BAB I PENDAHULUAN
Di antara penyakit degenerative atau penyakit yang tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan mendatang, diabetes adalah salah satu di antaranya. Peningkatan prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang adalah akibat dari peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dll. Data epidemiologis Negara berkembang masih belum banyak, oleh karena itu angka prevalensi yang dapat di telusuri terutama berasal dari Negara maju (Suyono, 2006). Diabetes Melitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbul timbulnya nya kompli komplikas kasii pada berbag berbagai ai organ organ tubuh tubuh sepert sepertii mata, mata, ginjal ginjal,, jantun jantung, g, pembuluh darah kaki, syaraf, dll. Nefropati Diabetik merupakan komplikasi mikrovaskul mikrovaskular ar dari diabetes diabetes mellitus. mellitus. Mekanisme Mekanisme patofisiol patofisiologi ogi nefropati nefropati diabetik diabetik tidak sepenuhnya sepenuhnya dimengerti dimengerti.. Abnormalita Abnormalitass awal yang dapat dibuktikan dibuktikan termasuk termasuk hipertensi hipertensi intrarenal intrarenal,, hiperfilt hiperfiltrasi rasi (laju filtrasi filtrasi glomerulus glomerulus meningkat[ meningkat[GFR]), GFR]), dan mikr mikroa oalb lbum umin inur uria ia..
Seca Secara ra klin klinis is,,
alat alat skri skrini ning ng yang ang
pali paling ng pent pentin ing g
untu untuk k
mengidentifikasi nefropati dari awal adalah deteksi mikroalbuminuria (Evans, 2000). Nefropati
diabetes
yang
lanjut
juga
menjadi
penyebab
utama
glomerulonekrosis dan stadium terakhir penyakit ginjal di seluruh dunia. Antara 20% dan 40% dari pasien dengan diabetes pada akhirnya berkembang menjadi nefropati, meskipun meskipun alasan alasan mengapa mengapa tidak semua pasien pasien dengan diabetes berkembang berkembang menjadi menjadi komplikasi yang tidak diketahui. Riwayat alami nefropati diabetik berbeda sesuai dengan jenis diabetes dan mikroalbuminuria (didefinisikan sebagai > 30 mg tetapi < 300 mg albumin dalam urin per hari) hadir. Jika tidak diobati, 80% orang yang memiliki diabetes tipe 1 dan mikroalbuminuria akan berlanjut menjadi nefropati yang jelas (yakni proteinuria ditandai oleh > 300 mg albuminase dieksresikan per hari). 1
Sedangkan hanya 20%-40% dari merekan dengan diabetes tipe 2 selama periode 15 tahun akan mengalami perkembangan sebagaimana Nielsen et al. memperlihatkan lebih dari satu dekade yang lalu, secara jelas, prediksi awal perkembangan perkembangan penyakit adalah adalah mening meningkat katnya nya tekanan tekanan darah darah sisto sistol, l, bahkan bahkan dalam dalam rentan rentang g prehyp prehypert ertens ensi. i. Diant Diantar araa pasi pasien en yang yang memi memili liki ki diabe diabete tess tipe tipe 1 denga dengan n nefr nefrop opat atii diab diabet etik ik dan hipertensi 50% akan terus berkembang menjadi stadium akhir penyakit ginjal dalam satu dekade (Dronavalli, 2008). Di dalam laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, disebutkan disebutkan bahwa nefropati nefropati diabetik diabetik menduduki menduduki urutan no ketiga (16,1%) (16,1%) setelah glomeruloefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis pielonefritis kronik (18,51%) sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah di indonesia (Roesli, 2001). Tinggi Tingginya nya preval prevalens ensii nefrop nefropati ati diabet diabetik ik sebaga sebagaii penyeb penyebab ab gagal gagal ginjal ginjal termi terminal nal juga juga menjad menjadii masala masalah h di negara negara lain. lain. Di amerik amerikaa dan eropa, eropa, DM telah telah menj menjad adii
peny penyeb ebab ab utam utamaa
terj terjad adin inya ya gaga gagall ginj ginjal al term termin inal al,,
seir seirin ing g
deng dengan an
meningkatnya prevalensi diabetes sekitar 20%-30% dari penderita DM baik tipe 1 atau tipe II berkembang berkembang menjadi menjadi nefropati nefropati diabetik. diabetik. Tetapi Tetapi pada DM tipe II lebih sedikit terjadinya terjadinya nefropati diabetik diabetik (ADA, 2003). Sekitar 35% penderita gagal ginjal terminal yang melakukan cuci darah di Amer Amerika ika dise disebab babka kan n oleh oleh nefr nefropa opati ti diab diabet etik ik.. Lapo Lapora ran n di erop eropaa meny menyebu ebutka tkan n prevalensi sebesar 15%, sedangkan prevalensi di Singapura pada tahun 1992 adalah 25%. Perbedaan prevalensi selain disebabkan adanya perbedaan kriteria diagnosis, mungkin juga disebabkan oleh perbedaan ras, genetik, geografi, atau faktor-faktor lain yang belum diketahui mengingat mahalnya pengobatan cuci darah dan cangkok ginjal. ginjal. Berbagai Berbagai upaya dilakukan untuk menegakkan menegakkan diagnosis diagnosis nefropati nefropati diabetik sedini mungkin, sehingga sehingga progrefitasnya menjadi gagal ginjal terminal dapat dicegah atau sedikitnya diperlambat (Roesli, 2001) BAB II NEFROPATI DIABETIK 2
2.1. DEFINISI
Pada umumnya, umumnya, nefropati nefropati diabetik diabetik didefinisik didefinisikan an sebagai sebagai sindrom sindrom klinis klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 – 6 bulan. Di Amerik Amerikaa dan Eropa, Eropa, nefrop nefropati ati diabet diabetik ik merupa merupakan kan penyebab penyebab utama utama gagal gagal ginjal ginjal terminal. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi DM (Sudoyo, 2006).
2.2. EPIDEMIOLOGI
Diabetes mellitus mengambil peran sebesar 30-40% sebagai penyebab utama stadium akhir penyakit ginjal kronis di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang diawali diawali dengan nefropati nefropati diabetik diabetik (Ayodele, (Ayodele, 2004). Progresivitas Progresivitas nefropati diabetik diabetik menga mengara rah h stad stadiu ium m akhir akhir peny penyaki akitt ginj ginjal al diper diperce cepat pat denga dengan n adany adanyaa hipe hipert rten ensi si (Kronenberg,2008). Angka kejadiannya nefropati diabetik pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 leih besar banyak daripada tipe 1. Pasien diabetes mellitus mellitus tipe 2 dengan end-stage renal failure (ESRF) jumlahnya jumlahnya saat ini meningkat meningkat karena meningkatnya pula prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dan secara progresif akan akan menuru menurunkan nkan angka angka kemati kematian an yang yang disebab disebabkan kan oleh oleh penyakit penyakit jantun jantung g dan pembuluh darah (Kronenberg, 2008). Insidensi nefropati diabetik terutama banyak terjadi pada ras kulit hitam dengan frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Sementara itu, tidak ada perbedaan yang begitu signifikan kejadian nefropati diabetik antara pria dan wanita (Batuma, 2011). Di Amerik Amerika, a, nefrop nefropati ati diabet diabetik ik merupa merupakan kan salah salah satu satu penyebab penyebab kemati kematian an terti tertinggi nggi di antara antara semua semua kompli komplikasi kasi diabet diabetes es mellit mellitus, us, dan penyeb penyebab ab kemati kematian an terser tersering ing adalah adalah karena karena kompli komplikas kasii kardio kardiovas vaskul kular. ar. Prognos Prognosis is yang yang buruk buruk akan akan muncul apabila terjadi progresi nefropati diabetik dan memburuknya fungsi ginjal 3
yang yang cepat cepat sehing sehingga ga menye menyebabka babkan n mortal mortalita itass 70-100 70-100 kali kali lebih lebih tinggi tinggi dari dari pada populasi normal. Bahkan dengan upaya dialisa, kelangsungan hidupnya pun masih rendah yitu sepertiga pasien meninggal dalam satu tahun setelah dimulai dialisa. Pasien nefropati diabetik yang menjalani terapi penggantian ginjal, morbiditasnya 2-3 kali lebih tinggi disbanding pasien nondiabetik dalam penyakit ginjal stadium akhir (Eppens, 2006).
