REFERAT KORELASI KARIES GIGI DAN OSTEOPOROSIS
Pembimbing: drg. Farida, Sp.BM drg. Sugiharto, Sp.BM drg. Kadaryati, Sp.BM drg. Nila, Sp.BM drg. Tjen Dravinne Winata, Sp.KG.MARS.
Disusun oleh: Bobby Rianto / 07120080099 07120080099 Charles Gocciardi / 07120080062 Graecia Bungaran / 07120080008 Theresia Risa Davita / 07120080018 Meryl Jaye Kallman / 07120080089
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO PERIODE 30 JULI 2012 - 25 AGUSTUS 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ungkapkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya referat dengan judul “Korelasi Karies Gigi dan Osteoporosis” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan disusunnya referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto. Dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian mata penulis berkesempatan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan perkenankan penulis mengucapkan mengucapkan terima kasih kepada: 1. drg. Farida, Sp.BM 2. drg. Sugiharto, Sp.BM 3. drg. Kadaryati,Sp.BM 4. drg. Nila, Sp. BM 5. drg. Tjen Winata, Sp.KG.MARS 6 ibu Lena dan bp. Udin.
Penulis menyadari akan adanya kekurangan yang terdapat pada referat ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada. Tentunya penulis mengharapkan kritik yang membangun sehingga hal tersebut menjadi pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Penulis berharap referat ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
Jakarta, Agustus 2012
Penulis
2
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ungkapkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya referat dengan judul “Korelasi Karies Gigi dan Osteoporosis” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan disusunnya referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto. Dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian mata penulis berkesempatan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan perkenankan penulis mengucapkan mengucapkan terima kasih kepada: 1. drg. Farida, Sp.BM 2. drg. Sugiharto, Sp.BM 3. drg. Kadaryati,Sp.BM 4. drg. Nila, Sp. BM 5. drg. Tjen Winata, Sp.KG.MARS 6 ibu Lena dan bp. Udin.
Penulis menyadari akan adanya kekurangan yang terdapat pada referat ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada. Tentunya penulis mengharapkan kritik yang membangun sehingga hal tersebut menjadi pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Penulis berharap referat ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
Jakarta, Agustus 2012
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang mengalami klasifikasi yang ditandai oleh demineralisasi dari bagian inorganik dan dekstrusi dari subtansi organic dari gigi atau penyakit jarigan gigi yang di tandai dengan kerusakan jaringan ,dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure, daerah interproksimal) meluas kearah pulpa.Ada beberapa cara untuk mengelompokkan karies gigi. Walaupun apa yang terlihat berbeda, faktorfaktor risiko dan perkembangan karies hampir serupa. Mula-mula,
lokasi
terjadinya
karies
dapat
tampak
seperti
daerah
berkapur namun berkembang menjadi lubang coklat. Walaupun karies mungkin dapat saja dilihat dengan
mata
telanjang,
kadang-kadang
diperlukan
bantuan
radiografi untuk mengamati daerah-daerah pada gigi dan menetapkan seberapa jauh penyakit itu merusak gigi. Lubang gigi disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat termasuk sukrosa,fruktosa, dan glukosa. Asam yang diproduksi tersebut memengaruhi mineral gigisehingga menjadi sensitif pada pH rendah. Sebuah gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada gigi. Bergantung pada seberapa besarnya tingkat kerusakan gigi, sebuah perawatan dapat dilakukan. Perawatan dapat berupa penyembuhan penyembuhan gigi untuk mengembalikan bentuk, fungsi, dan estetika. Walaupun demikian, belum diketahui cara untuk meregenerasi secara besar-besaran struktur gigi, sehingga organisasi kesehatan gigi terus menjalankan penyuluhan untuk mencegah kerusakan gigi, misalnya dengan menjaga kesehatan gigi dan makanan. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi permasalahan muskuloskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang.
3
Sejak dicanangkannya Bone Joint Decade (BJD) 2000-2010 osteoporosis menjadi penting, karena selain termasuk dalam 5 besar masalah kelainan muskuloskletal yang harus ditangani, juga kasusnya semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah usia tua. Pada umumnya pengobatan osteoporosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk menghambat hilangnya massa tulang dan disbut pencegahan primer dan untuk meningkatkan massa tulang yang disebut pencegahan sekunder. Permasalahan terapi osteoporosis adalah kompleks dan erat hubungannya dengan cakupan penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini, pemeriksaan lanjutan dan obat-obatan untuk penyakit osteoporosis. Selain itu obatobatan yang ada pun masih belum ada yang ideal karena masalah efikasi dan toleransi yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut.
1.2. Rumusan
1. Bagaimana penyebab karies gigi dan osteoporosis 2.Bagaimana gejala karies gigi dan osteoporosis 3.Bagaimana diagnosa karies gigi dan osteoporosis 4.Bagaimana klasifikasi karies gigi dan osteoporosis 5. Mengidentifikasi apakah ada hubungannya antara terjadinya karies menjadi osteoporosis 6.Bagaimana cara pencegahan dan perawatan karies gigi pada osteoporosis
1.3. Tujuan
1.Menjelaskan tentang penyebab karies gigi dan osteoporosis 2.Menjelaskan tentang gejala karies gigi dan osteoporosis 3.Menjelaskan tentang diagnosa karies gigi dan osteoporosis 4.Menjelaskan tentang klasifikasi karies dan osteoporosis 5. Menjelaskan apakah ada hubungannya antara terjadinya karies menjadi osteoporosis 6. Menjelaskan tentang cara pencegahan dan perawatan karies gigi pada osteoporosis
4
1.4. Manfaat
1.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca 2.Semoga pembaca mengerti tentang karies gigi dan osteoporosis 3.Semoga pembaca mengerti tentang gejala karies gigi dan osteoporosis 4.Semoga pembaca mengerti tentang cara mendiagnosa karies gigi dan osteoporosis 5.Semoga pembaca mengerti tentang cara pencegahan dan perawatan karies gigi pada osteoporosis
5
BAB II ISI 1. Definisi dan Etiologi a. KARIES
Etiologi atau penyebab karies dibagi atas faktor penyebab yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu faktor, tetapi merupakan interaksi dari faktor-faktor tersebut. Pada tahun 1960-an, menurut Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu : i. Host atau tuan rumah, ii. Agen atau mikroorganisme, iii. Substrat atau diet, iv. Waktu.
b. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena kerapuhan tulang meningkat. -Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan
massa
tulang
yang
kurang
baik
selama
masa
pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 6
tahun. Walaupun demikian, tulang selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut, remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik, yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas agar membelah menjadi osteoblas, akibat adanya
aktivitas
resorpsi
oleh
osteoklas.
