REFERAT
RETINOPATI DIABETIK
Disusun Oleh : Reynaldy Santosa Thio 07120120088
Pembimbing: dr. Nusyirwan Basri, SpM
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MARINIR CILANDAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN PERIODE 12 JUNI 2017 – 14 JULI 2017
BAB 1 Pendahuluan Diabetik retinopati (DR) merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan dibanding non-diabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati. Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu diabetik retinopati. Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi DR selama dua decade pertama dari diabetes. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien DR. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insiden maupun progresifitas dari DR. 1,2
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 ANATOMI Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak di segmen posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisasi memberikan informasi visual ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Di dalam retina terdapat sel fotoreceptor seperti sel kerucut yang sensitif terhadap warna dan batang yang sensitif terhadap cahaya. Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm – 24,2 mm (diameter dari depan ke belakang). Dari ukuran tersebut, retina menempati dua pertiga sampai tiga perempat bagian posterior dalam bola mata. Retina melapisi bagian posterior mata dan memanjang secara sirkumferensial anterior 360 derajat pada ora serrata. Tebal retina rata-rata 250 µm dan 400 µm pada area makula. Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri retina central yang merupakan percabangan dari arteri oftalmika (cabang pertama dari arteri karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris posterior (berjalan bersama nervus optikus). Arteri siliaris posterior memberikan vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah, termasuk lapisan pleksiform luar, lapisan fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen.3 Secara histologi, permukaan luar retina berhubungan dengan koroid, sedangkan permukaan dalamnya berhubungan dengan badan vitreous. Retina memiliki 10 lapisan, yang terdiri dari (dalam ke luar):3 1. Membran limitan interna 2. Lapisan serat saraf 3. Lapisan sel ganglion 4. Lapisan pleksiform dalam 5. Lapisan inti dalam 6. Lapisan pleksiform luar 7. Lapisan inti luar 8. Membran limitan eksterna 9. Lapisan sel batang dan kerucut 10. Epitel pigmen Gambar 1 Lapisan Retina
1
2.2 DEFINITION Diabetik Retinopati (DR) merupakan suatu kondisi komplikasi mikrovaskular Diabetes Melitus (DM) yang berpotensi terjadinya kebutaan. Kebutaan terjadi akibat dari diabetes makulopati dan komplikasi poliferatif diabetik retinopati (PDR) seperti pendarahan vitereous, ablasio retinal trakdi dan glaukoma neovaskular.
3,4
2.3 EPIDEMIOLOGI Diperkirakan pada tahun 2030 pasien DM di negara berkembang akan menghadapi peningkatan sebesar 69% dan negara-negara industri sebesar 20% dibandingkan pada tahun 2010. Pada Afrika diperkirakan lebih dari 18 juta pasien dan bahkan ada ayng memperperkiraan 24 juta pasien pada tahun 2030.5 Kemungkinan komplikasi DM pada retina meningkat seiring dengan lamanya penyakit. Resiko DR lebih tinggi pada pasien dengan DM tipe 1 (DMt1) dibandingkan dengan DM tipe 2 (DMt2). Lebih dari 50% pasien dengan diabetes tipe 1 dan 30% dengan diabetes tipe 2 berpotensi mengalami gangguan pada retina yang mengancam visus, sementara perubahan dini pada retina tidak disadari oleh pasien. Pada waktu diagnosis DMt1 ditegakkan, DR hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita DR. Pada DMt2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif. Setelah 20 tahun, prevalensi DR meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Resiko PDR lebih tinggi pada pada DMt1 dibandingkan DMt2, sedangkan resiko edema makula lebih sering pada DMt2 dengan prevalensi 15 tahun perjalanan penyakit DMt1 vs DMt2 adalah 15% vs 25%.