2.3. PREVALENSI
Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1 menyatakan bahwa 30-40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi nefropati diabetik dini dalam waktu waktu 5-15 5-15 tahun tahun setela setelah h diketa diketahui hui mender menderita ita diabet diabetes. es. Apabil Apabilaa telah telah berlan berlanjut jut manjadi nefropati diabetik, maka perjalanan penyakitnya tidak dapat dihambat lagi. Dengan demikian setelah 20-30 tahun menderita diabetes maka sekitar 40-50% akan mengal mengalami ami gagal gagal ginjal ginjal yang yang membut membutuhka uhkan n cuci cuci darah darah dan transp transplat latasi asi ginjal ginjal (Molitch, 2004). Pada penderi penderita ta diabet diabetes es melli mellitus tus tipe tipe 2 diperk diperkira irakan kan sekita sekitarr 5-10% 5-10% dari dari penderita akan menjadi gagal ginjal terminal. Secara persentasi tidak terlalu besar, tetapi mengingat jumlah penderita diabetes mellitus tipe - tipe lebih banyak maka secara keseluruhan jumlah penderita gagal ginjal terminal pada penderita diabetes mellitus mellitus tipe 2 akan lebih banyak banyak (Evans, (Evans, 2008). Prevalensi Prevalensi nefropati nefropati diabetik diabetik di Negara barat sekitar 16%. Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes mellitus tipe 2 di Asia terjadi pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di Philipine sebesar 20,8%, sedang fi Hongkong 13,1. Di Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3% (Santoso, 2010).
2.4. FAKTOR RESIKO 4
FaktorFaktor-fak faktor tor risik risiko o terjad terjadiny inyaa nefrop nefropati ati diabet diabetik ik antara antara lain lain hipert hipertens ensi, i, glikosilas glikosilasii hemoglobin, hemoglobin, kolesterol kolesterol total, total, peningkatan peningkatan usia, resistens resistensii insulin, insulin, jenis kelamin, ras (kulit hitam), dan diet tinggi protein (Arsono, 2005). Hipe Hipert rten ensi si atau atau teka tekana nan n dara darah h yang yang tingg tinggii meru merupa paka kan n komp kompli lika kasi si dari dari penyakit diabetes mellitus dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadiny terjadinyaa nefropati nefropati diabetik. Hipertensi Hipertensi yang tak terkontrol terkontrol dapat meningkatkan meningkatkan progresivitas untuk mencapai fase nefropati diabetik yang lebih tinggi (Fase V nefropati diabetik) (Santoso, 2010). Tidak semua pasien diabetes mellitus tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa factor risiko antara lain: 1. Hipertensi Hipertensi dapat menjadi penyebab dan akibat dari nefropati diabetik. Dalam glomer glomerulu ulus, s, efek efek awal awal dari dari hipert hipertens ensii sistem sistemik ik adalah adalah dilata dilatasi si arteri arteriola ola afferentia, yang berkontribusi kepada hipertensi intraglomerular, hiperfiltrasi, dan keru kerusa saka kan n hemo hemodi dinam namik ik.. Resp Respon on ginj ginjal al terh terhad adap ap syst system em renni renninnangiotensin menjadi abnormal pada ginjal diabetes. Untuk alas an ini, agen yang dapat mengkoreksi kelainan tekanan intraglomerular dipilih dalam terapi diabetes (Santoso, 2010). ACE inhibitor secara spesifik menurunkan tekanan arteriola efferentia, karena dengan menurunkan tekanan intraglomerular dapat membantu melindungi glomerulus dari kerusakan lebih lanjut, yang terlihat dari efeknya pada mikroalbuminuria (Velasquez,1998).
2. Predisposisi genetika barupa riwayat keluarga mengalami nefropati diabetik
dan hipertensi (Santoso, 2010). 3. Kepekaa Kepekaan n (susce (suscepti ptibil bility ity)) nefrop nefropati ati diabeti diabetik k a. Antige Antigen n HLA HLA (Hum (Human an Leuko Leukosit sit Antige Antigen) n) Beberapa penelitian menemukan hubungan factor genetic tipe antigen HLA dengan kejadian nefropati diabetik. Kelompok penderita diabetes 5
dengan nefropati nefropati lebih lebih sering sering mempunyai mempunyai Ag tipe HLA-B9 (Santoso, 2010). b. Glukosa Transporter (GLUT) Seti Setiap ap pende penderi rita ta diabe diabete tess mell mellit itus us yang yang memp mempuny unyaa GLUT GLUT 1-5 1-5 mempuny mempunyai ai potens potensii untuk untuk mendap mendapat at nefrop nefropati ati diabet diabetik ik (Santo (Santoso, so, 2010). 4. Hipe Hiperrgli glikem kemia Kontrol metabolic yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati diabetik. diabetik. Nefropati Nefropati diabetik jarang terjadi pada orang dengan HbA <7,5-8,0^ (Di Landro, 1998). Pada akhirnya glukosa memiliki arti dan pertanda klinis untuk untuk kelai kelainan nan metab metabol olic ic yang yang memi memicu cu nefro nefropa pati ti diab diabet etik ik (The (The DCCT DCCT Research Group, 1993). 5. Kelainan Kelainan metabolic metabolic lain yang berhubungan dengan keadaan keadaan hiperglikem hiperglikemia ia
juga berperan dalam perkembangan nefropati diabetik termasuk AGEs dan polyols. AGEs ialah hasil pengikatan nonenzimatik, yang tidak hanya mengu mengubah bah stru strukt ktur ur ters tersie ierr prot protei ein, n, tapi tapi juga juga meng mengha hasi silka lkan n intr intraa dan intermolecular silang. Berbagai macam protein dipengaruhi oleh proses ini. Kadar Kadar AGEs AGEs di sirk sirkul ulas asii dan jari jaring ngan an dike diketa tahu huii berhu berhubun bunga gan n denga dengan n mikroalbuminuria pada pasien diabetes. Kadar AGEs pada dinding kolagen arteri lebih besar 4 kali pada orang dengan diabetes (Makita,1991). Pasien diabetes dengan ESRD memiliki AGEs di jaringan dua kali lipat lebih banyak daripada pasien diabetes tanpa gangguan ginjal (Sudoyo, 2006). 6. Merokok Meroko Merokok k mening meningkat katkan kan progre progresi si nefrop nefropati ati diabet diabetik ik (Marca (Marcanto ntoni, ni, 1998). 1998). Analisis mengenai factor resiko menunjukan bahwa merokok meningkatkan kejadian nefropati diabetik sebesar 1,6 kali lipat lebih besar (Mehler,1998).
