PERANAN STATIN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER
Sheila, Idar Mappangara
I. PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Laporan World Health Organization (WHO) Organization (WHO) tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan 1
pembuluh darah, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan stroke (5,7 juta).
WHO memperkirakan sekitar 16,7 juta penduduk di seluruh dunia meninggal setiap 2
tahun karena penyakit kardiovaskular. Pada tahun 2015, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan menjadi 20 juta, dan pada tahun 2030 1
angka tersebut diperkirakan akan semakin meningkat menjadi 23,3 juta.
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) yang paling banyak adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, hipertensi dan 1
penyakit jantung bawaan. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 3
26,4 %.
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di negara maju maupun berkembang. Di seluruh dunia jumlah penderita penyakit ini terus bertambah dan tidak lepas dari 4
gaya hidup yang kurang sehat.
Sejak tahun 1970 studi epidemiologi telah
menunjukkan bahwa peningkatan kadar kolesterol memiliki kaitan erat dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Pada studi Framingham, sebuah studi berskala besar yang dimulai pada tahun 1949 menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung 5
koroner meningkat secara progresif dengan peningkatan kadar kolesterol darah.
1
Hal ini disebabkan karena kolesterol, terutama LDL yang mengalami proses oksidasi. LDL bisa teroksidasi dan termodifikasi karena perubahan sel-sel utama pada dinding arteri. Oksidasi LDL yang ekstensif (Ox-LDL) tidak dikenali oleh reseptor LDL tapi sangat disukai oleh reseptor di makrofag dan memicu akumulasi ester kolesterol yang cukup besar dan terbentuk sel busa ( foam-cell foam-cell ) dan menyelinap masuk kedalam dinding pembuluh darah koroner diikuti berbagai reaksi inflamasi menimbulkan plak ateroma menyempitkan pembuluh darah koroner menyebabkan aliran darah tidak lancar.
5
Berbagai studi klinis menunjukkan bahwa penurunan kadar kolesterol oleh konsumsi diet rendah lemak atau obat penurun lemak akan mengurangi risiko 5
kejadian penyakit jantung koroner.
Pada awal tahun 1970, group peneliti jepang telah berhasil menemukan obat penurun kolesterol yaitu 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A A (HMG-CoA) 6
reductase inhibitor yang yang diberi nama statin. Dalam sepuluh tahun terakhir ini telah terbukti bahwa obat golongan statin merupakan obat pilihan untuk terapi dislipidemia. Semua studi skala besar secara statistik membuktikan bahwa statin dapat mengurangi risiko terjadinya sindroma koroner akut, prosedur koroner, dan sebagai pencegahan primer dan sekunder terhadap terjadinya penyakit jantung 7,8,9
koroner.
Mengingat pentingnya manfaat statin terhadap penyakit jantung koroner, maka penulis akan membahas mengenai peranan statin pada penyakit jantung koroner.
2
II. PENYAKIT JANTUNG KORONER Berdasarkan World Health Organization (WHO), penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi yang merupakan hasil ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen akibat proses aterosklerosis yang menyumbat sebagian atau total dari pembuluh darah koroner sehingga menyebabkan pembuluh darah koroner menjadi menyempit dan mengakibatkan aliran darah dalam pembuluh darah 10
koroner menjadi tidak lancar.
1. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Patofisiologi terjadi PJK adalah pengerasan dinding arteri koroner melalui proses aterosklerosis. Aterosklerosis yang dikarakteristikkan adanya deposit lipid dan kolesterol, muncul pertama kali pada dinding paling dalam arteri, yaitu tunika 11
intima yang merupakan bagian dari sel endotel jantung.
Proses aterosklerosis diawali oleh adanya jejas (injury) endotel yang kronis. Beberapa penyebab jejas endotel antara lain toksin virus dan bakteri, zat racun dari rokok, sel darah, adrenalin yang dibebaskan pada saat stress, kolesterol, radikal bebas, berbagai zat yang menimbulkan inflamasi, dan turbulensi aliran darah yang disebut shear stress. Jejas endotel paling sering terjadi pada kelokan atau percabangan arteri. Aktivitas endotel yang terus menerus dalam jangka waktu lama akan menyebabkan disrupsi endotel yang memungkinkan terjadinya interaksi berbagai elemen darah dengan dinding arteri. Fatty streak terbentuk dari sel darah putih atau leukosit yang melekat pada endotel bersama-sama den gan molekul lemak terutama kolesterol LDL. Dari pathogenesis tersebut maka sangat jelas bahwa proses aterosklerosis adalah suatu keadaan yang dipicu oleh reaksi inflamasi atau peradangan, dimana proses inflamasi ini akan berjalan terus-menerus selama kita hidup. Leukosit yang terisi oleh molekul-molekul lemak akan menggelembung dan
3
dinamakan sel busa ( foam cells) yang akan berekspansi merangsang sel otot polos tunika media, dengan demikian dinding pembuluh darah akan menebal, dan yang 5,11
menonjol ke dalam lumen arteri yang disebut plak . 2. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Menurut American Heart Association tahun 2013 dalam Coronary Artery Disease-Coronary Heart Disease terdapat 2 jenis faktor risiko terjadinya penyakit 12
jantung koroner, yaitu : 1.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu bertambahnya umur, jenis kelamin, faktor keturunan dan ras.
2.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, obesitas, corak kepribadian tipe A, stress, dan asam urat yang tinggi.
III. STATIN
Setelah studi Framingham, berbagai penelitian melaporkan bahwa kolesterol merupakan faktor risiko terjadinya PJK sehingga membuat para ahli untuk melakukan penelitian untuk mencari obat penurun kolesterol. Obat penurun kolesterol yang pertama diperkenalkan adalah clofibrate, kemudian asam nikotinat, kolestiramin, dan beta sitosterol. Namun obat-obat ini banyak menimbulkan efek samping, dan tidak sebanding dengan efektivitasnya, sehingga obat-obat tersebut 5
tergeser dengan munculnya statin.