1,5,6
2.4 FAKTOR RESIKO 1. Lamanya DM5 •
DM Tipe 1 •
Setelah 5 tahun sekitar 25% pasien
•
Setelah 10 tahun sekitar 60% pasien
•
Setelah 15 tahun sekitar 80% pasien
•
DM tipe 25 •
•
•
Pada pasien dengan usia >30 tahun dengan durasi DM <5 tahun o
40% pasien dengan pengobatan insulin
o
24% pasien dengan pengobatan non-insulin
Pada pasien dengan usia >30 tahun dengan durasi DM 10 tahun o
84% pasien dengan pengobatan insulin
o
53% pasien dengan pengobatan non-insulin
Resiko PDR pada DMt2 dengan durasu DM<5tahun sekitar 2% dan 25% jika durasi DM >25 tahun
2. Kontrol glikemik Beberapa studi klinis, serta studi epidemiologi, mendukung asosiasi glikemik dengan resiko DM retinopati. Sebagai contoh, sebuah Studi Prospektif Diabetes Inggris menunjukkan kontrol gula darah intensif pada pasien yang baru didiagnosis dengan DMt2 memiliki komplikasi mikrovaskuler yang kurang, termasuk retinopati, dibandingkan dengan pasien yang mendapat pengobatan standar. Untuk setiap penurunan 1% HbA1c, menurunan risiko retinopati sebesar 35%. Secara umum disarankan kadar HbA1c 7% atau kurang pada pasien dengan DM. 5
2.5 PATOGENESIS DIABETES RETINOPATI 1. Jalur Poliol Pada diabetes, jalur poliol memetabolisme glukosa yang berlebih (Gambar 2). enzim aldose reduktase (AR) yang ada di retina mengurangi glukosa menjadi sorbitol menggunakan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) sebagai kofaktor. Sorbitol kemudian diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehydrogenase (SDH). Karena sorbitol impermeable pada membran sel maka terakumulasi di dalam sel, lalu diikuti oleh metabolisme sorbitol menjadi fruktosa secara lambat. Selain itu, NADPH juga diperlukan untuk glutathione reduktase sebagai kofaktor untuk regenerasi glutathione intraselular dalam sel, berkurangnya NADPH mengurangi kapasitas antioksidan sel. 1,2,7,8
Gambar 2. Jalur poliol7 Penumpukan sorbitol intrasel sel akan menyebabkan kerusakan pada retina akibat tekanan osmotik. Selain itu fruktosa yang dihasilkan oleh jalur poliol dapat difosforilasi menjadi fruktosa-3-fosfat yang pada akhirnya terdegradasi menjadi 3deoksiglukoson, keduanya merupakan agen glikasi yang kuat dan dapat menghasilkan produksi advance glucose endproduct (AGE). Penggunaan NADPH sebagai kofaktor dalam jalur poliol menyebabkan penurunan ketersediaan NADPH yang juga digunakan oleh glutathione reduktase untuk menghasilkan reduksi glutathione. Penurunan reduksi glutathione akan mengurangi respons protektif terhadap stres oksidatif. Pergeseran yang menyimpang rasio NADH / NAD + oleh SDH memicu oksidase NADH yang dapat menyebabkan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) di dalam sel. 1,2,7,8 2. Non-enzimatik protein glikation Salah satu mekanisme yang dapat menyebabkan retinopati diabetes adalah pembentukan dan akumulasi AGE. Pembentukan AGEs terjadi secara lambat namun konstan. AGE adalah kelompok molekul heterogen yang terbentuk dari reaksi nonensimatik dari reduksi gula oleh asam amino bebas, lipid, dan asam nukleat. Produk awal reaksi ini disebut “basis Schiff”, yang secara spontan akan menata ulang strukturnya menjadi “Amadori produk” (Gambar 3). Karakteristik utama AGE adalah kemampuannya untuk pembentukan reaksi silang kovalen antara protein yang akan mengubah struktur dan fungsinya, seperti pada matriks seluler, membran basal, dan komponen dinding pembuluh darah. kemampuan lain dari AGE yaity dapat berikatan dengan reseptor pengikat AGE pada permukaan sel, termasuk receptor for advanced
