https://www.scribd.com/document/250715092/Sikap-Profesional-Kependidikan
TUGAS GURU DAN REFLEKSI PROFESIONAL 1. Tugas Guru
Guru( pendidik) merupakan factor penting dalam proses pembelajaran, karena guru yang akan berhadapan langsung dengan peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Melalui guru pula ilmu pengetahuan dapat ditransferkan. Dalam lingkup lebih luas lagi guru merupakan factor penting dalam implementasi kurikulum, disamping kepala sekolah dan tenaga administrasi. Dalam proses pelaksanaan kurikulum dalam hal ini proses pembelajaran, guru juga memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Untuk itu terdapat pengklasifikasian guru. Terdapat guru yang menjalankan tugas dan tanggung jawab secara professional, dan ada pula guru yang kurang mampu bekerja secara professional. Selama periode penerapan kurikulum 1968, hingga kurikulum 1994, guru tidak mendapatkan motifasi penuh untuk mengembangkan kualitas dalam mengajar. Karena guru dianggap berhasil jika telah merampungkan seluruh materi selama satu semester / satu caturwulan tanpa memperhatikan proses dan hasil pengajaran. Kemampuan melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab guru merupakan sebagian dari kompetensi profesionalisme guru. Moh Uzer Usman (2000:7) mengemukakan tiga tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. (a)
mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup,
(b)
mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
(c)
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. DG Armstrong dalam Nana Sudjana (2000:69) mengemukakan ada lima tugas dan tanggung jawab pengajar, yakni tanggung jawab dalam
(a)
pengajaran,
(b)
bimbingan belajar,
(c)
pengembangan kurikulum,
(d)
pengembangan profesinya, dan
(e)
pembinaan kerjasama dengan masyarakat. Mohamad Ali (2000:4-7) mengemukakan tiga macam tugas utama guru, yakni
(a)
merencanakan tujuan proses belajar mengajar, bahan pelajaran, proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, menggunakan alat ukur untuk mencapai tujuan pengajaran tercapai atau tidak,
(b)
melaksanakan pengajaran ,
(c)
memberikan balikan (umpan balik). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat penulis simpulkan tentang tugas guru yaitu
(a). tugas pengajaran, bimbingan dan latihan kepada siswa,
(b). pengembangan profesi guru, (c) . pengabdian masyarakat. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab di atas, seorang guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan tersebut sebagai bagian dari kompetensi profesionalisme guru. Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan. Menurut Mc. Load dalam Moh Uzer Usman (2000:14) Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sedang yang dimaksud dengan kompetensi guru (teacher competency) merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai pengajar yang dilakukan secara bertanggung jawab dan layak. 2. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban :
a). merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; b). ineningkatkan
dan
mengembangkan
kualifikasi
akademik
dan
kompetensi
secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c). bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; d). menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilainilai agama dan etika; dan e). memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Bagian Ketiga 3. Tanggung Jawab Guru Bukan Hanya Mengajar
Tanggung jawab para guru dan unsur pe$ndidikan lainnya bukan hanya sekedar mengajar atau memajukan dunia pendidikan di sekolah tempatnya bertugas tetapi juga bertanggung jawab untuk mengajak masyarakat di sekitarnya masing-masing agar ikut berpartsifasi dalam memajukan dunia pendidikan di wilayahnya. Mengingatkan, maju mundurnya dunia pendidikan di daerah tergantung kinerja para dewan guru, pengawas sekolah dan komite sekolah, karenanya diharapkan para pejabat yang baru dilantik agar dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya yang disertai dengan keikhlasan hati dalam mengemban amanah yang diberikan.
C. Refleksi Profesional Guru
GURU yang bermutu dan profesional menjadi tuntutan masyarakat, dan selama ini guru sudah memberikan yang terbaik kepada anak didiknya. Guru bermutu dan profesional menjadi dambaan anak didiknya, untuk dapat membentuk guru bermutu dan profesional sangat tergantung kepada banyak hal. Di antaranya dari guru itu sendiri, dari pemerintah yang memberikan perhatian khusus terhadap kesejahteraannya, dari masyarakat yang harus memberi kepercayaan dan jangan selalu dicerca karena selama ini sudah memberikan yang terbaik kepada anak bangsa ini, dari orang tua/wali murid itu sendiri, berikan waktu kepada sekolah untuk jangka tertentu selalu berkomunikasi dengan pihak sekolah, dan jangan menerima secara sepihak dari anak-anaknya tentang kondisi sekolahnya. Dan dalam menjalankan tugasnya seorang guru harus memiliki profesional kerja yang tinggi. Yaitu dengan memiliki Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar. Hal itu merupakan refleksi professional seorang guru dalam mengajar. Beberapa komponen kompetensi profesional guru adalah berikut ini. 1. Penguasaan Bahan Pelajaran Beserta konsep-konsep. 2. Pengelolaan program belajar-mengajar. 3. Pengelolaan kelas. 4. Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar. 5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan. 6. Kemampuan menilai prestasi belajar-mengajar. 7. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah. 8. Menguasai metode berpikir. 9. Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional. 10. Memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik. 11. Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan. 12. Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. 13. Mampu memahami karakteristik peserta didik. 14. Mampu menyelenggarakan Administrasi Sekolah. 15. Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan. 16. Berani mengambil keputusan. 17. Memahami kurikulum dan perkembangannya. 18. Mampu bekerja berencana dan terprogram. 19. Mampu menggunakan waktu secara tepat.