Pada tahun 1971, Dr. Masao Kuroda dan Akira Endo dari jepang melakukan penelitian untuk mencari HMG-CoA reduktase yang berasal dari mikroba. Mereka berharap bahwa mikroorganisme tertentu akan menghasilkan senyawa yang berperan seperti senjata dalam perang untuk melawan mikroba lain dan yang
4
memerlukan sterol atau isoprenoidnya lainnya untuk pertumbuhannya. Penghambat 6
HMG-CoA reduktase akan mematikan mikroba tersebut.
Agen pertama yang terisolasi adalah mevastatin (ML-236B nomor registrasi), sebuah molekul yang diproduksi oleh jamur '' Penicillium citrinum''. Perusahaan farmasi Merck & Co yang menunjukkan minat dalam penelitian pada 1976, dan mengisolasi lovastatin (mevinolin, MK803), pertama komersial dipasarkan statin, dari jamur '' Aspergillus terreus'', jadi statin merupakan obat hipolipidemik yang berfungsi sebagai penghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMGCoA) reductase secara kompetitif, yang didapat dari jamur Aspergillus Terreus, suatu enzim yang berperan sebagai penghambat biosintesis kolesterol dengan cara 6
menghambat produksi kolesterol di hati. Statin efektif memiliki keunggulan dalam menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL serta meningkatkan kadar kolesterol HDL.
13
Dr Endo dianugerahi Penghargaan Jepang 2006 untuk karyanya pada pengembangan statin, dan penghargaan penelitian medis klinis dari Lasker 6
Foundation pada 2008.
Banyak jenis statin yang ditemukan, namun yang telah beredar di dunia kedokteran
antara
lain
Lovastatin,
Simvastatin,
Pravastatin,
Fluvastatin,
Atorvastatin, Rosuvastatin, dan Pitavastatin. Perbedaan antara jenis-jenis statin ini 14,15,16
dapat dilihat pada table berikut :
5
Obat
Kelarutan
Dosis
Bioava-
Harian
bilitas
Meta-bolisme
Eliminasi
Eksresi di-
Waktu
ginjal (%)
Dihasilkan dari
Paruh (jam) Lovastatin
Lipophilic
20-80
5
CYP3A4
2-3
10
Fermentasi jamur
Simvastatin
Lipophilic
10-80
5
CYP3A4
1-3
13
Fermentasi jamur
Pravastatin
Hydrophilic
10-40
20
Sulfation
2-3
20
Fermentasi jamur
Fluvastatin
Lipophilic
20-80
24
CYP2C9
0,5-3
6
Sintesis
Atorvastatin
Lipophilic
10-80
12
CYP3A4
13-16
2
Sintesis
Rosuvastatin
Hydrophilic
10-40
20
CYP2C9
19
10
Sintesis
Pitavastatin
Lipophilic
1-8
80
Hepatic
11
NA
Sintesis
uptake
1. Mekanisme Kerja Statin sebagai Obat Hipolipidemik
Kolesterol
memegang
peranan
penting
dalam
fungsi
tubuh,
tubuh
membutuhkan kolesterol untuk membentuk membrane sel, membuat hormon, vitamin D dan asam empedu yang membantu mencerna makanan dalam usus. Namun akan menimbulkan masalah bila kadarnya berlebih dalam darah. Kolesterol disintesis di dalam hati. Acetyl Co-A diubah menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG C0-A) oleh HMG Co-A sintetase, kemudian HMG Co-A diubah menjadi mevalonate oleh HMG Co-A reduktase. Selanjutnya mevalonate diubah menjadi molekul dasar isoprene, isopentenyl pyrophosphate (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2. IPP diubah menjadi squalene, yang akhirnya squalene 5,13,17
diubah menjadi kolesterol.
6
Gambar 1. Mekanisme Biosintesis Kolesterol
18
Statin adalah inhibitor yang kompetitif terhadap enzim HMG-Coa reduktase, yang mengontrol biosintesis kolesterol. Secara keseluruhan statin memiliki efek untuk menurunkan kadar kolesterol LDL sebesar 20-55%, tergantung jenis statin yang digunakan. Statin juga menurunkan kadar trigliserida sebesar 7-30%, dan melalui mekanisme yang belum diketahui meningkatkan kadar kolesterol HDL 13
sebanyak 5-15%.
Statin menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat secara kompetitif HMG Co-A reduktase sehingga asetil Ko-A tidak dapat berubah menjadi 18
HMG Co-A sehingga produksi kolesterol dihati menjadi terhambat.
Dengan
menghambat produksi kolesterol di hati, statin menurunkan kadar kolesterol LDL 13
dengan 3 mekanisme, yaitu :
Mengurangi kolesterol intrahepatik dengan menginduksi peningkatan ekspresi gen reseptor LDL sehingga menyebabkan lebih banyak reseptor LDL yang muncul pada permukaan hepatosit, yang memfasilitasi pengikatan dan beredarnya LDL dari sirkulasi.
Sirkulasi precursor LDL yang dikenal sebagai lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas moderate (IDL) dihilangkan lebih
7
cepat dari peredaran karena mereka cross-recognition dengan reseptor LDL hati.
Produksi VLDL hati menurun untuk mengurangi ketersediaan kolesterol intraseluluer demi perakitan lipoprotein. Karena katabolisme VLDL dalam sirkulasi membentuk LDL, maka menurunkan produksi VLDL juga akan menurunkan jumlah LDL. Menurunnya produksi VLDL juga berkaitan dengan efek statin yang menurunkan kadar trigliserida, karena lipoprotein ini adalah pembawa utama trigliserida dalam sirkulasi.