glycation endproducts (RAGE), yang menyebabkan aktivasi dan prooksidasi seluler. AGEs mempengaruhi sel dengan tiga mekanisme utama: (1) sebagai adducts yang terjadi pada protein serum yang dimodifikasi, (2) sebagai adducts endogen yang terbentuk sebagai konsekuensi metabolisme glukosa, atau (3) sebagai modifikasi matriks-immobilisasi ekstraktif protein struktural berumur panjang. 1,2,7,8
Gambar 3 Formasi AGE
7
AGE merupakan mediator patogenik yang selalu terlibat pada hampir semua komplikasi diabetes misalnya, AGE ditemukan pada pembuluh retina pasien diabetes, dan tingkatnya berkorelasi dengan serum dan juga tingkat keparahan retinopati. Interaksi AGE dengan reseptor permukaan sel tertentu terlibat dalam pengembangan DR. Reseptor AGE ini termasuk RAGE, galectin-3, CD36, dan reseptor scavenger makrofag. 1,2,7,8 Produksi intraselular prekursor AGE melibatkan reaksi nonenzimatik untuk mengurangi gula dengan gugus amino bebas, lipid, dan asam nukleat. Glikasi dan oksidasi menghasilkan pembentukan “Schiff base” yang secara spontan menata ulang dirinya menjadi “Amadori product”. Glikasi lebih lanjut dari protein dan lipid menyebabkan penataan ulang struktur molekul yang menyebabkan terbentuknya AGE. 1,2,7,8 3.Aktivasi protein kinase C (PKC) PKC merupakan keluarga dari 10 enzim dimana ! " isoform yang tampak berhubungan dengan terjadinya DR. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan masuknya glukosa melalui jalur glikolisis, yang pada gilirannya meningkatkan sintesis de-novo diacylglycerol (DAG), yang merupakan aktifator utama PKC secara fisiologi. Aktivasi enzim ini akan mempengaruhi perubahan permeabilitas endotel, hemodinamik retina, dan ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) pada
jaringan retina serta peningkatan aktivasi dan adhesi leukosit (leukostasis) (gambar 4) 1,2,7,8
Gambar 4 Regulasi dari proses patofisiologis pada DR oleh PKC 7 Hiperglikemia meningkatkan sintesis de-novo dari DAG yang merupakan aktifator utama PKC. Peningkatan aktivasinya berkontrobusi menyebabkan DR dengan sintesis extracellular matrix (ECM) protein dan ECM remodelling, peningkatan pelepasan angiogenik faktor, disfungsi endotel dan leukotasis, dan mempengarungi aliran darah retina. Akibatnya, jalur PKC secara langsung menghubungkan jalur lain seperti inflamasi, neovaskularisasi, dan penyimpangan hemodinamik, yang selanjutnya berkontribusi pada patogenesis dan perkembangan retinopati diabetes. 1,2,7,8 4. Perubahan Hemodinamik Terutama
hipertensi
diduga
berkontribusi
progresi
DR
melalui
dua
mekanisme. Pertama, peregangan mekanis (mechanical stretch) dan trauma gesekkan (sheer stress) pada sel endotel oleh tekanan darah tinggi dan peningkatan perfusi retina, serta viskositas darah yang lebih tinggi, menyebabkan disfungsi endotel. Kedua, sistem endokrin yang terlibat dalam regulasi tekanan darah juga terlibat secara independen dalam patogenesis DR.7 5. Renin-Angiotensin-Aldosterone System Terjadi penyimpangan pada Renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) pada pasien dengan DM. Ekspresi reseptor dan signaling molekul RAAS yaitu renin, ngiotensin converting enzymes I and II