Penguasaan Materi menjadi landasan pokok seorang guru untuk memiliki kemampuan mengajar. Penguasaan materi seorang guru dilakukan dengan cara membaca buku-bulu pelajaran. Kemampuan penguasaan materi mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan mengajar guru, semakin dalam penguasaan seorang guru dalam materi/bahan ajar maka dalam mengajar akan lebih berhasil jika ditopang oleh kemampuannya dalam menggunakan metode mengajar. Penguasaan bahan ajar dapat diawali dengan mengetahui isi materi dan cara melakukan pendekatan terhadap materi ajar. Guru yang menguasai bahan ajar akan lebih yakin di dalam mengajarkan materi, senantiasa kreatif dan inovatif dalam metode penyampaiannya. Karena itu merupakan cerminan seorang guru dalam kegiatan belajar secara professional. Maka di tuntut untuk bertindak professional.
Masalah- masalah keProfesionalan Guru Oleh sebab itu, untuk menghasilkan calon guru yang bermutu dan profesional, sehingga terlahir guru-guru yang memiliki kompetensi dari semua aspek, pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional sebagaimana yang dipersyaratkan oleh UU. Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional. Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya. Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata.
Guru selalu diinterpensi, tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya. D. Pefleksi dan peran Profesional Guru 1. Peran Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik baik sebagai dampak instruksional maupun dampak pengiring. Proses pembelajaran berlangsung dalam suatu adegan yang perlu ditata dan dikelola menjadi suatu lingkungan atau kondisi belajar yang kondusif. Pendekatan pluralistik dalam manajemen kelas memadukan berbagai pendekatan, dan memandang manajemen kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara lingkungan belajar yang efektif. Masalah pengajaran dan manajemen kelas adalah dua hal yang dapat dibedakan tetapi sulit dipisahkan. Keduanya saling terkait; manajemen kelas merupakan prasyarat bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif. Lingkungan belajar dikembangkan dan dipelihara dengan memperhatikan faktor keragaman dan perkembangan peserta didik. Manajemen kelas dikembangkan melalui tahaptahap: perumusan kondisi ideal, analisis kesenjangan, pemilihan strategi, dan penilaian efektivitas strategi. Penataan lingkungan fisik kelas merupakan unsur penting dalam manajemen kelas karena memberikan pengaruh kepada perilaku guru dan peserta didik 2. Peran Guru dalam Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi adalah proses memperoleh informasi untuk membentuk judgment dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diperlukan untuk kepentingan evaluasi dijaring dengan teknik-teknik inkuiri, observasi, analisis, tes. Pemilihan teknik yang digunakan didasarkan atas jenis informasi yang harus diungkap sehingga dalam suatu evaluasi bisa digunakan berbagai teknik sekaligus. Pengolahan hasil pengukuran atas hasil belajar dimaksudkan untuk mengevaluasi proses dan hasil belajar
PENGERTIAN REFLECTION DALAM TUGAS
Telah
diketahui
bahwa
Tujuan
Utuh
Pendidikan
(TUP)
itu
merupakan
rujukan
segenap
upaya
pengembangan manusia seutuhnya dan model rumusan TUP tentang manusia seutuhnya itu dapat bervariasi. Rumusan TUP telah tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional pasal 3 yang berbunyi : “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan bangsa.yang bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Pada tingkat sruktural tindakan yang seyogyanya antara lain : 1.
2. 3. 4. 5.
Digariskan dan ditetapkan kriteria standart minimal bobot muatan isi kurikulum berikut proporsi antar komponennya, serta rambu-rambu prosedur pengembangannya yang menjamin keterpaduan konstribusi relative dari keseluruhan perangkat perangkat komponen tersebut secara sinergis dan sitematik Digarikan dan ditetapkan kriteria standart minimal penilaian keberhasilan system pembelajaran/pendidikan secara menyeluruh Digariskan dan ditetapkan kriteria standart minimal penilaian kelayakan kuantitatif dan kualitatif bahan sumber pembelajaran. Digariskan dan ditetapkan kriteria standart minimal penilaian kecocokan dan kepantasan ( fit and proper ) kualifikasi guru/tenaga kependidikan Digariskan dan ditetapkan kriteria standart minimal penilaian kelayakan prasarana/sarana pendukung (support systems) lainnya sesuai dengan tuntutan TUP sebagai jaminan mutu.