Penurunan dari kadar LDL akan mengurangi kadar lipid pada lesi aterosklerosis dan meningkatkan stabilisasi plak, sehingga mengurangi kerentanan plak untuk pecah, dimana juga akan menurunkan kemungkinan pembentukan 13
trombus dan sumbatan pada pembuluh darah.
2. Efek Pleiotropik Statin
Statin digunakan sangat luas pada pasien-pasien dengan penyakit jantung koroner karena banyak penelitian-penelitian membuktikan bahwa statin mengurangi angka kematian, kejadian kardiovaskular dan stroke walaupun kadar kolesterol LDL nya tinggi atau dalam kisaran normal. Pada beberapa studi pasien yang tidak diketahui memiliki penyakit jantung koroner, terapi statin telah terbukti mengurangi kejadian koroner pada pasien dengan risiko tinggi, pada mereka dengan kadar kolesterol LDL yang tinggi ataupun dengan kadar total kolesterol rata-rata tetapi 13
memiliki kadar kolesterol HDL yang rendah. Meningkatkan fungsi endotel Selain
sifatnya
sebagai
modulasi
lipid,
statin
memiliki
efek
kardioprotektif lainnya yaitu meningkatkan fungsi endotel. Adanya disfungsi endotel yang terjadi pada penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya
8
vasokonstriksi dari asetilkolin dan gangguan pada sintesis dan aktivitas endothelium nitrit oksida.
19,20
Dasar molekulnya berkaitan dengan interaksi produksi nitrit okside 21
ditingkat seluler. Statin meningkatkan fungsi endotel dengan upregulasi ekspresi dan aktivitas endothelial Nitric Oxide Syntase (eNOS) yang juga memegang peranan dalam antioksidan. Sintesis nitrit oksida endothelial diregulasi melalui dua jalur yang berbeda. Jalur pertama adalah dengan mengaktifkan protein kinase (Akt) pada sel endotel yang merupakan regulator penting dari sejumlah proses seluler shingga meningkatkan fosforilasi substrat Akt endogen dan meningkatkan produksi nitrit oksida. Jalur kedua adalah 21,22,23
penghambatan dari geranylgeranylation dari G-protein Rho kecil.
Antioksidan Mekanisme lain dimana statin dapat mempengaruhi endothelium adalah melalui efek antioksidannya. Statin dapat menghambat oksidasi LDL dan VLDL, menghambat aktivitas makrofag untuk mengoksidasi lipoprotein atau menurunkan aktivitas makrofag CD 36 yang merupakan reseptor yang diakui 24
untuk oksidasi LDL. Statin melemahkan angiotensin II (Ang II) yang menginduksi produksi radikal bebas pada otot polos pembuluh darah dengan menghambat
Rac1-dimediasi
oleh
aktivitas
NAD(P)H
oksidase
dan
downregulasi angiotensin AT1-receptor expression. Sejalan dengan hipotesis ini, studi RECIFE yang termasuk didalamnya 60 pasien dengan miokard infark akut, dilaporkan bahwa penggunaan pravastatin 40mg/hari dapat meningkatkan fungsi endotel, dan juga mengurangi total kolesterol dan 18
kolesterol LDL sebesar 23 dan 33%.
Stabilisasi plak Pengurangan dari kolesterol LDL dapat mengurangi ukuran dari lipid core. Statin menghambat penyerapan LDL teroksidasi oleh CD36 dan 9
menghambat oksidasi makrofag sehingga mengurangi pembentukan sel busa. Melemahnya fibrous cap pada plak yang tidak stabil berhubungan dengan meningkatnya produksi Matriks Metalloproteinase (MMP) oleh makrofag. 18,24
Dalam sebuah studi mengenai pravastatin, pasien dengan stenosis arteri carotid menerima pravastatin 40mg/hari dengan tanpa terapi selama 3 bulan sebelum endaterectomi karotis. Plak berkurang secara signifikan pada mereka yang mendapat terapi statin dengan berkurangnya lipid dan LDL teroksidasi., dimana kadar makrofag dan sel T juga berkurang, selain itu apoptosis dan penghambat matriks metalloproteinase meningkat secara signifikan.
24
Sejumlah penelitian juga telah menunjukkan bahwa statin mengurangi ekspresi dan aktivitas MMP. Penelitian terbaru mengatakan bahwa statin 18
dapat mencegah terjadinya pecah plak melalui penurunan ekspresi MMP-9.
Anti inflamasi Selama satu dekade terakhir, inflamasi memegang peranan dalam terjadinya aterosklerosis. Peningkatan penanda-penanda inflamasi seperti CReactive Protein (CRP), Interleukin 6 (IL6), Intracelluler Adhesion Molecule1 (ICAM-1), dan serum amiloid A (SAA) memiliki hubungan dengan peningkatan
kejadian
mevalonate,
isoprenoid
24
kardiovaskular. dan
mencegah
Menghambat pembentukan
pembentukan geranyl-geranyl
pirofosfat, statin memegang peranan dalam menghambat kaskade inflamasi. Studi mengenai Rosuvastatin menunjukkan bahwa rosuvastatin mencegah terjadinya translokasi Rho A ke plasma membrane, inhibisi dari Rho dapat 18,24
mencegah penghambatan aktivitas nitrit oksida.
Pada studi CARE, pasien dengan kadar serum Amyloid A dan CReactive Protein (CRP) yang tinggi memiliki risiko tinggi terjadinya penyakit
10
kardiovaskular. Pravastatin mengurangi kejadian kardiovaskular hingga 54% 18,24
pada pasien dengan mengurangi inflamasi.
Pada studi MIRACL, dosis tinggi atorvastatin dapat mengurangi kadar CRP sebanyak 34% dan serum amiloid A sebesar 13% yang berhubungan 18,24
dengan berkurangnya kejadian ulang iskemik.
