Laporan Kasus
Sirosis Hepatis
Disusun oleh: I Wayan Widi Arditya
(011.06.0011)
Wahyu Eka Maulyani
(011.06.0032)
Pembimbing : dr. IGN Agung Eddy A, Sp.PD
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR 2015
BAB I PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi.1 Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien p asien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.1,2 Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan merupakan penyebab kematian utama yang yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap), death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5 Belum ada data resmi resmi nasional tentang sirosis sirosis hati di Indonesia. Namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata rata-rata prevalensi sirosis sirosis adalah 3,5% dari seluruh seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.6 Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema presentasi
2
kasus ini dengan harapan agar kita mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini, sehingga kita mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.
3
BAB II LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Tn.T
Usia
: 33 tahun
Pekerjaan
: Peternak bebek
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Lebah Sempage
No. RM
: 042828
Tanggal masuk RSUD Kota Mataram : 30-08-2015
ANAMNESIS
K eluhan luh an Utama tama Buang air besar berwarna hitam.
R i wayat yat Penya Penyaki ki t Sekar Sekara ang Pasien datang dengan keluhan buang air besar warna hitam sejak semalam sebanyak satu kali sebelum masuk RS. Pasien mengaku pada awalnya kotorannya berwarna cokelat yang selanjutnya berubah menjadi kehitaman dengan konsistensi lembek. Pasien tidak merasakan sakit saat BAB. Pasien hanya membeli obat di warung untuk menghilangkan keluhannya, tetapi keluhan tetap tidak menghilang, BAK normal, pasien juga mengeluh mual (+), nyeri ulu hati (+), lemas (+), muntah (-), demam (+), nyeri dada (-),keringat dingin (-), edema di perut dan kaki (-).
4
Riwayat Penyaki t Dahulu Pasien mengaku pada 5 tahun yang pernah mengalami BAB berwarna hitam dan diikuti dengan muntah darah berwarna hitam, pasien mengaku darahnya seperti jelly. Riwayat mempunyai penyakit hepatitis (+) dan kaki bengkak (+), riwayat sakit maag (+), nafsu makan menurun.
Riwayat Penyaki t Keluarga Pasien mengaku tidak ada di keluarganya mempunyai sakit yang sama.
Riwayat pribadi sosial Pasien memiliki riwayat kontak dengan teman kerja yang mempunyai sakit kuning. Pasien memiliki riwayat merokok, riwayat mengkonsumsi alkohol di sangkal pasie n.
Riwayat Pengobatan Pasien mengaku 5 tahun yang lalu pernah dirawat di RSUP NTB dengan keluhan BAB hitam dan muntah darah.
5
PEMERIKSAAN FISIK ( 30 Agustus 2015)
Keadaan umum
: Pasien tampak lemas
Kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 82x/menit
Nafas
: 21x/menit, reguler
Suhu
: 37,9 oC (aksila)
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Status gizi
Berat badan
: 59 kg
Tinggi badan : 162 cm
IMT
: 22,69 (berat badan normal)
Kepala
Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterus +/+, reflek caha ya (+), pupil isokhor.
Telinga : bentuk normotia
Hidung : mukosa hidung merah muda, septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : lidah kotor (-), stomatitis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP (-) meningkat.