Pada tingkat institusional (kelembagan satuan atau gugus satuan pendidikan sesuai dengan jalur, jenjang dna jenisnya0 tindakan-tindakan yang seyogyanya dilakukan antara lain : 1. Dikembangkan dan ditetapkan GBPP perangkat kurikulum lengkap setiap satuan pendidikan yang isi muatan dan profesinya mengindahkan kriteria standaet secara nasional. 2. Dikembangkan dan ditetapkan criteria acuan standat penilaian berikut perangkat
instrument
evaluasinya yang juga memadai sesuai dengan standart kelayakan / validasi dan rehabilitasnya. 3. Dipilh atau dikembangkan serta ditetapkan perangkat sumber bahan ajar serta disediakan secara memadai sesuai dengan tuntuan TUP pada setiap satuan pendidikan 4. Dipilih, ditempatkan, ditugaskan, disediakan dan dikembangkan tenaga guru secara memadai pada setiap satuan pendidikan dengan mengindahkan criteria standart kualifikasi professional dengan kecocokan dan kepantasannya. 5. Dipilih, dikembangkan, dibangun, disediakan secara memadai sumber daya pendukung system pembelajaran pada setiap satuan pendidikan. Didalam melaksanakan tindakan-tindakan tersebut di atas, pemegang otoritas pengelolaan satuan-satuan pendidikan seyognyanya bekerja sama dan memberdayakan segenap potensi yang terdapat pada semua pihak. B. BERBAGAI BENTUK REFLEKSI PROFESIONAL
Orang bijak mengatakan “ pengalaman itu merupakan guru yang utama”. Bahwasannya Mochtar Buchori (1994) menekankan betapa pentingnya kemampuan refleksi pofesional itu dimiliki oleh pengemban tugas kependidikan, khususnya para guru. Urgensi refleksi professional itu bagi bidang profesi keguruan lebih mendasar lagi dengan memperhatikan pertimbangan berikut : 1. universal telah diakui bahwa bidang pekerjaan kependidikan itu sebagai suatu profesi, namun posisinya masih belum sepenunya. Perkembangan IPTeK sangat mempengaruhi bidang profesi kependidikan dan keguruan.
2. Seirama dengan kemajuan dan sebagai dampak pesatnya laju perkembangan IPTEK itu, maka masyarakat pun telah berubah dan berkembang lebih cepat dan dinamis. Norman Goble (1972) itu mensarikan dengan karyanya betapa pentingnya para pengemban profesi kependidikan atau keguruan untuk selalu mengembangkan kemampuan refleksi professional. Sebagaimana telah dijelaskan dengan refleksi professional setiap pendidik atau guru akan mengenal dan memahami jati diri profesionalnya. Secara umum, Fishbein dan Ajzen (1975), dijelaskan bahwa orang akan menunjukkan tiga dimensi kemungkinan kecenderungan arah sikap terhadap suatu hal yang dihadapinya. Secara teoritas dapat dinyatakan
bahwa
sikap
itu
pada
hakikatnya
merupakan
kecenderungan
untuk
bertindak
(menerima/melakukan, tidak menerima/ tidak melakukan, meragukan/setengah hati) atas sesuatu hal yang dihadapinya.
PENYIKAPAN TUGAS GURU DAN REFLEKSI PROFESSIONAL Oleh : Zuldafrial
A. Illustrasi Prilaku Siswa dan Tindakan Guru di Kelas Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu manusia yang cerdas dan terampil serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai semangat patriotisme terhadap bangsa dan negara sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan masing-masing. Untuk menghasilkan sumber daya yang demikian maka pemerintah menyelenggarakan pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah dan sampai pada perguruan tinggi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan. Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari atas program pendidikan enam tahun di Sekolah Dasar dan program pendidikan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Pertama. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar pada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warganegara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah ( PP.No.28 tahun 1990 ). Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, kedinasan dan luar biasa. Pendidikan menengah umum adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa. Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan mengembangkan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah keagamaan adalah
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Pendidikan menengah kedinasan adalah pendidikan menengah yang mengutamakan peningkatan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai negeri atau calon pegawai negeri. Pendidikan menengah luar biasa adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang khusus diselenggarakan untuk siswa yang menyandang kelainan fisik dan mental ( PP.No.29 tahun 1990 ). Sedangkan pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pendidikan menengah dijalur pendidikan sekolah bertujuan : 1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. 2. Mengembangkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional ( PP.No.30 tahun 1990 ) Dalam proses pelaksanaannya yaitu dalam proses belajar-mengajar, maka guru sebagai tenaga pengajar dan sekali gus pendidik memegang peranan yang penting di dalam mencapai tujuan itu. Guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus memiliki kemampuan professional. Kemampuan professional yang harus dimiliki oleh guru antara lain kemampuan di dalam mengelola proses belajar mengajar dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang ilmu yang diajarkan. Kemampuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut : 1. Guru harus mampu menyusun program pengajaran 2. Guru harus menguasai bidang studi yang diajarkan 3. Guru harus mampu memilih dan menggunakan metode mengajar 4. Guru harus mampu memilih dan menggunakan media 5. Guru harus mampu mengelola interaksi belajar mengajar 6. Guru harus mampu mengelola kelas 7. Guru harus mampu mengevaluasi 8. Guru harus mampu membimbing siswa 9. Guru harus mampu mengelola administrasi 10. Guru harus mampu melakukan penelitian untuk kepentingan pengajaran.