Tousoulis dkk menunjukkan bahwa dosis rendah atorvastatin dapat menurunkan penanda-penanda inflamasi seperti interleukin 6 (IL-6), Tumor Necrosis Factor alpha (TNF-a), soluable Vascular Cell Adhesion Molecule 1(sVCAM-1) dan Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) pada pasien 18
yang menerima terapi statin dibandingkan dengan grop placebo.
Statin juga berperan dalam mengurangi adhesi dan kemotaksis molekul yang akan menghambat aktivitas integrin yang
juga memegang peranan
24
dalam proses inflamasi.
Trombosis Sanguigni dkk menunjukkan bahwa statin memiliki menfaat pada proses trombotik. Pada studi ini 30 pasien hiperkolesterolemia dan 20 pasien control. Dosis atorvastatin 10 mg/hari selama 3 hari menurunkan platelet pada pembentukan thrombin secara signifikan. Torsoulis dkk juga menunjukkan statin memiliki efek terhadap thrombosis, dimana pada penelitian tersebut 45 pasien dengan angina pectoris tidak stabil dengan kolesterol yang normal diberikan atorvastatin 10 mg/hari selama 6 minggu, dengan kontrolnya pasien yang tidak menerima obat. Dosis rendah atorvastatin dapat memblok peningkatan faktor von willebrand selama minggu pertama pengobatan, juga menghambat faktor V, protein C dan antitrombin III.
18
Efek statin lainnya adalah menstimulasi sel progenitor endothelial, dimana sel progenitor memiliki peranan dalam memperbaiki kerusakan iskemik dan berperan dalam pembentukan neovaskularisasi, serta berfungsi sebagai imunomodulator
11
dimana mekanisme imun juga memegang peranan penting dalam proses 24
aterogenesis.
3. Efek Samping Statin
Statin adalah obat yang memiliki toleransi baik. Beberapa efek samping yang timbul akibat pemakaian obat golongan statin ini antara lain gangguan gastrointestinal
ringan.
Efek
samping
yang
signifikan
adalah
adanya
hepatotoksisitas dan miopati. Dimana hepatotoksisitas terjadi tergantung dosisnya, dan kurang lebih sekitar 1% dari keseleruhan pasien. Efek samping lainnya yang dapat ditimbulkan dari obat golongan statin antara lain kelelahan, anoreksi hingga penurunan berat badan. Kebanyakan pasien ada yang tidak bergejala tetapi pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan kadar enim transaminase (SGOT dan SGPT). Resiko terjadinya toksisitas hepar pada penggunaan statin meningkat pada 13
mereka yang mengkonsumsi alcohol.
Miopati terutama terjadi pada otot kaki ataupun tangan secara simetris, dan bervariasi mulai dari mialgia dan ketidaknyamanan pada otot, hingga yang paling jarang yaitu terjadinya rhabdomiolisis (kerusakan otot) yang disertai dengan mioglobinuria dan gangguan fungsi ginjal. Kejadian kerusakan otot ini meningkat dengan adanya penggunaan obat lainnya, termasuk obat untuk menurunkan kadar lemak seperti obat golongan niasin, dan fenofibrat, obat antibiotic makrolid seperti 13
eritromicin, claritromicin, obat anti jamur seperti ketokonazole, dan itrakonazo le.
Menurut American Heart Association Guidelines tahun 2013 mengenai terapi kolesterol untuk mengurangi risiko kardiovaskular aterosklerotik pada dewasa, kondisi-kondisi pasien yang biasanya menimbulkan efek samping pada penggunaan statin adalah mereka dengan gangguan fungsi hati atau ginjal, riwayat intoleransi statin sebelumnya atau gangguan otot sebelumnya, umur > 75 tahun, peningkatan enzim transaminase dalam hal ini SGOT > 3x dari nilai normal yang tidak dapat
12
dijelaskan penyebabnya, riwayat penyakit stroke dengan perdarahan, dan orang25
orang keturunan asia.
4. Stratifikasi Risiko pada Pemberian Statin
Menurut National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) statin merupakan obat pilihan pertama dalam menurunkan kadar 26
kolesterol LDL. Yang dinilai dari NCEP ATP III adalah : 1. Menilai kadar kolesterol
Dibawah ini merupakan suatu tabel klasifikasi total kolesterol, kolesterol LDL dan HDL menurut klasifikasi ATP III
Kolesterol LDL < 100
Optimal
100-129
Mendekati optimal/dibawah optimal
130-159
Mendekati tinggi
160-189
Tinggi
≥190
Sangat tinggi
Total kolesterol <200
Rata-rata
200-239
Rata-rata tinggi
≥240
Tinggi
Kolesterol HDL <40
Rendah
≥60
Tinngi
13
2. Menilai ada atau tidaknya penyakit jantung koroner atau CAD ekivalen, yaitu : a)
Penyakit jantung koroner
b)
Penyakit arteri karotis
c)
Penyakit arteri perifer
d)
Aneurisma aorta abdominal
3. Mendeteksi adanya faktor risiko mayor (selain LDL), yaitu : a)
Merokok
b)
Hipertensi dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg atau menggunakan obat antihipertensi
c)
Kolesterol HDL yang rendah (<40mg/dl)
d)
Riwayat keluarga dengan kejadian penyakit jantung dini (pada pria <55 tahun, dan pada wanita <65 tahun)
e)
Umur (pria ≥45 tahun dan wanita ≥55 tahun)
4. Menilai risiko 10 tahun a)
>20%
b)
10-20%
c)
<10%
14
5. Menentukan kategori risiko
6. Melakukan perubahan gaya hidup bila kadar LDL diatas normal, yaitu a)
Melakukan diet dengan lemak jenuh <7% kalori, dan kolesterol <200 mg/hari, dan meningkatkan konsumsi sayuran 10-25gram/hari untuk menurunkan LDL.