2.5. ETIOLOGI
6
Fakt Faktor or-f -fak akttor
eti etiolog ologis is
timbu imbuln lny ya
nefr nefrop opat atii
diab diabet etik ik
anta antarra
lain ain
(Hendromartono, 2006): 1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa > 140 – 160 mg/dl
[7.7 – 8.8 mmol/l]); dimana A1C > 7 – 8 % 2. Faktor-faktor genetis
Kelain inan an 3. Kela
hemo hemodi dina nami mik k
(pen (penin ingk gkat atan an
alir aliran an
dara darah h
ginj ginjal al
dan dan
LFG, LFG,
peningkatan tekanan intraglomerulus) 4. Hipertensi sistemik 5. Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik) 6. Inflamasi 7. Perubahan permeabilitas pembuluh darah 8. Asupan protein berlebih 9. Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced
glycation end products, products, peningkatan produksi sitokin) 10.
Pelepasan growth Pelepasan growth factors
11.
Kelainan metabolisme karbohidrat / lemak / protein
12.
Kelain Kelainan an strukt struktura urall (hiper (hipertro trofi fi glomer glomerulu ulus, s, ekspan ekspansi si mesangi mesangium, um,
penebalan membrana basalis glomerulus) 13.
Gangguan ion pump (peningkatan Na+ - H+ pump dan penurunan Ca2+ -
ATPase pump ATPase pump)) 14.
Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia) hipertrigliseridemia)
15.
Aktivasi protein kinase C
2.6. KLASIFIKASI
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada DM lebih banyak dipelajari pada DM tipe 1 daripada tipe 2, dibagi menjadi 5 tahapan (Sudoyo, 2006). Tahap 1
Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disert disertai ai dengan dengan hiperf hiperfil iltra trasi si dan hipert hipertrop ropii ginjal ginjal.. Albumi Albuminur nuria ia belum belum nyata nyata dan
7
tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masib reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe 1 ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan normal kembali. Tahap 2
Pada Tahap ini terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubahan morfol morfologik ogik ginjal ginjal dan faal faal ginjal ginjal berlan berlanjut jut,, dengan dengan LFG masih masih tetap tetap mening meningkat kat.. Albumi Albuminuri nuriaa hanya hanya akan mening meningkat kat setela setelah h latiha latihan n jasman jasmani, i, keadaa keadaan n stress stress atau atau kendali metabolic yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya saja sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolic. Tahap ini selalu disebut sebagai tahap sepi (Silent Stage) atau disebut juga tahap asimptomatik. Tahap 3
Pada tahap tahap ini ditemu ditemukan kan mikro mikroalb albumi uminur nuria ia atau atau nefrop nefropati ati insipi insipien. en. LFG meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju eksresi albumin dalam urin adalah 20 – 200 ig/menit (30 – 300 mg/24 jam). Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium mesangium fraksional fraksional dalam glomerulus. glomerulus. LFG masih masih tetap tinggi dan tekanan tekanan darah masi masih h teta tetap p ada dan dan mula mulaii meni mening ngkat kat.. Keada Keadaan an ini ini dapat dapat bert bertah ahun un0t 0tah ahun un dan dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali g lukosa dan tekanan darah yang kuat.
Tahap 4
Tahap ini merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, seperti yang ditunjukkan Gamba Gambarr 1, dan juga timbul hipertensi pada sebagi sebagian an besar besar pasien pasien.. Sindro Sindroma ma nefrot nefrotik ik sering sering ditemu ditemukan kan pada tahap tahap ini. ini. LFG menuru menurun, n, sekita sekitarr 10 ml/me ml/menit nit/ta /tahun hun dan kecepat kecepatan an penuru penurunan nan ini berhubu berhubunga ngan n dengan tingginya tekanan darah.
8
Gambar 1. Gambaran Histologis Nefropati Diabetik
Sumber: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378874112000888
Tahap 5
Ini adalah tahap gagal ginjal atau End Stage Renal Failure, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialysis maupun cangkok ginjal.
9
Gambar 2. Progresi Kerusakan Ginjal Kronik
2.7. PATOFISIOLOGI
Hingga saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut (Sudoyo, 2006). Mekanisme terjadinya peningkatan LFG pada nefropati diabetik masih belum jelas, tetapi diduga disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam asam amino amino dan protei protein n (reaks (reaksii Mallar Mallard d dan Browni Browning) ng).. Proses Proses ini akan akan terus terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai dengan tahap-tahap menurut Mogensen. Hipertensi yang timbul timbul bersam bersamaa dengan dengan bertam bertambahn bahnya ya kerusa kerusakan kan ginjal ginjal juga juga akan mendor mendorong ong sklerosis pada ginjal pasien DM. diperkirakan bahwa hipertensi pada DM terutama disebabkan disebabkan oleh spasme spasme arteriol arteriol eferen eferen intrarenal intrarenal atau intraglom intraglomerulus erulus (Sudoyo, (Sudoyo, 2006). 10
Teori patogenesis nefropati diabetik menurut Viberti (Permanasari, 2010) : 1. Hipe Hiperrgli glikem kemia Diabet Diabetes es Contro Controll and Compli Complicat cation ion Trial Trial (DCCT) (DCCT) dalam dalam peneli penelitia tianny nnyaa mengatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dapat menurunkan resiko perkembangan nefropati diabetik. Perbaikan kontrol glukosa pada penderita DM tipe 2 dapat mencegah kejadian kejadian mikroalbum mikroalbuminuri inuria. a. Keadaan mikroalbumi mikroalbuminuria nuria akan memperberat memperberat kejadia kejadian n nefrop nefropati ati diabet diabetik. ik. Dengan Dengan buktibukti-buk bukti ti ini menunj menunjukan ukan bahwa bahwa hubungan antara hiperglikemia dengan nefropati tidak ada yang meragukan, ini tampak pada kenyataan bahwa nefropati dan komplikasi mikroangiopati dapat kembali normal bila kadar glukosa darah terkontrol. 2. Glik Glikol olis isas asii Non Enzi Enzima mati tik k Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik asam amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang akan menghas menghasilk ilkan an produk produk AGEs AGEs (Advan (Advanced ced Glycosy Glycosylat lation ion Product Products). s). Penimbunan AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginja dalam jangka panjang akan merusak membrane basalis dan mesangium yang akhirnya akan merusak seluruh glomerulus. 3. Poly Polyol olpa path thy yway way Dalam Dalam polyol polyolpat pathway hway,, glukos glukosaa akan akan diubah diubah menjadi menjadi sorbit sorbitol ol oleh oleh enzim enzim aldose reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan peran utama dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meni mening ngka katt maka maka sorb sorbit itol ol akan akan meni mening ngka katt dala dalam m sel sel ginj ginjal al dan dan akan akan menga mengaki kibat batkan kan kura kurang ngny nyaa kadar kadar mioi mioino nosi sito tol, l, yang yang akan akan mengg menggan anggu ggu osmoregulase sel sehingga sel itu rusak. 4. Gluk Glukot otok oksi sisi sita tass Konsistensi Konsistensi dengan penemuan penemuan klinik klinik bahwa hiperglikemia hiperglikemia berperan berperan dalam perkembangan nefropati n efropati diabetik studi tentang sel ginjal dan glomerulus yang disolasi menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan menambah 11