Faktor
lain
yang
mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal, seperti hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen
dan
glukokortikoid.
Proses-proses
yang
mengganggu
remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang, faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap ( 4 – 5,6 mg/dL atau 1 – 1,4 mmol/L). Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum (N: 2.4 - 4.1 milligrams per deciliter (mg/dL)). Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Di dalam darah, absorpsi bergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat. 7
2. Faktor Resiko a. KARIES
i. Keturunan ii. Ras Ras
tertentu
mempunyai
rahang
yang
sempit,
dapat
menyebabkan gigi tumbuh tidak teratur dan sulit membersihkan gigi sehingga akan mempertinggi persentase karies. iii. Jenis kelamin Volker, dkk menyatakan bahwa persentase karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, demikian juga halnya anak-anak. iv. Usia Sejalan dengan pertambahan usia, jumlah karies bertambah. v. Vitamin Vitamin berpengaruh pada proses terjadinya karies gigi, terutama pada periode pembentukan gigi.
No
Vit
Kebutuhan perhari
Pengaruh
1
A
1-2 mg
Merusak pembentukan email dan dentin
2
B1
1-2 mg
Karies meninggi (perubahan pada lidah, bibir, ptium)
3
B2
2 mg
Karies meninggi (perubahan pada lidah, bibir, ptium)
4
B6
2 mg
Tidak ada pengaruh
5
C
75-100 mg
Degenerasi odontoblas, kerusakan periodontium, stomatitis
1.1
6
D
400-600 IU
Hypoplasia dentin
7
E
10 mg
Tidak diketahui
8
K
1 mg
Tidak diketahui
Tabel beberapa vitamin dan pengaruhnya terhadap kerusakan gigi adalah sebagai berikut
8
vi. Unsur kimia Unsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap tejadinya karies gigi masih dalam penelitian. Unsur kimia yang paling berpengaruh adalah Fluor. vii. Air ludah 1. Campuran bahan-bahan yang terkandung di dalamnya 2. Derajat keasaman 3. Jumlah / volume 4. Faktor anti bakteri
Gambar 1.1 anatomi sekresi kelenjar saliva
Tabel 1.2 beberapa unsur kimia yang mempengaruhi atau memperlambat terjadinya karies
No
Unsur Kimia
Pengaruh
1
Brellium
Menghambat
2
Flour
Menghambat
3
Aurium
Menghambat
4
Cuprum
Menghambat
5
Magnesium
Menghambat
6
Platina
Menunjang
7
Cadmium
Menunjang
8
Selenium
Menunjang
viii.
Makanan Tabel 1.3 Makanan yang berpengaruh terhadap karies
Potensi
Jenis makanan
Tinggi
permen, coklat, kue, biskut (crackers) dan kerupuk ( chips)
Sedang
Jus, sirup, manisan, buah kalengan, minuman ringan dan roti
Rendah
Sayur, buah, susu
Tidak berpotensi
Daging, ikan, lemak, minyak
Menghambat karies
Keju, xylitol, kacang
9
b. OSTEOPOROSIS
i. Usia 1. Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8 ii. Genetik 1. Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia) 2. Seks (wanita > pria) 3. Riwayat keluarga iii. Lingkungan, dan lainnya 1. Defisiensi kalsium 2. Aktivitas fisik kurang 3. Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin) 4. Merokok, alkohol 5. Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan) iv. Hormonal dan penyakit kronik 1. Defisiensi estrogen, androgen 2. Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme 3. Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi) v. Sifat fisik tulang 1. Densitas (massa) 2. Ukuran dan geometri 3. Mikroarsitektur 4. Komposisi Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu: i. Penurunan respons protektif 1. Kelainan neuromuskular 2. Gangguan penglihatan 3. Gangguan keseimbangan ii. Peningkatan fragilitas tulang 1. Densitas massa tulang rendah 2. Hiperparatiroidisme iii. Gangguan penyediaan energi 1. Malabsorpsi
10
3. Komposisi Tulang dan Gigi
1
a. Gigi
Empat jaringan utama membentuk gigi: i. Email ii. Dentin iii. Sementum iv. Akar Canal (Pulpa Gigi)
Gigi didukung oleh: a. Gusi b. Tulang i. Email/Enamel Enamel adalah zat yang paling sulit dan paling sangat termineralisasi dari tubuh. Enamel adalah bagian gigi yang biasanya
dilihat
dan
didukung
oleh
dentin
yang
mendasarinya. Komposisi kimia enamel terdiri dari 95-98% bahan anorganik, 1% bahan organik (enamelin dan air). Secara rinci, Williams dan Elliot (1979) menyusun komposisi mineral enamel normal dalam jumlah terbesar yaitu Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Kalsium dan fosfat merupakan komponenkomponen anorganik yang penting dan tersusun dalam hidroksiapatit
(Ca5(PO4)3(OH)). Mineral
utama
adalah
kristal kalsium fosfat untuk menunjang kekuatannya. ii. Dentin Dentin adalah jaringan ikat antara enamel atau sementum dan ruang pulpa, dengan mineralisasi matriks organik protein kolagen. Dentin
terdiri dari bahan anorganik 70%, bahan
organik (kolagen tipe 1) 20%, dan air 10%. Karena lebih lembut dari enamel, meluruh lebih cepat dan dapat berubah pada gigi berlubang jika tidak dirawat.