b)
Managemen berat badan
c)
Meningkatkan aktivitas fisik
7. Mempertimbangkan adanya penambahan terapi obat bila kadar LDL diatas normal 8. Mengidentifikasi adanya sindroma metabolic dan mengobatinya bila ada setelah perubahan gaya hidup selama 3 bulan. 9. Mengobati bila ada peningkatan kadar trigliserida
15
5. Efek Statin Pada PJK Dalam Berbagai Landmark Studi
Semenjak keluarnya statin, banyak studi-studi klinik yang telah melaporkan bahwa terapi statin menurunkan Major Cardiovascular Event (MACE) dengan penurunan LDL kolesterol, dimana hal tersebut menyebabkan suatu revolusi dalam penanganan penyakit kardiovaskular. The Scandinavian Simvastatin Survival Study (4S) adalah studi skala besar pertama yang menunjukkan bahwa penggunaan statin dapat menurunkan kejadian MACE, kematian kardiovaskular, dan total kematian pada pasien dengan penyakit jantung koroner serta pasien dengan kadar kolesterol 17
yang tinggi.
Semua uji klinik berskala besar membuktikan (secara statistik) bahwa statin efektif menurunkan kolesterol, dan mampu mencegah kejadian koroner baik pada orang yang belum menderita PJK (pencegahan primer) maupun yang sudah pernah 9,13
mengalami serangan jantung (pencegahan sekunder).
Beberapa uji klinik acak telah memberikan bukti dari manfaat statin dalam pencegahan primer dan pencegahan sekunder kejadian kardiovaskular, antara lain : 1.Uji klinis untuk pencegahan primer
a) The West of Scotland Coronary Prevention Study (WOSCOPS) tahun 1995, membandingkan terapi pravastatin 40 mg/hari dan placebo pada laki-laki dengan risiko tinggi Coronary Artery Disease (CAD) dan peningkatan kadar kolesterol LDL (baseline mean LDL cholesterol 193 mg/dl) menunjukkan adanya penurunan risiko 31% untuk terjadinya serangan jantung dan kematian 27
akibat penyakit jantung koroner.
b) The Air Force / Texas Coronary Atherosclerosis Prevention Study (AFCAPS/ TexCAPS) tahun 1998, memperlihatkan adanya penurunan angka kejadian fatal dan infark miokard non fatal, angina pectoris tidak stabil atau kematian karena serangan jantung sebesar 36%,
pada pasien risiko tinggi yang
16
memiliki kadar kolesterol yang rendah dengan pemberian lovastatin 20-40 28
mg/hari dibandingkan dengan placebo.
c) The Heart Protection Study (HPS) tahun 2002, membandingkan terapi simvastatin 40 mg atau placebo dengan antioksidan atau placebo pada pasien dengan risiko tinggi kardiovaskular. Terapi dengan simvastatin dapat menurunkan 13% kematian karena semua sebab meliputi 18% kematian karena penyakit jantung koroner. Terapi pada pasien dengan kadar LDL dibawah 100 mg/dl berhubungan dengan penurunan kejadian vascular. HPS 29
membantah nilai ambang batas bawah LDL untuk penggunaan statin.
d) Pravastatin in Elderly Individuals at Risk of Vascular Disease (PROSPER) tahun 2002, membandingkan penggunaan placebo dengan pravastatin 40 mg/hari pada pasien berumur 70-82 tahun yang sebelumnya memiliki penyakit koroner, serebral, atau penyakit vascular peripheral dengan riwayat merokok, hipertensi atau diabetes, menunjukkan penurunan hingga 15% kematian karena penyakit jantung koroner, non fatal miokard infark dan 30
stroke dalam 3 tahun.
e) The Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack trial (ALLHAT-LLT) tahun 2002. Penggunaan pravastatin 20-40 mg/hari dibandingkan dengan perawatan biasa, pada pasien dengan hipertensi yang memiliki satu factor risiko koroner yang lain dan nilai LDL rata-rata 148 mg/dl. Study ini tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang terlalu bermakna, hal ini disebabkan karena penurunan LDL yang relatif sederhana atau fakta bahwa 26% dari pasien dalam
kelompok perawatan biasa
31
mengambil statin pada akhir trial.
f) The Anglo Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-Lipid lowering Arm (ASCOT-LLA) tahun 2003 membandingkan penggunaan atorvastatin 10 mg/hari dengan placebo pada pasien hipertensi yang memiliki 3 faktor risiko kardiovaskular lainnya dengan nilai rata-rata LDL 133 mg/dl. Study ini diberhentikan setelah follow-up selama 3,3 tahun karena alasan keselamatan, 17
dimana adanya peningkatan insiden yang signifikan dari primary end point pada pasien dengan placebo. Study ini menunjukkan adanya penurunan primary end point sebesar 36% pada grup atorvastatin. Analisis yang lebih lanjut menunjukkan keuntungan terapi statin setelah 1 tahun dengan adanya penurunan insiden fatal dan non-fatal stroke sebesar 27% pada grup atorvastatin. Study ini mirip dengan HPS dimana dasar keuntungan lebih lanjut dari penggunaan statin pada pasien dengan risiko tinggi kardiovaskular 32
tanpa nilai baseline dari LDL atau total kolesterol.
g) The Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS) tahun 2004, membandingkan penggunaan atorvastatin 10 mg dengan placebo pada pasien diabetes dengan 1 faktor risiko kardiovaskular, tidak ada riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya, dan kadar rata-rata LDL 117 mg/dl. Study ini dihentikan lebih awal karena insiden primary-end point (sindroma koroner akut, revaskularisasi koroner atau stroke) yang tinggi pada grup placebo setelah di follow-up selama 3,9 tahun. Atorvastatin mengurangi kejadian primary end point hingga 37% dan kematian karena semua sebab 27%. Yang terpenting dalam trial ini adalah keuntungan penggunaan statin pada pasien 33
diabetes tanpa memperhatikan nilai LDL.
