Ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar atau membengkak. Contohnya adalah
Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45%
Nacl 0,45%
Nacl 0,2%
c. Hipertonik Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih tinggi dari pada yang ada dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotic, sel kemudian akan menyusut. Contohnya adalah
Dextrose 5% dalam Nacl 0,9%
Dextrose 5% dalam Nacl 0,45% (hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotik).
Dextrose 10% dalam air
Dextrose 20% dalam air
Nacl 3% dan 5%
Larutan hiperalimentasi
Dextrose 5% dalam ringer laktat
Albumin 25
(Setyorini, 2006) Keuntungan pemberian secara intravena adalah sebagai berikut
Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat.
Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
Penyerapan dan absorbsi dapat diatur
(Ansel, 1989). Ringeris Lactatis adalah larutan steril dari Kalsium Klorida, Kalium klorida, Natrium klorida dan Natrium Lactat dalam air untuk injeksi. Tiap 100 ml mengandung tidak kurang dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0 mg natrium (sebagai NaCl dan C3H5NaO3), tidak kurang dari 14,1 mg dan tidak lebih dari 17,3 mg Kalium (K, setara dengan tidak kurang dari 27,0 mg dan tidak lebih dari 33,0 mg KCl), tidak kurang dari 4,90 mg dan tidak lebih dari 6,00 mg kalsium (Ca, setara dengan tidak kurang dari 18,0 mg dan tidak lebih dari 2,0 mg CaCl2.2H2O), dan tidak kurang dari 231,0 mg dan tidak lebih dari 261,0 mg laktat (C3H5O3, setara dengan tidak kurang dari 290,0 mg dan tidak lebih dari 330,0 mg C3H5NaO3). Injeksi Ringer Laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba (Depkes RI, 1995).
III.
PRA FORMULASI
3.1. Tinjauan Farmakologi a.
Efek Utama Untuk mengatasi dehisrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan
ion Cl yang hilang, mengembalikan keseimbangan tubuh (ISO, 2012). b.
Efek Samping
Efek sampingnya adalah panas, iritasi, dan infeksi pada tempat penyuntikan trombosis atau plebitis, vena yang meluas dari tempat penyuntikan dan ekstravasasi (ISO, 2012). c.
Kontra Indikasi Hiperhidrasi, hipernatremia, hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal
(ISO, 2012). 3.2. Tinjauan Sifat Fisikakimia a.
Kelarutan NaCl larut dalam 2,8 bagian air dan larut dalam 2,7 bagian air mendidih;
sukar larut dalam ethanol dan larut dalam 10 bagian gliserol P 6,7 – 7,3. KCl larut dalam 2,8 bagian air dan dalam 1,8 bagian air pada suhu 100°C; larut dalam 250 bagian ethanol 95%; praktis tidak larut dalam eter dan praktis tidak larut dalam aseton 4 – 8. CaCl2 larut dalam 1,2 bagian air, dan dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alkohol dan dalam 2 bagian alkohol mendidih 4,5 – 9,2 (5% larutan air) (Depkes RI, 1979). b.
Stabilitas NaCl stabil dalam bentuk larutan, larutan stabil dapat menyebabkan
pengguratan partikel dari tipe gelas. KCl dan CaCl 2 stabil, disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1979). c.
Inkompatibilitas Larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi; membentuk endapan
bila bereaksi dengan perak; garam merkuri; agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan asam sodium klorida; kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium klorida. larutan potassium klorida bereaksi kuat dengan bromine triflouride dan dengan campuran asam sulfur dan permanganate kalium. Kehadiran asam klorida, NaCl, dan MgCl menurunkan kelarutan KCl dalam air. Larutan KCl mengendap dengan garam perak dan lead. Larutan iv KCl OTT (obat tidak tercampurkan) dengan protein hidrosalisilat. CaCl 2 dengan larutan Karbonat, posfat,
sulfat
dan
tartrat;
dengan
amphotericin,
cephalothin
sodium,
Klorfeniramina maleat, Klortetrasiklin, HCl, Oksitetrasiklin HCl, dan tetrasiklin HCl. Kadang-kadang OTT yang tergantung pada konsentrasi yang terjadi dengan Natrium bikarbonat.
d.
Cara Sterilisasi Sterilisasi akhir dengan autoklaf atau filtrasi.
e.
Cara Penggunaan dan Dosis Cara
penggunaannya
melalui
infus
intravena
dengan
dosis
5-7,7
mL/kgBB/jam atau 120-180 tts/70 kgBB/menit atau 350-560 mU 70 kgBB/jam. Maksimal 3000 mL/70 kgBB/hari (ISO, 2012).
IV.