11
iii. Sementum Sementum adalah zat tulang khusus yang meliputi akar gigi. Penyusun sementum terdiri sekitar 45% bahan anorganik (terutama hidroksiapatit), bahan organik 33% (kolagen tipe 1 (90%) kolagen tipe 3 (5%), Cementocytes, Proteoglycans, Glycoprotiens, Phosphoprotiens) dan 22% air. Peran utama dari sementum
adalah sebagai media dimana periodontal
ligamen dapat menempel pada gigi untuk stabilitas. Tabel 1.4 Perbedaan komposisi kimiawi antara enamel, dentin dan sementum.
Komposisi
Email
Dentin
Sementum
Anorganik(%)
95-98
75
45-50
Organik(%)
1
20
50-55
iv. Pulpa Pulpa adalah bagian tengah gigi yang diisi jaringan ikat lunak. Jaringan ini berisi pembuluh darah dan saraf yang masuk ke gigi dari foramen di puncak akar. Terbagi menjadi tiga area:
Odontoblastic zone: bagian terluar pulpa yang terdiri dari
selapis sel odontoblas,
Cell-free zone: terletak di dalam odontoblastic zone,
dimana tidak terdapat sel di dalamnya,
Cell-rich zone: bagian terdalam dari pulpa dimana terdapat
banyak fibroblast dan sel mesenkim. v. Ligamen Peridontal Merupakan lapisa kolagen padat yang membungkus akar gigi. Serabut kolagen melintang diantara sementum dan tulang alveolar Terdiri dari 2 komponen utama :
Glycosaminoglicans (hyaluronicacid & proteoglycans)
Glycoprotein (fibronectin & laminin)
Di dalam ligament ini juga terdapat air (70%)
12
vi. Tulang alveolar Tulang alveolar terdiri dari 2/3 bahan anorganik dan 1/3 matriks organik. Komposisi utama bahan anorganik tulang alveolar antara lain kalsium, fosfat, hidroksil, karbonat, sitrat, natrium, magnesium dan fluor. Garam mineral dijumpai dalam bentuk kristal-kristal hidroksiapatit yang sangat halus dan merupakan komposisi tulang alveolar yang terbesar yakni sekitar 65-70%. Sedangkan matriks organik tulang alveolar terdiri dari kolagen tipe I sekitar 90% dan sejumlah kecil fosfoprotein dan proteoglikans. Tulang alveolar terdiri dari tiga bagian, yakni: 1. Plat tulang vestibular atau eksternal dari tulang kortikal yang dibentuk oleh tulang haversian dan lamela tulang yang kompak. 2. Dinding soket berupa tulang kompak tipis yang dinamakan tulang alveolar utama. 3. Trabekula kanselous yang berada diantara kedua lapisan tulang di atas dan berperan sebagai tulang pendukung.
b. Tulang
2
i. Struktur tulang Secara garis besar tulang dikenal ada dua tipe yaitu tulang korteks (kompak) dan tulang trabekular (berongga / spongy / cancelous). Bagian luar tulang tersebut merupakan tulang padat
yang disebut korteks tulang dan bagian dalamnya adalah tulang trabekular yang tersusun seperti bunga karang. Tulang korteks merupakan bagian terbesar (80%) penyusun kerangka, mempunyai fungsi mekanik, modulus elastisitas yang tinggi dan mampu menahan tekanan mekanik berupa beban tekukan dan puntiran yang berat. Tulang korteks terdiri dari lapisan padat kolagen yang mengalami mineralisasi, tersusun konsentris sejajar dengan permukaan tulang. Tulang korteks terdapat pada tulang panjang ekstremitas dan vertebra. Tulang spongiosa atau canselous atau trabekular mempunyai 13
elastisitasnya lebih kecil dari tulang korteks, mengalami proses resorpsi lebihcepat dibandingkan dengan tulang korteks. Tulang spongiosa terdapat pada daerah metafisis dan epifisis tulang panjang serta pada bagian dalam tulang pendek. Secara makroskopis tulang dibedakan menjadi tulang woven dan tulang berlapis lamellar. Tulang woven adalah bentuk tulang yang paling awal pada embrio dan selama pertumbuhannya terdiri dari jaringan kolagen berbentuk ireguler. Setelah dewasa tulang woven diganti oleh tulang berlapis yang terdiri dari tulang korteks dan trabekular.
Gambar 1.2 Struktur Tulang Normal dengan Sistem Havers (Compston, 2001)
Korteks tulang tersusun seperti osteon, yaitu lapisan konsentris dari tulangyang dikelilingi oleh kanal dengan panjang > 2 mm dan lebar 2 mm dimana di dalamnya terdapat osteosit dan pembuluh darah untuk nutrisi. Trabekular tulang terdiri dari unit tulang struktural. Pada kedua tempat ini yaitu bagian trabekular tulang dan permukaan dalam korteks tulang merupakan bagian yang rentan terhadap pengeroposan tulang. Terdapat sistem havers yang merupakan susunan melingkar berbentuk silinder yang dihubungkan oleh saluran havers. Saluran ini berisi kapiler, arteriol, venul, nervus dan limfe. Tulang mendapatkan nutrisi melalui sirkulasi intraoseus .
14
4. Patofisiologi a. PERTUMBUHAN, PEMBENTUKAN & PENGURAIAN TULANG
Proses pembentukan dan resorpsi ini terjadi seumur hidup. Pada usia mulai 40 tahun massa tulang akan mulai berkurang sebagai akibat dari mulai berkurangnya fungsi osteoblast. Penurunan massa tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis pada lansia. Massa tulang sangat dipengaruhi oleh kalsium karena 98% dari kalsium tersimpan dalam tulang. Kalsium yang berperan dipengaruhi oleh 3 hormon yaitu hormon paratiroid, 1,25 dihidroksi vitamin D dan kalsitonin. Hormon paratiroid berperan dalam proses resorpsi tulang dengan mengaktifkan osteoklas dan mengakibatkan meningkatnya kadar kalsium dalam darah. 1,25 dihidroksi vitamin D akan merangsang osteoblas dan osteoklas. Kalsitonin berperan sebagai penghambat osteoklas. Dari penelitian juga diketahui bahwa hormon estrogen berperan dalam penekanan proses resorpsi tulang.
