INDIKASI INDIKASI PEMASANGAN KATETER Pemasangan kateter merupakan tindakan yang sangat penting bagi beberapa pasien. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa 21-54% 21 -54% pemasangan kateter dilakukan atas indikasi yang kurang tepat (CDC, 2012). Keputusan dilakukan tindakan pemasangan kateter harus berdasarkan pengkajian yang komprehensif terkait resiko dan kebutuhan pasien. Secara umum, indikasi pemasangan kateter adalah: 1. Pasien yang mengalami retensi urin akut dan d an kronis 2. Menjaga keteraturan pengeluaran urin pada pasien yang mengalami kesulitan berkemih, sebagai akibat gangguan neurologis yang menyebabkan paralisis atau kehilangan sensasi berkemih yang berefek pada proses berkemih 3. Pasien dengan penyakit gawat yang membutuhkan pengukuran urin output 4. Pasien yang menjalani pembedahan urologi atau operasi lain yang terkait dengan saluran genitourinary 5. Untuk antisipasi proses operasi yang panjang 6. Pasien yang membutuhkan monitoring urine output pada saat pembedahan 7. Untuk membantu proses penyembuhan luka di a rea sacral dan perineal pada pasien yang mengalami inkontinensia 8. Pasien yang mengalami imobilisasi jangka panjang seperti pasien yang mengalami fraktur spinal atau lumbar, multiple fracture, multiple trauma di area pelvis, dll 9. Untuk irigasi kandung kemih 10.Untuk memasukkan obat atau untuk proses pemeriksaan diagnostic terkait system urologi (contoh: cystogram) 11.Untuk memfasilitasi proses berkemih dan menjaga integritas kulit 12.Untuk meningkatkan kenyamanan pada pasien terminal (palliative care) D. KONTRAINDIKASI PEMASANGAN KATETER 1. Pasien dengan prostatitis akut 2. Pasien dengan suspek trauma urethral 3. Pasien dengan riwayat striktur urethra 4. Pasien yang baru selesai penjalani TURP (Trans-Urethral Reserction of the Prostate) dalam jangka waktu 24 jam 5. Pasien yang mengalami phymosis 6. Pasien yang mengalami riwayat sulit dipasang kateter 7. Pasien yang dicurigai mengalami hematuria 8. Pasien yang mengalami atau menunjukkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
Indikasi Rectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan fisik abdomen untuk kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal toucher diindikasikan pada pasien-pasien dengan penyakit atau keluhan sebagai berikut : - Perdarahan saluran cerna bagian bawah. - Hemorrhoid, prolaps rekti. - Ca Recti, Tumor anus - Ileus Obstruktif dan ileus paralitik.
- Peritonitis. - BPH & Ca prostat. - dll Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu hati-hati saat melakukan rectal toucher pada - Anak-anak karena pemeriksaan dapat menyebabkan vasovagal syncope. - Prostatitis, dapat menyebarkan infeksi. - Hemorrhoid interna grade IV Rektal grading, dengan rektal toucher : Stage 0 : prostat teraba < 1cm, berat < 10 gram Stage 1 : prostat teraba 1 – 2 cm, berat 10 -25 gram Stage 2 : prostat teraba 2 -3 cm, berat 25- 60 gram Stage 3 : prostat teraba 3- 4 cm, berat 60 – 100 gram Stage 4 : prostat teraba >4 cm, berat >100 gram
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain : 1. anamnesa 2. pemeriksaan fisik Dilakukan dengan pemeriksaan TD , nadi, dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urine akut , dehidrasi sampai syol pada retensi urine serta urosepsis samapi syok septik 3. pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis . pada daerah supra symfisier pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin 4.penis dan uretra diperiksa untuk mendeteksi adanya kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis 5. pemeriksaan scrotum untuk menentukan adanya epididimitis 6. rectal touche / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistem persyarafan unit vesica urinaria dan besarnya prostat 7. pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien 8. pemeriksaan urine lengkap dan kultur
9. PSA ( Prostatic Spesific Antigen ) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan 10. pemeriksaan uroflow meter 11. pemeriksaan imaging dan rontgenologik a.BOF ( buih overzich ) untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang b. USG ( Ultra SonoGrafi ) digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urin c. IVP ( Pyelografi Intra Vena ) digunakan untuk melihat fungsi ekskresi ginjal dan adanya hidronefrosis d. pemeriksaan panendoskop untuk mengetahui keadaan urethra dan buli-buli
