BAB I PENDAHULUAN
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proes penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada mediastinum. Mediastinum dibagi atas 4 bagian : 1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke5 dan bagian bawah sternum 2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung. 3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung. jantung. 4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur diagnostik diagnostik memegang memegang peranan peranan sangat penting. penting. Keterampilan Keterampilan yang memadai memadai dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik (spesialis paru dan pernapasan, radiologi diagnosik, patologi anatomi, bedah toraks, radioterapi dan onkologi medik) dituntut agar diagnosis dapat cepat dan akurat.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thorax di superior.
Gambar 2.1 Anatomi Thorax dan Gambaran Foto Rontgen Regio Thorax
Mediastinum dibagi ke dalam empat bagian. Mediastinum superior dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas perikardialis membagi lebih lanjut mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior. Penggunaan pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi di dalam mediastinum, karena lokasi khas banyak neoplasma di dalam mediastinum.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thorax di superior.
Gambar 2.1 Anatomi Thorax dan Gambaran Foto Rontgen Regio Thorax
Mediastinum dibagi ke dalam empat bagian. Mediastinum superior dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas perikardialis membagi lebih lanjut mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior. Penggunaan pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi di dalam mediastinum, karena lokasi khas banyak neoplasma di dalam mediastinum.
2
Gambar 2.2 Anatomi Thorax (Lateral) dan pembagian regio thorax
Secara anatomi, pada mediastinum superior terdapat organ thymus, trakea atas, esophagus dan arcus aorta serta cabangnya. Mediastinum anterior berisi aspek inferior tymus maupun ma upun jaringan adiposa, limfatik l imfatik dan areola. Isi mediastinum media mencakup jantung, pericardium, nervus frenikus, bifukartio trachea t rachea dan bronchi principalis maupun nodi limfatis trakealis dan bronkialis. Di dalam mediastinum posterior terletak esophagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta desendens, system azigos dan hemiazigos serta kelenjar limfe paravertebralis maupun jaringan areola. Lesi tertentu tak dapat dikenali dengan mudah dengan menggunakan system pembagian ini. Timoma atau tumor teratodermoid timbul dalam aspek anterior mediastinum superior maupun mediastinum anterior. Tumor neurogenik timbul dalam aspek posterior mediastinum superior maupun mediastinum posterior. Sehingga cara lain untuk membagi mediastinum telah diusulkan, yang memberikan tiga pembagian anatomi. Mediastinum posterior didefinisikan kembali sebagai ruangan mediastinum yang terletak posterior terhadap batas posterior pericardium. Bagian anterosuperior mengandung aspek anterior mediastinum superior maupun mediastinum anterior yang telah didefinisikan sebelumnya.
3
Pembagian Mediastinum : Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat membantu secara praktis proses penegakan diagnosis, sedangkan pendekatan dengan orientasi system mempermudah pemahaman pathogenesis proses patologi di mediastinum. Pertimbangan untuk diagnosis :
Pada umumnya kelainan yang terjadi di mediastinum adalah jinak dan asimtomatik.
Pembagian mediastinum ke dalam rongga anterior, superior, medial dan posterior bertujuan memudahkan dalam menegakkan diagnosis.
Lebih dari 60% lesi pada dewasa ditmukan pada rongga anterior-superior mediastinum, sedangkan pada anak 60% lesi ditemukan di posterior mediastinum.
Pada 75% dewasa dan 50% anak-anak massa yang terjadi adalah jinak.
Massa ganas yang paling umum terjadi di rongga anterior-superior adalah timoma, penyakit Hodgin, limfoma non Hodgin, dan tumor germ cel l.
Neurinoma adalah tumor yang paling sering terjadi di rongga posterior dan mudah dikenal dari bentuknya yang klasik seperti dumbbell-shaped contour ).
2.2 DEFINISI
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Tumor mediastinum dibagi atas tumor jinak dan tumor ganas.