Toraks
: normochepal
Paru :
Inspeksi
: normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi
: nyeri tekan (-), Vokal Fremitus normal
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: vesicular, ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS V midclavicula
Perkusi
: batas atas di ICS III linea parasternalis dextra, batas kanan di ICS IV
linea parasternalis dextra, batas kiri di ICS V linea parasternalis sinistra
6
Auskultasi
: S1 S2 tunggal regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi
: Distensi (-), caput medusa(-), spider nevi
Auskultasi
: Bising usus (+) Normal
Palpasi
: nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien teraba schuffner 4,
permukaan rata
Perkusi
Anus
: Pekak
timpani
Pekak
timpani
timpani
Pekak
timpani
timpani
Timpani
: Pada Rectal Toucher ditemukan feses kehitaman, lendir (-), darah (-)
Ekstremitas
Atas
: hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-, eritema palmaris -/-
Bawah
: hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-
7
Daftar Masalah
BAB warna hitam
Demam
Nyeri ulu hati
Mual
Lien teraba schuffner 4
ASSESMENT
Hepatitis B kronik
Sirosis hepatis
Melena
Varises esogafus
Splenomegali
Planing Diagnosis
DL, SGOT/SGPT, hbsAg, GDS,ureum, kreatinin
USG abdomen
Planing Terapi
RL 20 tpm
Inj. pantoprazole 1 ampul
Inj. zibac 1 gr + aquades 1 botol
Inj. asam traneksamat 500 mg
Propranolol tablet 10 mg
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab 30 agustus 2015
H ematologi
Hb
: 6,7 g/dL
Trombosit : 54 x 103μL
Leukosit
: 3,11 x 103/ul
Eritrosit
: 4,69 x 103/ul
SGOT
: 33 U/L
SGPT
: 31 U/L
Ureum
: 62,7 mg/dlSS
Creatinin : 0,6 mg/dl
GDS
: 86 mg/dl
HBsAg
: (+) positif
Albumin
: 3,60 g/dl
Asam urat : 4,5
PT (Waktu Protrombin) : 13,9
APTT
: 36,4
INR
: 1,28
(N : 12- 16 gr/dl) (150-400 x 103μL) (5.0-10.0 x 103μL)
(N : 17-43 mg/dl)
(N : 3,5-5 gr/dL)
Pemeriksaan USG
9
Kesimpulan hasil USG abdomen 1. Sirosis Hepatis 2. Hipertensi porta 3. Splenomegali berat
10
Waktu
Subjectve
Objective
30-08-2015
Pasien mengeluh
Vital sign :
10.00
nyeri ulu hati,
WITA
BAB hitam seperti
Assesment Daftar Masalah:
mual(+),muntah(-)
2. Nyeri ulu hati
GDS, ureum,
Rr : 18 x per
3. Mual
kreatinin,
menit, reguler
4. Konjungtiva
5. Lien teraba schuffner 4
Mata: an +/+,
Transfusi PRC
Tindakan:
-/-
7. HbsAg (+)
1. RL 20 tpm 2. Inj.
Leher: JVP (-) Assesment :
Torax:
A: P: VES +/+,
C: S1S2 tgl,
Sirosis hepatis
Melena
Hepatitis B
Sirosis hati
Varises esogafus Anemia
pantoprazole 1 ampul 3. Inj. zibac 1 gr + aquades 1 botol. 4. Inj. asam traneksamat 500 mg
Abdomen: Inspeksi
g(-)
5. Prosogan tablet 30 mg
:
Tampak
6. Propranolol
cembung
abdomen
6. Hb : 6,7
reguler, m(-),
USG
ikt +/+, cowong
Rh -/, Wh -/-
anemis
T : 360C
pemb.KGB(-)
HBsAg,
N : 86 x/ menit
meningkat,
DL, SGOT/SGPT
seperti aspal
K/L:
1. BAB hitam
TD:100/80 mmHg
aspal 1x,
Plan
tablet 10 mg
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi nyeri
: tekan
11
epigastrium (+), hepar
tidak
teraba,
lien
teraba schuffner 2,
permukaan
rata, tepi tajam
Perkusi
:
timpani
pada
seluruh
lapang
abdomen Kesan
:
Acites
Ekst: dbn
31-8-2015
Pasien lemas,
Ku: sedang
06.30
mengeluh sesak,
Kes: CM
pusing, BAB
Daftar Masalah:
DL
1. Lemas
SGOT
Td: 100/70 mmHg
2. Sesak
SGPT
coklat, mual(-),
N : 84x/m
3. BAB
HBsAg
muntah(-).
T
GDS
USG
: 37Oc
RR : 20x/m Mata : Anemis +/+ Ikterik -/Leher: JVP ≠ Pembesaran KBG (-) Thorax: Ves +/+ RH -/- WH -/Cor: s1 s2 tunggal regular m(-) g(-) ABD: Distensi (-), NT(-) EXT: dbn
Melena
Hepatitis B
Sirosis hati
Varises esogafus
Splenomegali
Anemia
Abdomen Transfusi
PRC Terapi: Inj: 1. Zibac 1g/8jam 2. Prosogan 30mg/24jam 3. Asam tranexamat 1A/8jam Oral:
12
1.Propanolol 2x20mg
01/08/2015
Pasien mengeluh
KU: Lemas
Daftar masalah:
DL
06.30
lemas, pusing,
Kes: Compos mentis
1. Lemas
SGOT
WITA
BAB hitam seperti TD: 90/70mmHg
2. Pusing
SGPT
aspal, mengeluh
N : 80x/m
3. BAB hitam
HBsAg
sesak.