penimbunan matriks ekstraselular. Menurut Lorensi, sehingga dapat terjadi nefropati diabetik. 5. Hipertensi Hipertensi mempunyai peranan paling dalam patogenesis nefropati diabetik disamping hiperglikemia. Penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes dengan hipertensi hipertensi lebih banyak mengalami nefropati nefropati dibandingkan dibandingkan penderita diabetes tanpa hipertensi. Hemodinamik dan hipertropi mendukung adanya hipertensi sebagai penyebab terjadinya hipertensi glomerulus dan hiperfiltrasi. Hiperfilt Hiperfiltrasi rasi dari neuron yang sehat lambat lain akan menyebabkan sclerosis sclerosis dari nefron tersebut. Jika dilakukan penurunan tekanan darah, maka penyakit ini akan reversible. 6. Prot Protei einu nuri riaa Proteinuria merupakan predictor independent dan kuat dari penurunan fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif lainnya. Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan tubulointertisiel dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat maka akan terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte chemotractant protein-I (MCP-1). Factor factor ini akan merubah ekspr ekspres esii dari dari propro-in infl flam amat atory ory dan dan fibr fibrit itic ic cyto cytoki kine ness dan infi infilt ltra rasi si sel sel mononuclear, mononuclear, menyebabkan menyebabkan kerusakan kerusakan dari tubulointe tubulointertis rtisiel iel dan akhirnya akhirnya terjadi renal scarring dan insufisiensi. Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan dengan pasti. Pengaruh Pengaruh genetik, genetik, lingkungan, lingkungan, faktor metabolik, metabolik, dan hemodinamik hemodinamik berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada jaringan ginjal seba sebaga gaii bagi bagian an dasar dasar terj terjad adin inya ya nefr nefrop opat atii diab diabet etik ik adal adalah ah terj terjad adin inya ya pros proses es hiperfilt hiperfiltrasirasi-hiper hiperperfus perfusii membran membran basal glomerulus glomerulus.. Gambaran Gambaran histologi histologi jaringan jaringan 12
pada
nefropati
glom glomer erul ulus us,,
diabetik
eksp ekspan ansi si
memperlihatkan
mesa mesang ngia iall
adanya
glom glomer erul ulus us
penebalan
yang ang
membran
akhi akhirn rnya ya
basal
meny menyeb ebab abka kan n
glomerulosklerosis, hyalinosis arteri aferen dan eferen serta fibrosis tubulo intertitial. Berbagai Berbagai fakto berperan dalam terjadinya terjadinya kelainan kelainan tersebut. tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun (glukotoksisitasi) pada penderita yang mempunya predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah faktor lainnya dapat menimbulkan nefropati diabetik. Glukotoksisitas terhadap basal membran dapat melalui 2 jalur (Bethesda, 2010) : 1) Alur Alur metabol metabolik ik (meta (metabol bolik ik pathway pathway)) Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia, glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik dengan asam amino bebsa menghasilkan AGEs (Advance Glycosilation End-products) peningkatan AGEs akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi jalur poliol, dan akti aktiva vasi si prot protei ein n kina kinase se C. Pada Pada alur alur poli poliol ol (pol (polyo yoll path pathwa way y) terj terjad adii peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi glukosa oleh oleh
akt aktivas vasi
enzi enzim m
aldo aldosse
reduk edukttase. ase.
Peni Pening ngka kattan
sorbi orbittol
akan akan
mengakibatkan mengakibatkan berkurangnya berkurangnya kadar inositol yang menyebabkan menyebabkan gangguan gangguan osmolaritas membran basal.
13
Gambar 3. Patogenesis Nefropati Diabetik
14
Gambar 4. Mekanisme Polyol Pathyway
Penjelasan: Penjelasan: Aldose reduktase reduktase adalah enzim utama pada jalur polyol, yang merupakan sitosolik monomerik oxidoreduktase yang mengkatalisa NADPHdepen depende dent nt reduc reducti tion on dari dari seny senyaw awaa karb karbon on,, term termas asuk uk gluk glukos osa. a. Aldo Aldose se reduktase mereduksi aldehid yang dihasilkan oleh ROS (Reactive Oxygen Species) Species) menjadi menjadi inaktif inaktif alkohol alkohol serta serta mengubah mengubah glukosa glukosa menjadi menjadi sorbitol sorbitol dengan menggunakan NADPH sebagai kofaktor. Pada sel, aktivasi aldose redukt reduktase ase cukup cukup untuk untuk mengur mengurangi angi glutac glutachio hione ne (GSH) (GSH) yang yang merupak merupakan an tamb tambah ahan an
stre stress ss
oksi oksida dati tif. f.
Sorb Sorbit itol ol
dehy dehydr drog ogen enas asee
berf berfun ungs gsii
untu untuk k
mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa menggunakan NAD-sebagai kofaktor. 2) Alur Alur Hem Hemodin odinam amik ik Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada penderita DM terjadi akibat glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan pada sel endotel pembuluh darah. Faktor hemodinamik diawali dengan peningkatan hormon vasoaktif seperti
15
angiote angiotensi nsin n II. Angiot Angiotens ensin in II juga juga berper berperan an dalam dalam perjal perjalanan anan nefrop nefropati ati diabet diabetik. ik. Angiote Angiotensi nsin n II berper berperan an baik baik secara secara hemodin hemodinami amik k maupun maupun nonhemodin hemodinami amik. k. Peranan Peranan terseb tersebut ut antara antara lain lain merang merangsan sang g vasoko vasokonst nstrik riksi si sistemik, meningkatnya tahanan kapiler arteriol glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstraselular, serta stimulasi chemo chemoki kine ness yang yang bersi bersifa fatt fibr fibroge ogeni nik. k. Hipot Hipotes esis is ini ini didu diduku kung ng denga dengan n meni mening ngka katn tnya ya
kada kadarr
pror proren enin in,,
akti aktivi vita tass
fakt faktor or
non non
Will Willeb ebra rand nd
dan dan
trombomodulin sebagai penanda terjadinya gangguan endoteol kapiler. Hal ini juga
yang
dapat
menjelaskan
mengapa
pada
penderita
denga
mikroalbum mikroalbuminuria inuria persisten, persisten, terutama terutama pada DM tipe2, lebih banyak terjadi terjadi kematian akbiat kardiovaskular dari pada akibat GGT. Peran hipertensi dalam patogenesis diabettik kidney disease masih kontroversial, terutama pada penderita DM tipe 2 dimana ada penderita ini hipertensi dapat dijumpai pada awal malahan malahan sebelum sebelum diagnosis diagnosis diabetes diabetes ditegakkan. ditegakkan. Hipotesis Hipotesis mengatakan bahwa hipertensi tidak berhubungan langsung dengan terjadinya nefropati tetapi tetapi memper mempercepa cepatt progre progresiv sivee ke arah arah GGT pada penderi penderita ta yang yang sudah sudah mengalami diabetik kidney disease. Dari kedua faktor di atas maka akan terjadinya peningkatan TGF beta yang akan menyebabkan proteinuria melalui peningkatan permeabilitas vaskuler. TGF beta juga akan meningkatkan akumulasi ektraselular matriks yang berperan dalam terjadinya nefropati diabetik (Bethesda,2010). Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Adanya pertumbuhan dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik pada DM. perubahan dasar atau disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesa mesangi ngial al ginj ginjal al.. Semuan Semuanya ya peny penyeba ebabk bkan an peru peruba bahan han pada pada pert pertum umbu buhan han dan kela kelang ngsu sung ngan an hidu hidup p sel, sel, yang yang kemu kemudi dian an pada pada gili gilira ranny nnyaa akan akan meny menyeba ebabk bkan an komplikasi vaskuler diabetes. Pada nefropati diabetik terjadi peningkatan glomerular. 16