4
2.3 ETIOLOGI
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah : a. Penyebab kimiawi. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya. Dapat terpapar secara inhalasi sehingga menjadi suatu agen karsinogenik pada paru. b. Faktor genetik (biomolekuler) Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada dari pada golongan darah O, selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor. c. Faktor fisik Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom. d. Faktor nutrisi Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor. e. Faktor hormon Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
5
2.4 PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
2.5 TUMOR MEDIASTINUM
Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam medias tinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histologi. Di samping itu, banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat
6
dalam sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatik, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan jaringan ikat. Walaupun massa mediastinum jarang ditemukan dalam praktek rutin, namun peningkatan jelas dalam insidensinya dan kemampuan untuk memberikan terapi efektif menekankan kepentingan pemahaman sifat klinis kista dan tumor primer ini. Seri yang dikumpulkan dari 2399 pasien memperlihatkan insidensi relative timbulnya neoplasma spesifik di dalam mediastinum. Walaupun timbul perbedaan dalam insidens, dengan memperhatikan lesi spesifik di antara seri, namun jelas bahwa neoplasma tertentu lebih sering didiagnosis dibandingkan yang lain. Di samping itu, kebanyakan neoplasma mediastinum sering timbul pada lokasi khas di dalam mediastinum. Lesi
mediastinum
anterosuperior
yang
paling
mungkin
adalah
neoplasma timus, limfoma atau tumor sel benih. Lesi mediastinum media yang paling sering adalah kista pericardial atau bronkogenik, karsinoma primer, limfoma atau timoma. Tumor neurogenik, kista bronkogenik atau enteric dan lesi mesenkimal merupakan neoplasma tersering yang ditemukan pada mediastinum posterior.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
7
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa non spesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik. Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus. Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan
berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan. Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada atau nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma. Harus ditekankan bahwa walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala yang berhubungan
8
dengan keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga menyebabkan simtomatologi serupa.
2.7 PENEGAKKAN DIAGNOSA
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita pasien sering akan membantu dalam melokalisasi tumor dan 9ias menggambarkan kemungkinan diagnosis histology. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tumor dan kista mediastinum sering menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang didapatkan diagnosis tepat dari informasi
anamnesis atau
pemeriksaan fisik saja. b. Rontgenografi Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax dengan kontras atau angiografi sirkulasi pulmonum/aorta mungkin pula diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor
metastasis,
limfoma
atau
tuberculosis
/
sarkoidosis
maka
mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi.
9
Gambar 2.3 Contoh Gambaran massa di mediastinum anterior
c. Ultrasonografi (USG) Bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema 10ias membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan pembuluh darah besar. d. USG Germ Cell Mediastinum Kemajuan
dalam
teknologi
nuklir
telah
bermanfaat
dalam
mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat . e. Tomografi Komputerisasi Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.
10
Sebelumnya,
pemeriksaan
angiografi
sering
diperlukan
untuk
membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relative tumor mediastinum. Differensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas. d. Magnetic Resonance Imaging Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor. e. Biopsy Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia
saat
memungkinkan
ini.
Perbaikan
penggunaan
jelas biopsy
dalam aspirasi
teknik jarum
sitologi
telah
halus
untuk
mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien dengan
11
keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.
2.8. JENIS-JENIS TUMOR MEDIASTINUM
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda. Tumor mediastinum yang sering dijumpai yaitu: 1. Mediastinum superior : struma, adenoma paratiroid dan limfoma. 2. Mediastinum anterior : struma, timoma, teratoma, adenoma paratiroid, limfoma, fibroma, limfagioma hemangioma, dan hernia morgagni. 3. Mediastinum medius : kista bronkogenik, limfoma, kista pericardium, aneurisma, dan hernia. 4. Mediastinum posterior: tumor neurogenik, fibrosarkoma, limfoma, aneurisma, kondroma, hernia bochdalek.
Gambar 2.4 Lokasi Tumor Mediastinum
12
2.8.1 THYMOMA
Gambar 2.5 Foto Thorax Thymoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam oragn-organ sekelilingnya dan tidak dalam b entuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. Klasifikasi histologis Timoma (klasifikasi Muller Hermelink) · Tipe medular · Tipe campuran
13
· Tipe kortikal predominan · Tipe kortikal Karsinoma timik · Derajat rendah (Low grade) · Derajat tinggi (High grade) Karsinoma timik dan Oat Cell Carcinoma Staging berdasarkan sistem Masanoka Stage I
: Makroskopik berkapsul, secara Mikroskopik tidak tampak invasi ke kapsul
Stage II
: Invasi secara makroskopik ke jaringan lemak sekitar pleura mediastinal atau invasi ke kapsul secara mikroskopik
Stage III
: Invasi secara makroskopik ke organ sekitarnya
Stage IV.A : Penyebaran ke pleura atau perikard Stage IV.B : Metastasis limfogen atau hematogen
CT Scan Timoma
Gambar 2.6 Hasil CT Scan Pasien dengan Thymoma
14
Thymus terdiri atas lobus kanan dan lobus kiri dan terletak di bagian depan mediastinum atas. Pada waktu kelahiran, thymus ini relative besar dan beratnya kira-kira 11 gram. Pada waktu pubertas beratnya kira-kira 35 gram, sesudah itu terjadi involusi. Kalau ini terjadi terlalu lama, kita katakan adanya thymus persisten. Hiperplasi thymus didefinisikan sebagai pertambahan besar dan beratnya tanpa perubahan histologik yang jelas. Tetapi, diketahui bahwa berat thymus untuk tiap golongan umur dapat sangat bervariasi. Pada gejala kompresi mungkin diperlukan tindakan pembedahan. Pada hiperplasi thymus yang terdapat pada myasthenia gravis gambarannya ditentukan oleh perubahan histologik dalam arti folikel limfe dengan centrum germinativum. Kista thymus dapat juga mempunyai ukuran yang besar dan layak untuk terapi pembedahan.