RR : 22x/m
4. Sesak
GDS
USG
o
T : 36,5 C
Mata: anemis +/+, ikterik -/Leher JVP ≠ Thorax: Ves +/+ Rh -/-, Wh -/-
Melena
Hepatitis B
Sirosis hati
Varises esogafus
Splenomegali
Anemia
Abdomen Transfusi
PRC Terapi: 1. Inf Ns 20 tpm Inj:
Cor: S1. S2 Tunggal
1. Zibac 1g/8
regular
jam
M(-), G(-)
2. Prosogan
Abdomen :
30mg/24 jam
Distensi(-), NT(-)
3. Asam
Extremitas: dbn.
tranexamat 1 Amp/8 jam 4. Vit K Oral: 1.
Propanolol 20mg/24 jam
Pasien mengeluh 02/09/2015
Lemas, sesak
06.45
malam hari
KU: Baik Kes: CM TD: 90/70 N : 76 x/m
Daftar masalah: 1. Lemas
DL
2. Sesak malam
SGOT
SGPT
hari
13
RR: 20 x/m T : 36,5Oc Mata : Anemis -/-, Iketrik -/Leher:JVP ≠ , Pembesaran KGB (-) Thorax : Ves +/+ Rh-/-, Wh -/Cor: s1 s2 tunggal regular m(-) g(-) Abdomen: Distensi (-), simetris (+) Teraba benjolan (masa) di regio hipocondrium sinistra (+), nt (+), Extremitas: dbn.
Melena
HBsAg
Hepatitis B
GDS
Sirosis hati
USG
Varises esogafus
Splenomegali
Anemia
Abdomen Transfusi
PRC Terapi: Inf: 1.Inf Ns 20 tpm Inj: 1. Zibac 1g/8jam 2. Prosogan 30mg/24 jam 3. Vit K Oral: 1. Propanolol
Pasein mengeluh 03/09/2015
lemas, BAB hitam
06.45
(-)
WITA
Ku: Baik Kes: CM TD: 90/60mmHg N :78x/m RR : 20 x/m T
: 36,5oC
Mata: anemis -/-, ikterik -/Leher : JVP ≠ , Pembesaran KGB Thorax : Ves +/+, Rh-/-, Wh-/Cor : s1.s2 tunggal regular, m(-) g(-)
Daftar masalah:
DL
SGOT
1. Lemas
Melena
SGPT
Hepatitis B
HBsAg
Sirosis hati
GDS
Varises esogafus
USG
Splenomegali
Anemia
Abdomen
Transfusi PRC
Terapi: 1 . Inf NS 20 tpm 2. Zibac 3x1 3. Prosogan
14
Abdomen: Distensi
1x30mg
(-), simeteris (+),
4. Vit K 3x1
Teraba benjolan di hipocondrium sinistra (+), nt(+),Ext: dbn.
Pasien tidak ada keluhan.
KU: Sedang
04/09/2015
Kes: CM
06.30
TD: 100/70
N : 76x/m RR : 20x/m T
Melena Hepatitis B Sirosis hati Varises esogafus Splenomegali Anemia
o
: 36,7 C
DL
SGOT
SGPT
HBsAg
GDS
USG Abdomen
Mata: Anemis -/-,
Ikterik -/-
Transfusi PRC
Leher: JVP ≠
1. Prc 1 ples
Thorax : Ves +/+
2. Inf Ns 20
Rh-/- Wh-/-
tpm
Cor: s1.s2 tunggal
3. Zibac 3x1
regular, m(-) g(-)
4. Prosagon
Abdomen: Distensi
1x30
(-), simeteris (+),
5. Vit K
splenomegali. Ext: dbn Tidak ada keluhan
Daftar Masalah:
Setengah 6 pulang KU:Sedang 05/09/2015
3 transfusi darah
Kes: CM
06.30
udah masuk.
TD: 90/70 mmHg
Melena
Transfusi PRC
Hepatitis B
Inf 20 tpm
Sirosis hati
Zibax 3x1
15
N: 85x/m RR: 21x/m
Varises esogafus
Prosogan 1x30
Splenomegali
Vit K 3x1
T: 36,5OC Mata : Anemis-/-,
Anemia
Ikterik -/Thorax: Ves+/+, Wh-/-, Rh, -/Abdomen: Distensi (-), nyeri tekan (+), BU (+) Extresmitas: dbn
FOLLOW UP
16
17
Sirosis Hati
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
III.1 Epidemiologi 6
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin wanita dengan usia 48 tahun.