3
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi mineral, yang terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik (30%) terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin,
proteoglikan
tulang,
protein
morfogenik
tulang,
proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang. Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
4
15
Osteogenesis
i. Tulang terbentuk pada jaringan lunak ii. Terjadi saat perkembangan embrionik, tahap awal petumbuhan, dan fase penyembuhan iii. Subklasifikasi
utama:
intramembranous
ossification
dan
endochondral ossification iv. Intramembranous: tulang terbentuk pada jaringan lunak fibrosa v. Endochondral: tulang terbentuk pada kartilago vi. Osteoblas berasal dari sel mesenkimal yang bergerak bebas dari osteoklas vii. Berpotensi untuk pembentukan tulang dalam jumlah besar
Modeling i. Tulang terbentuk pada jaringan tulang sebelumnya ii. Terjadi saat pertumbuhan dan proses penyembuhan iii. Osteoblast dan osteoclast bekerja bebas pada lokasi yang
berbeda iv. Berpotensi untuk membentuk atau mengurai tulang dalam
jumlah besar
Remodeling i. Tulang dibentuk dan diurai pada lokasi yang sama ii. Terjadi selama masa pertumbuhan hingga mati iii. Mekanisme fisiologi normal dalam perubahan bentuk struktur
tulang. iv. Mineralisasi terjadi pada daerah dengan mechanical stress v. Demineralisasi terjadi di daerah tanpa weght-bearing stress 5
Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan & penguraian tulang: i. Osteoblas Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang yang berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Saat pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut 16
osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit di matriks membentuk tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk sistem saluran mikroskopik di tulang. ii. Osteoklas Penguraian tulang, terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat. iii. Vitamin D Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan resorpsi tulang. vi. Paratiroid
Hormon paratiroid meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
17
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid, sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas. vii. Kalsitonin
Kalsitonin merupakan suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium
serum.
Kalsitonin
menghambat
aktivitas
dan
pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
b. PERTUMBUHAN & PEMBENTUKAN GIGI
Odontogenesis adalah proses terbentuknya jaringan gigi. Proses ini tidak terjadi pada waktu yang bersamaan untuk semua gigi. Gigi berasal dari lapisan ectoderm dan mesoderm. Lapisan email berasal dari sel ectoderm, sedangkan bagian gigi lainnya berasal dari mesoderm. Perkembangan gigi dimulai dengan pembentukan „ primary dental lamina‟, yang menebal dan meluas sepanjang daerah yang akan
18
menjadi tepi oklusal dari mandibula dan maksila, dimana gigi akan erupsi. Tabel 1.5 Perbandingan Sel Ektodermal dan Mesodermal
Sel Ektodermal
Sel Mesodermal
Membentuk email gigi
Membentuk dentin gigi
Merangsang terbentuknya odontoblas
Membentuk jaringan pulpa
Determinasi bentuk mahkota & akar gigi
Membentuk cementum Membentuk tulang alveolar dan akan
Fungsi lenyap petelah proses di atas
tetap terus ada dalam kehidupan gigi
Pada saat pembentukannya, bakal gigi dibagi menjadi 3 bagian yang akan berkembang menjadi: i. Enamel: disusun dari sel epitel dalam, epitel luar, sel stelatte reticulum
dan
statum
intermedium,
yang
selanjutnya
berkembang menjadi ameloblas. Nantinya enamel ini akan dibatasi oleh garis servikal, yang membatasi bagian atas dan bawah gigi. Pertumbuhan garis servikal ini ditentukan j uga oleh jaringan dalam gigi ( Hertwig’s Epithelial root st ealth) yang menentukan bentuk lekukan atas gigi. ii. Papilla dentin: merangkup sel-sel yang akan berkembang menjadi odontoblast, yang merupakan sel pembentuk dentin, dan untuk saraf-saraf gigi, akan dibentuk dari sel mesenkimal yang ada di dental papilla. iii. Folikel gigi: terbentuk dari cementoblas (yang membentuk sementum gigi), osteoblas (yang membentuk tulang alveolar di akar gigi), dan fibroblas (yang membentuk periodontal ligament yang menjadi perekat antar gigi dan akarnya).
Salah satu fase awal dari pertumbuhan gigi secara mikroskopis bisa dilihat pada pertumbuhan antara lamina vestibular proliferasi jaringan ektomesenkim dan dental lamina. Fase-fase pembentukan giginya adalah:
19
i. Bud stage (Tahap Kuncup) Secara teknis fase ini adalah fase saat sel epitel mulai berproliferasi menjadi ektomesenkim gigi. Bakal gigi terbentuk dari proliferasi akhir dental lamina. ii. Cap stage
Pada fase ini, sel ektomesenkimal berhenti memproduksi substansi ekstraseluler, dan dental papilla mulai terbentuk. Organ enamel mulai terbentuk dari sel ektomesenkimal. Ektomesenkimal akan berkondensasi menjadi folikel gigi yang menyelubungi enamel gigi. Enamel gigi akan memproduksi enamel, dental papilla akan menjadi dental pulp dan dentin, dan folikel gigi akan menjadi tulang dan akar gigi. iii. Bell stage (Tahap lonceng pengapuran tulang)
Dikenal sebagai fase histodifrensiasi dan morfodifrensiasi. Pada fase ini, organ-organ gigi mulai terbentuk dengan baik, dengan mayoritas sel yang ada adalah sel stelatte reticulum. Sel terbagi menjadi 3 bagian penting yaitu: 1. sel kuboidal: yang dikenal sebagai epitel enamel luar, 2. sel kolumnar: yang berbatasan dengan dental papilla dikenal sebagai epitel enamel dalam, 3. sel stelata: yang ada di antara enamel dalam dan luar disebut dengan stratum intermedium, yang nantinya akan menjadi batas servikal. Proses lain yang terjadi selama bell stage ini adalah dental lamina yang terdisintegrasi, yang bekerja terpisah dengan epitel oral, hingga nantinya akan bergabung lagi pada saat gigi akan tumbuh (tererupsi). Mahkota gigi yang terbentuk dari epitel enamel
dalam
juga
terbentuk
pada
fase
ini,
saat
eksomesenkimal terdiferensiasi menjadi mahkota gigi yang hampir siap untuk erupsi. iv. Crown stage
Jaringan keras (diantaranya adalah enamel dan dentin) berkembang di fase ini. Fase crown / mahkota adalah fase pematangan dari semua fase yang telah dijelaskan di atas. 20
Epitel kuboidal yang ada di epitel enamel dalam berubah menjadi epitel kolumnar. Inti selnya bergerak mendekati stratum intermedium dan menjauh dari dental papilla.