(ACEI dan ACE II), serta reseptor
angiotensin, telah dilaporkan meningkat di retina terutama pada poliferatif diabetik retinopati (PDR). Pada studi dengan model hewan di temukan bahwa inhibisi ACE
dapat mencegah neovaskularisasi. Meskipun mekanisme RAAS berkontribusi terhadap DR belum dapat dijelaskan secara pasti, penelitian in vitro menunjukkan 7
bahwa angiotensin II terlibat dalam aktivasi PKC dan juga sinyal VEGF. 6. Inflamasi subklinis dan leukostasis
Hiperglikemia, stres oksidatif, AGE dan hipertensi semuanya berkontribusi menyebabkan inflamasi. Respon inflamasi itu sendiri memperparah jalannya pathway tersebut lebih lanjut, melalui sitokinin, molekul adhesi, VEGF signalling, peningkatan ekspresi RAGE, perubahan regulasi nitrat oksida dan NF-# B signalling. Oleh karena itu, inflamasi di retina menyebabkan peningkatan tekanan darah intraokular melalui endothelial nitric oxide synthase (eNOS), pembentukan pembuluh baru yang rapuh dan permeabilitas yang tinggi akibat VEGF yang menyebabkan hemorage di retina 7,8
dan leukostasis karena reaksi dengan beberapa faktor pro-inflamasi. Leukostasis
merupakan
reaksi
yang
penting
pada
patogenesis
DR,
menyebabkan oklusi kapiler dan kematian sel yang di mediasi oleh ROS, serta meningkatkan proses inflamasi secara lokal di retia. Leukostasis terjadi sebagai akibat kerusakan endotel dan peningkatan faktor proinflamasi sitokin dan molekul adesi menyebabkan peningkatan interaksi antara lekosit dengan sel endotel. Selain itu beberapa penelitian menunjukkan adanya disfungsi leukosit sebagai akibat prubahan stuktur rantai karbonhitrat pada permukaan sel karena hiperglisemia dan tumour necrosis factor alpha (TNF-$) yang menyebabkan peningkatan modifikasi Oglikosilasi secara enzimatis. Inflamasi lokal pada retina juga akan menyebabkan aktivasi sel makrofag, sel imune terutama mikroglia yang menyebabkan peningkatan produksi proinflamasi sitokin, ROS, growth faktor, matrix metalloproteinases (MMPs) dan nitric oxide.
7,8
7. Stress Oksidatif Stres oksidatif merupakan ketidakseimbangan antara ROS atau radikal oksigen dengan
antioksida
biologis.
Stres
oksidatif
dan
kerusakan
jaringan
yang
diakibatkannya merupakan ciri khas kondisi kronis. Urutan hipotetis kejadian dimana stres oksidatif dapat dikaitkan dengan kerusakan jaringan dan perkembangan patofisiologi diuraikan pada (Gambar 5). ROS dan reactive nitrogen species (RNS) adalah 2 tipe oksidan yang paling berperan. 1,2,7,8
Gambar 5 Efek oksidatif stres pada terjadinya komplikasi DM. 7 Normalnya ROS didetoksifikasi dengan berbagai agen pereduksi dan penguraian seperti thioredoxin, glutathione (GSH), dan tokoferol (vitamin E) atau oleh enzim seperti superoxide dismutases (SODs), katalase, glutathione peroxidase, dan thioredoxin reductase. Stres oksidatif yang disebabkan oleh hiperglikemia merupakan faktor penting komplikasi mikrovaskular DM. Telah banyak bukti ditemukan korelasi hipeglisemia dengan prubahan hemostasis redox dan oksidatif stress sebagai patogenesis utama terjadinya DR. Saat ini telah dihipotesiskan bahwa baik terjadinya dan perkembangan retinopati diakibatkan oleh peningkatan spesies 1,2,7,8
oksidatif.