FORMULASI
4.1. Formula Standar
INJEKSI RINGER (Martindale, 1982) tiap 100 mL mengandung : R/ NaCl
860 mg
KCl
30 mg
CaCl2
33 mg
API ad 100 mL 4.2. Formula yang Dipilih
R/ NaCl
760 mg
KCl
30 mg
CaCl2
33 mg
Glukosa
1%
Karbon aktif
0,1%
API ad 100 mL
Perhitungan :
Sediaan yang dibuat 500 mL + 10% Volume sediaan = 500 mL + (10/100 x 500 mL) = 550 mL 1.NaCl
=
2.KCl
=
3.CaCl2
=
4.Glukosa
=
5.Karbon aktif
=
x 550 mL = 4,180 gram
x 550 mL = 0,165 gram x 550 mL = 0,1815 gram x 550 mL = 5,5 gram x 550 mL = 0,55 gram
Penimbangan Bahan :
1. NaCl
= 4,180 + (5% x 4,180) = 4,389 gram
2.
KCl
= 0,165 + (5% x 0,165) = 0,1733 gram
3.
CaCl2
= 0,1815 + (5% x 0,1815) = 0,1906 gram
4.
Glukosa
= 5,5 + (5% x 5,5) = 5,775 gram
5.
Karbon aktif 0,55 gram
Perhitungan Tonisitas Berdasarkan Rumus
Whi te Vi ncent :
Ekivalen NaCl=1; KCl=0,76; CaCl 2 =0,7 dan glukosa = 0,16 1.
V NaCl
= W x E x 111,1 = 4,18 gram x 1 x 111,1 = 464,398 mL
2.
V KCl
= W x E x 111,1 = 0,165 gram x 1 x 111,1 = 13,932 mL
3.
V CaCl2
= W x E x 111,1 = 0,1815 gram x 1 x 111,1 = 20,165 mL
4.
V glukosa = W x E x 111,1 = 5,5 gram x 0,16 x 111,1 = 97,768 mL
V total
= 464,398 + 13,932 + 20,165 + 97,768 = 595,263 mL
V.
METODE KERJA
5.1. Alat dan Bahan 5.1.1. Alat
Alat alat yang digunakan dalam pembuatan sediaan ini adalah: 1.
Vial
3 buah
2.
Beker glass 250 mL
1 buah
3.
Beker glass 500 mL
1 buah
4.
Kaca arloji
1 buah
5.
Gelas ukur 25 mL
2 buah
6.
Pinset
1 buah
7.
Batang pengaduk
1 buah
3.1.2
8.
Erlenmeyer
1 buah
9.
Spatula
1 buah
10. Kertas saring
1 buah
11. Corong Kaca
2 buah
12. Pipet tetes
3 buah
13. Bunsen
1 buah
14. Oven
1 buah
15. Autoklaf
1 buah
16. LAF
1 buah
Bahan
Bahan - bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan sediaan ini :
3.2
1.
NaCl
2.
Water For Injection(WFI)
3.
KCl
4.
CaCl2
5.
Media tioglikolat
6.
Karbon aktif
7.
Glukosa
Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Sediaan
1.
Dihitung tonisitas masing-masing bahan. Kemudian ditimbang bahan bahan tersebut
2.
Alat dan bahan disiapkan didalam Laminar Air Flow (LAF)
3.
Dibuat air proinjeksi (API) bebas karbon dioksida (CO 2) dengan cara mendidihkan aquades diatas penangas air sampai mendidih (kira-kira 10 menit), kemudian langsung ditutup dengan aluminium foil.
4. NaCl, CaCl2, KCl, dan glukosa dilarutkan dengan API bebas CO 2 dalam beker glass. Kemudian diaduk sampai larut. 5.
Karbon aktif 0,1 %, dimasukkan ke dalam larutan, kemudian diaduk.
6.
Kertas saring ganda, dilipat dan diletakkan dalam corong kaca kemudian dibasahi API
7.
Disaring larutan kedalam erlenmeyer.
8.
Botol infus dikalibrasi, kemudian masukkan larutan ke dalam botol.
9.
Pasang tutup botol infus yang telah disterilkan.
3.2.2 Pembuatan Media Tioglikolat Cair
1.
Ditimbang tioglikolat sebanyak 6 gram.
2.
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml yang sudah ditara 200 ml.
3.
Dilarutkan media dalam aquadest sebanyak 200 ml, digunakan stirer untuk mempercepat larutnya tioglikolat
4.
Media yang digunakan untuk uji sterilitas sediaan injeksi dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak @ 10 ml
5.
Mulut tabung reaksi disumbat dengan kapas. Dan dilapisi dengan aluminium foil
6.
Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121° C selama 15 menit.