Kondisi medis lainnya yang dapat menyebabkan nokturia meliputi:
Infeksi pembesaran prostat : Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval pada tiap miksi lebih pendek. Turunnya kandung kemih Sindrom kandung kemih yang overaktif Tumor pada kandung kemih, prostat atau area pelvis Diabetes Kegelisahan Infeksi ginjal Edema, atau pembengkakan pada kaki bawah Penyakit neurologis, seperti multiple sclerosis (MS), Parkinson’s disease, atau kompresi saraf tulang belakang Nokturia juga umum terjadi pada orang-orang dengan kegagalan organ – umumnya gagal jantung atau hati – dan penderita diabetes. Kehamilan : Nokturia dapat menjadi gejala awal dari kehamilan. Kondisi ini dapat muncul pada awal kehamilan, namun lebih umum terjadi kemudian, saat rahim menekan kandung kemih. Sleep apnea: Nokturia dapat menjadi gejala dari obstructive sleep apnea. Hal ini dapat terjadi walau kandung kemih tidak penuh. Begitu sleep apnea terkendali, nokturia biasanya akan menghilang. Efek samping obat : Beberapa pengobatan dapat menyebabkan nokturia sebagai efek samping, terutama sebagai efek samping dari diuretik (water pills), yang diberikan untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Anda harus mencari perawatan medis darurat jika Anda kehilangan kemampuan untuk buang air kecil, atau tidak dapat mengendalikan buang air kecil. Akibat gaya hidup : Penyebab umum dari nokturia adalah konsumsi cairan yang berlebih. Alkohol dan minuman berkafein merupakan diuretik, dimana jika Anda mengonsumsinya, tubuh Anda akan
menyebabkan lebih banyak urin. Mengonsumsi alkohol atau minuman berkafein secara berlebih dapat menyebabkan bangun tidur dan perlu buang air pada malam hari. Beberapa orang yang memilki nokturia hanya memiliki kebiasaan bangun pada malam hari untuk buang air kecil. 2. Gagal jantung kongestif atau lemah jantung Ketidakmampuan memompa jantung secara normal, ditambah gravitasi, menyebabkan cairan menumpuk di kaki pada siang hari. Sedangkan pada malam hari, cairan di luar pengaruh gravitasi dan memasuki aliran darah yang menyebabkan produksi urin meningkat. 3. Diabetes Pada malam hari, terjadi peningkatan glukosa pada ginjal, sehingga menarik banyak cairan ke dalam urin. Hal ini dapat meningkatkan pembentukan urin sehingga akan terjadi gangguan buang air kecil pada malam hari. 4. Bertambahnya usia Pertambahan usia dikaitkan dengan berkurangnya kapasitas kandung kemih. Hormon antidiuretik yang diproduksi juga mulai berkurang, padahal hormon ini yang dapat menahan cairan tubuh. Otot kandung kemih pun menjadi lemah, sehingga urin menjadi sulit untuk ditahan di kandung kemih. 5. Obat-obatan Penggunaan obat seperti hydrochlorothiazide atau furosemide (Lasix) juga dapat menjadi menyebab nokturia. Terkadang orang tidak menyadari bahwa meminum obat tekanan darah ini di malam hari, padahal obat ini mengandung diuretik (obat yang meningkatkan pembentukan urin). Jika memang Anda perlu mengonsumsi obat ini, sebaiknya dilakukan pada pagi hari. 6. Permasalahan pada saraf Parkinson yang merupakan gangguan neurodegenerative, dan multiple sclerosis, merupakan penyakit autoimun. Keduanya melibatkan disfungsi sistem saraf otonom, sehingga dampa k yang ditimbulkan adalah disfungsi kandung kemih yang parah dan permasalahan buang air kecil pada malam hari. 7. Infeksi saluran kencing yang kronis dan berulang Gejala dari infeksi saluran kencing adalah demam, sensasi panas ketika buang air kecil, dan frekuensi buang air kecil yang terus-menerus. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang berkembang di saluran kencing. Untuk mengetahui Anda terinfeksi atau tidak, sebaiknya periksakan ke dokter. 8. Obesitas
Belum ditemukan penelitian yang akurat apakah obesitas dapat menyebabkan kondisi nokturia, tetapi obesitas abdominal selalu dikaitkan dengan peningkatan buang air kecil pada tengah malam hari. 9. Kehamilan Nokturia juga bisa terjadi karena gejala kehamilan. Gejala ini dapat ditemui di awal masa kehamilan. Tetapi semakin bertambahnya usia kehamilan, semakin berkurang intensitas buang air kecil pada tengah malam hari, sebab sudah menjadi hal yang biasa ketika rahim menekan kemih. 10. Mengonsumsi alkohol dan kafein Alkohol dan minuman berkafein biasanya merupakan diuretik. Berlebihan mengonsumsinya dapat menyebabkan buang air kecil di malam hari. Sebaiknya hindari mengonsumsinya menjelang malam, agar tidur Anda menjadi nyenyak.