5
c. DEMINERALISASI & REMINERALISASI GIGI Demineralisasi merupakan proses hilangnya atau terbuangnya garam mineral yaitu hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) pada enamel gigi. Faktor penyebab terbesar adalah makanan dan minuman yang asam. Suasana yang asam dapat melarutkan enamel sehingga merusak mineral-mineral pendukung gigi. Tidak hanya asam, karbohidrat (gula) juga menyebabkan hal ini karena bakteri ( Streptococcus mutans) memfermentasikan gula menjadi asam laktat dalam mulut. Proses demineralisasi terjadi bahwa enamel bereaksi dengan ion asam asam +
(H ) akan melarutkan hidroksiapatit (Ca 10(PO4)6(OH)2 menjadi ion 2+
3+
kalsium (Ca ), air (H2O) dan ion phospat (PO 4) . Proses ini terjadi jika pH saliva dibawah 5,5. Proses ini dapat berlangsung hanya dalam waktu setengah jam. Remineralisasi merupakan kebalikan dari demineralisasi, dimana penempatan
garam-garam
mineral
kembali
ke
enamel
gigi.
Remineralisasi dapat terjadi jika pH saliva kembali normal dan 2+
terdapat ion kalsium (Ca ) dan ion phospat
3+
(PO4)
dalam
rongga
mulut. Saliva menaikkan kembali pH asam rongga mulut secara 3+
perlahan sehingga (PO 4)
dan
2+
(Ca ) dapat membentuk kristal hidroksiapatit dan menutupi daerah yang
terdemineralisasi.
Untuk
remineralisasi penuh, dibutuhkan waktu beberapa jam.
6
21
5. Patogenesis a. KARIES i. Faktor Dalam
Karies gigi atau dental karies adalah proses kerusakan yang dimulai dari email terus ke dentin. Karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor ( multiple factor ) yang saling mempengaruhi. Ada tiga factor utama yaitu
gigi, saliva, mikroorganisme, dan substrat serta waktu sebagai faktor
tambahan.
Keterkaitan
keempat
factor
tersebut
digambarkan sebagai keempat lingkaran bila keempat lingkaran itu tumpang tindih maka akan terjadi karies.
Jika terjadi tumpang tindih pada keempat factor akan menyebabkan karies. Interaksi keempat factor diuraikan dengan gambar tiga dimensi. Tiga utama digambarkan sebagai tiga silinder, sedangkan ketebalan (tinggi) silinder menunjukkan factor waktu. Ketiga faktor utama berada didalam mulut pada waktu tertentu. Apabila silinder tersebut saling memotong maka terjadilah karies, hasil perpotongan atau interaksi tiga silinder berbentuk ruangan. Besarnya ruangan tergantung pada besar peranan masing-masing silinder yaitu besarnya jari-jari silinder (tiga factor utama karies) dan tinggi silinder faktor waktu. Makin besar ruangan makin besar juga karies yang timbul. Agar tidak atau sedikit mungkin terjadi karies ruangan yang diarsir diperkecil. Cara yang dapat dilakukan antara lain 22
dengan menjauh atau memperkecil jari-jari ketiga silinder sehingga ketiganya tidak saling bertemu. Cara lain dengan memperpendek
tinggi
silinder,
yaitu
dengan
jalan
mempersingkat waktu pertemuan ketiga faktor tersubut. ii. Faktor Luar
Faktor
luar
merupakan
faktor
predisposisi
dan
faktor
penghambat yang berhubungan tidak langsung dengan proses terjadinya karies. Hendrik L Blum mengatakan bahwa ada 4 faktor utama yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Keempat
faktor
tersebut
adalah
keturunan,
lingkungan,
perilaku, dan pelayanan kesehatan. Status kesehatan gigi dan mulut akan tercapai dengan optimal bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama memiliki kondisi yang optimal. PERANAN FLUOR DI GIGI
Fluor termasuk golongan mikromineral yang berperan dalam proses mineralisasi dan pengerasan email gigi. Pada saat gigi dibentuk, yang pertama kali terbentuk adalah hidroksiapatit yang terdiri dari kalsium dan fosfor. Tahap berikutnya adalah fluor akan menggantikan gugus hidroksi (OH) pada kristal tersebut dan membentuk fluoroapatit yang menjadikan gigi tahan terhadap kerusakan. Paparan fluor dalam dosis rendah yang
terjadi
terus-menerus
akan
mencegah
terjadinya
kerusakan atau karies gigi. Sumber utama dari fluor adalah air minum. Sementara angka kecukupan yang dianjurkan dan aman adalah 1,5-4 mg/hari. Batasan optimum fluorida untuk air minum adalah 0,7 - 1 ,2 ppm, sehingga apabila air minum lokal sudah difluoridasi, maka tidak diperlukan lagi tambahan asupan fluorida selain pasta gigi.
2
Fluor dari abad lalu sampai sekarang diyakini dan digunakan secara luas untuk pencegahan karies gigi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Secara sistemik fluor efektif apabila diberikan pada saat pertumbuhan dan perkembangan gigi, mulai awal kehamilan (prenatal) maupun setelah kelahiran (postnatal). Senyawa fluorida telah lama digunakan dalam 23
prevensi karies gigi. Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi, senyawa fluorida telah diaplikasikan secara ekstensif serta telah diakui kemanjurannya. Penggunaan senyawa fluorida dapat dilakukan secara sistemik atau dengan cara aplikasi topikal. Fluor selain terdapat di air tanah juga terdapat pada sayursayuran, buah-buahan, minuman, ikan, daging dan lain-lainnya. Hampir semua makanan mengundang fluor, namun yang kadar fluor nya tertinggi adalah ikan teri, sawi, dan teh.