3.2.3 Uji Evaluasi Sediaan
Uji kebocoran
1. Metilen blue 0,1% dimasukkan kedalam beker glass 1000 mL 2. Kemudian vial yang berisi sediaan dimasukkan kedalam gelas beker tersebut 3. Kebocoran terjadi jika metilin blue 0,1% masuk kedalam vial sediaan dan larutan didalam menjadi berwarna biru.
Uji sterilitas
1. Sediaan ringer diambil kurang lebih 5 mL 2. Kemudian sampel disuntikkan dalam media MTC yang sudah disterilkan 3. Proses ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow 4. Setelah sampel dimasukkan kedalam media, selanjutnya media ditutup kembali dengan kapas dan aluminium foil. Dilakukan inkubasi pada suhu 30-35 5. Media diamati pada hari ke 3, 5 dan 7 6. Dikatakan steril jika tidak terlihat pertumbuhan mikroba selama proses pengamatannya.
Uji kejernihan
1. Sediaan yang sudah jadi dimasukkan kedalam vial.
2. Kemudian diaamti dengan mata dengan meletakan sediaan tersebut kearah datangnya cahaya. 3. Diamat kejernihan pada sediaan tersebut. 4. Dikatakan jernih apabila sediaan tembus terawang.
Uji pH
1. Indikator pH dimasukkan kedalam sediaan 2. Dilihat apakah pH sediaan sudah sesuai dengan literatur yakni pH untuk sediaan infus ringer 5-7,5.
IV.
HASIL
No
Perlakuan Uji
1.
Evaluasi
Hasil Pengamatan Tidak terjadi kebocoran
kebocoran
2.
Evaluasi
Sediaan berwarna bening
kejernihan dan
dan
warna
mengapung (jernih)
tidak
ada
partikel
Gambar
3.
Uji pH
6
4.
Uji Sterilitas
Tidak
terbentuk
koloni
mikroba hingga hari ke-3 dan mulai terbentuk koloni pada hari ke-5
Hari ke 3
Hari ke 5
Hari ke 7
V.
PEMBAHASAN
Praktikum teknologi sediaan steril kali ini adalah pembuatan sediaan volume besar berupa infus ringer. Tujuan dari percobaan ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan mampu membuat infus ringer, serta dapat melakukan evaluasi terhadap sediaan yang telah dibuat. Indikasi dari infus ringer adalah untuk mengatasi dehisrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan ion Cl yang hilang, mengembalikan keseimbangan tubuh. Infus ringer mengandung bahan aktif natrium klorida, kalium klorida dan kalsium klorida. Formula standar dari infus ringer yaitu : R/ NaCl
860 mg
KCl
30 mg
CaCl2
33 mg
API ad 100 mL Sedangkan formula yang kami gunakan sebagai berikut R/ NaCl
760 mg
KCl
30 mg
CaCl2
33 mg
Glukosa
1%
Karbon aktif
0,1%
API ad 100 mL Fungsi masing-masing bahan dari formulasi infus ringer adalah sebagai berikut. NaCl sebagai sumber ion natrium dan agen tonisitas, KCl sebagai sumber ion kalium dan agen tonisitas, CaCl2 sebagai sumber ion kalsium dan Cl, glukosa sebagai sumber ion dan agen tonisitas, aqua pro injection (API) sebagai pelarut bebas pirogen serta ada penambahan karbon aktif pada pembuatan yang berfungsi sebagai adsorben yaitu untuk menyerap pirogen yang ada didalam sediaan. Selain menghilangkan pirogen karbon ini digunakan untuk menghilangkan bau, warna, dan rasa air termasuk ion-ion logam berat. Sedian infus ringer termasuk kedalam sediaan volume besar, sehingga tidak diperlukan penambahan zat pengawet. Penambahan zat pengawet pada sediaan volume besar dapat mengakibatkan akumulasi di dalam tubuh yang dapat menyebabkan efek toksik.
Sediaan infus intravena harus bersifat isotonis atau sedikit hipertonis, karena jika bersifat hipotonis akan menyebabkan sel darah merah menjadi pecah. Sedangkan jika bersifat hipertonis akan menyebabkan sel darah merah mengalami krenasi atau penciutan karena kandungan air dalam sel darah merah akan keluar dari sel. Sehingga dalam pembuatan sediaan infus ringer, dilakukan perhitungan tonisitas sebelum penimbangan dan pencampuran. Pembuatan infus ringer dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF) untuk menghindari adanya kontaminasi dari mikroorganisme selama proses pengerjaan. Pengerjaan sediaannya pun menggunakan alat-alat yang sudah disterilisasi sehingga terbebas dari kontaminan yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan yang dibuat. Cara kerja pembuatan sediaan infus ringer pada praktikum kali ini pertama-tama membuat API bebas CO2 dengan cara mendidihkan aqua pro injection diatas penangas air sampai mendidih, kemudian ditutup dengan aluminium
foil.