Skema pada Gambar 5 menyoroti berbagai reaksi enzimatik yang mengarah pada pembentukan sumber ROS yang kemudian menargetkan makromolekul yang menyebabkan modifikasi struktur sehingga menyebabkan kerusakan pada fungsi sel dan jaringan. Inhibitor dan scavenger ROS dapat membatasi peningkatan akumulasi spesies reaktif ini. Stres oksidatif yang meningkat dapat terjadi akibat produksi prekursor yang berlebihan terhadap radikal oksigen reaktif dan / atau penurunan 1,2,7,8
efisiensi sistem inhibisi dan scavenger . 8. Growth Factor
Tedapat sejumlah growth factor yang dikaitkan dengan perkembangan DR seperti faktor pertumbuhan setengah basa (BFGF), insulin-like growth factor-1 (IGF-
1), angiopoietin-1 dan -2, stroma derived factor-1, epidermal growth factor (EGF), mengubah faktor pertumbuhan beta 2 (TGF- 2), transforming growth factor-beta (PDGFs), dan eritropoietin.
7
Insulin-like growth factors (IGFs) diproduksi oleh mayoritas jaringan tubuh dan merupakan mediator pertumbuhan sel, diferensiasi, dan transformasi. Peningkatan kadar IGF-1 ditemukan pada vitreous dan serum pasien DM. Peran tepat IGF pada patogenesis retinopati diabetik masih belum diketahui. Namun, beberapa bukti menunjukkan IGF bekerja secara langsung pada terget jaringan dan juga secara sistemik.
Sejumlah
penelitian
juga
menunjukkan
bahwa
kerja
IGF
dalam
neovaskularisasi dikendalikan oleh vascular endothelial growth factor (VEGF).1,2,7
Gambar 6 jalur VEGF pada non-poliferatif diabetic retinopathy (NPDR) dan poliferatif diabetic retinopathy (PDR) dan carbonic anhydrase (CA)7 Faktor pertumbuhan yang paling banyak dipelajari dalam kaitannya dengan retinopati diabetes adalah VEGF yang ada pada empat spesies molekul homodimerik, masing-masing memiliki masing-masing monomer, 121, 165, 189, atau 206 asam amino. VEGF menginduksi angiogenesis; Menyebabkan kerusakan pada barier darah retina, stimulasi pertumbuhan sel endotel, dan neovaskularisasi; Dan meningkatkan permeabilitas vaskular di retina yang iskemik (Gambar 6). Fungsi seluler VEGF dimediasi oleh aktivasi 2 reseptor tirosin kinase yang mengaktifkan 2 jalur yang mungkin terjadi, influks kalsium pada kalsium channel atau aktivasi jalur protein kinase. Kedua jalur tersebut menyebabkan kebocoran vaskular dan kerusakan barier darah retina. Peran angiogenik dalam retina yang terkait dengan VEGF diduga
disebabkan oleh interaksi dengan angiotensin II. VEGF dikaitkan dengan adesi lekukosit pada sel endotel reitna yang diduga terjadi dengan induksi sintesis nitric oxide (NO) dan intracellulat adhesion molecule-1.
7
9. Carbonic Anhydrase Carbonic Anhydrases (CA) merupakan kelompok metaloenzim, yang berfungsi mengkonversi karbon dioksida menjadi bikarbonat dan proton secara cepat. Carbonic Anhydrase memiliki 4 isoform yang diketahui tedapat di mata. Konsentrasi CA ditemukan jauh lebih tinggi pada pasien dengan DM dibandingkan kelompok nonDM. Inhibisi CA seperti asetazolamida dan benzolamida dapat mengurangi perkembangan DR dan mencegah kebutaan pada studi hewan dan klinis. Mekanisme yang mungkin dimana inhibitor CA dapat berdampak pada DR adalah dengan mengurangi sekresi humour, menyebabkan vasodilatasi dan memperbaiki aliran darah ke okular, menghambat agregasi trombosit dan mengurangi permeabilitas vaskular.