8
Fungsi fluor: -
menjaga gigi lebih tahan terhadap pengikisan asam
-
mengurangi kemampuan bakteri untuk membentuk asam
-
merangsang pembentukkan mineral kembali
Kebutuhan fluoride kita berada di antara 0, 7 hingga 0, 9 ppm (part
per milion).
Kelebihan
fluor
(fluorosis)
dapat
menyebabkan sel gigi mati, sehingga gigi menjadi rapuh. Hal ini terjadi karena dalam kristal apatit, bukan hanya hidroksil yang tergantikan oleh fluor, namun jumlah kalsium juga berkurang. Fluor dapat berfungsi membunuh bakteri, demikian pula yang terjadi pada sel tubuh jika tertelan. Jika
penggunaan
fluor
secara
berlebihan
maka
akan
mengakibatkan fluorosis, fluorosis yaitu warna gigi menjadi tidak putih sebagaimana gigi yang sehat, tapi pucat dan buram. Pada fluorosis yang lebih berat, selain warnanya lebih gelap, enamel gigi menjadi lunak dan rapuh. Gejala ini merupakan indikasi yang jelas dari kelebihan fluor pada masa kanak-kanak ketika masa pertumbuhan gigi berlangsung.
b. OSTEOPOROSIS
Pada osteoporosis, laju resorpsi tulang melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks. i. Patogenesis Osteoporosis Primer Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal 24
meningkat. Estrogen berperan mempengaruhi aktivitas bone marrow stromal cells dan sel mononuclear (IL-1, IL-6 dan
TNF-α; berperan meningkatkan kerja osteoklas), penurunan estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin sehingga aktivitas osteoklas meningkat. Untuk
mengatasi
keseimbangan
negatif
kalsium
akibat
menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. ii. Patogenesis Osteoporosis Sekunder Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 hidupnya, terjadi ketidakseimbangan remodeling
tulang,
dimana
resorpsi
tulang
meningkat,
sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan
osteoporosis
karena
akan
meningkatkan
karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, 25
kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll. PERANAN KALSIUM PADA TULANG
Kalsium adalah mineral yang paling banyak diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan kalsium setiap usia berbeda-beda. Orang yang berusia 19-50 tahun memerlukan kalsium sebanyak 1000 mg/hari. Sementara bagi yang berusia di atas 51 tahun dan pada ibu hamil serta menyusui, memerlukan kalsium lebih banyak lagi yaitu 1200 mg/hari. Kebutuhan kalsium anak-anak dan remaja meningkat sesuai usia:
Bayi berumur s.d. 5 bulan : 400 mg
Bayi 6 bulan - 1 tahun : 600 mg
Anak usia 1-10 tahun : 800 mg
9 - 18 tahun 1300 mg/hari
19 - 50 tahun 1000 mg/hari
Sekitar 99% kalsium berada pada jaringan tulang dan gigi, sisanya berada di darah dan sel-sel tubuh. Pada keadaan kekurangan kalsium / hipokalsemia dapat menyebabkan menurunnya densitas tulang karena aktifnya osteoklas akibat efek dari PTH dan vitamin D sehingga menyebabkan terjadinya osteoporosis.
26
Pada keadaan kelebihan kalsium / hiperkalsemia seringkali disebabkan karena faktor luar (bukan dari tulang), misalnya aktifitas berlebihan dari kelenjar paratiroid, beberapa jenis kanker paru dan payudara, maupun granuloma; menyebabkan terjadinya osteoporosis juga karena tulang yang terus menerus diresorpsi.
6. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis a. KARIES
Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua permukaan gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan eksplorer. Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies interproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang. Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak padagigi dengan eksplorer. Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang adalah dengan tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk membuang embun, dan mengganti peralatan optik. Hal ini
akan membentuk sebuah efek "halo"
dengan mata
biasa.
Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk mendiagnosis karies kecil. Bentuk-bentuk Karies dibagi berdasarkan:
Gambar 1.3 karies berdasarkan kedalamannya.
27
I.
Berdasarkan cara meluasnya karies a. Karies Penetriende. Karies yang meluas dari email kedentin dalam
bentuk kerucut perluasannya secara penetrasi merembes ke dalam b. Karies Unterminirende. Karies yang meluas dari email ke dentin
dimana pada oklusal keciltetapi di dalam email atau dentin sudah meluas II.
Berdasarkan dalamnya karies a. Karies Superfisialis Karies yang baru mengenai lapisan email,
tidak sampai dentin b. Karies Media. Karies yang sudah mengenai dentin tetapi belum
melebihi setengah dentin c. Karies Profunda. Dimana karies sudah mengenai lebih setengahnya
dentin dan kadang -kadang sudah mengenai pulpa d. Profunda pulpa terbuka: Bila pulpa sudah terbuka/ mengenai pulpa e. Profunda pulpa tertutup: Bila karies belum mengenai pulpa III.
Berdasarkan Lokasi Karies a. Karies kelas I. Karies yang terdapat pada bagian oklusal ( pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar. Dapat juga terdapat ada
anterior di foramencaecum. b. Karies kelas II. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari
gigi molar atau premolar yang umumnya meluas sampai bagian oklusal. c. Karies kelas III. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari
gigi anterior tetapi belum mencapai margo incisal (belum mencapai 1/3 incisal gigi). d. Karies kelas IV. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari
gigi anterior dansudah mencapai margo incisal (telah mencapai 1/3 incisal gigi) e. Karies kelas V. Karies yang terletak di cerviks gigi anterior
maupun posterior. IV.
Berdasarkan Banyaknya Permukaan Yang Terkena a. Simple karies. Bila hanya satu permukaan yang terkena. b. Kompleks karies. Bila lebih dari satu permukaan gigi yang terkena.
28
V.