Semua Semua itu itu akan akan menye menyebabk babkan an berkur berkurangn angnya ya area area filtr filtrasi asi dan kemudia kemudian n terjad terjadii perubahan yang mengarah kepada terjadinya glomerulsklerosis (Sudoyo, 2006). Patoge Patogenes nesis is terjad terjadiny inyaa kelain kelainan an vaskul vaskuler er pada pada DM melipu meliputi ti terjad terjadiny inyaa imbalans imbalans metabolik metabolik maupun hormonal. hormonal. Pertumbuhan Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel juga berespon terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama angiotensin 2. 2. Dipihak lain hiperinsulinemi seperti yang tampak pada DM tipe 2 atau pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat angiotensin pada sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangia. Jelas baik faktor hormonal maupun metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskuler diabetis (Sudoyo, 2006). Jaringan Jaringan yang rentan terhadap terhadap terjadiny terjadinyaa komplikasi komplikasi kronik DM (jaringan saraf,jaringan kardiovaskuler, sel endotel pembuluh darah dan sel retina (lensa mata) mempuny mempunyai ai kemamp kemampuan uan untuk untuk memasu memasukkan kkan glukos glukosaa dari dari lingku lingkungan ngan sekit sekitar ar ke dalam sel tanpa memerlukan insulin (insulin independent), agar dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut digunakan untuk energi di otot maupun untuk disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi pada keadaan hiperglikemi kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistem transport glukosa yang insulint dependent ini, sehingga sel akan kebanjiran masuknya glukosa, suatu keadaam yang disebut sebgai hiperglisolia (Sudoyo, 2006). Hiperglisol Hiperglisolia ia kronik kronik akan mengubah mengubah homeostasi homeostasiss biokimiawi biokimiawi sel tersebut tersebut yang yang kemudi kemudian an berf berfun ungs gsii dan berp berpot otens ensii untu untuk k terj terjad adiny inyaa peruba perubaha han n dasa dasar r terbentuknya komplikasi kronik diabetes, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi sepert sepertii jalur jalur redukt reduktase ase aldosa aldosa,, jalur jalur stres stres oksida oksidatif tif sitopl sitoplasm asmik, ik, jalur jalur pleiot pleiotrop ropik ik protein kinase C dan terbentuknya spesies glikosilasi jalur intraseluler (Sudoyo, 2006). Pada jalur reduktase aldosa ini, oleh enzim reduktase aldosa, dengan adanya coenzim NADPH, glukosa akan diubah menjadi sorbitol. Kemudian oleh sorbitol 17
dehidrogenase dehidrogenase dengan memanfaatka memanfaatkan n nikotiamid nikotiamid adenin dinukleoti dinukleotida da teroksidasi teroksidasi (NAD), sorbitol akan dioksidasi menjadi fluktosa. Sorbitol dan fluktosa keduanya tidak terfosforilisasi, tetapi bersifat hidrofilik, sehingga lamban penetrasinya melalui membran membran lipid lipid bilayer. bilayer. Akibatnya Akibatnya terjadi terjadi akumulasi akumulasi poliol poliol intraselul intraseluler, er, dan sel akan berkembang , bengkak akibatnya masuk air ke dalam sel karena proses osmotik. Sebagai lain akibat keadaan tersebut, tersebut, akan terjadi terjadi pula imbalans imbalans ionik dan imbalans metabo metabolik lik yang yang secara secara keselu keseluruh ruhan an akan megaki megakibat batkan kan terjad terjadiny inyaa kerusa kerusakan kan sel terkait (Sudoyo, 2006). Aktifitas jalur poliol akan menyebabkan meningkatnya turn over NADPH, diikuti dengan menurunnyarasio NADPH sitosol bebas terhadap NADP. Rasio sitosol NADPH terhadap NADP ini sangat penting dan kritikal untuk fungsi pembuluh darah. darah. Menuru Menurunny nnyaa rasio rasio NADPH NADPH sitoso sitosoll terhada terhadap p NADP NADP ini dikena dikenall sebaga sebagaii keadaan pseudohipoksia. Hal ini yang penting pula adalah bahwa sitosol NADPH juga sangat penting dan diperlukan untuk proses defends antioksidans. Glutein reduktase juga memerlukan sitosol NADPH untuk menetralisasikan sebagai oksidans intraseluler. Menurunnya rasio NADPH dengan demikian menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang lebih besar. Terjadinya hiperglikosolia melalui jalur sorbitol ini juga memberikan pengaruh pada beberapa jalur metabolic lain seperti terjadinya glikasi nonenzimatik intraselular dan aktivasi preotein kinase C. Jalur Pembentukan Produk Akir Glikasi Lanjut (Sudoyo, 2006). Proses glikaso protein non-enzimatik terjadi baik intra maupun ektraselular. Proses Proses glikas glikasii ini diperc dipercepat epat oleh oleh adanya adanya stress stress oksida oksidatif tif yang yang menin meningkat gkat akibat akibat berbagai keadaan dan juga oleh peningkatan aldosa. Modifikasi protein oleh karena proses glikasi ini akan menyebabkan terjadinya oerubahan pada jaringan dan perubahan pada sifat sel melalui terjadinya Cross linking protein yang terglikosilasi tersebut. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan fungsi sel secara langsung, dapat juga secara tidak langsung melalui perubahan pengenalan oleh reseptornya atau perubahan pada tempat pengenalannya sendiri (Sudoyo, 2006).
18
Pengenalan produk glikasi lanjut yang berubah oleh reseptor AGE (RAGEReseptor for Advance Glycation End Product) mungkin merupakan hal penting untuk meudia meudian n terjadi terjadinya nya kompli komplikas kasii kronik kronik diabet diabetes. es. Segera Segera setela setelah h perika perikatan tan antara antara RAGE dan ligandnya, akan terjadi aktivasi mitogen activated protein kinase (MAPK) dan transf transform ormasi asi inti inti dari dari factor factor transk transkips ipsii gen target target terkai terkaitt dengan dengan mekani mekanisme sme proinflamatori dan molekul perusak jaringan (Sudoyo, 2006).
Jalur Protein Kinase (Sudoyo, 2006). Hiperglikem Hiperglikemia ia intraselu intraselular lar (hipergliso (hiperglisolia) lia) akan menyebabkan menyebabkan meningkatny meningkatnyaa diasig diasigli liser serol ol (DAG) (DAG) intras intraselu elular lar,, dan kemudi kemudian an selanj selanjutn utnya ya pening peningkat katan an protei protein n Kinase C, terutama PKC Beta. Perubahan tersebut kemudian akan berpengaruh pada sel endote endotel, l, menyeb menyebabka abkan n terjad terjadiny inyaa perubah perubahan an vasore vasoreakt aktiva ivasi si melalu melaluii keadaan keadaan meni meningk ngkat atny nyaa endot endotel elin in 1 dan menu menuru runny nnyaa e-NO e-NOS. S. peni pening ngkat katan an PKC PKC akan akan menyebabkan proliferasi sel otot polos dan juga menyebabkan terbentuknya sitolin serta berbagai factor pertumbuhan seperti TGF Beta dan VEGF. Protein Kinase C juga akan berpengaruh menurunkan aktivasi fibronolis. Semua keadaan tersebut akan menyebabkan menyebabkan perubahan-per perubahan-perubahan ubahan yang selanjutny selanjutnyaa akan mengarah mengarah kepada proses angiopati diabetic (Sudoyo, 2006).