7
10. Neurodegenerasi retina Selain perubahan vaskular, kerusakan struktural dan fungsional pada sel nonvaskular (sel ganglion, sel glial, mikroglial) berkontribusi terhadap patogenesis DR. Terdaapt bukti yang menunjukkan bahwa neurodegenerasi neuron retina dan sel glial terjadi bahkan sebelum perkembangan microaneurysms. 7
2.6 GEJALA KLINIS Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. 1,3,9 -
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
1,3,9
•
Kesulitan membaca
•
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
•
Penglihatan ganda
•
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
•
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
•
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
1,3,8,9
A. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma.
Gambar 7 pada funduskopi tampak mikroanurisma dan hemorhages 8
Gambar 8 pada Fluorescien Angiography menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroanurisma non-trombosis.8
B. Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.
8
Gambar 9 Dilatasi Vena
C. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan.
Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Gambar 10 Hard Exudates8
Gambar 11 FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens 8
D. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Gambar 12 Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA8
E. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam
Gambar 13 Edema retina
8
F. Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Gambar 14 NVD severe dan NVE 8
severe
Gambar 15 Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus
8
2.7 KLASIFIKASI RETINOPATI DIABETIK Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.11,12 Retinopati Diabetik Non-Proliferatif 1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat % 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras. 2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat % 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA. 3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat % 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran. 4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan % 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat. Retinopati Diabetik Proliferatif 1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus. 2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > & daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi. Tabel 1 Klasifikasi DR berdasarkan Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) 11,12
Gambar 16 Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cottonwool spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam). 8
Gambar 17 Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya preretinal neovascularisation8
Pada tahun 2013, telah di buat International Clinical Disease Severity Scale untu DR dengan dasar skala dari Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy (WESDR) dan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study ETDRS. 11,12, 13
Tidak ada retinopati / no apperent
Tidak ada perubahan fundus karena
retinopathy
diabetes
Retinopati non-proliferatif ringan / mild
Beberapa mikroanurisma
non-poliferaif retinopathy (NPDR)
NPDR sedang / moderate NPDR
mikroaneurisma, perdarahan intraretinal atau
pendarahan
vena
yang
tidak
mencapai tingkat keparahan seperti pada foto standar (Gambar 15) NPDR yang parah /Severe NPDR
4: 2: 1 Rule ETDRS yaitu %4 kuatran intraretinal hemorrhages %2 kuatran venous bleading %1 kuatran Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA)
Poliferatif diabetik retinopati (PDR)
Neovakularisasi pada disk, retina, iris, angle,
vitreous
hemorrhage
atau
tractional rentinal detachment Tabel 2 Klasifikasi DR berdasarkan International Clinical Diabetic Retinopathy Disease Severity Scale13
Gambar 18 A. Intraretinal hemorrhages B. Venous bleading C. Intraretinal Microvascular abnormalities (IRMA)13 2.8 DIAGNOSIS 1. Anamnesis Durasi diabetes, kontrol glikemik yang lalu (HbA1c), obat-obatan, riwayat medis (misalnya, obesitas, penyakit ginjal, hipertensi sistemik, kadar lipid serum, kehamilan, neuropati), riwayat okuler (misalnya, trauma, penyakit mata lainnya, 10,11
suntikan okular, operasi, termasuk laser retina perawatan dan operasi refraksi). 2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mencakup ketajaman visual; slit-lamp; tekanan
intraokular; gonioskopi sebelum diberikan midriatitil (untuk menilai adanya neovakularisasi iris); penilaian pupil (untuk menilai disfungsi syaraf optik); funduskopi dengan dilatasi pupil, meliputi penilaian bagian perifer retina dan vitreus, adanya edema makula, tanda NPDR berat (hemorrhages retina / mikroaneurisma ekstensif, manik-manik vena, dan IRMA), neovaskularisasi saraf saraf optik dan / atau 10,11
neovaskularisasi di tempat lain, perdarahan vitreus atau preretinal 3. Pemeriksaan penunjang lain a. Color Fundus Photography
Fundus fotografi digunakan untuk mengdeteksi DR dan telah digunakan secara
luas
pada
berbagai
seting
klinis.