h) The Management of Elevated Cholesterol in the Primary Prevention Group of Adult Japanese (MEGA) tahun 2005 membandingkan antara modifikasi diet tunggal dan modifikasi diet dengan
penggunaan obat pravastatin 10-20
mg/hari pada laki-laki usia 40-70 tahun dan wanita post menopause hingga 70 tahun dengan kadar kolesterol total 220-270 mg/dl, menunjukkan adanya penurunan kejadian penyakit dan kematian akibat jantung koroner, infark 9
miokard non fatal, angina, dan intervensi kardiak atau vaskular sebesar 33%.
i) The Justification for the Use of Statins in Prevention an Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin (JUPITER) tahun 2008 membandingkan penggunaan rosuvastatin 20 mg/hari dengan placebo, menunjukkan adanya penurunan kejadian infark miokard non fatal, non fatal stroke, angina pectoris tidak 18
stabil, revaskularisasi arteri, dan kematian kardiovaskular pada laki-laki ≥ 50 tahun dan wanita ≥ 60 tahun dengan kadar kolesterol LDL < 130 mg/dl dan k adar hsCRP ≥ 2 mg/L sebesar 44%. j) The
Controlled
Rosuvastatin
9
Multinational
Trial
in
Heart
Failure
(CORONA) tahun 2007 membandingkan penggunaan rosuvastatin 10 mg/hari dan placebo pada pria dan wanita berumur ≥ 60 tahun dengan gagal jantung NYHA II-IV dan EF < 40% menunjukkan adanya penurunan kejadian kematian karena kardiovaskular, infark miokard non fatal atau stroke sebesar 9
8%.
2. Uji klinis untuk pencegahan sekunder
a) The Scandinavian Simvastatin Survival Study (4S) tahun 1994 adalah trial pencegahan sekunder pertama yang memperlihatkan p enurunan total kematian menggunakan simvastatin pada pasien dengan CAD dengan nilai LDL berkisar 130-266 mg/dl. Simvastatin menurunkan total kematian pada pasien 9
dengan CAD sebesar 30%.
b) The Cholesterol and Recurrent Events Trial (CARE) tahun 1996. Study ini menunjukkan keuntungan pencegahan berulangnya kejadian koroner dengan menggunakan terapi pravastatin 40 mg pada pasien yang 3-20 bulan sebelumnya mengalami infark miokard akut dan memiliki nilai total 34
kolesterol rata-rata 209 mg/dl.
c) The Long-Term Intervention with Pravastatin in Ischemic Disease Study (LIPID) tahun 1998 menunjukkan adanya outcomes yang baik pada semua pasien, termasuk pada pasien dengan angina pectoris tidak stabil dengan 9
penggunaan statin.
d) Pravastatin or Atorvastatin Evaluation and Infection Therapy-TIMI 22 (PROVE-IT-TIMI 22) tahun 2004, membandingkan intensitifitas penggunaan atorvastatin 80 mg/hari atau pravastatin 40 mg/hari pada pasien dengan 19
sindroma koroner akut setelah di follow-up selama 2 tahun. Didapatkan adanya penurunan semua end point sebesar 16% dengan atorvastatin dibandingkan
dengan
pravastatin.
Kadar
kolesterol
LDL
dengan
menggunakan atorvastatin 80 mg/hari adalah 33 mg/dl, lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pravastatin, 62 mg/hari. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan obat penurun lemak yang intensif untuk mendapatkan nilai kolesterol LDL yang sangat rendah bermanfaat pada pasien 9
dengan risiko tinggi terjadi kejadian koroner berulang.
e) The Treating to New Targets (TNT) tahun 2005 menunjukkan keuntungan terapi intensif penurun kadar lemak pada pasien dengan angina pektoris stabil. Study ini membandingkan end point kematian dari penyakit jantung koroner, miokard infark non fatal, resusitasi setelah henti jantung, stroke fatal atau non fatal pada pasien yang menggunakan atorvastatin 80 mg/hari dengan atorvastatin 10 mg/hari. Penurunan end point sebesar 22 % pada pasien yang menggunakan atorvastatin 80 mg/hari dibandingkan dengan pasien yang menggunakan atorvastatin 10 mg/hari setelah di follow-up selama 4,9 tahun. Dosis tinggi atorvastatin 80 mg/hari sangat aman, dengan angka kejadian peningkatan kadar enzim transaminase sebesar 1,2%, dan 0,2% pada penggunaan atorvastatin 10 mg/hari. Kejadian mialgia dan rhabdomiolisis sama diantara kedua grup. Study ini menekankan bahwa penggunaan statin untuk menurunkan kadar kolesterol LDL dibawah 100 mg/dl memberikan 9
keuntungan pada pasien dengan angina pektoris stabil.
f) The Incremental Decrease in End Point Through Aggressive Lipid Lowering (IDEAL) tahun 2005 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari terjadinya end point (kematian karena penyakit jantung koroner, infark miokard akut atau henti jantung) pada pasien dengan riwayat infark miokard akut sebelumnya dengan penggunaan atorvastatin 80 mg/hari 9
atau simvastatin 20 mg/hari setelah difollow-up selama 4,8 tahun.