Dengan memiliki kemampuan sebagaimana disebutkan di atas, maka dapatlah diharapkan guru sebagai tenaga pengajar dan sekali gus sebagai pendidik akan dapat melaksanakan tugasnya secara baik. Namun tidak semua guru pada saat berada di kelas dalam melaksanakan tugas nya melaksanakan fungsinya sebagai pendidik. Dalam kenyataan seharihari dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak jarang dijumpai siswa siswa yang berprilaku menyimpang dari norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Misalnya dalam proses belajar mengajar berlangsung siswa tidak mendengarkan gurunya yang sedang menerangkan pelajaran di sekolah tetapi membaca komik atau novel. Di dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, tidak mengerjakan sendiri tetapi menyalin pekerjaan teman atau dikerjakan oleh orang lain. Di dalam mengikuti ujian baik ulangan harian ataupun ulangan umum suka menyontek dan lain sebagainya.Prilaku-prilaku itu tentunya sangat merugikan perkembangan kepribadian siswa itu sendiri dan kalau dibiarkan tentunya akan mempengaruhi moaral siswa ke depan. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional yang diharapkan tak mungkin tercapai. Sehubungan dengan itu masih ada diantara guru yang tidak melakukan tindakan apapun dan membiarkan peristiwa itu berlalu sampai bel berbunyi menandakan jam pelajaran sudah berakhir. Guru sebagai pendidik seharusnya melakukan tindakantindakan pembinaan untuk memperbaiki tingkah laku yang menyimpang tersebut, dan mendorong peserta didik untuk melakukan prilaku-prilaku yang positif dalam mengembangkan potensi dirinya. Tindakan dalam memperbaiki prilaku siswa tersebut dapat berupa teguran, nasehat, serta hukuman bagi siswa yang melakukan pelanggaran berat. Sedangkan tindakan yang bertujuan untuk mendorong siswa untuk melakukan hal-hal positif seperti penghargaan dan pujian atas prestasi baik yang telah dilakukannya. Peranan Guru dalam Membina Prilaku Siswa Guru adalah orang yang diberi tugas mengajar dan mendidik siswa di sekolah. Oleh karena itu peranan guru adalah sangat penting sekali di dalam menyiapkan generasi muda guna pembangunan bangsa dan negara ke depan. Di tangan gurulah terletak masa depan bangsa, tanpa guru maka bangsa ini tak akan mengalami banyak kemajuan. Oleh karena itulah guru dikatakan pahlawan tanpa tanda jasa, karena pengabdian yang dilakukan oleh guru tidak diberikan jasa berupa pangkat seperti di kalangan meliter. Apa peranan guru dalam mebina prilaku siswa di sekolah ? Menurut Ki Hajar Dewantara seorang tokoh pendidikan Indonesia peranan guru sebagai pendidik adalah ” Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo mangun Karso, Tut Wuri Andayani. Berdasarkan semboyam tersebut maka peranan guru di dalam membina siswa di sekolah adalah sebagai berikut : Pertama, guru sebagai teladan. Guru sebagai teladan maka peranannya adalah untuk ditiru dan dicontoh oleh siswa. Oleh karena itu guru harus menunjukan prilaku yang baik dihadapan siswa-siswanya. Guru tak mungkin berhasil mendidik siswa-siswanya kalau guru itu sendiri tidak menunjukan prilaku dan moral yang baik. Salah satu contoh prilaku guru yang baik adalah berdisiplin dan bertanggung jawab. Guru berdisiplin adalah guru yang mampu mematuhi segala peraturan yang
berlaku di sekolah maupun di dalam masyarakat. Sebagai contoh mengajar di kelas tepat waktunya. Tidak pernah bolos mengajar tanpa izin kepala sekolah, rajin mengajar dan sebagainya. Guru yang bertanggung jawab adalah guru yang melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh demi kepentingan siswa siswanya. Tidak bersikap acuh tak acuh terhadap permasalahan yang dihadapi oleh para siswanya. Kedua, guru sebagai motivator. Guru sebagai motivator, maka peranan guru adalah memberikan surport kepada siswa-siswa agar belajar dengan sungguh-sungguh demi masa depannya. Guru memberikan penguat baik yang bersifat positif ( Positive Reinforcement ) maupun yang bersifat negatif ( Negative Reinforcement ). Penguat positif berupa pemberian pujian dan hadiah terhadap siswa. Siswa yang berprestasi baik diberikan hadiah sebagai penghargaan atas usahanya. Sedangkan siswa yang berprilaku baik diberikan pujian, sehingga dengan demikian