III.2 Klasifikasi Sirosis Hepatis
Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :8 1. Mikronodular 2. Makronodular 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :7,8 1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema d an ikterus. Pada pasien ini didiagnosis sebagai sirosis hepatis dekompensata karena telah terdafat menifestasi klinis
yang jelas seperti asites, venektasi, splenomegali,
hematemesis dan
melena.
18
III.3 Etiologi 10
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah: 1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis, hepatitis B, hepatitis C) 2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit Wilson, Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan glikogen) 3. Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer) 4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis) Pada pasien ini, etiologi yang mungkin menyebabkan terjadinya sirosis hepatis adalah infeksi virus hepatitis kronik (hepatitis B atau hepatitis C). Hal ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat transfusi darah sebelumnya. hal ini didukung pula dengan hasil pemeriksaan sero imunologi HbsAg (+) pada pasien ini yang berarti pasien adalah pengidap hepatitis B kronik..
III.4 Tanda dan Gejala Klinis III.4.1 Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah 1,4,5 : kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah. Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya va rises, ascites, dan perdarahan varises5 : Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites, Stadium 2: varises, tanpa ascites,
19
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini, didapatkan adanya ascites dan adanya perdarahan yang terbukti dengan adanya muntah darah dan BAB berwarna hitam, juga adanya keluhan naffsu makan berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis dekompensata.
III.4.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara lain10: 1.
Spider naevi
2.
Eritema palmaris
3.
Ginekomastia
4.
Fetor hepatikum
5.
Splenomegali
6.
Asites
7.
Ikterus Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan fisik berupa splenomegali, asites.
III.4.3 Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara lain10: 1.
SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya SGOT>SGPT
2.
Alkaline fosfatase meningkat
3.
Bilirubin meningkat
4.
Albumin menurun sedangkan globulin meningkat
5.
PT memanjang
6. Na menurun 7.
Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung untuk
ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis dekompensata yaitu adanya peningkatan SGOT (110 U/l), SGOT>SGPT, bilirubin meningkat (bilirubin direk=0,58), rasio albumin:globulin
20
terbalik (2,1:2,2), dan adanya kelainan hematologi berupa trombositopenia (trombosit: 69.000/mm3).
III.5
Diagnosis
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan untuk memperkuat diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini adalah USG abdomen. Adapun hasil USG abdomen pada pasien ini menyatakan bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata, parenkim kasar, disertai pula dengan pembesaran ukuran lien.
Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut: 1. Pemeriksaan endoskopi Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan pertama.3 Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab terjadinya hematemesis dan melena. Umumnya kedua hal tersebut disebabkan pecahnya suatu varises esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi portal 2. Biopsi hati Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu pada kasus pasien
21
ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosi sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
III.6 Komplikasi
10
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya. Komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis antara lain: 1. Perdarahan gastrointestinal 2. Ensefalopati hepatik. 3. Koma hepatikum 4. Hipertensi portal 5. Sindroma hepatorenal 6. Karsinoma hepatoseluler 7. Peritonitis bakterial spontan Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis berupa adanya muntah darah dan BAB berwarna hitam. Hal ini adalah komplikasi perdarahan gastrointestinal yang kemungkinan disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, namun hal ini masih harus dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan endoskopi yang telah direncanakan pada pasien ini.
III.7 Penatalaksanaan 9,10
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1. Simptomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiologi Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan interferon alfa
dan lamivudin. Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan secara total
konsumsi alkohol oleh pasien.
22
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan ribavirin
merupakan terapi standar. d. Pengobatan fibrosis hati Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak terjadap fibrosis. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti: a. Asites2,9,10 Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
istirahat
diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
Diuretik Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia (khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat mencetuskan ensefalopati hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah spironolakton, dan dimulai dengan dosis rendah 100-200mg, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid 20-40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar kalium darah). Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB + 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau + 1kg/hari dengan edema kaki
Parasintesis Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 4-6 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat menurunkan masa opname pasien.
23
Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. b. Peritonitis bakterial spontan Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. c.
Hepatorenal syndrome Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :3,4,8,9
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.
d. Ensefalophaty hepatic Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.8,9 e.
Perdarahan gastrointestinal
24
Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan manifestasi dari hipertensi portal dan penyebab dari sepertiga kematian. Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan alat pipa Sengstaken-Blakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan ligasi endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan setelah perdarahan
dapat diberikan preparat propanolol untuk menurunkun hipertensi portal. Penatalaksanan terhadap sirosis dan komplikasinya yang dilakukan pada pasien ini antara lain: 1.
