REFERAT
GUILLAIN BARRE SYNDROME
Penyaji Nama :Meyla Rosalita, S.Ked Nim : 70 2008 023
SMF PENYAKIT SARAF RSUD PALEMBANG BARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah penyakit langka dan parah1. Sindroma Guillain Barre mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 40,000 orang tiap tahunnya2. Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Guillain Barre mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah ekstremitas atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu mengalami kelumpuhan tubuh lengkap. Sindroma Guillain Barre adalah suatu kelainan mengancam kehidupan dan memerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif dengan imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat. Dysautonomia dan komplikasi paru merupakan
alasan dasar
untuk
komplikasi kematian fatal
lainnya1. Sepuluh
studi melaporkan kejadian pada
anak-anak (0-15 tahun), dan
menemukan kejadian tahunan menjadiantara 0,34, dan 1.34/100 1.34/100 000. Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena daripada lakilaki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an ditemukan . Sampai dengan 70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi anteseden3. Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai
90% kasus. Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah , masing-masing 2 bulan dan 95 tahun.
Usia
rata onset adalah
sekitar
40 tahun,
dengan
kemungkinan dominasi laki-laki. Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi 10% sampai 20% pasien dengan SGB. Miller-Fisher syndrom mempengaruhi antara 5% dan 10% pasien SGB di negara-negara barat, tetapi lebih umum di Asia Timur, dengan 25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan 3,4. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious
Polyneuritis,
Acute
Inflammatory
Demyelinating
Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.2
B. ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan
masih
menjadi
bahan
perdebatan.
Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: Infeksi; Vaksinasi; Pembedahan; Penyakit sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis. penyakit Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal5.
Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang berhubungan dengan SGB
4
C. PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. 2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi 3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus 5.
Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB 8.
Gambar 2 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB
6
a. Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan
pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen 5,6,8.
b. Patologi
Pada
pemeriksaan
makroskopis
tidak
tampak
jelas
gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur 5. Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson5.
Gambar 3: Sistem imunopathologi saraf pada SGB
D. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:
Gambar 4: Skema klasifikasi SGB
1. Acute I nf lammator y D emyeli nating Polyr adicul oneur opathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.
2. Acute M otor Axonal Neur opathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya
memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks,
tetapi
mekanisme
belum
jelas.
Disfungsi
sistem
penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.
3.
Acute M otor Sensor y Axonal N eur opathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.
4. M il ler F isher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.
5. Acute Neur opati c panautonomi c
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset
berhubungan
pencernaan.
dengan
intoleransi
ortostatik,
serta
disfungsi
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan
onset
akut
oftalmoplegia,
ataksia,
gangguan
kesadaran,
hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan. 5 E. Gejala klinis dan kriteria diagnose 1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi. 7 2. Keterlibatan Syaraf Kranialis Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial. 7
3. Perubahan Sensoris
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel. 7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir. 4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut. Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus). 7
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing , Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis
Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.7
6. Pernafasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.7 Hasil Pemeriksaan
a.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian: - Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala -
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
b. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal 5.
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer 5.
Tabel 1: Gejala klinis SBS
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi 5. Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu 2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu 3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis 4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N. VII, VI, III, V, IX, dan X) 5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas a.
Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus b. Abnormalitas sensorik Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus c. Disfungsi Otonom 1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi 2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal 3) Retensi urine
Gambar 5: fase perjalan klinis
Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna
1. Fase Prodromal Fase sebelum gejala klinis muncul 2. Fase Laten a.
Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis. c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari 3. Fase Progresif a.
Fase defisit neurologis (+)
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg. c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg d. bertambah berat sampai maksimal e. Perburukan > 8 minggu disebut › chronic inflammatorydemyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP) 4. Fase Plateau a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap. b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg
5. Fase Penyembuhan a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik b. beberapa bulan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LCS
5
- Disosiasi sitoalbumin Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi. a. Antibodi glicolipid b. Antibodi GMI 2. EMG a. Gambaran poliradikuloneuropati b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.5 c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H
abnormal. 3 3. Ro: CT atau MRI Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.
H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri. 5
I. KOMPLIKASI
1. Paralisis menetap 2. Gagal nafas
3. Hipotensi 4. Tromboembolisme 5. Pneumonia 6. Aritmia Jantung 7. Ileus 8. Aspirasi 9. Retensi urin 10. Problem psikiatrik
GBS
dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien
dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus dibe ritahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun
–
tahun
pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya. 5 Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien dengan ventilator. 5 Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan GBS gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.
J. TERAPI
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6,8
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis mengeluarkan
atau
faktor
plasma
autoantibodi
exchange yang
bertujuan
beredar.
untuk
Pemakain
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan: a. Imunoglobulin IV
Pengobatan
dengan
menguntungkan
gamma
dibandingkan
globulin
intervena
plasmaparesis
karena
lebih efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala4,6,8.
K. PROGNOSIS
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun.
1,4,5
5
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik :
1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot 2. Umur tua 3. Kebutuhan dukungan ventilator 4. Perjalanan penyakit progresif & berat Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain: a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset c. progresifitas penyakit lambat dan pendek d. pada penderita berusia 30-60 tahun 2
BAB III
KESIMPULAN
Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun dipercaya bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini. Terapi farmakoterapi dan terapi fisik, prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi aksonal, dan umur pasien.
DAFTAR PUSTAKA 1. Evil Science. 2008. Available from : http://www.guillainbarresyndrome.net 2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers, Editor. University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004 3. Evidence Center. 2011. Available from: http://bestprice.bmj.com/bestpractice/monograph/176/basics/epidemiology. html 4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005 5. Seneviratne
U
MD(SL),
Clinicopathological
Types
MRCP. and
Guillain-Barre
Syndrome:
Electrophysiological
Diagnosis.
Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003. 6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment 7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th edition. United States of America; 2005. p.1117-27 8. Mayo
Clinic
staff.
2011
[28/05/2011].
Available
from
:
from
:
http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs 9. AIDP
(
Guillain
Barre
Syndrome
http://www.netterimages.com/image/63612.htm
).
Available