pada diri siswa tertanam nilai prilaku untuk berbuat baik. Penguat negative berupa hukuman ( Punishment ) ataupun pembatalan terhadap sesuatu yang telah diberikan ( Ekkstention ). Bilamana siswa melakukan prilaku-prilaku yang menyimpang dalam belajar seperti menyontek, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru perlu memberikan hukuman agar prilaku seperti itu tidak diulangi lagi.Sedangkan pembatalan adalah penarikan kembali suatu penghargaan atau keputusan yang telah diberikan kepada siswa karena mengetahui apa yang dilakukan oleh siswa tersebut ternyata tidak benar. Sebagai contoh misalnya membatalkan hasil ujian yang telah diumumkan karena mengetahui bahwa ternyata siswa bekerja sama dalam menjawab soal ujian tersebut. Ketiga, guru sebagai pengawas. Guru sebagai pengawas maka peranan guru adalah mengontrol prilaku-prilaku siswa agar tidak menyimpang dari aturan aturan sekolah. Bilamana prilaku siswa menyimpang dari aturan-aturan sekolah maka siswa tersebut perlu diberikan nasehat-nasehat dan arahan-arahan agar tidak melakukan hal seperti itu lagi. Sebagai contoh misalnya siswa sering tidak masuk sekolah maka siswa tersebut perlu dipanggil dan ditanyakan sebab-sebabnya selanjutnya diarahkan agar tidak melakukan perbuatan seperti itu lagi. Bilamana guru mampu menjalankan perananya sebagaimana diuraikan di atas, maka dapatlah diharapkan bahwa proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di sekolah akan mampu menghasilkan siswa-siswa yang educated dan bermoral. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Siswa Faktor-faktor yangmempnagruhi baik buruknya prilaku siswa ini sebenarnya banyak sekali. Namun secara garis besarnya dapat dikelasifikasikan sebagai berikut yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor lingkungan tempat tinggal ( Zamzani,1988 ). Pertama, faktor keluarga. Faktor yang mempengaruhi baik buruknya prilaku siswa yang berkaitan dengan faktor keluarga antara lain adalah cara orang tua di dalam mendidik anaknya. Pada umumnya ada tiga cara yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya yaitu seara otoriter, laizzes faire dan secara demokratis. Pendidikan yang dilakukan orang tua secara otoriter yaitu dimana proses pendidikan dilakukan secara keras. Siswa harus mematuhi segala apa yang diinginkan oleh orang tua tanpa harus membantah. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat ataupun memberikan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Akibatnya pada diri siswa akan tertanam jiwa memberontak yang disublimasikannya melalui tindakan-tindakan yang selalu melanggar aturan aturan baik di dalam keluarga, sekolah mapun masyarakat ( Tateki
Yoga, 1990 ). Pendidikan yang dilakukan orang tua secara laizzes faire berlawanan dengan yang dilakukan secara otoriter. Model pendidikan seperti ini segala sesuatu diserahkan kepada keinginan dan kemauan anak. Orang tua selalu mengikuti, mematuhi apa yang dinginkan oleh anak, walaupun hal itu kurang baik bagi perkembangan anak. Orang tua tidak mau tahu tentang prilaku-prilaku anak yang salah dalam pergaulannya sehari-hari dengan lingkungannya. Akibatnya anak selalu membawa keinginan sendiri dan selalu melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan yang berlaku baik di sekolah maupun di masyarakat. Biasanya anak seperti ini berasal dari keluarga penguasa atau keluarga yang kaya. Sedangkan pendidikan yang dilakukan orang tua secara demokratis, memadukan kedua cara yang diuaraikan di atas secara serasi. Baik orang tua maupun anak mengambil posisi yang sejajar. Orang tua dan anak berperan sebagai subjek yang masing-masing saling menghormati dan menghargai sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.Orang tua berkewajiban untuk membimbing anak, agar dalam proses perkembangnnya berjalan dengan sukses, Namun juga menghargai pendapat, keinginan dan harapan harapan anak. Anak berkewajiban untuk mendengarkan nasehat, pendapat dan keinginan orang tua, Namun juga berhak untuk menyampaikan pendapat terhadap sesuatu yang dirasakan kurang sesuai dengan kepentingan dirinya. Sehingga dengan demikian akan tercipta suatu komunikasi yang efektif atau dunia bersama antara orang tua dengan anak. Anak menyelami dan memahami apa yang diinginkan orang tua dan orang tua juga menyelami dan memahami apa yang diinginkan oleh anak. Model pendidikan seperti ini akan berdampak positif bagi perkembangan prilaku anak. Kedua, faktor sekolah. faktor yang berkaitan dengan baik buruknya prilaku siswa berkaitan dengan sekolah adalah kurangnya penegakan disiplin yang dilakukan di sekolah. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan siswa di sekolah seperti sering blos, pulang sebelum waktunya, tidak mengerjakan tugas, menyontek, tidak mendengar pelajaran pada waktu guru menjelaskan dan lain sebagainya, tidak mendapat teguran maupun hukuman dari guru maupun kepala sekolah. Akibatnya pada prilaku siswa setelah menamatkan pendidikannya di sekolah tidak mengalami perubahan. Ketiga, faktor lingkungan tempat tinggal siswa. Faktor yang berkaitan dengan tempat tinggal siswa yang mempengaruhi baik buruknya prilaku siswa berkaitan dengan suasana lingkungan yang tidak kondusif dan teman bergaul siswa. Siswa sering bergadang dengan teman-temannya, mabuk-mabukan, sering berdisko di diskotik dan lain lain. Akibatnya siswa sering membolos di sekolah, tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan sering melanggar aturan-aturan di sekolah. Upaya Guru Mengantisipasi Krisis Moral pada Generasi Muda Generasi muda adalah merupakan generasi harapan bangsa karena masa depan bangsa dan negara sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia generasi muda mendatang. Oleh karena itu peranan guru sebagai pendidik sangat penting di dalam menyiapkan generasi muda yang handal yang mampu membangun bangsa dan negara. Kualitas sumber daya manusia generasi muda yang diinginkan oleh bangsa Indonesia sebagai suatu hasil proses dari pendidikan adalah generasi muda yang cerdas, dan berkepribadian utuh dalam arti seimbang yaitu beriman dan bertakwa serta berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, berpengetahuan dan terampil.
Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh guru sebagai pendidik di sekolah melalui proses belajar mengajar adalah menanamkan nilai-nilai melalui proses internalisasi di dalam keperibadian siswa. Bilamana nilai-nilai yang baik telah tertanam dan tumbuh dengan subur di dalam keperibadian siswa, maka ke depan siswa akan menjadi generasi muda yang cerdas terampil dan bermoral tinggi. Adapun nilai-nilai yang perlu ditanamkan secara kontinyu kepada siswa dalam upaya membentuk mentalitas yang bermoral tinggi adalah sebagai berikut : 1) Nilai budaya yang senang menghargai mutu 2) Nilai budaya yang senang bekerja keras 3) Nilai budaya yang percaya pada diri sendiri 4) Nilai budaya yang berdisiplin murni 5) Nilai budaya yang bertanggung jawab ( Koentjaraningrat, 2000 ). Pertama, nilai budaya yang senang menghargai mutu. Nilai budaya ini perlu ditanamkan kepada siswa agar kelak mereka menjadi generasi yang selalu ingin berprestasi, bekerja dengan tujuan menghasilkan karya yang baik. Menghargai karya orang lain dan ingin menghasilkan karya yang lebih baik dari itu. Tidak senang mengerjakan sesuatu asal jadi tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan hasil mutu kerjanya. Di sekolah-sekolah guru sering melihat ada sebagian siswa-siswa yang dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, dikerjakan asal jadi, tanpa memperhatikan pekerjaan sudah rapi atau benar, yang penting dikerjakan dan dikumpulkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guru. Siswa-siswa seperti ini bila dijumpai oleh guru perlu dibina dan siberikan pengertian agar tidak melakukan hal seperti ini lagi. Bilamana perlu tugasnya disuruh perbaiki kembali. Jika guru tidak memberikan teguran ataupun hukuman terhadap siswa seperti ini maka dia kelak akan menjadi orang yang bermental kerdil dan tidak berjiwa besar. Kedua, nilai budaya yang senang bekerja keras. Nilai budaya ini berkaitan dengan mau bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atas usaha sendiri dengan cara-cara yang benar dan jujur. Bilamana nilai budaya ini tertanam dalam kepribadian siswa maka akan tercipta generasi muda yang ulet tangguh pantang menyerah sebelum tujuan berhasil. Di sekolah-sekolah sering kita melihat ada diantaranya