20
g) The Lescol Intervention Prevention Study (LIPS) tahun 2002 menunjukkan adanya penurunan kejadian kematian akibat penyakit jantung, infark miokard non fatal atau intervensi yang berulang sebesar 22% pada pasien post PCI (Primary Coronary Intervention) dengan pemberian fluvastatin 80 mg/hari 35
dibandingkan dengan placebo.
h) The Aggressive Lipid-Lowering Initiation Abates New Cardiac Events (ALLIANCE) tahun 2004 menunjukkan adanya penurunan kejadian kematian karena penyakit jantung, infark miokard non fatal, resusitasi karena henti jantung, revaskularisasi koroner atau angina pectoris tidak stabil sebesar 17% pada pasien CHD dan kadar kolesterol LDL yang tinggi dengan pemberian 9
atorvastatin 80 mg/hari dan perawatan biasa.
i) The Myocardial Ischemia Reduction with Aggressive Cholesterol Lowering (MIRACL) tahun 2001 menunjukkan adanya penurunan
kejadian
total
kematian, infark miokard non fatal, resusitasi pada henti jantung, atau ACS ( Acute Coronary Syndrome) yang berulang sebesar 16% pada pasien ACS yang mendapatkan terapi atorvastatin 80 mg/hari dibandingkan dengan 9
placebo.
j) Meta analisis CTT Collaborators (Lancet) tahun 2005 menunjukkan adanya penurunan 12% semua kasus kematian untuk setiap 1 mmol/l (39 mg/dl) penurunan LDL. Penurunan sebesar 19% dari kematian karena panyakit jantung koroner, dan 21% untuk infark miokard, revaskularisasi koroner dan stroke. Statin menunjukkan keuntungannya dalam 1 tahun penggunaan, dan meningkat dengan bertambahnya tahun. Statin juga aman dengan tidak adanya peningkatan dari kejadian kanker selama 5 tahun, dan kejadian rhabdomiolisis 9
sebesar 0,1%.
k) Meta analisis Canon Intensive Statin Therapy (Journal American College of Cardiology) tahun 2006 membandingkan penggunaan obat penurun lemak secara intensif dan standar, menunjukkan adanya penurunan sebesar 16%
21
kejadian kematian karena penyakit jantung koroner atau infark miokard pada 9
pasien yang mendapatkan terapi yang intensif.
6. Statin pada Prosedur Koroner
a) Studi ARMYDA ( Atorvastatin for Reduction of Myocardial Damage During Coronary Intervention) in Naïve Stable Patient dalam Circulation 2004 menunjukkan bahwa pretreatment dengan atorvastatin 40 mg selama 7 hari secara signifikan mengurangi cedera miokard procedural dalam intervensi koroner yang direncanakan dan berhubungan dengan penurunan hingga 81 % 36
kejadian kardiak dalam 1 bulan.
b) Studi ARMYDA CAMs dalam Journal of The American College of Cardiology tahun 2006 pada pasien yang menjalani PCI (Primary Coronary Intervention) terdapat pengurangan cedera miokard procedural setelah 7 hari pretreatment dengan atorvastatin disejajarkan den gan penurunan dari ICAM-1 dan tingkat E-selektin paska prosedural, sehingga pengurangan respon 37
inflamasi endotel menjelaskan efek protektif statin.
c) ARMYDA ACS dalam Journal of The American College of Cardiology tahun 2007, pemberian atorvastatin 80 mg pada pasien ACS yang tidak pernah menggunakan statin sebelumnya sebelum menjalani PCI dapat menurunkan 38
sebanyak 88% kali kejadian kardiovaskular dalam 30 hari.
d) Studi ARMYDA lainnya adalah ARMYDA-RECAPTURE dalam Journal of The American College of Cardiology menunjukkan pemberian atorvastatin dosis tinggi 80 mg bolus 12 jam sebelum prosedur PCI dan 40 mg 2 jam sebelum PCI, pada pasien yang sebelumnya telah menggunakan terapi statin dapat memberikan efek proteksi dari cedera miokard procedural dan mengurangi kejadian mayor kardiovaskular yaitu kematian, infark mikard dan 39
revaskularisasi yang tidak direncanakan dalam 30 h ari.
22
7. Statin dalam Regresi Plak
a) Banyak studi-studi yang menunjukkan keberhasilan penggunaan statin dalam hubungannya dengan progresifitas koroner. Dalam studi ASTEROID ( A Study to evaluate The Effect of Rosuvastatin on Intravascular Ultrasound Derived Coronary Atheroma) menunjukkan bahwa pengobatan dengan rosuvastatin selama 24 bulan berhubungan dengan regresi aterosklerosis yang dibuktikan dengan peningkatan diameter lumen pembuluh darah koroner dan penurunan dalam persen diameter stenosis pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Rosuvastatin juga meningkatkan kadar kolesterol HDL 40
bersama-sama dengan menurunkan kadar kolesterol LDL hingga <70mg/dl.
b) Pada studi REVERSAL ( Reversal of Atherosclerosis with Aggressive Lipid Lowering ) tahun 2003
membandingkan penggunaan pravastatin 40 mg
dengan atorvastatin 80 mg pada 34 komunitas dari rumah sakit tersier di amerika serikat selama 18 bulan menunjukkan bahwa penggunaan obat penurun lemak yang intensif dalam hal ini atorvastatin 80 mg dapat menurunkan progresifitas aterosklerosis koroner (dimana pengukurannya menggunakan
intravascular
ultrasound )
bila
dibandingkan
dengan
pravastatin. Bila dibandingkan dengan nilai baseline, penggunaan atorvastatin tidak menyebabkan adanya perubahan pada ukuran atheroma. Sedangkan mereka
yang
menggunaan
pravastatin
didapatkan
adanya
progresifitas aterosklerosis koroner. Perbedaan-perbedaan
penurunan
ini mungkin
berhubungan dengan penurunan lebih besar pada lipoprotein aterogenik dan 41
protein C-reaktif pada pasien yang diobat dengan atorvastatin.
c) Effect of Rosuvastatin on Progression of Carotid Intima-Media Thickness in Low-Risk Individuals With Subclinical Atherosclerosis (METEOR study) dalam Journal American Medical Association tahun 2007 menyatakan bahwa penggunaan rosuvastatin selama 2 tahun secara signifikan dapat mengurangi ketebalan carotid intima-media bila dibandingkan dengan placebo pada laki-
23
laki dan wanita dengan mean usia 57 tahun dengan nilai Framingham Risk 42
Score < 10%.