Jalur Stres Oksidatif (Sudoyo, 2006) Stress oksidatif terjadi apabila ada peningkatan pembentukan radikal bebas dan menurunnya system pentralan dan pembuangan tadikal bebas tersebut. Adanya peningkatan stress oksidatif pada penyandang diabetes akan menyebabkan terjadinya proses autooksidatif glukosan dan berbagai substrat lain seperti asam amino dan lipid. Peningkatan stress oksidatif juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan proses glikasi protein yang kemudian berlanjut denan meningkatnya produk glikasi lanjut. Peningkatan stress oksidatif pada gilirannya akan menyebabkan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sel endotel pembuluh darah yaitu dengan terjadinya
19
peroksidasi membran lipid, aktifasi factor transkripsi (NF-kB), peningkatan oksidasi LDL dan kemudan juga pembentukan produk glikasi lanjut. Memang didapatkan saling pengaruh antara produk glikasi lanjut dan spesies oksi oksigen gen reak reakti tiff (rea (react ctiv ivee oxygen oxygen spes spesie iess-RO ROS) S).. Produ Produk k glik glikas asii lanju lanjutt akan akan memfasilitasi pembentukan spesies oksigen reaktif akan memfasilitasi pembentukan produk glikasi lanjut. Spesies oksigen reaktif akan merusak lipid dan protein melalui proses oksidasi, cross linking dan fragmentasi yang kemudian memfasilitasi pembentukan ROS, melalui perubahan structural dan perubahan fungsi protein (pembuluh darah, membran sel dsb). Seperti Seperti yang telah dikemukakan, dikemukakan, proses selanjutny selanjutnyaa setelah setelah berbagai berbagai jalur biokimiawi yang mungkin berperan pada pembentukan komplikasi kronik DM melibatkan berbagai proses patobiologik terjadinya komplikasi kronik DM.
Inflamasi (Sudoyo, 2006) Dari pembicaraan diatas tampak bahwa berbagai mekanisme dasar mungkin berperan dalam terbentuknya komplikasi kronik DM yaitu antara lain aktivasi jalur redukt reduktase ase aldosa aldosa,, stress stress oksida oksidatif tif,, terbent terbentukny uknyaa jalur jalur akhir akhir glikas glikasii lanjut lanjut atau atau prekursornya serta aktifasi PKC, yang semua itu akan menyebabkan terjadinya disfun disfungsi gsi endotel endotel,, mengga mengganggu nggu dan merub merubah ah sifat sifat berbaga berbagaii protei protein n pentin penting, g, dan kemudian akan memacu terbentuknya sitokin proinflamasi serta factor pertumbuhan sepe sepert rtii TGFTGF-B B dan VEGF VEGF.. Berb Berbag agai ai macam macam sito sitoki kin n sepe sepert rtii mole molekul kul adhes adhesii (ICAM,VICAM,E-selectin,P-selectin dsb.) dengan jelas sudah terbuktinya meningkat jumlahnya pada penyandang DM. Prototipe petanda adanya proses inflamasi yaitu CPR CPR dan dan NF-kB, NF-kB, pada pada peny penyand andan ang g DM juga juga jela jelass meni meningk ngkat at seir seirin ing g deng dengan an mening meningkat katnya nya kadar kadar Alc. Alc. Jelas Jelas bahwa bahwa proses proses inflam inflamasi asi pentin penting g pada pada terjad terjadiny inyaa komplikasi kronik DM. Peptida Vasoaktif (Sudoyo, 2006) Berbagai peptida berpengaruh pada pengaturan pembuluh darah dan disangka mungkin berperan pada terjadinya komplikasi kronik DM. Insulin merupakan peptida 20
pengatur yang terutama mengatur kadar glukosa darah. Insulin juga mempunyai peran pengatur mitogenik. Pada kadar yang biasa didapatkan pada penyandang DM dan hipertensi hipertensi,, insulin insulin dapat memfasilitasi memfasilitasi terjadiny terjadinyaa proliferas proliferasii sel seperti seperti otot polos pembeluh darah. Insulin juga mempunyai pengaruh lain yaitu sebagai hormon vasaktif. vasaktif. Insulin secara fisiologis fisiologis melalui NO dari endotel mempunyai mempunyai pengaruh pengaruh terhad terhadap ap terjad terjadiny inyaa vasodi vasodilat latasi asi pembul pembuluh uh darah. darah. Pengaru Pengaruh h ini bergant bergantung ung pada banyaknya insulin dalam darah (dose dependent). Pada keadaan resistensi insulin dengan adanya hiperinsulinemia pengaruh insulin untuk terjadinya vasodilatasi akan menurun. Peptida vasoaktif yang lain adalah angiotensin II, yang dikenal berperan pada patogenesis terjadinya pertumbuhan abnormal pada jaringan kardiovaskuler dan jaringan ginjal. Pengaruh angiotensin an giotensin II dapat terjadi melalui 2 macam reseptor yaitu reseptor ATI dan reseptor 2, sebagian besar reseptor fisiologis terhadap angiotensin II memakai Accinhibitor, terbukti dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Prokoagulan (Sudoyo, 2006) Seger Segeraa sete setela lah h terj terjadi adiny nyaa aktiv aktivas asii PKC PKC akan akan terj terjadi adi penur penurun unan an fung fungsi si fibrolisis dan kemudian akan menyebabkan meningkatnya keadaan prokoagulasi yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan kemungkinan penyumbatan pembuluh darah. Pada penyandang DM dengan adanya gangguan terhadap pengaturan berbagai maca macam m fung fungsi si trom trombo bosi sit, t, yang yang kemu kemudia dian n juga juga akan akan menam menambah bah kemu kemungk ngkin inan an terjadinya keadaan prokoagulasi pada penyandang DM dengan demikian jelas adanya peran factor prokoagulasi ada kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM. PPAR (Sudoyo, 2006) Ekspre Ekspresi si PPAR PPAR didapat didapatkan kan pada berbaga berbagaii jaring jaringan an vascul vascular ar dan berbag berbagai ai kelainan vascular, terutama pada sel oto polos, endotel dan monosit. Ligand terhadap PPAR alpha terbukti mempunyai PPAR alpha yang didapatkan respons inflamasi yang memanjang jika distimulasikan dengan berbagai stimulus. Pada sel otot polos 21
pembuluh darah, asam fibrat, (suatu ligand PPAR) terbuka dapat menghambat signal proinflamotori akibat rangsangan sitolin dari NF-kB dan API. Dari beberapa kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PPAR terkait juga sebab terjadinya komplikasi kronik DM (Sudoyo, 2006). Setelah melihat berbagai kemungkinan jalur mekanisme terjadinya komplikasi kronik DM serta kelanjutan keterlibatan berbagai proses patobiologik lain, tampak bahwa yang terpenting pada pembentukan dan kemudian lebih lanjut progresi komplikasi komplikasi vascular vascular diabetes diabetes adalah hiperglikem hiperglikemia, ia, resistensi resistensi insulin, sitokin sitokin dan substrat vasoaktif. Tampak pula bahwa apapun jalur mekanisme yang terjadi dan proses lain yang terlihat yang terpenting adalah adanya hiperglikemia kronik dan sela selanj njut utny nyaa
penin peningka gkata tan n
gluk glukos osaa
sito sitoso soli lik k
(hip (hiper ergl glis isol olia ia). ).