Berdasarkan Keparahan/ Kecepatan Serangan Karies a. Rampant karies b. Karies terhenti
b. OSTEOPOROSIS
Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita: Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang. Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor pencentus dominan osteoporosis sekunder adalah seperti di bawa: i. penyakit endokrin: tiroid, hiperparathyroid, hypogonadism ii. penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorbs gizi
kalsium, fosfor, vitamin D terganggu iii. penyakit keganasan (kanker) iv. konsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid v. gaya hidup yang tidak sehat: merokok, kurang olahraga, dll. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui. Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul 29
setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti: i. Tinggi badan yang makin menurun. ii. Obat-obatan yang diminum. iii. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,
klimakterium. iv. Jumlah kehamilan dan menyusui. v. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi. vi. Apakah sering beraktivitas di luar rumah, sering mendapat
paparan matahari cukup. vii. Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya. viii. Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur. untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu: 1. Normal
: Nilai T > -1
2. Osteopenia
: Nilai T antara -1 dan -2,5
3. Osteoporosis Ringan : Nilai T < -2,5 4. Osteoporosis Berat
: Nilai T < -2,5 dan ditemukan fraktur 30
7. Manifestasi Klinis a. KARIES
Gejala- gejala karies sebagai berikut: i. Gigi sangat sensitif terhadap panas, dingin, manis. ii. Jika suatu kavitasi dekat atau telah mencapai pulpa maka nyeri
akan bersifat menetap bahkan nyeri yang dirasakan bersifat spontan. iii. Jika bakteri telah mencapai pulpa. Dan pulpa nekrosis maka
nyeri hilang timbul dan gigi akan menjadi peka.
b. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa decade. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan: i. Patah tulang akibat trauma yang ringan. ii. Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang. iii. Gangguan otot (kaku dan lemah) iv. Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8. Analisis
Pasien dengan keluhan karies gigi sering bertanya apakah sebenarnya osteoporosis menyebabkan giginya lebih rentan untuk terjadi karies? Situasi klinis yang sering dijumpai para dokter gigi cukup sering terjadi sehingga merupakan tujuan referat ini untuk mengetahui kebenarannya. Pada kenyataannya, penyakit karies gigi dan osteoporosis memiliki korelasi. Korelasi ini dapat ditemukan dari perjalanan penyakit osteoporosis. Dimana osteoporosis menyerang tulang spongiosa yang juga terdapat pada tulang 31
alveolar yang merupakan bagian dari struktur pendukung gigi. Berkurangnya kadar kalsium yang merupakan bahan mineral utama di tulang menyebabkan berkurangnya komposisi tulang, dimana juga terjadi di tulang alveolar gigi. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya kemampuan tulang alveolar sebagai penyokong gigi dan dapat meningkatkan paparan dentin gigi, terutama bagian servikal gigi, di dalam mulut. Dengan paparan yang lebih dari servikal gigi, memudahkan terjadinya karies pada bagian gigi yang sebelumnya terproteksi. Korelasi lain dari penyakit karies dan osteoporosis terdapat pada kadar kalsium pada tubuh, dimana pada osteoporosis kadar kalsium akan berkurang. Kalsium tidak hanya terletak pada tulang, namun juga pada gigi, sel neuron, dan
sel
otot,
dan
kalsium
berperan
sebagai
second
messenger
(neurotransmitter ). Berkurangnya kalsium pada tubuh seperti pada sel neuron, akan mengganggu fungsi sel tersebut, dimana dapat menghentikan hantaran saraf pada sel-sel tujuannya. Dengan kondisi berkurangnya kalsium yang cukup lama, dapat menyebabkan sel-sel kelenjar yang mengekskresikan saliva mengecil. Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya rangsangan sel neuron untuk produksi saliva. Berkurangnya saliva di mulut akan meningkatkan resiko karies pada gigi, karena proses remineralisasi bergantung pada peranan saliva di mulut. Ada persamaan yang ditemukan antara gigi dan tulang dan kedua penyakit tersebut, yaitu: o
Komposisi dan origin tulang dan gigi
Gigi dan tulang berasal dari jaringan mesodermal yang sama, kecuali email yang berasal dari jaringan ektodermal. o
Peranan penurunan dari fluoride di gigi pada karies dan penuruan kalsium di tulang pada osteoporosis
Pada kedua penyakit sama-sama ditemui karena adanya jumlah yang abnormal dari suatu mineral tubuh, yaitu fluor pada karies dan kalsium pada osteoporosis. Pada jumlah yang berlebihan maupun yang berkekurangan dapat menimbulkan gangguan pada masing-masing organ. Karies tidak memiliki korelasi langsung dengan osteoporosis, namun memiliki beberapa persamaan dalam perjalanan penyakitnya. 32
9. Penatalaksanaan Karies pada Pasien Osteoporosis a. Pencegahan
Pencegahan
utama
karies
meliputi
menjaga
higienitas
oral,
menghindari makanan yang dapat merusak gigi, dan suplementasi fluorida. Perawatan kebersihan diri terdiri dari menyikat gigi dan melakukan 7
dental flossing setiap hari. Tujuan dari kebersihan mulut adalah untuk
meminimalkan agen etiologi penyakit di mulut dan mencegah pembentukan plak. Diet makanan merupakan hal yang penting untuk menghindari terjadinya karies. Makan yang manis (mengandung gula) dan asam harus diwaspadai. Bakteri dan molekul karbohidrat di dalam mulut dapat merubah kondisi ph mulut menjadi asam, yang mempermudah terbentuknya karies. Menggosok gigi setelah mengkonsumsi makanan yang rentan mnyebabkan karies dapat juga dilakukan. Suplementasi fluoride
dikatakan
dapat
membantu
mencegah
terbentuknya karies. Namun biasa asupan florida lebih ditujukan untuk anak-anak hingga dewasa muda. Asupan florida yang dianjurkan tergantung pada umur pasien dan komposisi fluorida yang terdapat di dalam air untuk berkumur: i. 3 bulan sampai 3 tahun 1. Air dengan fluorida <0,3 ppm: fluorida 0,25 mg qd 2. Air dengan fluorida >0,3 ppm: fluorida tidak diberikan ii. 3 sampai 6 tahun 1. Air dengan fluorida <0,3 ppm: fluorida 0,50 mg qd 2. Air dengan fluorida 0,3-0,7 ppm: fluorida 0,25 mg qd 3. Air dengan fluorida> 0,7 ppm: florida tidak diberikan iii. 6 sampai 16 tahun 1. Air dengan fluorida <0,3 ppm: 1,00 mg fluorida qd 2. Air dengan fluorida 0,3-0,7 ppm: fluorida 0,50 mg qd 3. Air dengan fluorida> 0,7 ppm: florida tidak diberikan
33
iv. Dosis anjuran dewasa untuk konsumsi fluorida adalah 25 mg
PO bid, suplementasi fluorida ini juga dapat digunakan untuk pencegahan osteoporosis (namun belum terbukti secara pasti).