d) The YELLOW trial ( Reduction in Yellow Plaque by Aggressive Lipid Lowering Therapy) menunjukkan manfaat terapi intensif statin yaitu rosuvastatin 40 mg perhari selama 7 minggu terhadap plak lipid dalam koroner yang bukan target revaskularisasi pada pasien dengan multivessel 43
disease, ternyata menyebabkan regresi plak lipid tersebut.
e) Atorvastatin Versus Revascularization Treatment (AVERT) membandingkan antara penggunaan atorvastatin 80 mg sehari dengan tindakan percutaneous revascularization, diikuti selama 18 bulan pada pasien dengan angina pektoris stabil yang memiliki kadar LDL ≤115mg/dl, dan hasilnya sama efektifnya penggunaan penurun kadar LDL yang agresif dengan tindakan percutaneous 5,44
revascularization.
f) Study of Coronary Atheroma by Intravascular Ultrasound : Effect Rosuvastatin
versus
Atorvastatin
(SATURN
trial)
tahun
2012
membandingkan antara penggunaan rosuvastatin 40 mg dan atorvastatin 80 mg selama 104 minggu, dimana tujuan utamanya adalah Percent Ateroma Volume (PAV) dan tujuan keduanya adalah Total Atheroma Volume (TAV). Hasilnya adalah dosis maksimal dari rosuvastatin dan atorvastatin secara signifikan dapat mengurangi regresi plak aterosklerosis, dimana rosuvastatin lebih menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL dibandingkan atorvastatin, dan kedua regimen ini memiliki kemampuan regresi PAV yang 45
sama.
8. Statin pada Kondisi Tertentu
a) The assessment of Lescol in Renal Transplant (ALERT) tahun 2004 membandingkan penggunaan fluvastatin 40 mg/hari dan placebo pada pasien dengan transplantasi ginjal, menunjukkan adanya penurunan kejadian
24
kematian karena jantung, infark miokard non fatal, atau revaskularisasi 9
koroner sebesar 17%. b) The
Deutsche
Diabetes
Dialyse (4D)
membandingkan
penggunaan
atorvastatin 20 mg/hari dan placebo pada pasien DM tipe 2 yang menjalani dialisa,
menunjukkan
aanya
penurunan
kejadian
kematian
karena
9
kardiovaskular, infark miokard non fatal atau stroke sebesar 8%.
c) A Study to Evaluate the Use of Rosuvastatin in Subjects on Regular Hemodialysis: An Assessment of Survival and Cardiovascular Events (AURORA) tahun 2011 membandingkan penggunaan rosuvastatin 10 mg dan placebo pada pria dan wanita penderita diabetes berumur 50-80 tahun yang menjalani hemodialisa menunjukkan adanya penurunan kejadian kematian 46
karena kardiovaskular, infark miokard non fatal at au stroke sebesar 4%.
d) The Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS) tahun 2004, membandingkan penggunaan atorvastatin 10 mg dengan placebo pada pasien diabetes dengan 1 faktor risiko kardiovaskular, tidak ada riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya, dan kadar rata-rata LDL 117 mg/dl. Study ini dihentikan lebih awal karena insiden primary-end point (sindroma koroner akut, revaskularisasi koroner atau stroke) yang tinggi pada grup placebo setelah di follow-up selama 3,9 tahun. Atorvastatin mengurangi kejadian primary end point hingga 37% dan kematian karena semua sebab 27%. Yang terpenting dalam trial ini adalah keuntungan penggunaan statin pada pasien 33
diabetes tanpa memperhatikan nilai LDL.
e) The Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes (ACCORD LIPID) tahun 2010 membandingkan antara penggunaan statin pada pasien-pasien DM tipe 2 dengan fibrat dalam menurunkan risiko kardiovaskular. Dimana pada studi ini sejumlah 5518 pasien DM tipe 2 yang telah mendapatkan pengobatan dengan statin diberikan tambahan terapi dengan fibrat atau placebo. Hasilnya adalah kombinasi statin dan fibrat tidak menurunkan risiko kejadian
25
kardiovaskular fatal, infark miokard yang non fatal, atau stroke non fatal 47
dibandingkan dengan penggunaan statin sebagai monoterapi.
f) A Comparative Study with Rosuvastatin in Subjects with Metabolic Syndrome (COMETS trial) tahun 2005 membandingkan efektifitas, dan keamanan penggunaan rosuvastatin, atorvastatin dan placebo pada pasien sindroma metabolic dengan kadar LDL ≥130 mg/dl dan memiliki faktor risiko kardiovaskular >10%. Dimana pada studi ini mereka di pilih secara acak untuk diberikan rosuvastatin 10 mg, atorvastatin 10 mg atau placebo selama 6 minggu. Setelah itu pada grup rosuvastatin dan placebo mendapatkan rosuvastatin 20 mg, sedangkan group atorvastatin mendapatkan atorvastatin 20 mg selama 6 minggu. Hasilnya adalah terjadi penurunan yang signifikan dari
kolesterol
LDL
pada
mereka
yang
menggunakan
rosuvastatin
dibandingkan dengan atorvastatin, mereka yang menggunakan rosuvastatin target LDL dapat tercapai dan peningkatan kadar kolesterol HDL yang terjadi 48
signifikan.
g) The Atorvastatin Study for Prevention of Coronary Heart Disease Endpoints in
Non-Insulin-Dependent
Diabetes
Mellitus (ASPEN)
tahun
2006
membandingkan antara penggunaan atorvastatin 10 mg dengan placebo selama 4 tahun pada 2410 pasien DM sebagai pencegahan kejadian penyakit kardiovaskular. Hasilnya adalah penurunan angka endpoint tidak significan secara statistik, tetapi studi ini tidak mengurangi manfaat pemberian terapi 49
statin agar tercapai target LDL yang diinginkan.
26
27