Apaka Apakah h
deng dengan an
menurunkan dan memperbaiki keadaan hiperglikemia ini kemudian dapat terbukti akan menurunkan komplikasi kronik DM (Sudoyo, 2006). Beberapa penelitian epidemiologis dalam skala besar dan jangka lama seperti UKPDS telah dapat membuktikan dengan sangat baik bahwa dengan memperbaiki hiperglikemia melalui berbagau cara dapat secara bermakna menurunkan komplikasi kronik kronik DM, teruta terutama ma kompli komplikas kasii mikrov mikrovask askula ular, r, yang yang merupak merupakan an kompli komplikas kasii makrovaskular walaupun jelas didapatkan penurunan tetapi penurunan tersebut tidak bermakna. Kemungkinan besar karena untuk terjadinya komplikasi makrovaskular banyak sekali factor lain selain hiperglikemia yang juga berpengaruh, seperti factor teka tekana nan n dara darah h dan dan juga juga fact factor or lipi lipid. d. Pada Pada UKPD UKPDS S jela jelass dida didapa patk tkan an bahw bahwaa menurunnya tekanan darah tinggi dapat memberikan pengaruh yang nyata bermakna terhadap terhadap penmurunan penmurunan komplikasi komplikasi makrovaskul makrovaskular ar DM. berbagai factor factor lain terkait komplikasi kronik DM, termasuk merokok tentu saja harus diperhatikan dalam usaha menurunkan menurunkan tingkat tingkat kejadian kejadian berbagai berbagai komplikasi komplikasi kronik DM. pada pembicaraan pembicaraan berikut akan dikemukakan d ikemukakan hal-hal yang perlu dikerjakan untuk un tuk berbagai factor terkait kompli komplikas kasii DM terseb tersebut, ut, yaitu yaitu untuk untuk diagnos diagnosis is dini dini dan strate strategi gi pengelo pengelolaa laanny nnyaa (Sudoyo, 2006).
22
2.8. DIAGNOSIS
Pada saat diagnosa DM ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin DM. Pemantauan yang dianjurkan oleh ADA antara lain pemeriksaan terhadap adanya adanya mikroalbum mikroalbuminuria inuria serta penentuan penentuan kreatinin kreatinin serum dan klirens klirens kreatinin. kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi klirens kreatinin, dapat digunakan perhitungan LFG dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault, yaitu (Sudoyo, 2006).:
*) LFG dalam ml/menit/1,73 m2
2.9. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal. 1. Evaluasi apak apakah ah
masih asih
norm normoa oalb lbum umin inur uria ia,,
suda sudah h
terj terjad adii
mikro ikroal albu bum minur inuria ia
atau atau
makroalbuminuria.
2. Terapi Pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah dengan: 1) Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes);
2) Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, garam, obat anti hipertensi); hipertensi); 3) Perbaikan fungsi ginjal (diet (diet rendah protein, pemberian pemberian ACE inhibitor dan atau ARB); 4)
Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas, dll) (Sudoyo, 2006).
3. Rujukan
23
Tatalaksana nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat yang meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan kebiasaan merokok serta membata membatasi si konsums konsumsii alkohol alkohol.. Olahra Olahraga ga rutin rutin yang yang dianju dianjurka rkan n ADA adalah adalah dengan berjalan 3 – 5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10 – 12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam dianjurkan sebanyak 4 – 5 g/hari (atau 68 – 85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari (Sudoyo, 2006). Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah < 130/80 mmHg. Obat Obat anti anti hipe hipert rten ensi si yang yang dian dianju jurk rkan an antar antaraa lain lain ACE ACE inhi inhibi bito torr atau atau ARB, ARB, sedang sedangkan kan piliha pilihan n lain lain adalah adalah diuret diuretik, ik, kemudia kemudian n beta beta blocker atau calcium channel blocker (Sudoyo, blocker (Sudoyo, 2006). Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berjalan terus, saat LFG mencapai 10 – 12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl), dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya dialisis dimulai. Pilihan pengobatan lain untuk gagal ginjal terminal adal adalah ah cang cangkok kok ginj ginjal al,, dan di nega negara ra-n -neg egar araa maju maju suda sudah h seri sering ng dila dilakuk kukan an cangkok ginjal dan pankreas sekaligus (Sudoyo, 2006).
2.1.0 PROGNOSIS
Sec Secara
kes keselu eluruhan
pre prevalensi
dar dari
mikro kroalbumi uminuria
dan
makroa makroalbu lbumin minuri uriaa pada pada kedua kedua tipe tipe diabet diabetes es melitu melituss diperk diperkira irakan kan 30-35% 30-35%.. Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum sekurang-kurangnya 10 tahun pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan NIDDM yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th) biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun. 24
Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan mikr mikroal oalbum bumin inur uria ia
dan dan
makr makroal oalbu bumi minur nuria ia
meni mening ngkat katkan kan
mort mortal alit itas as
dari dari
bermacam-macam penyebab dalam diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga memperk memperkira irakan kan corona coronary ry and periph periphera erall vascul vascular ar diseas diseasee dan kemati kematian an dari dari penyakit kardiovaskular pada populasi umum nondiabetik. Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat lebih tinggi tinggi tingkat tingkat relati relatiff mortal mortalit itasny asnya. a. Pasien Pasien dengan dengan IDDM IDDM dan protei proteinur nuria ia memiliki karakteristik hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas relati relatif, f, dengan dengan mortal mortalita itass relati relatiff maksim maksimal al pada interv interval al umur umur 34-38 34-38 tahun tahun (dilaporkan pada 110 wanita dan 80 pria). ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian pada pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah onset proteinuria, diband dibanding ingkan kan dengan dengan 3-11%, 3-11%, 10 tahun tahun setela setelah h onset onset protei proteinur nuria ia pada pasien pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga penyebab utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan IDDM, meskipun terjadi pada usia yang relatif muda.
BAB III RINGKASAN
Diab Diabet etes es
Meli Melitu tuss
(DM) (DM)
meru merupa paka kan n
peny penyak akit it
meta metabo boli lik k
yang ang
berlangsung kronik dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadinya keomplikasi lanjut pada organ tubuh. 25
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus. Pada sebagi sebagian an penderi penderita ta kompli komplikas kasii ini berlan berlanjut jut menjad menjadii gagal gagal ginjal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau transplantasi ginjal. Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300mg/24jam atau > 200 u g/menit) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Apabila tanda-tanda tersebut dapat diketahui secara dini, penderita bisa mendapat bantuan untuk mengubah atau menyesuaikan gaya hidup agar ag ar bisa lebih memperlambat kegagalan tersebut, atau bahkan menghentikan kegagalan ginjal tersebut, tergantung dari penyebabnya. Tujuan pengelolaan pengelolaan nefropati nefropati diaetik adalah mencegah atau menunda menunda progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal.