Istirahat
2.
Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan atau sedang
3.
Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat diuretik. Pada tahap pertama hanya diberikan spironolakton, lalu dilanjutkan dengan penambahan furosemid untuk meningkatkan laju diuresis. Pada pasien ini, respon diuretik sepertinya cukup baik karena selama + 5 hari perawatan, didapat penurunan BB + 7kg atau rata-rata 1,4kg/hari.
4.
Preparat propanolol diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi portal dan mencegah terulangnya perdarahan gastrointestinal
5.
Untuk mencegah ensefalopati hepatik, maka diberikan preparat laktulak (laktulosa) karena dapat membantu mengeluarkan amonia dari tubuh pasien. Selain itu juga diberikan Kanamisin untuk membunuh bakteri-bakteri yang menghasilkan amonia di dalam usus.
III.7 Prognosis 10
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Indeks hati dapat dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati dengan hematemesis melena yang mendapat terapi medik.
Indeks Hati Nilai
25
0
1
2
Albumin (g%)
>3,6
3,0-3,5
<3,0
Bilirubin (mg%)
<2,0
2,0-3,0
>3,0
Gangguan kesadaran
-
Minimal
+
Asites
-
Minimal
+
Keterangan nilai: Kegagalan hati ringan :
indeks hati 0-3
Kegagalan hati sedang :
indeks hati 4-6
Kegagalan hati berat
indeks hati 7-10
:
Pada pasien ini didapat Albumin 2,2 g%, Bilirubin 0,58 mg%, Tidak ada gangguan kesadaran, dan asites (+). Didapatkan indeks hati = 4 yang berarti terdapat kegagalan hati sedang berarti angka kematiannya 18-40%. Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam adalah malam. DAFTAR PUSTAKA
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138 2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28 3. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version 1 (October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc 4. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm 5. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 11 September 2009. URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
from URL:
Available
from
6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis Airlangga University Press, Surabaya,1983.
hati. Thesis.
7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
keenam,
26
8. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of Gastroesophagal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American Journal of Gastroenterology. United States of America. 2007. 9. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.
Journal
of
10. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006;443-446
27
28
29
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.Jaringan penunjang retikulin kolaps diertai jaringan vaskular regenerasi nodularis parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Sirosis secara kovensional diklasifikasin sebagai makronudular (besar nodul lebih dari 3mm) atau mikronodular (besar nodul kutang dari 3mm) atau camputan mikro dan makronodul. Selain itu juga diklasifikan berdasarkan etiologi , fungsional namun hal ini kurang memuaskan. Sebagaian besar jenis sirosis hati dapat dikalsifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1. Alkaholik 2. Kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis) 3. Biliris 4. Kardiak 5. Metabolik, keturanan, dan terkait obat. Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam tabel 1. Di Negara barat yang tersering akibat alkaholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% , dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
30
kelompok virus bukan B dan C ( non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia meungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya
Tabel 1. Sebab-sebab Sirosi dan atau penyakit hati kronik Penyakit infeksi
Brusilosis Ekinokokus Skistosomiasis Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus) Penyakit Keturunan dan Metabolik
Difisiensi α1-antitripsin Sindrom Fanconi Galaktosemia Penyakit Gaucher Penyakit simpanan glikogen Hemokromatosis Intoleransi fluktosa herediter Tirosinemia herediter Penyakit Wilson Obat dan Toksin
Alkohol Amiodaron Arsenik Obstruksi Bilier Penyakit perlemakan nati non alkaholik Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer Penyakit Lain atau Tidak Terbukti Penyakit usus inflamasi kronik Fibrosis kistik Pintas Jejunoileal Sarkoidosis.
31
EPIDEMIOLOGI Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu auto psy. Keseluruhan insiden sirosis di Amerika diperikan 360 per 100.000 pendudukan. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkaholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitiaan lainmenyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkaholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. DI RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat dibagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian penyakit dalam.
PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Sirosis alkaholik atau setara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus,kehilangan sel-sel hati yang uniform , dan sedikit nodul regenerative, Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikornodular. Sirosi mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkaholik adalah 1. Perlemakan hati alkaholik 2. Hepatitis alkaholik 3. Sirosis alkaholik Perlemakan Hati Alkaholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit terenggang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membrane sel.