siswa-siswa yang menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru tidak dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan tugas asal jadi, tidak sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh guru, tidak jarang tugas dibuat oleh orang atau teman dan bahkan tugas yang diserahkan merupakan foto copy tugas orang lain tanpa merasa malu pada dirinya sendiri. Bila prilaku-prilaku seperti ini dibiarkan oleh guru tanpa mendapatkan teguran, nasehat maupun hukuman akan berdampak pada lahirnya generasi yang lemah dan tidak berkualitas. Ketiga, nilai budaya yang percaya pada diri sendiri. Nilai budaya ini berkaitan dengan keyakinan atas kemampuan sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan. Rasa percaya diri perlu dibina dan dikembangkan dalam rangka untuk memotivasi semangat bekerja dalam rangka meraih prestasi sesuai dengan kemampuan sendiri. Di sekolah-sekolah sering kita jumpai siswa siswa yang tidak mempunyai rasa percaya diri. Siswa seperti ini biasanya mempunyai rasa rendah diri dan ini nampak dalam prilaku mereka seperti ragu-ragu dalam bertindak maupun di dalam
mengemukakan pendapat, berbicara tidak jelas dan tegas, gugup bila disuruh guru mengerjakan tugas ke depan kelas, tugas dikerjakan oleh teman karena merasa tidak mampu untuk melakukannya pada hal belum dicoba dan lain sebagainya. Guru di sekolah perla membimbing dan membina siswa-siswa seperti ini agar timbal dan tumbuh kepercayaannya kepada dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan oleh guru secara persuasive dan memberikan penguat yang positif. Misalnya meyakinkan kepada siswa bahwa sebenarnya dia mampu melaksanakan tugas tersebut asal benar-benar mau melakukannya dan kepada siswa perlu ditanamkan sikap kompetisi positif dan perlu diyakinkan bahwa setiap orang pada umumnya mempunyai kemampuan yang sama. Kegagalan bukanlah faktor penyebabnya karena ketidak mampuan siswa itu sendiri, tetapi disebabkan faktor ketidak mampuan siswa untuk memahami dirinya sendiri dan berusaha untuk mencari alternatif pemecahannya. Keempat, nilai budaya bersdisiplin murni. Nilai budaya berdisiplin murni berkenaan dengan sikap sikap siswa di dalam mematuhi tata tertib di sekolah secara sadar bukan karena terpaksa. Sikap disiplin seperti ini perla ditanamkan kepada siswa karena tanpa pengawasan pun mereka akan tetap mematuhi peraturan karena memahami pentingnya peraturan dipatuhi demi kepentingan dan keberhasilan mereka dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Di sekolah-sekolah kebanyakan siswa mematuhi aturan sekolah, bukanlah karena kesadaran sendiri, tetapi karena merasa takut akan sangsi yang diberikan oleh guru ataupun fihak sekolah akibat pelanggaran yang dilakukan oleh mereka. Oleh karena itu guru di sekolah perlu menjelaskan pentingnya peraturan dipatuhi demi untuk kepentingan anak didik sendiri. Hukuman diberikan bila anak didik benar-benar tidak mengindahkan peraturan yang ada di sekolah. Oleh karena itu hukuman harus bersifat bijaksana. Kelima, nilai budaya yang bertanggung jawab. Nilai budaya bertanggung jawab berkaitan dengan keberanian dalam melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh tanpa pamrih. Tugas yang sudah diterima merupakan harga diri yang harus dibayar manakala tugas tersebut tidak berhasil dilaksanakan dengan baik. Selain itu juga berani mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukan dan berani mengaku kegagalan kalau memang tidak berhasil di dalam melaksanakan tugas, tanpa melempar kesalahan pada orang lain. Di sekolah-sekolah, guru juga sering melihat, ada sebagian siswa yang kurang bertanggung jawab di dalam mengikuti proses belajar mengajar seperti misalnya tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik. Bila berbuat kesalahan melemparkan tanggung jawab kepada teman, tidak berani mengakui kesalahan secara jujur dan lain sebagainya. Bilamana para guru di sekolah berhasil menanamkan nilai-nilai sebagaimana diungkapkan di atas secara kontinyu di dalam kepribadian anak, maka ke depan akan muncul generasi muda yang tangguh dan handal serta bermoral tinggi yang akan mampu membawa negara ini keluar dari berbagai krisis yang dihadapi oleh bangsa dan negara.