DAFTAR PUSTAKA 1. Americ American an
Diabet Diabetes es Associ Associati ation on (ADA) (ADA).. 2003. 2003. Diabet Diabetik ik Nephro Nephropat pathy. hy. www.diabetes.diabetesjournals.com/cgi/content.. www.diabetes.diabetesjournals.com/cgi/content
2.
Arsono Arsono,, Soni. Soni. 2005. 2005. Diabet Diabetes es Melitu Melituss Sebagai Sebagai Faktor Faktor Risiko Risiko Kejadi Kejadian an Gagal Ginjal Terminal (Studi Kasus Pada Pasien RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokert. Jurnal Epidemiologi.
26
3.
Ayodele, Ayodele, O.E., Alebiosu, Alebiosu, C.O., Salako, Salako, B.L. 2004. Diabetik Diabetik nephropathy nephropathy arev arevie iew w of the the natu natura rall hist histor ory, y, burd burden en,, risk risk fact factor orss and and trea treatm tmen ent. t. Dalam:Journal National Medical Association: 1445–54.
4. Batuma, Vehici. 2011. Diabetik Nephropaty. eMedicine Medscape. 5. Di Landro, D., Catalano, C., Lambertini, D., Bordin, V., Fabbian, F., Naso,
A.,d A.,dan an Rom Romagno agnoli li,, G. 1998 1998.. The The eff effect ect of metab etabol oliik cont contrrol on development and progression of diabetik nephropathy. Dalam : Nephrology Dial Transplant, 13(Suppl 8),35-43. 6.
Drona ronava vallli, S., S., Duka Duka I., Bakr Bakriis G.L G.L. 2008 2008.. The The pat pathoge hogene nesi siss of diabetik nephropathy. Nature clinical practice endocrinology and metabolism. August 2008 VOL 4 NO 8.
7.
Eppens, M. C., Craig, M. E., Cusumano, J., Hing, S., Chan., A. K. F., Howard, N. J., Silink, M., dan Donaghue, K. C. 2006. Prevalence of Diabetes Complications in Adolescents With Type 2 Compared With Type 1 Diabetes. Diabetes Care, 29, 1300-6.
8. Evans, T.C., Capell P. 2000. Diabetik Nephropathy. Clinical Diabetes. VOL.
18 NO.1 Winter 2000. 9.
Foster Foster,, D.W. D.W. 1994. 1994. Diabet Diabetes es Melli Mellitus tus in Harris Harrison on Prinsi Prinsip-P p-Prin rinsip sip Ilmu Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.
10. Gustaviani, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV : Diagnosis dan
Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 11. Hend Hendrromar omarttono. ono. 2006 2006.. Buku Buku Ajar Ajar Ilmu lmu Peny Penyak akit it IV : Nefropati Diabetik . Jakarta, Balai Penerbit F KUI.
Dal Dalam, am,
Edi Edisi
12.Kronenberg, H. M., Sholmo Melmed, Kenneth S, Polonsky P, Reed Larsen.
2008. Williams Textbook of Endocrinology, 11th ed. Philadelphia, Saunders Elsevier's Health Sciences. 13.Ligaray, K. 2007. Diabetes Mellitus, Type 2. www.emedicine.com/med www.emedicine.com/med..
27
14.Makita Makita,, Z., Radoff Radoff,, S., Rayfield Rayfield,, E., Yang, Yang, Z., Skolnik, Skolnik, E., Delaney Delaney,, V.,
Friedman, E., Cerami, A., dan Vlassara, H. 1991. Advanced glycosylation end produc products ts in patien patients ts with with diabet diabetik ik nephro nephropat pathy. hy. Dalam Dalam : New Englan Englan Journal Medicine, 325, 836-42. 15.Marcantoni, C., Ortalda, V., Lupo, A., dan Maschio, G. 1998. Progression
of renal failure in diabetik nephropathy. Dalam : Nephrology Dial Transplant, 13(Suppl 8), 16-19. 16.Mehler, P., Jeffers, B., Biggerstaff, S., dan Schrier, R. (1998). Smoking as a
risk risk factor factor for nephrop nephropath athy y in non-ins non-insuli ulin-de n-depend pendent ent diabet diabetiks iks.. Dalam Dalam : Journal Gen Internal Medicine, 13, 842-45. 17.Molitch, M. E., DeFronzo, R. A., Franz, M. J., Keane, W. F., Mogensen, C.
E., Parving, H-H., Steffes, M. W. 2004. Nephropathy in Diabetes. Dalam : Diabetes Care January, 27 (Supplemen I), 79-83. 18.Permanasari, A., Dwiana A., Saleh A., Dharma M. 2010. Nefropati Diabetes.
http://www.scribd.com/doc/47089834/Nefropati-Diabetikum.. http://www.scribd.com/doc/47089834/Nefropati-Diabetikum 19.Rani, A. Soegaondo, S. Nasir, A. 2005. Standar Pelayanan Medik PAPDI
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 20.Roesli, R. Susalit, E. Djafaar, J. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.
III : Nefropati Diabetik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
21.Soego Soegondo ndo,, S. 2006. 2006. Kons Konsens ensus us Peng Pengel elol olaan aan dan dan Penc Pencega egaha han n Diab Diabet etes es
Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta, PB. Perkeni. 22.Soma Soman, n,
S.S. S.S. 2009 2009.. Diab Diabet etik ik Neph Nephro ropa path thy y. eMed eMedic icin inee Spec Specia iali liti ties es http://www.nature.com/nature/journal/v414/n6865/fig_tab/414813a_F1.html
23.Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcelinus Simadibrata
K, Siti Setiati. Setiati. 2006. Komplikasi Komplikasi Kronik Kronik Diabetes Diabetes : Mekanisme Mekanisme Terjadinya, Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam hal 1184-88.
28
24.Suyono, Suyono, S. 2006. 2006. Buku Buku Ajar Ajar Ilmu Ilmu Penyakit Penyakit Dalam, Dalam, Edisi Edisi IV : Diabet Diabetes es
Melitus Di Indonesia. Jakarta, Balai Penerbit FKUI. p: 18 75. 25.The DCCT DCCT Resear Research ch Group. Group. 1993. 1993. The effect effect of intens intensive ive treatm treatment ent of
diabetes diabetes on the development and progression progression of long-term long-term complications complications in insu insuli linn- depen depende dent nt diab diabet etes es mell mellit itus us.. Dala Dalam m : New New Engl England and Jour Journa nall Medicine, 329, 977-86. 26.Tjokro Tjokropra prawir wiro, o, A. 1999. 1999. Diabet Diabetes es Update Update 1999. 1999. Presen Presented ted at: Surabay Surabayaa
Diabetes Update – VI. Surabaya, 13-14 November 1999. 27.Velasq Velasquez uez,, M., Bhathe Bhathena, na, S., Striff Striffler ler,, J., Thibaul Thibault, t, N., dan Scalbe Scalbert, rt, E.
1998. 1998. Role Role of angi angiot otens ensin in-c -conv onver erti ting ng enzy enzyme me inhi inhibi biti tion on in gluc glucos osee metabolism and renal injury in diabetes. Dalam : Metabolism, 47 (12 Suppl 1), 7-11. 28.Waspadj Waspadji, i, S. 1996. 1996. Buku Buku Ajar Ajar Ilmu Ilmu Penyakit Penyakit Dalam Dalam Ed. III : Gambar Gambaran an
Klinis Diabetes Melitus Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
29