15
Gambaran Rontgen timoma
Gambar 2.7 Hasil Foto thorax Pasien dengan Thymoma
Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas sampai densitas berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur mediastinum yang berdekatan. Timoma biasanya simptomatik pada waktu diagnosis. Seperti pada massa mediastinum lain, timoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek massa local, yang mencakup nyeri dada, dispneu, hemoptisis, batuk dan gejala ya ng berhubungan dengan obstruksi vena cava superior. 2.8.2 LIMFOMA
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
16
Gambar 2.8 Hasil Foto thorax dan CT Scan Pasien dengan Limfoma Hodgkin
2.8.3 TUMOR SEL BENIH
Kelainan yang asalnya congenital ini pada usia dewasa bermanifestasi sebagai tumor sungguh. Tumor ini mengandung berbagai macam jaringan yang asing untuk organ yang mereka tumbuh di dalamnya. Tumor teratoid dapat berlokalisasi di berbagai tempat, tetapi mediastinum depan merupakan tempat predileksi terpenting sesudah gonade. Tumor ini member simtom karena kompresi atau invasi ke dalam organ sekelilingnya. Produksi hormone sel-sel tumor ini (insulin, HCG, androgen-androgen) dapat menjelaskan gejala tertentu.
17
Secara Rontgenologi biasanya terdapat bayangan homogeny dengan batas-batas yang jelas. Kadang-kadang dapat terlihat dengan endapan kalsium dan di dalam tumor kadang-kadang bisa dilihat gigigigi. Kenaikan alfa-1-feto-protein dan HCG di dalam serum dapat memperkuat pertimbangan diagnostic.
2.8.4 TERATOMA
Gambar 2.10 Hasil Foto thorax dan CT Scan Pasien dengan Teratoma
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus). Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah
yang
pertama-tama
perlu
mendapat
perhatian
untuk
penanganan dan pembedahan. Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi.
18
Gambar 2.11 Teratoma mediastinal
Gambar 2.12 Gambaran Teratoma Anterior Mediastinal
Gambar 2.13 Gambaran Benign Teratoma
19
2.8.5 MEDIASTINAL TERATOMA
Diagnosis tumor ini bisa dibuat berdasarkan rontgenografi dada rutin dengan menemukan gigi yang sudah sempurna bentuknya. Massa lemaa k dominan dengan unsure dependen padat yang mengandung kalsifikasi globular, tulang atau gigi dan protuberansia padat yang meluas ke dalam rongga kistik, akan ditemukan dengan sidik CT. walaupun ada gambaran khas, namun perbedaan antara teratoma jinak dan ganas tergantung pada pemeriksaan histology.
2.8.6 MEDIASTINAL NEUROFIBROMA
Gambar 2.14 Gambaran Mediastinal Neurofibroma
Tumor ini berkapsul dan tampak sebagai massa homogen padat, berbatas tegas dalam daerah paravertebralis mediastinum pada rontgenografi dada. Ganglioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari rantai simpatis, dan terdiri dari sel ganglion dan unsure saraf. Secara makroskopik, lesi ini berkapul dengan permukaan luar yang halus. Pada penampang melintang, tumor ini sering mempunyai daerah degenerasi kistik. Secara klaik, ganglioma mempunyai gambaran memanjang atau segitiga pada foto thorax dengan dasar yang lebih lebar dan meruncing kearah mediastinum. Tumor ini berbatas buruk
20
pada proyeksi lateral serta sering mempunyai batas inferior dan superior yang kabur.
2.8.7 GANGLIOMA MEDIASTINUM
Gambar 2.15 Gambaran Ganglioma Mediastinum
Neuroblastoma, merupakan tumor yang berdifferensiasi buruk dari susunan saraf simpatis dan dalam presentase kecil juga terdapat di mediastinum. Pada saat penetapan diagnosis seringkali sudah ada metastasis.