Pencegahan
primer
osteoporosis
dimulai
sejak
kecil.
Pasien
membutuhkan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup, serta aktif secara fisik. Pencegahan osteoporosis memiliki dua komponen; modifikasi perilaku dan intervensi farmakologis. Kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol dan kafein harus dihentikan
sementara
meningkatkan
konsumsi
makanan
yang
megnandung natrium, protein hewani, dan kalsium (bisa didapatkan melalui
suplemen).
8
Pasien
yang
memiliki
gangguan
atau
mengkonsumsi obat yang dapat menyebabkan atau mempercepat kehilangan tulang harus menerima kalsium dan vitamin D.
9
Metode pencegahan farmakologis yang termasuk suplemen kalsium dan
administrasi
raloxifene
atau
bifosfonat
(alendronat
atau
risedronate). Raloxifene dan bifosfonat harus dipertimbangkan sebagai lini pertama agen untuk pencegahan osteoporosis.
10
Pemeriksaan rutin juga diperlukan. Densitometri tulang periodik membantu dalam mendiagnosis osteoporosis pada fase awal dan membantu
mencegah
patah
tulang.
Menurut NOF
(National
Osteoporosis Foundation), mengevaluasi BMD secara periodik adalah
cara terbaik untuk memantau kepadatan tulang dan risiko patah tulang masa depan. Pemeriksaan kepadatan tulang dianjurkan setiap 2 tahun pada wanita menopause.
b. Pengobatan i. Medikamentosa 1. Flouride (sudah dibahas di bagian pencegahan) 2. Kalsium
Rekomendasi
dari
American
Association
of
Clinical
Endocrinologists (AACE) untuk asupan kalsium harian adalah sebagai berikut:
11
34
a. Usia 0-6 bulan: 200 mg / hari b. Usia 6-12 bulan: 260 mg / hari c. Usia 1-3 tahun: 700 mg / hari d. Usia 4-8 tahun: 1000 mg / hari e. Usia 9-18 tahun: 1300 mg / hari f.
Usia 19-50 tahun: 1000 mg / hari
g. Usia 50 tahun atau lebih: 1200 mg / hari h. Hamil dan menyusui wanita usia 18 tahun dan
lebih muda: 1300 mg / hari i.
Hamil dan menyusui wanita usia 19 tahun dan lebih tua: 1000 mg / hari
Suplemen kalsium yang umum digunakan termasuk kalsium karbonat dan kalsium sitrat. Kalsium karbonat umumnya lebih murah dan direkomendasikan sebagai pilihan pilihan pertama. Kalsium karbonat memiliki penyerapan yang lebih baik dengan makanan, dibandingkan dengan kalsium sitrat. 3. Vitamin D
Vitamin D semakin diakui sebagai elemen yang penting dalam kesehatan
tulang
secara
keseluruhan
dan
fungsi
otot.
Persyaratan minimum harian pada pasien dengan osteoporosis adalah 800 IU vitamin D3, atau cholecalciferol.
12
Vitamin D tersedia sebagai ergocalciferol (vitamin D2) dan cholecalciferol
(vitamin
D3).
Vitamin
D
dalam
tubuh
dimetabolisme menjadi metabolit aktif yang mempromosikan penyerapan kalsium dan fosfor oleh usus kecil, mengangkat kalsium
serum
dan
kadar
fosfat
memungkinkan mineralisasi tulang.
yang
cukup
untuk
13
4. Obat-Obat osteoporosis (Sesuai indikasi)
Pengobatan osteoporosis bagi pasien yang menderita karies merupakan tanggung jawab dokter orthopedi. Panduan dari American Association of Clinical Endocrinologists (AACE), yang
diterbitkan
pada
tahun
2010,
merekomendasikan
pemilihan obat seperti alendronate, risedronate, zoledronat asam, Denosumab, ibandronate, raloxifene, kalsitonin.
11
35
ii. Prosedural
Untuk melakukan prosedur dental yang invasive pasien harus dinilai kembali T score-nya serta melihat BMD di daerah rahang (mandibula).
14
Seperti sudah dikemukakan karies tidak
memiliki hubungan secara langsung dengan osteoporosis, namun biasanya penderita osteoporosis harus lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan oral dan dental untuk menghindari pencabutan gigi yang dapat berdampak cukup signifikan terhadap tukang rahang. Prosedur atau tindakan dental seperti scalling dan filling tidak dikontraindikasikan pada pasien karies dengan osteoporosis, namun harus diingat bahwa setiap prosedur yang dilakukan harus diperhatikan derajat trauma yang terjadi pada tulang alveolar dan tulang rahang pasien.
18
Hal ini harus diperhatikan
karena di pasien osteoporosis yang tulangnya terbilang lebih rapuh dan lebih rentan terhadap fraktur, daya kesembuhan tulang tersebut jauh berkurang dari tulang biasa, maka mikrofraktur atau mikrotrauma sekecil apapun memerlukan waktu penyembuhan yang lebih lama. Dental Scaling merupakan prosedur yang ditujukan untuk
merawat higienitas gigi, dengan cara membersihkan karang gigi. Pembersihan ini dapat dilakukan secara berkala dalam kurun waktu 6 bulan sekali. Dental filling dilakukan setelah pembersihan kavitas di gigi
dimana bagian dari gigi yang sudah busuk dan nekrosis disingkirkan dan area yang kosong tersebut diisi oleh material seperti porcelain, komposit, dan lain- lain.
15
Untuk tindakan invasif, diperlukan beberapa kewaspadaan, yaitu: -
pre operasi: stabilisasi keadaan umum dan tanda vital, pemeriksaan lab (kadar kalsium, fungsi ginjal, denstitas tulang), rontgen daerah yang akan dilakukan tindakan, pembersihan oral hygiene, konsul dari dokter spesialis yang bersangkutan.
36