Daftar Bacaan Koentjaraningrat. ( 2000 ). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Republik Indonesia ( 1989 ). Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional ( UURI No 2 Th 1989 ) dan Peraturan Pelaksanaannya. Tatik Yoga. ( 1990 ). ” Kenakalan Remaja Suatu Tantangan Bagi Orang Tua ”. Pelita BPKS No.134. Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial. Yosef A. Munir ( 1982 ). Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Zuldafrial. ( 1995 ). Pengelolaan kelas. Pontianak : STKIP-PGRI Pontianak. Zamzani. ( 1998 ). ” Mengapa Anak Menjadi Nakal ”. Pelita BPKS No. 131. Yogyakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Pada kesempatan ini, kita akan bersama-sama membahas mengenai refleksi dalam tugas seorang guru. Mengapa kita harus melakukan refleksi diri? Yang terutama adalah karena beratnya beban kita sebagai pendidik dan juga sebagai pribadi. Guru merupakan bagian penting dari suatu sistem pendidikan yang memiliki tujuan mulia dalam mencerdaskan bangsa. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh seperti yang tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, semua pemegang otoritas pengelolaan satuan pendidikan harus bekerjasama dan memberdayakan segenap potensi yang terdapat pada semua pihak yang berkepentingan yang relevan dengan satuan pendidikan yang bersangkutan. Selain itu, segenap tenaga kependidikan yang terdapat dalam lingkungan internal satuan atau gugus pendidikan, segenap sumber daya termasuk para pakar, asosiasi, dan lembaga lainnya yang relevan juga dapat dilibatkan. Sebagai seorang guru tentunya pencapaian tujuan pembelajaran juga menjadi sangat penting. Dengan banyaknya tugas dan tanggungjawab, seorang guru yang profesional harus mampu belajar dari pengalaman-pengalaman yang pernah dijalani, kemudian berupaya untuk tidak mengulangi perbuatan atau tindakan yang dipandang salah atau keliru atau kurang terpuji, menyimpang, bahkan mungkin dapat merugikan pihak-pihak berkepentingan. Kemampuan seseorang untuk sanggup dan mau merenungkan, memahami, dan menyadari pengalaman-pengalaman masa lalu dalam hidupnya itulah merupakan hakikat refleksi diri. Kemampuan seperti itu teramat penting bagi mereka yang mengemban tugas-tugas profesional terutama yang termasuk kategori profesi pelayanan bantuan seperti dokter, psikiater, dan guru. Mochtar Buchori (1994) menekankan pentingnya kemampuan refleksi profesional itu dimiliki oleh pengemban tugas kependidikan, khususnya guru. Beberapa pertimbangan urgensi refleksi profesional bagi bidang profesi keguruan: 1.
2.
Profesi guru belum diakui sepenuhnya sebagai suatu profesi yang telah mapan seperti dokter, sementara pada era globalisasi seperti saat ini dengan perkembangan dalam berbagai bidang terutama IPTEK yang sangat kompetitif, para pengemban profesi kependidikan dan keguruan juga dituntut untuk dapat bersaing. Perubahan masyarakat yang sangat dinamis dari saat ke saat, sehingga tuntutan kedinamisan profesi kependidikan dan keguruan juga sangat diharapkan
Refleksi profesional tidak terlepas dari upaya pengembangan sumber daya manusia secara umum. Kegiatan refleksi dapat dilakukan dengan cara menjabarkan pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
Apakah saya telah menyelesaikan pendidikan prajabatan profesional yang disyaratkan untuk mengemban tugas jabatan kependidikan yang telah dijalankan selama ini? Apakah saya telah melakukan kegiatan pendidikan dan latihan dalam jabatan (inservice) selama mengemban tugas jabatan profesional di bidang pendidikan ini? Berapa kali? Berapa lama? Siapa institusi penyelenggaranya? Apakah saya pernah mengikuti atau berperan serta dalam berbagai kegiatan pengembangan kemampuan keprofesian yang diemban selama ini seperti seminar, lokakarya, penelitian, penulisan buku atau penulisan karya ilmiah? Apakah saya pernah menjadi anggota organisasi profesi kependidikan dan atau organisasi lain yang secara langsung atau tidak langsung bertalian dengan pengembangan keprofesian serta tugas jabatan yang saya emban selama ini? Apakah saya sealu mematuhi aturan kode etik yang melekat dengan jabatan profesional yang saya emban selama ini? Apakah pernah melakukan penyimpangan? Apakah pernah mendapat hukuman karena penyimpangan tersebut? Apakah selama mengemban tugas jabatan profesional kependidikan atau keguruan saya menyadari hak-hak dan kewajiban saya sebagai pribadi maupun sebagai anggota organisasi? Apakah pernah mengalami hambatan dalam menunaikan hak-hak dan kewajiban tersebut? Apakah selama ini telah merasa puas dengan keterlibatan dalam tugas jabatan profesional kependidikan?
Melalui refleksi profesional, setiap guru dapat mengenali dan memahami profil jati diri keprofesiannya, sehingga dapat menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatannya. Atas dasar itu, guru menentukan bagaimana seharusnya menyikapi hal tersebut dengan tepat demi kepentingan kelangsungan masa depannya. Sikap kepribadian guru merupakan fondasi bagi terbentuknya komponen prasyarat kemampuan lain seperti penguasaan terhadap materi ajar, penguasaan teknis/metodologis, penguasaan pola berpikir dan bertindak, dan penggunaan kemampuan penyesuaian diri secara luwes. Analisis jati diri sikap profesional sangat penting bagi siapapun yang ingin sukses dalam menunaikan tugas jabatannya. Bila kita telah menyadari bahwa tugas jabatan profesional guru merupakan tugas yang sesuai dan sudah merasa puas, marilah kita berupaya untuk dapat selalu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional kita. Sumber: Materi Kuliah Profesi Keguruan PBI UT 2017.1