Gambar 2.16 Gambaran CT Scan Neuroblastoma yang mengalami metastase
Tergantung penemuan pada operasi dan hasil pemeriksaan histologik kadang-kadang diperlukan terapi tambahan. Jika tumor ternyata benigna, penderita hanya di follow up saja. Pada
21
pengambilan tak sempurna kelainan benigna, baik radioterapi maupun kemoterapi tidak ada artinya. Tetapi jika tumornya ternyata
maligna
dan
diangkat
inkomplit,
maka
perlu
dipertimbangkan radioterapi atau kemoterapi. Neuroblastoma harus ditangani, tergantung pada kemungkinan apakah pembedahan radikal
dapat
dilaksanakan.
Jika
tidak,
maka
pertama
dipertimbangkan terapi sitostatik. 2.8.8 KISTA PERIKARDIAL
Gambar 2.17 Gambaran Foto Thorax dengan kista perikardial
Adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru manifest pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen
22
Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar. 2.8.9 KISTA BRONKOGEN
Gambar 2.18 Gambaran CT Scan Kista Bronkogen
Gambar 2.19 Gambaran Foto Thorax Kista Bronkogen
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea,
23
bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
a. Pneumothorax Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas didalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. b. Tumor Paru Tumor paru adalah tumor paru ganas yang berasal dari saluran nafas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. c. Hernia Diafragmatika Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim. d. Left Ventricular Aneurysm (LVA) LVA adalah aneurisma yang terjadi pada ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena terjadi pembesaran pada ventrikel kiri. Ventrikel kiri ini membesar akibat beberapa penyakit seperti TB, kalsifikasi infark atau asbestos disease.
2.10 PENGOBATAN
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umum adalah multimodality meski sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi banyak tumor
24
jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan. Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri harus >90%. Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:
Hb > 10 gr%
Leukosit > 4.000/dl
Trombosit > 100.000/dl
Tampilan (performance status) >70 Karnofsky
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya. Tumor Timus
Penatalaksanaan Timoma Stage 1
: Extended thymo thymecthomy (ETT) saja
Stage II
: ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus diperhatikan batas-batas tumor seperti terlihat pada CT sebelum pembedahan
25
Stage III
: ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi dan kemoterapi
Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan radioterapi Stage IV.B : Kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan debulking
Penatalaksanaan Tumor Sel Germinal Nonseminoma Mediastinum
Tumor Sel Germinal
Klasifikasi histologi Seminoma Nonseminoma Karsinoma embrional
26
Koriokarsinoma Yolk sac carcinoma Teratoma Jinak (benign) Ganas (malignant) Dengan unsur sel germinal Dengan unsur nongerminal Imatur
Penatalaksanaan Teratoma jinak Penatalaksanaan teratoma jinak adalah pembedahan, tanpa adjuvant. Pemeriksaan batas reseksi harus menyeluruh, agar tidak ada tumor yang tertinggal dan kemungkinan akan berkembang menjadi ganas. Penatalaksanaan Teratoma Ganas Karena teratoma ganas terkadang mengandung unsur lain maka terapi multimodaliti (bedah +kemoterapi + radioterapi) memberikan hasil yang lebih baik. Pemilihan terapi didasarkan pada unsur yang terkandung di dalamnya dan kondisi penderita. Penatalaksanaan teratoma ganas dengan unsur germinal sama dengan penatalaksanaan seminoma. Tumor Neurogenik
Klasifikasi Histologik Berasal dari saraf tepi ( peripheral nerves)
27
Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik Adalah pembedahan, kecuali neuroblastoma.Tumor ini radisensitif sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi.
2.11 PROGNOSIS
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variasi prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi konvensional.
Besarnya
variasi
individual
penyakit
mengakibatkan
terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam. 2.12 KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui : perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah: 1. Obstruksi trachea 2. Sindrom Vena Cava Superior 3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan 4. Rupture esophagus
28
BAB III KESIMPULAN
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proes penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu, banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan jaringan ikat. Kemajuan
dalam
teknik
diagnostic
dan
peningkatan
penggunaan
rontgenografi thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat, jarang dapat diterima. Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan pembuluh darah besar.
29
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.
30
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI. Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds), 2001, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II, 1242-1246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P. A., Rodwell, V. M., 1997, Biokimia Harper, alih bahasa oleh Andry Hartono, Edisi 24, 366-391, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sabiston, David C,. 1994, Buku Ajar Bedah, alih bahasa Petrus Adri yanto, Edisi I, Jilid II, 704-724, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.2006: 1011-4. Guyton AC and Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 11. Jakarta : EGC Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In: Thoracic oncology. Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B Saunders company. Philadelphia.1989.p. 478-89. Lau S et al. Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses. Computed Tomography of Anterio Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Jakarta:ECG Rosenberg JC. Neoplasms of the mediastinum. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg JC. Editors.Cancer: principles and practice of oncology. J.B. 4th edition. Lippincortt. Philadelphia 1993.p.759-74.
31