Pemeriksaan
ini
berguna
untuk
mengdokumentasi tingkat keparahan diabetes, adanya neovaskularisasi, respon terhadap pengobatan dan kebutuhan pengobatan tambahan pada kunjungan berikutnya.10,11 b. Optical Coherence Tomography (OCT) Pemetiksaan ini digunakan untuk menilai tingkat penebalan retina, monitor edema makula, mengidentifikasi traksi viteromakular, dan mengdeteksi penyakit makular lain pada pasien diabetik edema makula. Indikasi dilakukannya pemeriksaan ini tertera pada tabel 3.
10,11
Tabel 3 Pengunaan OCT untuk pasien DR 10 Pada praktek klinik, pertimbangan tatalaksana biasnaya didasarkan pada hasil OCT berdasarkan seperti pengulangan injeksi anti-VEGF, perubahan agen terapi (seperti intraokular kortikosteroid), tatalaksana laser, atau bahkan pertimbangan operasi viterektomi.10,11 c. Fluorescien Angiography (FA) FA rutin tidak dilakukan sebagai pemeriksaan rutin pasien DM. FA membantu dalam mendeteksi kelainan dari pembuluh darah pada diabetik retinopati dan
membantu dalam tindakan terapi laser. FA juga berguna untuk membedakan edema makula DM dengan penyakit makula lainnya (Lihat Tabel 5.) Selain itu, FA dapat mengidentifikasi kapiler makula non-perfusi di foveal atau bahkan di seluruh wilayah makula yang dapat menjelaskan kehilangan visus yang tidak membaik dengan pengobatan. 10,11
Tabel 4 Rekomendasi FA untuk pasien DR 10 d. Ocular Ultrasonography Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi. Ultrasonografi Bscan dapat membantu untuk menentukan tingkat dan tingkat keparahan traksi vitreoretinal, terutama pada makula pada pasien DM.
10,11
2.9 TATALAKSANA Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif. 1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata Pemetiksaan rutin pada dokter ahli mata dibutuhkan untuk mencegah perkembangan DR dari non-poliferatif menjadi poliferatif. Berikut jadwal yang disarankan berdasarkan American Academy of Ophtalmology.10
Tabel 5 Rekomendasi pemeriksaan mata untuk pasien dengan diabetes
10
2. Kontrol glikemik dan hipertensi Berdasarkan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) resiko retinopati menurun jika dilakukan perbaikan pada kontrol glikemik dan tekanan darah. Setiap penurunan 1% HbA1c akan menurunkan resiko retinopati sebesar 31% dan setiap penurunan 10 mmHg tekanan darah sistolik akan menrunkan resiko kebutuhan fotokoagulasi dan perdarahan vitreus sebesar 11%. American Diabeties Association (ADA)
mengrekomendasikan semua pasien dengan DM harus
mempertahankan HbA1c ' 7% untuk menghindari atau meminimalkan komplikasi jangka panjang DM, termasuk retinipati. Taget takanan darah yang harus dicapai sebesar 140/80 mmHg.9,10 3. Fotokoagulasi Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of
Health
di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1,2,8,9,10
a. Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah
neovaskularisasi progresif
nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
1,2,8,9,10
Gambar 19 Tahap-tahap PRP b. Focal
photocoagulation,
ditujukan
pada
8
mikroaneurisma
atau
lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 (m dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula. 1,2,8,9,10 c. Grid photocoagulation,
suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation. 1,2,8,9,10
Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR 8
Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema
2
4. Injeksi Anti VEGF Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL. 10,14 5. Viterektomi Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
1,2,14
Gambar 22 : Vitrektomi Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS ) melakukan clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2. DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat Berdasarkan American Academy of
15
Ophtalmology (AAO), tatalaksana