Retensi urin dapat dibedakan berdasarkan tempat kerusakan syaraf: 1.Supravesikal Yakni kerusakan di pusat miksi pada medulla spinalis sakralis S2 – S4 setinggi Th1 – L1. Kerusakan terjadi di saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian maupun seluruhn ya. 2.Vesikal Yaitu kelemahan otot destrusor disebabkan lama meregang, berkaitan dengan masa kehamilan dan proses persalinan (trauma obstetrik). 3.Infravesikal (distal kandung kemih) Yaitu berupa keadaan kaku leher vesika, stenosis meatus uretra, fimosis, batu uretra, trauma uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis). a. Retensi urin akut Pada penderita retensi urin akut, pasien merasa sea kan tidak bisa berkemih (miksi). Kandung kemih pada perut disertai rasa sakit yang sangat pada bagian suprapubik dan keinginan untuk miksi yang hebat disertai mengejan. Sering pula urin keluar sedikit-sedikit atau menetes. Pada kasus pasien yang akut, jika yang menyebabkan lambat ditemukan maka kerusakan lebih parah yang bersifat permanen bisa saja terjadi, sebab otot detrusor atau ganglia parasimpatik di dinding kandung kemih menjadi tidak bisa berkompromi. b. Retensi urin kronis Pasien secara pelan-pelan dalam waktu yang lama tidak bisa berkemih (miksi), merasakan n yeri pada daerah suprapubik hanya sedikit atau tidak sama sekali meskipun kandung kemih dalam kondisi penuh. Pada retensi urin kronik, terdapat masalah khusus akibat peningkatan tekanan intravesikal yang menyebabkan refluks uretra, infeksi saluran kemih atas dan penurunan fungsi ginjal. Retensi urin juga dapat terjadi sebagian atau total Retensi urin sebagian yaitu penderita masih bisa meng eluarkan urin tetapi terdapat sisa urin yang cu kup banyak di dalam kandung kemih. Retensi urin total yaitu penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan urin.
Penyakit yg menyebabkan retensi urin Terjadi karena adanya pembesaran prostat pada pria atau gangguan sistem saraf yang terkait dengan saluran kemih. Gangguan saraf tersebut membuat antara otak dengan otot pada saluran kemih tidak memiliki komunikasi yang baik untuk mengeluarkan urin. Seringkali dialami oleh penderita diabetes, stroke, multiple sclerosis atau cedera panggul.
Pernah menjalani operasi
Pasien yang menjalani pembedahan kandung kemih atau prostat memiliki risiko untuk mengalami retensi urine. Sebab, luka pada operasi terkadang meninggalkan jaringan parut. Hal ini menyebabkan terjadinya striktur (penyempitan) uretra, sehingga terjadi retensi urine.
Adanya infeksi
Adanya infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya retensi urine. Infeksi tidak hanya di daerah sekitar kandung kemih tapi juga bisa di sekitar sumsum tulang belakang. Infeksi pada area sumsum tulang belakang dapat menyebabkan pembengkakan yang mungkin menekan bagian saraf yang mengatur keluarnya urin, sehingga terjadi retensi. Selain itu, infeksi yang menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada saluran kemih juga dapat menyebabkan uretra tertekan, yang memungkinkan terjadinya retensi urine.
Batu kandung kemih
Kandungan mineral pada urine yang mengkristal dapat menyebabkan terbentuknya batu pada kandung kemih, yang kerap terjadi akibat kondisi atau kebiasaan yang menyebabkan urine tidak sepenuhnya keluar dari kandung kemih, seperti pembesaran prostat maupun kebiasaan menahan buang air kecil. Apabila proses pengendapan ini terjadi berkepanjangan, batu dapat berukuran cukup besar, sehingga menghalangi aliran urine dan menyebabkan retensi urine.
Prolaps uteri
Pada wanita, kondisi rahim turun dari lokasi yang semestinya akibat berbagai hal, seperti proses persalinan yang sulit maupun penambahan usia, dapat menekan saluran kemih dan mengakibatkan retensi urine.
Obat-obatan tertentu
Beberapa jenis obat, termasuk obat pelemas otot, antidepresan, pelega pernapasan dan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan kandung kemih, mungkin memicu terjadinya retensi urine. Kencing tidak tuntas atau PMD disebabkan oleh lemahnya otot di daerah panggul, terutama otot bernama bulbocavernosus. Otot ini seharusnya berkontraksi untuk mendorong urin keluar dari kantong kemih. Jalur keluar urin pada pria tidak lurus ke bawah, melainkan berbentuk seperti huruf S. Maka itu, gravitasi saja tidak cukup untuk menuntaskan urin. Otot bulbocavernosus dibutuhkan untuk mengosongkan kantong kemih. Jika otot tersebut melemah, Anda jadi sulit mengendalikan kontraksinya. Akibatnya, urin bisa menetes karena perlahan-lahan turun sendiri tanpa didorong otot.
Menurut sejumlah penelitian, PMD sering dialami laki-laki yang berusia di atas 50 tahun. Akan tetapi, siapa saja bisa mengalami PMD terlepas dari usianya. Ada bebe rapa pemicu PMD yang mungkin tidak Anda sadari. Berikut adalah beberapa di antaranya.
Gangguan saluran kencing bawah (LUTS) Pembesaran prostat jinak Prostatitis (peradangan dan infeksi prostat) Kelebihan berat badan atau kurang olahraga Gangguan atau kerusakan saraf Sering mengangkat beban berat atau batuk-batuk