Hepatitis Alkaholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkahol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat
32
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaringan yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan venaa sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, benbenjol-benjol (nodular) menjadi keras terbentuk sirosis alkaholik. Mekanisme cedera hati alkaholik masih belum pasti. Diperkirakan mekenismnya sebagai berikut: 1. Hipoksis sentrilobular, metabolism asetaldehid etanol dapat meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliaran darah ayang teroksigenasi. 2. Infiltrasi atau aktivasi neutrofil, terjadi pelapasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan heaptosit yang melepaskan intermidiet oksigen reaktif, protease, dan sitokin. 3. Formasi acetal-dehyde — protein adducts berperan sebagai nonantigen, dan menghasilkan limposit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang hepatosi pembawa antigen ini 4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut system yang mengoksisdasi enzim mikrosomal.
Patogensis fibrosis alkaholik meliputi banyak sitokin, antara lain factor nekrosis tumor, interlukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetidehid kemungkinan mengaktivasi sel stelata tetapi bukan suatu faktot patogenik uta ma pada fibrosis alkaholik. Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makrosopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau perenkim regenerasi yang susunannya tiak teratur. Pathogenesis sirosis hati menurut penlitiann terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata
( stellate cell ). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
33
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (missal : hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan dig anti dengan jaringan ikat. Sirosis hati yang di sebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak di bicarakan disini. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala Sirosis
Stadium awal sirosis tanpa gejala sehingga kadang di temukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkn disertai adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih bewarna seperti teh pekat, muntah darah/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, surkar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Temuan Klinis
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider telangiektasi), suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak di ketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testoteron bebas. Tanda ini juga bisa di temukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar danhipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Dtemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
34
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal; dipisahkan dengan warna
normal
kuku.
Mekanismenya
juga
belum
diketahui,
diperkirakan
akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa di temukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik menimbulkan nyeri. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes militus, diistrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alcohol. Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga lakilaki mengalami perubahan kearah feminimisme. Kebailkannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi perta dan hipoalbuminemia, caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan poto sistemik yang berat Ikterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mgdl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakkan mengepak-ngepak dari tangan, dprsofleksi tangan. Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya:
Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.
35
Batu pada vesika felea akibat hemolisis
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema. Diabetes militus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksa kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin transferase (ALT) atau serum serum glutamil piruvat transferase (SGPT) menigkat tak begitu tinggi. AST lebih meningkat dariapada ALT , namun bila transferase tidak menyampingkan adanya sirosis. Alkasi fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bila ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. Gamma glutamil transpeptida (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkaholik kronik, karena alkhol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konstrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesinya terjadi di jaringan hati kosentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteridari system porta ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produsksi immunoglobulin. Waktu protrombin mencerminkan derajat atau tingakatan disfungsi sirosis hati , sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,normositer, hipokrom mikrositer 36
atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leucopenia, dan neutropenia akibat
splenomegali
kongestif
berkaitan
dengan
hipertensi
porta
sehingga
terjadi
hipersplenisme. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensiporta. Ultrasonografi (USG) sudah secra rutin digunakan karena pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan , namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa di nilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serat skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi kompterisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin di gunakan karena biayanya relative mahal. Magnetic resonance imaging, perananya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain bianya juga mahal. DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diafnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan opemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit mebedakan hepatitis kronik aktif yang berta dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejal dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
PENGOBATAN
Etiologi sirosis mempengaruhi sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahanbahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurani progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk mnghilangkan etiologi, di antaranya : alcohol
37
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pad hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imoun osupresif Pada hemekromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pad saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa dating, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga di cobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian. Pengobatan Sirosis Dekompensata Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 g
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons deuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa di kombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis
38
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Ensefalopati hepatic; laktuloa membantu pasien untk mengeluarkan ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus pengasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0.5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang Varises esophagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotoid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi Peritonitis bacterial spontan diberikan antibiotic seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata, namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. PROGNOSIS
Proignosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (table 2), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B, dan C. Klasifikasi Chil pugh berkaitan kelangsungan hidup . Angka kelangsungan hidup selam satu tahun untuk pasien dengan Chil A, B, dan secara beturut-turut 100,80, dan 45%. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model For End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. Tabel. 2 Klasifikasi Chil pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati Minimal Sedang Berat No Derajat kerusakan Bil. Serum (mu.mol/dl <15 35-50 >60 1 Alb. Serum (gr/dl) >35 30-35 <30 2 Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar 3 PSE /ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma 4 Nutrisi sempurna baik Kurang/kurus 5
39