disesuaikan pada tingkat keparahan DR berdasarkan klasifikasi ETDRS. (Tabel 6)
Tabel 6 Rekomendasi tatalaksana diabetik retinopati
10
10
2.10 KOMPLIKASI 1. Diabetic Macular Edema Diabetic Macular Edema (DME) merupakan suatu komplikasi dari diabetik retinopati yang sering ditemukan. Patogenesis dari diabetik retinopati yang menyangkut kerusakan dari endotel pembuluh darah di retina, kerusakan blood-retinal barrier, dan hilangnya sel perisit menyebabkan kebocoran vaskular dan plasma. Tekanan darah yang tinggi dan aktivasi VEGF juga manghasilkan sel-sel proinflamasi juga berperan dalam merusak blood-retinal barrier dan menyebabkan kebocoran plasma yang akhirnya membuat edema pada makular. DME dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
16,17
Tabel 7 Klasifikasi Diabetic Macular Edema 17 2. Rubeosis Iridis & glaukoma neovaskular Neovaskularisasi pada iris merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat diabetik retinopati. Komplikasi ini sering terjadi pada pasien PDR, dan jika memberat dapat menyebabkan glaukoma neovaskular. Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan trabecular meshwork yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intraokular. 16,17 3. Ablasio retina Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur. 3,16,17
2.11 PROGNOSIS Pada pasien yang mempertahankan kadar gula darah dan tekanan darah yang baik secara jangka waktu lama dapat mempertahankan atau menunda perburukan dari diabetik retinopati. Pencegahan melalui skrining dan deteksi segera akan memberikan hasil yang lebih baik. Namun pada pasien yang telah terjadi severe nonproliferative ataupun proliferative diabetik retinopati memiliki prognosis yang buruk dan dapat terjadi perburukan dengan cepat. Tanpa pengobatan yang adekuat, diabetik retinopati akan menyebabkan berbagai kompliksi yang akhirnya akan menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan secara permanen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. 3. Riordan-Eva
P.
Cunningham
E.
Vaughan
&
Asbury’s
General
Ophthalmology. 18 th ed. Lange McGraw Hill. 2013 4. Yau JW, Rogers SL, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski JW, et.al. Global prevalence and major risk factors of diabetic retinopathy. Diabetes Care. 2012. 5. Martin M N dan Michael W U. Diabetic retinopathy - ocular complications of diabetes mellitus World Journal of Diabetes. 2015. 6. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p 297-310 7. Joanna M. Tarr, Kirti Kaul, Mohit Chopra, Eva M. Kohner, and Rakesh Chibber. Review Article: Pathophysiology of Diabetic Retinopathy. Hindawi Publishing Corporation. 2013. 8. Kanski
J.
Retinal
Vascular
Disease.
In
:Clinical
Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. 9. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ 19 April, 2017 ] Cited on[
1
july
,
2017]
available
from
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print. 10. American Academy of Ophthalmology. Diabetic Retinopaty. American Academy of Ophthalmology. 2014 11. American Academy of Ophthalmology Retina/Vitreous Panel. Preferred Practice Pattern Guidelines. Diabetic Retinopathy. American Academy of Ophthalmology. 2016. 12. ICO Guidelines for Diabetic Eye Care Updated 2017. International Council of Ophthalmology. 2017.
13. J Fernando Arevalo, Lihteh Wu, Priscilla Fernandez-Loaiza, dkk. Classi cation of diabetic retinopathy and diabetic macular edema. World Journal
of
Diabetes 2013. 14. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council ; 2008. 15. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter 5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. 16. Wong TY, Cheung CMG, Larsen M, Sharma S, Simo R. Diabetic retinopathy. Nature Reviews. 2016. 17. Nentwich MM, Ulbig MW. Diabetic retinopathy-ocular complications of diabetes mellitus. World Journal of Diabetes. 2015.