API
dibuat
bebas
CO 2 bertujuan
untuk
menghindari
inkompatibilitas antara CaCl2 dengan CO 2 yang dapat membentuk endapan CaCO3. Selanjutnya dilakukan pembuatan infus ringer dengan menimbang NaCl, KCl dan CaCl2 sesuai perhitungan yang kemudian dilarutkan dengan menggunakan API bebas CO 2 didalam beaker glass kemudian ditimbang lagi karbon aktif 0,1 % sebagai campuran yang dimasukkan kedalam larutan. Selanjutnya larutan disaring
dengan menggunakan kertas saring. Sebelumnya
kertas saring ditetesi terlebih dahulu dengan aqua pro injection. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam vial yang telah dikalibrasi. Sediaan infus ringer yang telah dikemas kemudian dievaluasi untuk mengetahui apakan sediaan yang telah dibuat serta kemasan dalam kondisi yang baik dan memenuhi persyaratan. Evaluasi yang dilakukan meliputi uji kebocoran botol, uji kejernihan dan warna, uji
pH, dan
uji sterilitas. Uji kebocoran
dilakukan dengan menggunakan metilen blue yang dimasukkan kedalam gelas beker berisi 1000 mL air, botol kemasan kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker dan diamati. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa botol kemasan dalam kondisi baik dan tidak ada kebocoran. Uji yang kedua yaitu uji kejernihan, dengan mengamati sediaan di bawah cahaya dengan latar belakang gelap. Hasil yang didapat dari uji ini yaitu larutan jernih bebas dari pertikel mengendap serta
partikel melayang, hal ini sesuai dengan literatur yaitu sediaan steril harus bebas dari partikel (Depkes RI, 1979). Uji selanjutnya yaitu uji pH dengan menggunakan kertas pH meter. Hasil yang didapat yaitu pH sebesar 6, hasil ini sesuai dengan literatur dimana sediaan infus ringer yang dibuat harus sesuai dengan pH cairan tubuh sebesar 5-7. Uji sterilitas terhadap sediaan dilakukan dengan memasukkan sampel kedalam media yang telah dibuat. Media sterilisasi yang digunakan adalah Media Tioglikolat Cair ( MTC), media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Dikatakan steril jika tidak terdapat pertumbuhan bakteri didalam media. Pengamatan sterilitas dilakukan pada hari ke-3, 5, dan 7. Pada hari ke-3 tidak terlihat adanya pertumbuhan mikroba pada sampel sediaan, sedangkan pada hari ke-5 dan ke-7 mulai ditumbuhi mikroba. Pertumbuhan mikroba menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat tidak terbebas dari cemaran mikroorganisme. Hal ini dapat disebabkan karena proses pengerjaan tidak memperhatikan teknik aseptis yang baik. Penggunaan LAF tidak diimbangi dengan penggunaan bunsen, sehingga udara di LAF tidak benar-benar aseptis. Selain itu pada saat penanaman di media juga tidak menggunakan bunsen, sehingga mikroorganisme dapat dengan mudah memasuki sampel melalui udara. Pembuatan sediaan volume besar berupa infus ringer pada percobaan ini hanya menggunakan teknik aseptis tanpa melakukan sterilisasi akhir. Seharusnya pembuatan sediaan volume besar lebih efektif dan efisien jika menggunakan sterilisasi akhir karena selain lebih mudah, sterilisasi akhir dengan uap lebih efektif dalam membunuh mikroorganisme.
VI.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini yaitu : 1.
Sediaan steril yaitu suatu sediaan terapetis yang bebas dari mikroorganisme baik bentuk vegetatif maupun bentuk sporanya baik patogen maupun nonpatogen.
2.
Indikasi dari infus ringer adalah untuk mengatasi dehisrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan ion Cl yang hilang, mengembalikan keseimbangan tubuh.
3.
Sediaan yang dibuat pada percobaan ini telah memenuhi evaluasi sediaan yakni pH = 6, uji kejernihan, dan uji kebocoran botol.
4.
Sediaan ini dapat dikatakan tidak steril dikarenakan uji sterilisasi sediaan ini menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI-Press, Jakarta. Depkes RI. 1978. Formularium Nasional . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV . Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. ISO. 2012. ISO Indonesia. PT Anem Kosong Anem, Jakarta. Lachman, L. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI Press, Jakarta. Martindale. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. The Pharmaceutical Press, London. Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama, Yogyakarta. Setyorini. 2006. Skill Labs. Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wahyuningsih, Esty. 2005. Pedoman Perawatan Pasien. EGC, Jakarta.